It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
bagus kok ceritanya ( please jangan ada orang ketiga , hahaha )
ntar ini masih bakal berkembang kok, antara Vina dan Victo
wekekekke ...
*mikir dibikin intrik gimana yak ...
===
niff : kenapa nda boleh ada orang ketiga ?
bill : wekekeke, suka jealous juga yah ??
===
thx yang udah baca tapi gak pernah comment, huhuhuhuh ...
(obiet mode on)
its all just my oppinion ,
waiting for the next story .... ( jangan lama lama , gak sabar menunggu )
jadi, mungkin cerita baru di update minggu malam gitu
episode selanjutnya .. bakal ada yang lebihhh .. wuaaahhh deh pokoknya
wuihihihih ...
maaaaaaap banget buat yang udah nungguin ... hehehehe ...
Aku dan Sasha datang saat bel masuk telah berbunyi, ada sedikit masalah dengan motorku yang membuat kita terlambat hari ini. Guru jam pertama belum datang. Beberapa teman sekelasku menggerombol di meja belakang. Beberapa di antara mereka menyapa kami yang baru saja masuk ke dalam kelas.
Aku meletakkan task ku di bangku tempat kami berdua duduk, kemudian menghampiri mereka.
“Ada apaan sih ? kok rame banget.” Aku bertanya pada Rina, teman sekelasku.
“Nih, undangan buat kamu.” Neneng menyodorkan sesuatu kepadaku, berlapis plastic bening dengan tulisan INVITATION terpampang disana.
“Ini juga buat Sasha.” Neneng memberikan undangan satu lagi pada Sasha yang mengekor di belakangku.
Aku membaca isi undangan tersebut, ternyata Neneng tiga hari lagi berumur 17 tahun, ya, pesta tujuh belas tahunnya, sweet seventeen, yang mengagetkanku adalah kata – kata yang ada di akhir undangan itu.
Nb : Harus bawa pasangan masing – masing.
“Neng, aku khan udah punya pasangan, nih Sasha. Boleh khan sama dia ?” yang ditanya menggeleng
“Ya nggak boleh laah, kalian harus bawa pasangan yang kita semua nggak kenal. Mau pacar, mau gebetan, yang penting kita disini nggak ada yang kenal. Kalau sampe gak dateng, aku bakal musuhin kalian berdua.”
Pak Heru, guru Bahasa Indonesia kami datang. Anak – anak berlarian ke tempat duduk masing – masing. Aku memikirkan kembali undangan Neneng, di satu sisi, kapan lagi makan enak dan kumpul bareng temen-temen, jarang – jarang ada undangan ulang tahun, apalagi Neneng yang terkenal anak orang berada pasti acaranya juga akan meriah. Tapi di lain sisi, aku nggak mungkin memperkenalkan Ino sebagai pasanganku. Bisa gempar satu sekolahan. Kabarnya juga, Neneng gak hanya mengundang temen sekelas ini saja, dia juga mengundang anak – anak kelas IPA dan IPS, yang artinya banyak teman ku lainnya disana. Aku melirik ke Sasha yang sepertinya bingung mau bawa siapa ke acara ulang tahun Neneng.
“Sha, enaknya sama sapa yah? Kalo kita berdua aja yang datang katanya nggak boleh??”
Sasha tampak memperhatikan penjelasan Pak Heru dengan serius, tidak begitu menghiraukan kata – kataku. Aku ikut memperhatikan Pak Heru sambil sesekali menulis apa yang dijelaskan olehnya.
“Vina dan Ino saja.” Tiba – tiba Sasha berkata dan melirik ke arahku. Aku yang sedang serius menyerengitkan kening.
“Ino sama Vina? Kenapa dengan mereka ?”
“Ya itu, maksudku yang suruh nemenin kita ke acara ultahnya Neneng, ide bagus khan?”
