It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
monyeeetttt????
btw, gue cek accountnya om remi di detikforum, msh srg aktif lho,,,di ym jg suka muncul2 bentar,,,itu pertanda apa ya??
*nanya ma mahluk jadi2an se-BF,,
PERTANDA ANE MASIH IDUP!!!!
Kata putus akhirnya terucap juga dari mulutku. Rini yang terlihat tegar tidak bisa menyembunyikan getaran di bibirnya. Entah mengapa aku merasa jauh lebih tertarik memerhatikan jemariku yang bertaut gelisah daripada harus menatap mata Rini. Aku merasa inilah yang terbaik jika kau merasakan sedikit demi sedikit rasa cinta berubah menjadi sekedar sayang, atau saat kau melihat sang gadis pujaan hati kini seakan tak ada bedanya dengan temanmu yang lain.
Dengan senyum yang sedikit dipaksakan, Rini kemudian bertanya sambil menggenggam tanganku, "kita masih temanan kan?"
Aku memberikan anggukan sebagai jawaban. Lalu dengan sedikit tepukan di tanganku, Rini berdiri dan pergi meninggalkan semua makanan di meja yang belum sempat disentuh olehnya.
"Gue anter...!" Tawarku seraya berdiri. Tetapi Rini menggeleng dan berkata "Enggak usah Rem, kamu udah gak punya kewajiban lagi nganterin aku.."
Aku pun kembali duduk. Kini aku hanya tinggal menunggu meledaknya gosip putusnya kami di seluruh sekolah besok.
Anehnya keesokan pagi aku tidak merasakan apa-apa lagi seolah semua sudah begitu saja kulupakan. Aku melangkah lebih ringan ke sekolah.
Kabar putusnya aku dan Rini sudah menyebar ke seluruh sudut tiap ruang di sekolah, namun aku seakan tidak memedulikannya. Bahkan keceriaanku sudah mengganggu Inge hingga dia bersikap sebal padaku (mungkin empati sesama perempuan).
"Lo kayaknya seneng ya putus?" tanya Inge.
"Enggak lah! gue sedih sama gak bisa tidur kok semalem!" Aku membela diri, padahal tadi malam aku tidur nyenyak sekali.
Memang susah berbohong pada Inge apalagi wajahku tidak bisa menyembunyikan kegembiraan, tetapi Inge tidak bertanya-tanya lagi dan langsung pergi ke kantin. Aku meneruskan membaca bukuku, namun sesekali masih kudengar murid-murid lain menyebut namaku dan Rini bergantian. Oh! rupanya mereka masih semangat menggosip!
"Ng... Rem..! lu beneran udah putus ama Rini?" Suara Oppie yang sudah duduk di sampingku mengagetkan aku.
"Tau dari mana?" Aku bertanya hal yang sangat tidak perlu sebenarnya, karena siapa yang tidak mendengar kabar itu sekarang? Hanya saja aku merasa puas memasukkan Oppie ke dalam golongan orang-orang yang termakan gosip.
"Semalam Rini Telepon...." Kata Oppie.
"Oh..." Aku lupa kalau Rini teman Oppie. "Mmm... trus? gimana dia?" tanyaku kemudian hati-hati.
Oppie mengangkat bahu. "Yah, gue juga cuma ngedengerin aja semalam... tapi kayaknya Rini ambil kesimpulan kalo lu... kalo lu lagi suka sama orang lain..." Ujarnya.
Perasaan aneh yang mendadak muncul membuatku salah tingkah. "Dia bilang begitu?" Aku bertanya tanpa berani menatap Oppie dan berkonsentrasi keras pada halaman buku yang kubaca padahal tak ada satupun isinya yang kuperhatikan.
Oppie mengangguk. Sementara rasanya ingin terucap dari mulutku kalau benar aku sedang menyukai seseorang dan itu sangat menggangguku! karena yang aku sukai adalah Oppie! Tetapi akhirnya kami berdua terjebak dalam diam sepanjang istirahat itu.
"Halo?" sahutku di telepon sesaat setelah menerima gagang telepon dari Adikku.
"Pie?" Sahut suara lemah di sebelah. Suara Rini.
"Hei Rin! tumben telepon." Kataku.
"Iya.. aku juga enggak tahu, kenapa telepon kamu ya? padahal aku punya temen cewek yang kayaknya lebih cocok buat aku curhatin..."
"Hmm.. gapapa Rin, gue kan sobat lu juga! bukan pertama kalinya kan lu curhat sama gue..."
