It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
great story
bacanya gak sabar.
ada unsur narsisnya.
so far...
cerita yang wajib dicopy paste !
two thumbs up !!!!!
Woooy... yang punya warung kyknya udah gak mau lanjutin tuuuuh...
Malahan katanya mau cabut dua bulan.... tul ga rem?
JANGAN TINGGALKAN GUE DOOOOONG.....
Hmm.. karena di sini juga ane enggak ada kerjaan, (maksudnya belum dapet satupun cowok kenalan ane di Papua sini yang bisa diajak nginep di hotel... hehehe) ane lanjut aja deh ceritanya..
Sudah dicoba, diedit bolak-balik... Feel nya tetep gak dapet untuk cerita KAMAR GANTI KOLAM RENANG Versi Oppie. Soalnya Bahannya (my diary) terbatas, dia juga enggak cerita banyak soal itu. So... I decided let it be only one side of story....
But Thanx buat Ditoxku1 yang dah coba bikin versinya Oppie.
SANLAT // DREAM (MY SIDE OF STORY)
Setelah kejadian di kolam renang itu yang sudah dua minggu lebih, hubungan aku kepada Oppie menjadi sedikit canggung. Hanya sebatas say hello atau mengobrol yang "formal" saja. Keadaan ini benar-benar membuatku merasa tidak nyaman sementara pikiranku selalu bertanya-tanya : Apa sih yang sebenarnya terjadi sama gue?
Walaupun bulan puasa masih tiga bulan lagi, sekolah mengadakan acara Pesantren Kilat. Sebenarnya ini lebih kepada uji coba para mahasiswa calon guru agama dalam mempresentasikan sesuatu. Setelah diiming-imingi dengan tambahan nilai untuk mata pelajaran Agama Islam, akhirnya aku dan beberapa murid mendaftarkan diri. Sebenarnya aku malas ikut apalagi acaranya pas malam minggu. Cuma waktu Oppie maju ke depan mendaftarkan diri, naluri bersaingku timbul lagi. Buru-buru aku juga mendaftarkan diri.
"Yakin lo mau ikut?" Tanya Inge saat aku hendak maju mendaftarkan diri.
"Yo-i.. lumayanlah kalo bisa nambah nilai.." Jawabku.
"Bukan karena si Oppie ikut?" tanya Inge santai. Dia membalik halaman buku kimia-nya tanpa menolehku.
Kuabaikan pertanyaan Inge dan menghampiri Deddy , ketua Osis, yang berdiri di meja paling depan memegang kertas berisi daftar peserta sanlat yang akan ikut.
"Jangan lupa bawa tafsir ya...." kata Deddy saat aku menulis namaku di daftar itu.
----
Sabtu sore aku menyiapkan pakaian secukupnya, kami memang tidak diwajibkan menggunakan baju Koko, hanya saja untuk perlengkapan shalat harus dibawa masing-masing peserta.
Yang kukhawatirkan terjadi. Langit yang sejak satu jam lalu gelap karena mendung, kini mulai menurunkan air hujan lebat disertai petir.
"Enggak usah maksain pergi Rem, hujan..." Kata Mamaku.
"Yah.. tanggung Ma, udah siap-siap." Jawabku yang duduk di sofa ruang tamu memandang teras yang diguyur hujan.
Selepas Maghrib, akhirnya hujan menjadi tinggal gerimis kecil. Aku berpamitan pada Mama dan langsung melesat pergi. Aku merasa pasti kalau aku akan terlambat. Tapi aku yakin bukan aku saja yang menunggu hujan berhenti dulu.
Sialnya, Ojek yang biasanya banyak berkumpul di jalanan masuk menuju sekolah, malam itu tidak ada satupun. Terpaksa menuju sekolah aku berjalan kaki. Ditengah perjalanan hujan turun kembali dengan deras. Aku yang tidak memakai payung, hanya mengandalkan jaketku untuk menutupi kepala.
Sampai di gerbang sekolah, aku melihat lampu di dua ruang kelas menyala. Segera aku menghampiri tempat itu. Sesaat sebelum masuk aku meletakkan ranselku di ruang sebelah. Kemudian aku melihat ke dalam melalui jendela kaca mencari-cari tempat duduk yang masih kosong. Ya ampun! yang kulihat masih kosong hanya bangku di sebelah Oppie. Seakan dia menyadari kehadiranku yang sedang melongok ke dalam, dia menoleh dan memberi isyarat yang tidak terlalu menyolok dengan tangannya, mengajak aku supaya masuk dan duduk disebelahnya.