Aku lupa kalau beberapa menit yang lalu menanyakan siapa yang akan kita ajak ke ulangtahun Neneng.
“Jangan mereka ah, aku nggak enak sama Vina nya. Nanti dia mikir yang macem – macem bisa berabe aku.” Aku berbicara sambil berbisik, takut Pak Heru mendengarkan apa yang kita bicarakan.
“Ya udah lah, kalau gitu dibahas nanti aja oke?” Sasha menutup pembicaraan dan kembali memperhatikan papan tulis. Sementara aku masih menimbang – nimbang tawaran Sasha untuk mengajak Ino dan Vina.
Tapi itu artinya, aku harus kembali lagi bersandiwara di depan Vina. Sebenarnya, aku hanya tak enak hati padanya. Berbohong, aku semestinya tidak berniat melakukan hal itu. Ah, sudahlah. Aku kembali memperhatikan penjelasan guru Bahasa Indonesiaku.
Pelajaran Bahasa Indonesia pun berakhir. Pak Heru sudah keluar dari ruang kelasku, jam pelajaran selanjutnya kosong karena guru yang bersangkutan sedang mengikuti rapat di Dinas Pendidikan. Untuk mengisi kekosongan guru BP kami menyuruh kami mengerjakan LKS yang berisi soal – soal latihan. Kami pun menurutinya, hitung – hitung latihan persiapan untuk ujian akhir semester depan.
Saat sedang serius mengerjakan soal – soal, Neneng maju ke depan kelas sambil tersenyum.
“Pokoknya, besok yang gak dateng bawa pasangan, bakalan rugi! Soalnya aku sudah menyiapkan hadiah door prize khusus buat kalian semua, dan aku yakin hadiah ini gak bakal mengecewakan. Trus, inget ya, dresscode nya harus benar – benar formal. Itung – itung kita mungkin belum pernah ikutan prom night, jadi sekali – sekali latihan. Mungkin kalau acaraku berhasil, sekolah kita bisa ngadain prom night buat acara kelulusan.”
Seisi kelas langsung ribut saat mendengar apa yang diminta Neneng, jujur aku sendiri jarang bahkan mungkin hanya sekali dua kali hadir dalam satu acara menggunakan baju formal, aku berpikir apa yang harus aku pakai. Aku melirik ke arah Sasha, dia hanya tersenyum mendegar kata Neneng barusan. Harus aku akui, bahwa Sasha mungkin telah banyak pengalaman dalam menghadiri pesta – pesta, orangtuanya merupakan salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan swasta bonafide yang ada di kota ini.
“Aku pake baju apa yah nyet?”
“Tenang aja, ntar pulang sekolah atau ntar malem deh, kita ke mall, kita cari baju yang bagusan dikit.”
“Duh, aku lagi bokek.”
“Gampang lah kalau masalah itu, aku mah paling suka kalau liat temenku tampil cakep, apalagi aku khan nggak pernah beliin kamu, sekali – sekali pingin nge-vermak kamu biar jadi cuakeeepp. Aku deh yang bayarin.”
“Celana jins kale di permak. Tapi, serius neh?”
“Yup beneran kok, mumpung sekarang bulan diskon masih sisa sampai akhir bulan, kita cari baju yang murah, tapi bagus banget. Nanti aku yang pilih semuanya.”
Aku hanya bisa manggut – manggut mendengar Sasha berbicara, dengan semua rencananya untuk tampil sempurna di malam ulang tahun Neneng, aku hanya tersenyum kadang mengangguk kadang hanya menggeleng melihat rencana apa yang dia utarakan, disambi mengerjakan soal – soal yang ada di LKS.
Anak – anak yang lain pun masih sibuk membicarakan pesta yang digelar tiga hari lagi. Sementara Neneng kulihat cukup puas melihat antusiasme teman – teman terhadap konsep acara yang telah direncanakannya.