"Iya sih... ini soal Remy.... dia tadi sore mutusin gue..."
Aku memang terkejut mendengar itu, tetapi anehnya aku tidak merasa bersimpati pada Rini. Selama hampir lima belas menit kemudian aku dengan tekun mendengarkan keluh kesah Rini.
"Kayaknya dia suka sama orang lain.." Kata Rini entah dari mana dia mengambil kesimpulan itu, tapi kalimat tersebut membuatku tercekat.
"Lu yakin?" tanyaku.
Rini tertawa kecil, "naluri wanita Pie.."
Aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. "Mmm.. trus lu mau gue gimanain si Remy? gue tonjok aja ya?" tanyaku setengah bercanda.
"Duh.. jangan lah Ppie... aku enggak apa-apa kok! lagian jangan sampe hubungan kalian jadi rusak gara-gara aku.."
"Hubungan?" aku kembali tercekat.
"Iya.. aku lihat kan kamu sama Remy udah jadi teman baik... aku enggak mau 'pasangan serasi' yang dua-duanya temen aku jadi bermasalah..." kata Rini lagi sambil tertawa kecil.
Gosip putusnya hubungan antara Remy dan Rini yang terkenal sebagai 'the cutest couple' sudah merebak sejak tadi pagi. Aku berpura-pura baru saja mendengarnya saat Inong dan Evi dengan semangat bercerita. Bahkan Sonny Pakpahan yang biasanya cuek pun khusuk mendengarkan. Tak lama kemudian Inong dan Evi pergi ke kantin sambil terus kasak-kusuk melanjutkan menggosip.
Aku tidak bisa menahan diri menatap punggung Remy yang sedang membaca di mejanya. Memang kuperhatikan sejak pagi sepertinya gosip itu tidak berpengaruh apapun pada Remy.
"Kalo lu tanya pendapat gue, kayaknya sih si Remy malahan seneng tuh putus sama si Rini..." kata Sonny.
Aku mengabaikan komentar dari Sonny dan segera beranjak menuju bangku di sebelah Remy sesaat setelah Inge bangun dari duduknya. Dia kelihatannya agak terkejut saat aku menanyakan kebenaran hubungan antara dia dengan Rini yang sudah berakhir. Dan juga saat aku mengatakan kalau Rini merasa bahwa Remy sedang menyukai orang lain.
"Dia bilang begitu?" tanyanya tanpa mau menatapku. Benar-benar tidak punya perasaan! pikirku dalam hati mendengar ucapannya yang sangat datar.
Aku kemudian mengangguk mengiyakan. Otakku berpikir keras, benarkah Remy sekarang menyukai orang lain? siapa dia? Sederetan nama murid cewek melintas silih berganti di kepalaku memikirkan segala kemungkinan.
hore dilanjutttt,,,,,
OH DEAR GOD...!! :shock: :shock:
Nama cewek berkerudung itu sebenarnya umum banget: Dewi Yuliani. Tetapi teman satu kelasku itu sering menjadi pusat perhatian karena wajahnya yang cantik dan senyumnya yang manis.
Sudah lebih dari satu minggu sejak aku putus dengan Rini dan sepertinya gadis itu, Dewi, selalu berada dalam jangkauan pandanganku. Kalau meminjam istilah gaul sekarang, 'dia tuh eksis bangetz!' begitu kira-kira.
Saking eksisnya, sampai-sampai setiap hari aku pasti naik angkot yang sama dengannya saat pulang sekolah. Dia tidak bicara banyak, hanya saja sering memerhatikan aku saat pulang. Aku yang memang tidak begitu akrab dan tidak suka beramah-tamah memilih untuk tidak memulai percakapan dengannya setiap kali kita satu angkot. Sampai suatu hari saat aku sedang menunggu angkot sendirian karena hari itu aku sengaja membolos les tambahan, tiba-tiba dari belakang terdengar suara cewek memanggil-manggil, "Rem.... tungguin! aku mau bareng..!"
Saat menoleh, Dewi terlihat sedang berlari-lari ke arahku.
"Lho kok, enggak ikut bimbel?" tanyaku.
"Enggak enak badan Rem! aku mau pulang aja."
Kita berdua naik angkot yang sama. Selama perjalanan Dewi tak henti-hentinya menatapku berkali-kali sambil tersenyum.
"Kenapa?" tanyaku salah tingkah, Dewi hanya menggeleng.
