Kira-kira 5 tahun lalu, saat aku masih berusaha membangun bisnis benar-benar dari bawah, aku mulai mengenalnya. Tidak ada yang istimewa dari perjalanan kami bertemu.
Waktu itu aku masih menjalani pekerjaan yang mungkin tidak bisa dianggap sebuah pekerjaan, yaitu menjadi guru privat komputer. Bekerja dengan beberapa ratus ribu rupiah saja dengan pertemuan sekitar 8 hingga 10 kali pertemuan per topik kursus privat, aku datang ke rumah demi rumah orang yang bersedia membayarku.
Macam-macam juga orang yang kutemui, adakalanya aku memberi les privat anak kecil yang masih susah-susahnya belajar, kadang orang yang sudah berumur yang sudah susah diajari, kadang seorang cewek (tapi berhubung aku gay, jadi ya dingin-dingin saja), kadang ada orang PNS yang ingin dapat pelajaran lebih dari duit yang sekecil mungkin, dan kadang... ada cowok seksi yang minta diberi privat.
Tapi jelasnya aku nggak mencari cowok seksi yang ingin diberi les privat komputer. Aku hanya ingin mencari uang. Dan siang itu HPku berbunyi.
"Halo, dengan les privat club58?" tanya seseorang di ujung sana.
"ya halo, benar, ada yang bisa saya bantu?" aku menjawab.
"Saya ingin tanya soal les privat program AutoCAD, bisa bantu saya kasih les?"
"Oh bisa pak. Bapak posisi dimana? Mungkin kita bisa bertemu dan berbicara dulu"
"Ketemu aja di rumah saya nanti sore, bisa? Sebentar lagi saya sms alamat rumah saya"
"Baik pak. Nanti sore saya akan datang ke rumah bapak. Dengan siapa saya bicara?"
"Saya Dino"
"Baik pak. Saya Bastian"
"Oke Bastian, Saya tunggu nanti sore ya"
"Ya terimakasih, selamat siang"
Ah, aku bersyukur sekali, sebab pada tahun-tahun merintis usaha tersebut uang dari les privat sangat berguna dan bernilai buat saya. Saya harap nanti sore saya bisa bertemu orang ini agar setidaknya aku bisa bayar kuliah.
Comments
Orang yang berhasil itu seharusnya berasal dari kondisi yang tidak memungkinkan bagi orang lain untuk berhasil. Karena bila seseorang itu berhasil karena orangtuanya kaya, karena pendidikannya tinggi, itu namanya SUDAH BIASA. Jadi orang itu dikatakan berhasil bila ia mampu keluar dari kondisi yang tidak memungkinkannya untuk berhasil.
Itulah yang saat ini juga sangat memacu aku untuk berhasil dalam bisnis, meskipun karena krisis akhir tahun dan berbagai kebutuhan, aku merasa harus kembali membangun bisnis-bisnis baru karena takut usaha yang ada kurang menghasilkan.
Baiklah, kembali ke hari ketika aku mendapatkan telepon dari seseorang bernama Dino itu. Sore itu, aku keluar rumah sambil mengendarai motor butut yang selalu kupakai ke mana saja, termasuk ke kuliah. Ya, aku masih kuliah, dan harus bekerja karena sejak ayahku meninggal, tidak mungkin ibuku membiayai seluruh kehidupanku.
Mengendarai motor butut itu kearah rumah Dino, aku sampai ke daerahnya, tapi masih harus mencari dimana rumahnya. Daerah itu termasuk perumahan terpencil di daerah rural dengan rumah yang kecil-kecil tapi bentuknya lucu-lucu.
"Maaf, mau tanya, rumah Dino dimana ya?"
"Dino? Dino siapa? Kayaknya nggak ada yang namanya Dino disini" kata seorang ibu yang menggendong anaknya. Aku melihat lagi catatan kecil alamat rumah Dino.
"Kalau pak Dino ada dik, itu yang rumahnya pagar kuning" kata ibu lain sambil menunjuk ke rumah dimaksud. Oh gila, perbedaan nama 'dino' dan 'Pak Dino' aja sudah membuat perbedaan.