Bel tanda pulang berbunyi, hari ini pihak sekolah memulangkan kami cepat. Ada rapat mendadak yang harus dilakukan terkait dengan hasil rapat guru kami di Dinas Pendidikan. Sebagai murid SMA hal ini tentu saja menyenangkan. Aku dan Sasha segera bergegas ke parkiran motor.
“Mau belanja sekarang tah?” Sasha menanyaiku sambil mengenakan helmnya.
“Kayaknya ntar sorean ajah deh, panas banget jam segini.” Aku melihat jam yang tertera di layar handphone ku, sebelas lewat tiga menit.
“Ya udah, anterin aku ke rumah tanteku yah. Mama lagi ada urusan disana, ntar biar aku pulang bareng mama aja.”
“Ok lah kalau gitu.”
Aku memacu motorku keluar dari tempat parkir, menuju rumah tante Sasha yang berjarak kurang lebih lima kilometer dari sekolah. Setelah mengantarkannya aku bergegas pulang, tak lupa aku berpesan padanya untuk menghubungi sekitar jam tiga sore nanti. Aku berpamitan padanya dan memacu motor ke arah rumahku. Aku membayangkan tidur siang ini pasti rasanya nyaman sekali. Segelas air dingin, itu yang aku harapkan sekarang. Cuaca panas bercampur dengan asap knalpot kendaraan membuat ku ingin cepat – cepat menyalakan kipas angin yang ada di rumah.
Tak berapa lama, sampai juga aku di depan rumahku. Terkunci. Suasana rumah cukup sepi, nampaknya belum ada orang yang pulang siang ini. Aku membuka gembok pagar rumahku, bergegas memasukkan motorku ke dalam garasi dan membuka pintu depan. Aku bernafas panjang, lega sudah sampai di rumah. Aku berlari kecil kea rah kulkas yang ada di dapurku dan mengambil sebotol air mineral berukuran besar dan meneguknya. Lega rasanya. Setelah puas dengan sejuknya air dingin, aku meletakkannya kembali dan menutup pintu kulkasku. Aku berjalan ke arah kamarku, membuka pintunya, dan menyalakan kipas angin yang ada disana. Sejuk. Aku menaruh tas ku di sudut kamar, melepas sepatuku kemudian meletakkannya di atas rak. Aku mengganti baju seragamku dengan baju yang biasa aku pakai di rumah. Kemudian merebahkan diriku di atas kasur, dan menghela nafas panjang.
Drrt .. Hapeku bergetar. Ino menelponku. Kutekan tombol Yes.
“Lagi ngapain sayangku?”
“Di rumah neh mas.”
“Lho, kok udah pulang? Bolos yah?”
“Enak aja, ada rapat kali gurunya, makanya kita dipulangin semua. Masku lagi apa?”
“Neh lagi ada di Warung Gayatri, beli ayam bakar, kamu udah makan?”
“Belum nih mas, mama nggak masak apa – apa hari ini, mungkin tadi keburu.”
“Ya udah kalau gitu, mas bawain nanti dari sini. Paha khan seperti biasa?”
“Eh, iya mas. Es Cao Milo nya jangan lupa ya!”
Aku sudah bilang atau belum ya? Kalau aku adalah pecinta masakan yang serba ayam. Warung Gayatri yang menyediakan ayam baker termasuk menu favoritku, menjadi satu dalam AT Pujasera bersama stand – stand sejenis lainnya. Tapi, selalu menjadi jujukan favoritku.
“Ya udah, kalau gitu punyaku aku bungkus aja deh kalau gitu, kita makan sama – sama yah di rumah kamu.”
“Hmm, boleh lah kalau gitu, sekalian pacaran.”
Kami berdua tertawa.
“Mas, ntar langsung masuk aja yah, pagarnya gak aku kunci. Aku lagi di dalem kamar, lagi males – malesan, nanti kalau datang bangunin aku kalau ketiduran. Cepet gak pake lama yah. Love you!”