----
Sudah tidak terhitung lagi hari-hari dimana aku dan Dewi pulang bersama. Hal itu mengakibatkan aku mulai sedikit melupakan Oppie. Anehnya lagi, sepertinya aku mulai enjoy dengan kehadiran Dewi, apalagi cewek satu ini ternyata asyik diajak mengobrol.
Hampir tiga minggu aku menjadi semakin dekat dengan Dewi. Aku sendiri tidak akan heran kalau nantinya tersebar gosip bahwa aku dan Dewi berpacaran. Tetapi bukan itu yang terjadi. Yang kudengar malah gosip bahwa Dewi dan Oppie telah 'jadian'!
IStirahat siang itu Aku memasang wajah seolah bertanya 'kok bisa begini?' pada Inge. Inge hanya mengangkat bahu dan berkata, "Gue pikir juga pasti elu yang digosipin jadian sama Dewi."
Seharian itu aku berfikir keras, dua nama terus-menerus bergantian muncul di kepalaku. Dewi?? Oppie?? Dewi dan Oppie??!. Dan yang lebih membuatku heran mulai hari itu Dewi seolah-olah menghindariku. Setiap aku mengajaknya pulang bareng, dengan berbagai alasan dia menolak.
"Oppie..! tunggu!" panggil Dewi sambil berlari menyusul Oppie yang berjalan keluar dari pintu kelas. Jam pelajaran terakhir sudah selesai. Aku yang sedang menjejalkan buku catatan ke dalam tasku tidak melepaskan pandangan melalui jendela kelas pada Dewi yang berhasil menyusul Oppie dan meraih lengannya. Pemandangan ini membuatku marah. Marah pada Dewi dan marah pada Oppie! perasaan marah yang tidak bisa kujelaskan karena aku merasa cemburu bukan karena Dewi mendekati Oppie! tetapi karena aku tidak rela Oppie didekati Dewi!
Puncak kemarahanku terjadi suatu hari saat aku makan di kantin. Dua orang murid cewek dari kelas sebelah yang sedang duduk dan makan di bangku yang menghadap dinding, tidak menyadari telah memunggungi aku yang duduk di belakang mereka, sementara mereka berdua sedang bergosip.
"Mereka tuh setaraf lagi..!" kata si cewek yang memakai bando pink.
Cewek satunya yang rambutnya dikuncir kuda sedang asyik menyeruput teh manisnya. Setelah selesai dia urun berkomentar, "Iya.. Remy sama Oppie kan? hebat bener triknya si Dewi ya?"
"Maksud lo?"
"Ah..! kayak gak tau aja! gue denger dari temen gue yang sekelas sama mereka, kalo si Dewi tuh sengaja ngedeketin Remy biar bikin cemburu Oppie! Dewi kan dah naksir si Oppie dari dulu... hihihi..." si cewek berkuncir kuda menjelaskan panjang lebar.
"Waaah.. berhasil dong? buktinya si Oppie jadian juga ama si Dewi? emang betul sih, kalo mau bikin cemburu seseorang, deketin aja orang lain yang selevel! hahaha..."
"Iya! dan itu berarti satu hal juga..."
"Apa lagi?"
"Remy tuh gak setaraf sama Oppie... buktinya, si Dewi lebih milih Oppie dari pada dia! bahkan sengaja lagi manfaatin dia buat deketin Oppie.."
"Iya juga ya? hmm.. kayaknya gue juga curiga si Remy dah kalah pamor sama si Oppie! yang kemaren itu? pas dia putus sama si Rini? gue yakin sebenernya si Rini yang mutusin Remy... bukan sebaliknya!"
Gelas berisi seven-up yang sedari tadi kupegang kini bergetar hebat.
Nama cewek berkerudung itu sebenarnya umum banget: Dewi Yuliani. Tetapi teman satu kelasku itu sering menjadi pusat perhatian karena wajahnya yang cantik dan senyumnya yang manis.
Akhir-akhir ini sepertinya Dewi selalu berada di sekitar Remy. Beberapa hari itu dengan terpaksa aku berusaha tidak pulang bareng dengan Remy karena Dewi sudah lebih dulu merendenginya.
Suatu hari saat aku melihat Remy pulang lebih dulu dan tidak mengikuti bimbel hari itu, aku berniat menyusulnya dan ikut pulang bersamanya. Kesempatan seperti ini sepertinya sudah lama tidak aku dapatkan sejak Dewi selalu berada di dekat Remy. Remy tidak menyadari kalau aku berjalan membuntuti beberapa meter dibelakangnya. Saat aku berniat menyusulnya, tiba-tiba dari belakangku terdengar suara derap langkah kaki terburu-buru dan suara cewek memanggil. "Rem.... tungguin! aku mau bareng..!"
