It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
I SHALL NOT ANSWER THAT QUESTION !!! :shock: :shock:
Pas ngeliat foto dimana ada Oppie sama si Dewi tiba-tiba mood ane nulis ilang... Ih... Damn Her!! tapi yang bikin ane bingung, fotonya si Dewi dah tercoret-coret.. ane enggak inget kapan nyoretnya... :roll: :roll: :roll:
dewi udah ternoda.
dewi nakal.
lanjuteeeen ceritranya cak.
Apa perlu gue yg lanjutin nih
Not yet!! ane lagi meditasi dulu..
makin gokil lo...
ckakakaka...
Cb deh bc 'lelaki terindah'-nya andrei aksana!
Gw jamin kalo lu bkal suka.
Bet it!
Anyway,bang remy two thumbs up deh crtx!
Biar kupersingkat cerita bagian ini. Ujian Caturwulan pertama akhirnya dilaksanakan juga. Mestinya aku cukup optimis meraih setidaknya posisi tiga besar dengan hasil yang kudapat. Tak terkecuali hasil ujian Oppie, nyaris semua mata pelajaran penting kupantau dan membandingkannya dengan hasil ujianku.
Hari pembagian buku rapor telah tiba. Para orang tua dan wali murid berada dalam kelas menunggu dipanggil satu persatu oleh Pak Rohiman wali kelas kami. Sebagian para murid yang tidak peduli pada hasil rapor memilih begerombol di tempat yang agak jauh untuk mengobrol, sedangkan sedikit diantara kami yang cemas menunggu hasil, memilih berada tak jauh dari kelas masing-masing dan memasang telinga tajam-tajam mencoba mendengarkan dengan seksama setiap perkataan apapun dari Pak Rohiman yang bisa ditangkap dengan jelas.
Kemarahanku semakin memuncak saat mengetahui siapa-siapa saja yang menduduki peringkat satu hingga lima. Nurhayati memimpin dengan nilai terbesar sehingga dia layak menjadi juara pertama. Sedangkan aku? aku harus berbagi tempat dengan Oppie dengan nilai yang sama sehingga kami berdua menempati posisi ke-dua. Yang membuatku kesal, rupanya pak Rohiman memutuskan bahwa Oppie mendapat peringkat 'Ke dua yang pertama' sedangkan aku harus puas pada posisi 'ke dua yang ke dua'.
"Alasannya apa pak?" tanyaku tak bisa menyembunyikan nada ketus saat bertanya pada Pak Rohiman. Sementara itu mamaku cemas mengunggu diluar padahal sejak tadi dia sudah membujuk aku menerima saja keputusan yang dibuat oleh Pak Rohiman.
Pak Rohiman dengan tenang membereskan sisa buku rapor yang belum diambil oleh orangtua murid dan memasukkannya ke dalam tas kerja miliknya dan menjawab pertanyaanku dengan sabar.
"Kamu dan Sofyan dapat skor yang sama. Hanya saja nilai pelajaran matematika kamu delapan dan Biologi sembilan, sedangkan Sofyan, nilai matematikanya yang sembilan..."
"Tapi kan Biologi dan Matematika itu sama pentingnya Pak!" Protesku.
"Bapak tahu Rem... tak ada pelajaran yang lebih penting dari yang lain. semuanya sama.. cuma Bapak tetap harus memutuskan... Lagian bapak enggak tega kalau kamu akhirnya dapat peringkat ke tiga kalau enggak pakai sistem begini..."
Tak bisa lagi mencari kalimat untuk beragumen, aku kemudian membiarkan Pak Rohiman keluar kelas. Di dalam kelas kini benar-benar sepi karena semua murid bersama orangtuanya berada di luar kelas. Beberapa murid meninggalkan tas sekolah mereka di dalam kelas, termasuk tas sekolah milik Oppie. Aku menghampiri meja Oppie dan melihat ransel biru miliknya dengan rasa kesal dan gemas. "Ini baru permulaan... kelak elu bakalan dapat perlakuan yang lebih parah dari ini..." Ujarku sambil dengan sengaja menjatuhkan ransel biru itu ke permukaan lantai yang berdebu. Kurang puas, aku menambahkan dengan menginjak ransel itu untuk memastikan permukaannya benar-benar terkena debu. Namun saat kulakukan itu kudengar bunyi teredam seperti sesuatu yang remuk atau patah dari dalam tasnya. Agak terkejut, aku buru-buru melongok ke dalam laci meja memastikan benda yang biasa ada disana memang ada di tempatnya itu: Tempat kaca mata Oppie, namun saat kubuka penutupnya isinya kosong! dan karena dari setadi aku memerhatikan Oppie di luar, aku yakin sekali kalau seharian ini Oppie tidak memakai kacamatanya...