Ino pun mengakhiri percakapan kami. Aku memejamkan mataku. Mungkin bisa tidur walau cuma sebentar saja sambil menunggu kedatangan Ino. Aku memeluk guling kesayanganku dan berguling di atas kasur. Nyaman sekali.
Aku merasakan ada seseorang memelukku dari belakang. Aku membuka mataku. Keningku pun dikecupnya.
“Bangun yuk, nih ayam bakarnya udah ada.”
Aku mengucek kedua buah mataku. Masih mengantuk. Ino mengusap – usap rambutku. Aku memeluknya sambil masih memejamkan mataku, dia berdiri di depanku, aku masih terduduk di tepian kasur sambil bersandar pada pinggangnya.
“Ngantuk mas ..”
“Ya udah, ntar abis makan mas temenin istirahat. Yuk sekarang makan dulu, ntar kalau dingin keburu nggak enak ayamnya. Trus, nanti es mu cair juga lho.”
Dengan berat hati dan berusaha mengumpulkan raga sukmaku yang masih terpencar, aku berdiri. Ino berjalan di depanku dan aku mengekor di belakangnya. Ino mengambilkan peralatan dari dapur, kemudian membuka bungkusan yang tadi dibawanya.
“Nasinya, nasi uduk khan mas?” aku bertanya sambil mencomot sedikit nasi dari tempatnya.
“Iya sayang, mas khan udah tau seleramu.” Aku tersenyum
Ino menarik kursi yang ada di sebelahku dan kemudian mendudukinya.
“Mas, suapin poo.” Aku mengharap manja.
“Ih, manja banget sih!”
“Yee, sekali – kali ama pacar sendiri masa nggak boleh manja sih? Lagian jarang – jarang aku bisa manja – manjaan sama kamu. Ya ya . Akk.” Aku membuka mulutku lebar – lebar. Dengan terpaksa ia menyuapkan nasi dan potongan ayam bakar ke dalam mulutku.
Aku menyeruput es cincau milo kesukaanku. Segar. Ino ikut menyeruput. Setelah menghabiskan ayam bakar aku membereskan sisa – sisa tulang dan peralatan bekas kami makan. Kemudian mencucinya dan meletakkan kembali kedalam rak piring.
Ino sudah ada di kamarku, ia menyalakan radio tape yang ada di atas meja belajarku. Kemudian duduk di atas tempat tidurku. Ino tetap tampan menggunakan tshirt warna biru dengan tulisan Quiksilver di bagian dadanya, kemudian celana jins belel berwarna biru keputihan. Cambang yang tidak dicukur membuat Ino terlihat sangat manis. Dia tersenyum ke arahku sambil menepuk – nepuk kasur di sebelah kirinya, menandakan aku disuruhnya duduk disitu.
Aku menghampirinya, dia menyusun bantal untuk sandaran, kemudian menyandarkan kepalanya disana. Dia melingkarkan tangannya ke perutku. Pikiran isengku mulai muncul. Aku mencium bagian lehernya. Ino kegelian. Aku mulai mengeluarkan jurus cupangan maut andalanku, Ino berteriak – teriak supaya tidak membuat lehernya gosong, alasannya sih malu kalau ketauan. Tapi aku tetap melanjutkan kejailanku. Tak berapa lama aku selesai, dan tentu saja, bekas cupangan yang memerah tercetak di lehernya yang putih. Aku tertawa puas. Dia bangkit berdiri dan mencari – cari kaca di meja belajarku. Mengarahkan kaca kea rah lehernya, sambil berharap bahwa bekasnya tidak terlalu merah.
“Sayaanngg, kok jadinya merah gini, hampir gosong nih kayaknya. Awas kamu aku bales.”
Dia menindih tubuhku dan memegangi kedua tanganku, aku tak dapat berkutik, aku pun berusaha melepaskan agar dia tidak melakukan cupangan padaku. Namun apa daya, tubuhnya yang lebih besar tidak sebanding dengan kekuatan yang aku keluarkan. Aku pun pasrah.