Setelah mengucapkan terimakasih, aku langsung tancap gas ke rumah dimaksud. Tidak terkunci, aku langsung membuka pagarnya.
Pintu rumah terbuka, dan keluarlah seorang anak berkulit putih dengan lengan kekarnya. Ia memakai kaos warna hijau seperti angkatan darat. Sejenak aku terkesima dengan tampan wajahnya.
Kami bersalaman dengan mengucapkan nama masing-masing. Dia memintaku memasukkan motor dalam pagar rumahnya.
Dalam rumahnya pun bersih dan rapi. Tidak ada furniture di ruang tamunya, hanya sebuah meja kecil dengan foto-foto dalam pigura dan pernik-pernik lain. Jadi aku duduk di karpet ruang tamu itu. Ada seorang cewek keluar dari kamar tidur dengan menggendong bayi, lalu tersenyum padaku. Ia mengulurkan tangannya dan kami berjabat tangan.
"Ini istriku, Reni" kata Dino.
Oh, jadi anak ganteng ini sudah beristri? Kataku dalam hati sambil tersenyum pada istrinya. Sementara itu Dino masuk ke kamar lain.
"Maaf ya, sebentar" kata Reni karena sepertinya bayinya mulai merengek-rengek, mungkin minta susu. Reni seorang istri yang cantik, menurutku.
jgn putus2 dong, biar sekalian tamat gitu. hehehe.
isinya apah ta
Diantara foto-foto itu, ada yang menarik perhatianku, yaitu foto-foto Dino bugil cuma menggunakan CD aja!! Upsss... sooo sexy, aku pikir. Dia bergaya di foto studio seperti seorang model... atau jangan-jangan dia model? Wow... dan mengapa foto-foto seperti itu dia pajang di ruang tamu? Memang sih, itu hanya sedikit foto diantara banyak frame lain berisi foto-foto kemesraan mereka, foto istrinya dan anaknya.
Dino melongok dari pintu kamar. "Mas, bisa kesini sebentar?" dia berkata.
Aku mengangguk dan masuk ke kamar itu.
"Sini mas, silahkan" katanya sambil mempersilahkan aku duduk didekatnya.
"Makasih mas" sahutku sambil duduk.
"Ini mas, tadinya saya kan mau les, tapi ga tau nih, tiba2 tadi komputernya nggak bisa dihidupin. Mas ngerti komputer kan? Mungkin bisa diutak-utik juga mas". Dino berkata sambil melihatku. OMG... ni anak ganteng banget...
Nggak konsen, aku menjawab sekenanya. "Udah dicek mas? Dalem2nya?"
Duh gimana sih? Kan dia bilang mau minta tolong dibenerin. Kok aku bisa ngawur gini?
"Nah itu mas, aku nggak ngerti sama sekali nih. Masnya bisa kan?"
Walah... terus terang... untuk hal yang seperti ini aku jelas nggak ngerti juga. Aku ini bukan teknisi komputer, cuma bisa software aja. Tapi terlintas juga ide dipikiranku. Sementara itu... body Dino yang seksi itu mulai merasuk kedalam pikiranku yang mulai ngeres...
"Untuk urusan ini, aku bisa rekomendasi temanku mas, dia bisa" sahutku.
Aku mengangguk.
"Kita ngobrol dulu yah didepan" kata Dino. Dan kita pindah ke ruang tamunya.
Di ruang tamu, kita duduk di karpet lagi. Dino duduk seperti orang Jepang, bukan bersila. Dari sudut mataku aku mulai menelanjangi tubuh seksi berkaos hijau ketat dan bercelana pendek itu.
"Ternyata, kamu pendiam yah?" kata Dino.
"Ya, bisa dibilang begitu"
"Gapapa, yang penting pinter kan"
Aku mengangguk sekali lagi. Dia benar, aku orang yang pendiam, tapi aku memang lumayan pintar. Bahkan sangat pintar.
Pembicaraan kita kemudian beralih pada kursus yang ingin dia jalani. Bahwa ia ingin kursus AutoCAD sebenarnya hanya iseng saja
"lho, AutoCAD kan program yang sangat spesifik? Kok bisa cuma mau dipake iseng aja?" tanyaku heran.