Aku buru-buru merapat ke pinggir jalan mencoba menghidar agar tak terlihat oleh Remy. Lalu Dewi dengan setengah berlari melewatiku sambil melirik ke arahku. Dewi sadar kalau aku ada! tapi dia mengabaikan aku. Kuperhatikan mereka mengobrol sesuatu saat akhirnya Dewi tiba di samping Remy dan akhirnya mereka naik angkot bersama.
Mau tidak mau aku menjadi agak menjauhi Remy karena sepertinya dia sedang meyukai kebersamaannya dengan Dewi. Kadang aku berpikir, jangan-jangan kecurigaan Rini tentang orang lain yang disukai Remy adalah Dewi orangnya. Saat kita pulang, sengaja aku melambatkan jalanku beberapa puluh meter dibelakang Remy dan Dewi yang asyik mengobrol. Anehnya, sesekali dalam keceriaan mereka berdua yang berjalan di depanku, sesekali kudapati mata Dewi melirik ke arahku seperti hendak memeriksa reaksiku. Kalau seandainya Dewi berniat membuatku cemburu, dia berhasil! tapi sayangnya aku bukan cemburu melihatmu dekat dengan Remy! tapi aku tidak rela Remy didekati olehmu!
Brak! Aku terlonjak karena terkejut saat Sarah, teman sebangku Dewi, menggebrak meja tiba-tiba saat aku sedang membaca buku.
"Mau sampai kapan kamu enggak mau ngaku Pie?" tanya Sarah ketus.
"Maksud lu apaan?" aku bertanya balik karena tidak mengerti.
"Iya! aku tahu kamu kan cemburu ngeliat Dewi dekat-dekat sama Oppie?"
Oh Tuhan! apa Sarah tahu keanehanku? pikirku khawatir.
"Kalo emang kamu suka... harusnya bilang aja kamu cemburu..." ujar Sarah lagi. Aku masih terdiam mencoba menganalisa setiap perkataan Sarah.
"Pie.. kamu tahu gak? Dewi itu naksir kamu... Dia enggak tahu kalau aku bilang ini sama kamu, tapi aku harap kamu ngerti perasaan dia... dia ngelakuin ini semua- ngedeketin Remy- cuma pengen liat reaksi kamu... cemburu apa enggak?" kata Sarah. Aku tidak berani membayangkan reaksi Remy kalau dia mendengar kalimat tadi.
"Aku lihat dengan jelas kalau kamu tuh cemburu! iya kan?! muka kamu enggak bisa ngebohong Pie!" cecar Sarah.
Iya! aku cemburu! tapi bukan seperti yang kamu pikir! aku berkata dalam hati.
"Aku enggak mau tahu! Dewi sahabat aku. Pulang sekolah nanti aku mau kamu bareng sama dia, ngerti?!" ancam Sarah.
Ya ampun! kalau aku menolak permintaan Sarah, apa yang harus kujelaskan mengenai 'tampang cemburu' aku? akhirnya dengan berat hati aku mengangguk lemah mengiyakan. Dan entah bagaimana, kupikir Sarah lah yang menyebarkan, besoknya tersiar kabar di seluruh sekolah kalau aku sudah jadian dengan Dewi.
Jam terakhir telah usai, aku buru-buru memasukkan buku catatan ke dalam tas bermaksud cepat-cepat keluar dan berharap hari ini aku bisa menghindar dari Dewi. Aku melirik ke arah Sarah yang melotot memperingatkan aku saat aku bergegas menyambar tasku.
"Oppie..! tunggu!" panggil Dewi. Namun aku tidak menghentikan langkahku. Saat aku telah berada di luar kelas, Dewi berhasil menyusulku dan meraih tanganku. Melalui jendela aku menoleh ke arah Remy yang masih belum beres memasukkan buku-buku ke dalam tasnya. Dia sepertinya tidak memedulikan aku. Yah.. memang apa sih yang mau aku harapkan dari reaksi Remy? jelas-jelas dia tidak peduli padaku. Dengan pasrah akhirnya aku membiarkan Dewi berjalan bersamaku.
aku ngga suka ama dewi..
ngga usah ada dewi dong.
ganti dewa ajah.
Ditoxku1 beneran oppie?
Bukan begitu honey