“Ampuunn masss, nggak lagii!!” Aku sambil meringis melihat dia seperti mau melancarkan dendamnya padaku.
“Biarin, makanya jadi anak jangan jaiilll.”
Dia mulai menggigit kecil leherku, aku meronta dengan memalingkan wajahku ke kanan dan ke kiri, berharap dia tak berhasil melakukannya. Nafasku memburu, begitupun nafasnya. Aku menatap matanya. Dia berbalik menatapku. Aku terdiam, menghentikan rontaanku. Genggaman erat pada tanganku pun mulai merenggang. Ia menatapku, sangat dalam. Aku menyukai tatapan matanya yang tajam namun menyejukkan. Gigitan kecil itu berubah menjadi kecupan – kecupan kecil di leherku. Nafasnya yang masih menderu perlahan melemah. Digantikan dengan hembusan nafas yang teratur ke arah daun telingaku.
“Ino sayang kamu, sayang banget.”
Ia mengucapkan itu dengan lirih. Aku menelan air liurku yang tertahan dalam kerongkonganku. Ino kembali menatapku sambil tersenyum, Ia mengusap rambutku dan mengecup keningku. Aku menutup mataku, menikmati setiap kecupan yang ia lakukan. Sangat tenang, teramat tenang malah. Kecupan kecil itu beralih ke kedua mataku yang masih tertutup. Aku masih mendengar hembusan nafas kecil saat kecupan beralih kea rah hidungku.
Ino mengecup bibir mungilku.
=============================
Aku memandanginya, bibirnya merah dan sedikit tebal di bagian bawah merupakan bagian paling seksi yang dimilikinya. Bekas cukuran yang meninggalkan noda hitam kehijauan di atas kulitnya yang putih menjadikannya terlihat begitu menggairahkan. Aku mengangkat kepalaku sedikit hingga bibir kami saling bersentuhan, aku memagut bibir bagian bawahnya serta mulai memainkannya. Ino menutup matanya, berusaha menikmati apa yang aku lakukan padanya, nafasnya wangi, aku menyukai harumnya, kubelai manja rambutnya yang gundul sambil kulakukan sedikit pijatan kecil disana. Ino memutar tubuhnya, sehingga posisi kami berubah, dia mengangkat aku ke atas tubuhnya. Aku tersenyum padanya dan bersandar di dadanya, aku melingkarkan tanganku memeluknya. Dia membalas pelukanku, hangat. Dia mengecup keningku, lama. Aku memeluknya semakin erat. Aku merasakan ketenangan disana, sangat nyaman.
“Aku juga sayang sama Ino.”
Aku menutup mataku. Aku ingin berlama – lama dengan posisi seperti ini, aku ingin memeluknya erat dan merasakan setiap detak jantung yang kudengar langsung. Irama detakan jantung menjadi sebuah simfoni khusus yang menghantarkanku ke alam mimpi, aku hanya berharap, ini bukanlah sebuah mimpi yang harus berakhir dengan cepat.
Tiit Tiit Tiit …
Alarm handphone berbunyi perlahan dan bergetar, aku terbangun dengan posisi masih berbaring di atas Ino, kubuka mataku perlahan sehingga bisa kulihat jelas aku berada di atas Ino, kumatikan alarm handphoneku, kulihat Ino masih terlelap dengan suara dengkuran kecil yang terdengar, aku biarkan dia sejenak.
Aku melirik ke arah layar handphone ku, pukul ½ 3 sekarang. Aku harus bersiap – siap berbelanja bersama Sasha sore ini, Ino akan ikut menemani mungkin saja dia ingin membeli sesuatu juga.