Biar kupersingkat cerita bagian ini. Ujian Caturwulan pertama akhirnya dilaksanakan juga. Mestinya aku cukup optimis meraih setidaknya posisi tiga besar dengan hasil yang kudapat. Tak terkecuali hasil ujian Remy, nyaris semua mata pelajaran penting kupantau dan membandingkannya dengan hasil ujianku.
Dengan seksama aku mendengarkan setiap perkataan yang diucapkan pak Rohiman di dalam kelas. Sesekali aku mengintip dari jendela kelas dan melihat ayah bersama orang tua murid lain diam mendengarkan. Yang bisa kutangkap dari wejangan pak Rohiman adalah bahwa setiap orang tua harus mendukung anak mereka menghadapi tahun terakhir dan terkritis mereka sebelum memutuskan untuk melanjutkan ke mana.
Tapi bukan itu yang kutunggu-tunggu! yang dari tadi membuatku gelisah adalah pengumuman siapa-siapa saja yang berhasil menduduki peringkat pertama hingga ke lima. Untung saja aku tidak perlu menggunakan penglihatanku karena sejak aku keburu meletakkan tas ransel di dalam kelas, aku lupa mengambil kacamata yang kuselipkan dengan buru-buru di kantung depan tas itu dan bukan di dalam kotak seperti biasanya sebelum kutaruh di laci meja.
"Ini pasti udah bikin si Remy blingsatan!" kataku dalam hati sambil melihat deretan nilai pada buku raporku. Hasilnya telah keluar. Nurhayati dengan nilai tertinggi menempati posisi pertama. Sementara aku harus berbagi tempat dengan Remy di posisi ke dua, hanya saja Pak Rohiman memutuskan kalau aku menempati peringkat ke dua yang pertama sedangkan Remy ke dua yang ke dua, itu karena nilai kami bertukar posisi pada mata pelajaran Matematika dan Biologi. Dan sejak Pak Rohiman yang menjadi walikelas kami adalah guru matematika, sudah pasti dia mengacu pada mata pelajaran bidangnya untuk mengambil keputusan.
Aku tersenyum geli karena sudah bisa kutebak kalau Remy akan memprotes atau setidaknya menanyakan langsung pada Pak Rohiman mengenai keputusan yang telah dibuat. Dan itu memang terbukti. Sekilas sebelum aku pergi ke kantin bersama beberapa teman, kulihat Remy sedang berbicara serius dengan pak Rohiman di dalam kelas.
Ketika kembali dari kantin, aku mendapati ransel milikku telah tergeletak pasrah di atas lantai kelas yang berdebu. Dengan sedikit khawatir aku memikirkan kacamata yang kusimpan persis di kantung tas bagian depan. Aku mengangkat ransel itu dan langsung memeriksa ke dalam kantung depannya kalau-kalau kacamata yang merupakan nyawa kedua bagiku itu rusak atau apa. Benar saja... dengan lemas aku mendapati kacamataku kini salah satu lensanya telah remuk walau tak sampai terlepas dari bingkainya. Aku berpikir kalau cuma lensa mungkin masih mudah menggantinya, namun ternyata gagang sebelah kiri kacamata itu telah patah menjadi dua bagian.
Dengan sedikit menggerutu karena menyesali kebodohanku menaruh tas sembarangan (walau aku cukup yakin kalau tas itu tak akan mudah jatuh begitu saja) aku menepuk-nepuk tas itu sedapat mungkin membersihkan bagian-bagian yang terkena debu. Tapi gerakanku terhenti saat melihat ada sesuatu yang aneh dibagian belakang tas itu. Seperti noda debu tapak sepatu... dan wajah Remy lah yang langsung terpikirkan olehku saat itu...
terusin dong cerintanya