"Ya, itung-itung nambah pengetahuan lah" katanya.
Istrinya datang membawa nampan berisi dua gelas minum. Dino mengambilnya dan menempatkannya didepan kami duduk. Duhai gerakan tubuhnya laksana tarian yang indah di mataku. Sebuah perpaduan yang indah dari seorang pria menjelang dewasa yang tampan, bertubuh indah, dan dari pembicaraan kita, ia terdengar cukup pintar.
kykna terjdi hubungan nih (dilihat dri nick si penulis ma nama pemain dlm ceritanya)
"selain aku, siapa lagi yang sedang kursus sama kamu sekarang?" tanya Dino.
"Ada dua anak lagi, satu SMU lagi minta diberi kursus internet, yang satunya lagi PNS yang mau naik jabatan"
"Klo aku sih sebenarnya ga buat kerjaan, tapi ga tau nih, akhir2 ini pengen aja belajar lagi. Sebelum aku nerusin s2 tahun ini" Dino menjelaskan.
Wah, lengkap lah sudah kesempurnaan Dino di mataku. Kesempurnaan tubuhnya dilengkapi dengan pendidikan yang baik.
"Kamu kerja apa sih?" tanyaku
"Aku guru SMA" jawabnya. Kebayang... gimana reaksi murid2 ceweknya melihat gurunya yang keren macam ini.
Pembicaraan selanjutnya, seputar masalah pekerjaan dan aku yang masih kuliah tapi harus bekerja sendiri. Dia bilang dia respect sama aku karena sudah bisa bekerja sendiri saat masih kuliah. Sebenarnya ini adalah tuntutan dari keadaan yang mengharuskanku seperti ini. Tak terbayang betapa lelahnya aku mondar mandir bekerja, cari makan, sekaligus membiayai kuliah, dan mengerjakan tugas-tugas kuliah yang sangat banyak. Tapi semua itu kujalani dengan harapan aku bisa mengubah kondisi saat ini.
"Kamu punya tampang dan nama orang kaya kok" kata Dino bergurau.
"Ah yang bener, yang kaya itu kamu kali! Ini rumah kamu ya?" tanyaku sedikit berbisik.
"Iya. Ini rumahku. Rumah dari harta warisan. Orangtuaku sudah meninggal semua ketika aku masih kuliah dulu".
Lalu pandanganku jatuh pada foto-foto di meja, foto bugilnya memakai celana dalam itu.
"Itu foto kamu?" tanyaku sedikit malu-malu.
Dino mengambil frame salah satu foto bugilnya dan menunjukkannya ke aku. OMG seksi sekali!!! Berdekatan dengan Dino yang entah kenapa... tubuhnya terasa hangat walaupun tidak menyentuhku... entahlah apakah itu radiasi tubuhnya itu yang aku rasakan...
Ah, iseng? Seksi begini iseng? Sedikit, lenganku menyentuh lengannya. Ouch... ga kuat man! Langsung si adek kecil meronta-ronta.
"ceritanya, waktu itu aku lagi nganterin teman2 kampus ke studio foto. Iseng2 lah aku ikutan foto. Lalu aku tanya ke fotografernya, klo foto bugil boleh nggak? Ya, idenya langsung aja muncul, ga tau kenapa..."
"Mmmm, tapi bagus kok, seksi", aku memujinya dengan tulus (dan horny).
Dino meletakkan kembali frame foto itu. Tidak terasa sudah hampir jam 6 sore.
Dino bertanya dimana rumahku dan aku beritahukan alamatnya. Tapi ia bilang ingin ketempatku, ingin tau saja, katanya. Wow, sebenarnya hatiku bersorak kegirangan.
"Boleh", sahutku.
Dino lalu permisi mau mandi dulu, jadi aku sendirian duduk di ruang tamu, untuk menghilangkan kebosanan, Dino memberiku foto2 album pernikahannya dengan istrinya.