Aku bangun dan membuka pintu kamarku, Ino bergerak memalingkan tubuhnya ke kanan sambil memeluk guling yang ada di sebelahnya, Ia masih terdidur. Aku tersenyum. Wajahnya seperti bayi yang tertidur lelap dengan ditemani botol susunya, tak bisa diganggu, dan sangat tenang.
Aku men – dial nomor Sasha
“Nyet, jadi khan ke *TP nya ??” tanyaku
*Tunjungan Plaza
“Iya, kamu kok udah telpon duluan sih ?? katanya minta dibangunin, ini udah di depan rumah, perjalanan ke tempatmu, Ino jadi ikut khan?”
“Hooh, dia masih tidur noh, biarin aja, kayaknya kecapekan jadinya nggak mau bangunin deh.” Aku berkata sambil menguap mengusir sisa kantuk yang ada
“Ya elah, kamu juga barusan bangun? Udah gih, cepetan siap – siap, kalau aku nyampe langsung brangkat biar nggak kemaleman pulangnya.”
Aku menutup telpon dan berjalan ke arah kamar mandi, mencuci mukaku. Aku memutuskan untuk tidak mandi, jorok sih, tapi gimana ya, males sih!
“Hayooo”
Ino muncul dan memelukku yang sedang membersihkan sisa kotoran sabun di wajahku.
“Duh, kok udah bangun sih ?? tadi perasaan masih ngorok!!” aku protes, mataku kelilipan karena kaget dengan kemunculan Ino.
“Iya, tadi kebangun nih, kamu kok gak mandi ? Katanya mau pergi ke mall kok bau gitu.” Ino melepaskan ikatanku.
“Gak ah, males, ntar aja setelah pulang dari sana, sekalian. Udah sana keluar aku mau gosok gigi neh.” Aku mengusir Ino, diapun berjalan ke luar.
Aku melanjutkan ritualku di kamar mandi, walaupun gak mandi, paling gak cuci muka dan tidak lupa menggosok gigi, hehehe …
“Kok balik lagi ?” Aku sudah selesai menggosok gigi saat Ino muncul lagi di depan pintu kamar mandi sambil tersenyum ke arahku. Ia menyelempangkan handukku di pundaknya membentuk setengah lingkaran.
Ino membuka baju yang ia kenakan di hadapanku. Aku tertegun. Ini kali pertama aku melihatnya bertelanjang dada. Badannya terawatt dengan baik, walaupun tidak berbentuk sixpack, rata, dan terlihat proporsional. Tubuhnya indah, aku melihat lengannya yang kokoh, otot – otot tercetak disana. Terlihat bulu – bulu halus tumbuh di bawah pusarnya. Dia terlihat sangat mempesona.
“Kok bengong?”
“Kamu mau mandi?” Aku berusaha melenyapkan kegugupanku.
“Bukan aku, tapi kita”
Ino berjalan masuk ke dalam kamar mandi dan menguncinya. Aku terdiam, ingin keluar tapi Ino menghalangiku, dan dia bersandar tepat di pintu kamar mandi.
“Aku gak mau ah punya pacar jorok.”
Ia merengkuh baju yang aku kenakan dan melepaskannya melewati kepalaku, aku benar – benar tidak memprotesnya, aku masih kaget. Ia menggantung bajuku, kemudian berbalik ke arahku dan memelukku. Badan kami saling beradu, tidak ada sehelai benang pun yang menempal di tubuh kami, tidak seperti biasanya yang aku lakukan. Hangat. Lebih hangat daripada saat ia memelukku dengan baju yang masih melekat. Aku menyentuh punggungnya.
“Aku sudah lama, pengen mandi berdua sama kamu sayang.”
Aku masih terdiam tertegun, tak berkata apa – apa. Ino mengecup bibirku. Aku membalasnya, dengan ciuman. Mungkin aku tak dapat berkata apa – apa, tapi mungkin ciumanku yang akan berkata. Lebih baik perbuatan daripada hanya sekedar kata – kata.
===========================
Ino meraih shower yang berada di belakangku, air mulai keluar dari lubang pancuran. dingin. walau ini siang hari, tapi air masih tetap saja dingin. Segar. Ditambah lagi aku sedang berdua bersama nya. Ino menciumku di bawah guyuran air shower yang rintik - rintik. Aku menggigil, bukan karena air itu, tapi karena ciuman Ino. Ini adalah sebuah hal yang menyenangkan, berciuman, walaupun bukan di bawah air hujan yang jatuh dari langit, tapi aku menikmatinya. Sedikit perasaan tidak nyaman memang, karena kami melakukannya di kamar mandi. Tapi ada perasaan yang nyaman, karena mungkin "kepalang basah". Ino mulai menyusur leherku, dan nafasnya memburu disana. Aku semakin menggigil. Ia membuat cupang di belahan dadaku, aku hanya meringis sambil tertawa kecil. Ino tersenyum, senang. Tidak pernah kulihat ekspresi wajahnya yang begitu teduh seperti ini. Aku memeluknya. Erat. Aku sangat menyayanginya, dan entah mengapa perasaan itu kembali menerpa ku, perasaan yang mengatakan bahwa ia akan meninggalkanku.
"Ini, tanda sayangku buat kamu. Jangan sampai dihilangin yah!" sambil menunjuk ke bekas cupangan.
"Eh, kalau gitu, aku juga mau buat satu yah!"
Aku menelusuri dadanya yang bidang, ingin rasanya aku membenamkan wajahku disana. Tubuhnya yang padat berisi membuatku merasa sangat beruntung, aku masih tak percaya, bahwa lelaki idamanku akan benar - benar kudapatkan, dan dia berada di hadapanku saat ini tanpa memakai sehelai benangpun. Pahatan ciptaanNya yang Maha Indah dan sempurna. Hidungnya, matanya, lengannya, semuanya. Aku ingin memilikinya seutuhnya.
Aku mulai membuat cupang disana, pelan, namun pasti. Ino sesekali melenguh. Guyuran air yang tidak terlalu deras ikut membuat tubuhnya menggigil, tapi aku belum ingin mengakhiri ini. Kurasakan sesuatu di bawah sana mulai menegang. Adik Ino yang tadi terlelap karena dinginnya air nampaknya tak kuat menahan sinyal - sinyal sayang yang aku berikan. Aku berhenti melakukan kegiatanku.
"Adiknya bangun tuh mas." Ino hanya terkekeh.
Aku memegang adik Ino yang beranjak bangun, benar - benar adik yang perkasa. Ino hanya menggeliat merasakan sensasi yang aku buat pada barang kesayangannya. Aku berjongkok disana, dan segera melakukan kecupan sayang pada adiknya yang menggeliat. Ino menarik ku.
"Sayang, jangan ya. Aku sayang sama kamu, tetapi bukan untuk ini." Ini mengecup bibirku lembut.
"hahaha, iya iya, nggak papa kok, lagian cuman gemes ajah sama adiknya."
"Sama aku gak gemes juga neh."
"Kalau kamu gak gemes lagi, pengennya terus - terusan deket kamu."
Aku memeluknya. Kejadian itu tidak berlanjut (yak, penonton kecewa!). Ino mengambil sabun cair di rak peralatan mandi. Kemudian menuangkan isinya ke telapak tangannya, dan menyabuni tubuhku. Aku melakukan yang sebaliknya padanya. Menyabuni tiap inci tubuhnya. Kami tertawa bersama, bahagia rasanya. Otak nya masih berpikiran jernih, bahwa hubungan seperti ini tidak selamanya harus diiringi dengan bumbu seksualitas. Tapi, aku menyadarinya bahwa biarkanlah cinta mengalir apa adanya. Walaupun tak munafik, bahwa aku menginginkan hal itu. Mungkin, belum saatnya. Aku akan menunggu.