Di kamar mandi, Dino menyanyi! Dan suaranya sangat bagus. Waktu itu lagi ngetren lagunya Joy Tobing 'Karena Cinta' si pemenang Indonesian Idol. Merdu sekali suara Dino...
5 tahun dari awal aku bertemu Dino.
Saat ini aku sedang duduk di sebuah kafe, tempat aku dan Dino pernah bertemu suatu waktu setahun yang lalu. Kafe ini hampir tidak berubah dari waktu dulu ketika kami bertemu, mungkin karena banyak tempat-tempat baru bermunculan di kota ini, sehingga kafe ini agak ditinggalkan managemen yang mungkin lebih berfokus di tempat usaha baru mereka.
Saat ini ingatanku tentang Dino belum berubah; menggairahkan, membuatku bertanya-tanya apa yang membuatnya waktu itu ingin bertamu kerumahku.
***
KEMBALI KE 5 tahun lalu
Dino sudah selesai mandi, dan pintu kamar mandi terbuka,... ia hanya memakai handuk saja, terlihat tubuhnya yang seksi terbalut handuk itu, masih berkilat-kilat terkena air...
Tentunya itu sebelumnya mengejutkanku. Aku memandang sekitar 3 detik menikmati tubuh indah itu, ketika Dino juga melihatku, dan aku buru-buru menurunkan pandanganku... aku tak ingin ia tahu aku gay yang memanfaatkan kesempatan ini. Hanya 3 detik yang kuingat seperti dunia berjalan lambat sekali, slow motion...
Kami berangkat ke rumahku dimana letaknya cukup jauh dari rumah Dino, menyeberang pusat kota dan beberapa kilometer setelah itu.
Sesampainya dirumahku, aku mengajaknya ke kamarku, dimana kamarku cukup luas yang sebenarnya adalah dua kamar sekaligus dijadikan satu. Barang-barangnya berserakan karena aku tidak sedang menunggu tamu... seperti kamar cowok2 biasanya. Kamarku penuh dengan buku, karena aku suka membaca, sebuah set komputer ada di meja yang sudah lama. Tumpukan baju yang belum dicuci masih berada di sudut ruangan.
Dino melihat-lihat kamarku seperti tengah menyelidik, dan aku dengan sungkan segera membereskan lantai yang penuh dengan kertas-kertas, gambar, diktat kursus yang kubuat sendiri, buku-buku... dan terutama... buku-buku...
Akhirnya ia memilih melipat kakinya diatas kasur yang berada diatas lantai. Sepertinya sedang mencari tempat yang nyaman diantara kamarku yang seperti kapal pecah.
"maaf ya, keadaannya seperti ini" kataku sambil tetap membereskan segala yang bisa kuraih.
"Gapapa... unik juga kamarmu" sahut Dino. Suatu saat nanti di masa depan, ia akan berkata bahwa kamarku waktu itu sebenarnya terasa sangat hangat... Aku belum tahu mengapa.
Akhirnya aku mengakhiri aksi bersih2 instan itu, dan duduk disamping Dino dengan canggung... tidak biasanya ada cowok di kamarku, dan tidak biasa seganteng ini.
"Hobimu apa sih?" tanya Dino.
"Hobiku sebenarnya menggambar dan mengkonsep", sahutku.
"Ooo, aku bisa lihat itu" Dino memperhatikan gambar-gambarku yang tertempel di dinding tak beraturan.
"Kamu punya gambar2 lain nggak? Aku tertarik ingin mengenalmu" kata Dino...
Aku mengambil sebuah buku tulis tebal yang tua yang kugunakan sejak aku masih SMP, buku itu penuh dengan gambar-gambarku, lirik lagu yang kusukai yang kubuat dengan cara dilukis, dan sebagainya... Dino membolak-balik buku itu penuh minat.
Dia tersenyum...
"Melihat ini, sepertinya aku bisa ngerti orang seperti apa kamu ini..." kata Dino. Dan dia memandangku seakan aku sudah kenal lama sekali dengannya... atau mungkin itu perasaanku saja.
Dino merebahkan diri diatas kasur... dan melipat tangannya yang kekar itu dibawah kepalanya... aku hanya menelan ludah..