Tak lama, kami menyelesaikan aktifitas mandi kami. Dengan melilitkan handuk di pinggang, kami berdua keluar dari kamar mandi.
"Aaaaahhhhhhh .. Jorrookkkkkkkkk ..."
Sasha ternyata sudah ada di hadapan kami, sedang duduk di ruang tamu sambil membaca koran yang ada di depannya.
"kalian habis ngapain??"
Aku dan Ino kaget melihat Sasha telah ada disana. Malu.
"Habis mandi lah, emang mau ngapain lagi??" jawabku
"Air PDAMnya macet ya? sampai mandi aja harus berdua-dua an gitu ??"
"Ih, biarin, biar romantis. ngiri ya gak punya pacar yang bisa diajak mandi bareng?"
Sasha menghampiriku, kemudian mencubit putingku. Sakit.
"Sakit monyeettt!!!"
"Biarin, wek. Habis kalian nih, siang - siang kok mesum!! Belum saatnya sodara."
"Ih, biarin aja, habisnya gerah. Ino nih yang tadi boro - boro masuk ikutan mandi."
Yang ditunjuk cuman cengengesan aja.
"Ini juga apalagi merah - merah? habis cupangan ya?? Astafiroluh, tobaaattt toobbaattt."
Sasha berjalan meninggalkan kami menuju dapur dan mengambil minum dari dalam kulkas, kami berdua hanya tertawa cekikikan melihat raut muka Sasha.
"Udah cepetan sana pakai baju, lagian kalian ini. Untung aja nggak ada orang di rumah, tau gitu tadi aku iseng telpon tante suruh pulang, biar bisa liat kelakuan anak nya yang lagi binal."
"Yee, jangan gitu dong, biarin aja ngapa. Wek."
"Sha, ntar naik mobilku aja yah." Ino berkata sambil berlalu ke kamarku.
"Iya dong ah, masa mau naik motor gitu, Cenglu?"
"Heheh, ya udah. Pakai baju dulu ya cinta." Ino meninggalkan aku dan Sasha.
"Nyetttt, badannya Ino bagus ya." Sasha berbisik ke arahku, aku cekikikan
"Iya dong, sapa dulu pilihan ku sih."
"Huhuhu, aku kapaann nyet dapet pacar kaya dia, prasaan selalu kamu yang ngembat."
"Sabak, buukk. Hihih, dah ah ganti baju dulu."
"Duh, mau donk dicupang juga sama Ino."
"Neh, gew cupang aja mau??"
"Hiii, najis kalau sama kamu. Moh!!"
serius gew sama sekali nggak pake edit kok bro .. kemarin malam ngelanjutin dikit terus langsung online, langsung di posting, jadi fresh from the oven .. lebih kerasa kalau nulis langsung . dan langsung dinikmati, kalau gew baca lagi, ada yang kurang rasanya ..
hehehe .. jadi lanjutan ntar malem bakal langsung fresh setelah m0x tulis di word ^^
makasih udah mampir
makasih udah mau bacaaa ...
hahaha ... ketahuan juga akhirnya ada yang baca cerita gew, maap kalau lama balesnya.
habisnya khan kayak acara sinetron2 gitu, kalau rating nggak bagus di stop. trus . disini nggak ada yang comment, jadi aku pikir ratingnya jelek. hehehehe ...
=======
NewNeo : nih lagi garap lanjutannya lagi. tapi masih dikit2 aja ahh, capek .. kalau mau tau editan atau nggak, coba kamu liat di bagian cerita awal dulu.
penggunaan panggilan untuk orang. m0x masih gunain ELO / GEW
setelah sampe bab IIan, m0x udah rubah jadi KAMU / AKU untuk semua peran ...
dasar berubahnya sih .. karena dulu ceritanya ditulis waktu SMA, dan skrg dilanjut waktu dah kuliah ..
jadi . no edit lhoo :P