Melihat tak ada pilihan lain, aku menuruti ajakan Oppie untuk duduk di sebelahnya. Aku meletakkan buku catatanku serta tafsir Qur'an di atas meja kemudian bertanya nyaris berbisik pada Oppie, "udah lama?" Oppie mengangguk.
Aku menguap berkali-kali tanpa bisa kusembunyikan sepanjang sesi perkenalan dan pembahasan masalah oleh para mahasiswa jurusan pendidikan agama itu. Aku melirik ke arah Oppie, dia cekikikan melihat mulutku yang terbuka lebar-lebar. Aku kemudian menghentikan tertawanya dengan tendangan kecil pada kakinya.
Akhirnya siksaan membosankan itu berakhir juga. Kami dan hampir tiga puluh murid lainnya (yang ikut jumlahnya tidak banyak!) keluar menuju ruangan kelas sebelah. Acara baru benar-benar selesai saat kami selesai dengan shalat malam tepat pukul dua pagi.
Entah karena mengantuk atau karena kehujanan sorenya, aku merasa suhu badanku meninggi. Karena yang ada di dalam ruang kelas hanyalah meja dan kursi kayu, aku menyusun beberapa buah meja untuk dapat kutiduri dengan terlebih dahulu kualasi dengan sajadah dan beberapa baju agar lebih nyaman untuk kutiduri.
"Rem! elu kenapa? kok keringatan begitu?" tanya Oppie tiba-tiba. Dia ternyata sudah ada disebelahku.
"Eh.. kok lo enggak ikutan maen basket?" tanyaku. Sebagian peserta sanlat memilih main basket karena sudah hampir setengah tiga. Mereka merasa tanggung untuk tidur menunggu waktu subuh tiba.
"Enggak ah! gue ngantuk. Lumayan kali tidur sebentar." Oppie menjawab sambil menyusun meja kayu untuk tempat tidurnya sendiri. "gue dempetin sama meja lu ya?" tanyanya lagi. Aku mengangguk setuju. Setelah dia mengalasi mejanya sendiri dengan sajadah, Oppie tidur terletang disebelahku sambil melipat lengannya di dada. Matanya tidak terpejam melainkan menatap langit-langit.
"Rem... badan lu kok panas banget? Rem...?" Ucapan Oppie makin terdengar jauh karena kepalaku terasa sangat berat dan mengantuk....
Tiba-tiba aku berada di sebuah lapangan basket. Sekelilingku berkabut putih. Aku sedang duduk bersila sambil memegang sebuah buku saat mendengar suara benturan bola basket berkali-kali. Kemudian aku menoleh dan melihat Oppie yang memakai seragam putih abu-abu sedang memantul-mantulkan bola basket itu. Dia kemudian menoleh ke arahku dan tersenyum, kenapa aku merasa kalau Oppie sangat tampan waktu itu? kemudian aku membalas senyumannya. Dia kemudian melompat dan melemparkan bola basket itu ke ring. dan Masuk!! aku mengangkat tangan ikut gembira saat melihat Oppie melompat kegirangan. Kemudian dia mengambil bola itu dan menawarkan padaku untuk mencoba. Aku menggeleng, lalu Oppie menuju ke arahku dan ikut duduk bersila didepanku. Bola basket itu dilemparnya jauh-jauh. Aku merasa aneh saat Oppie memandang wajahku sambil terus tersenyum. Lalu dia mencoba merebut buku yang sedang kupegang. Aku memegang kuat-kuat buku itu, tapi akhirnya Oppie berhasil merebutnya dan melemparnya jauh-jauh. Kemudian sesuatu yang tidak terduga terjadi. Oppie mencondongkan badannya hingga wajahnya semakin dekat dengan wajahku, lalu dia menciumku. Anehnya aku tidak menolak, bahkan membiarkan Oppie semakin merapat dan merebahkan aku di atas lapangan. Oppie menindihku dan aku merasakan sesuatu yang menekan selangkanganku hingga aku merasa terangsang. Dan....
Akhirnya aku terbangun karena mendengar suara teman-teman yang masih ribut di lapangan basket. Aku menoleh, Oppie masih tertidur dengan posisi membelakangiku hingga aku hanya dapat melihat punggungnya saja. Otakku berputar panik mencoba mengingat-ingat apa yang telah kumimpikan tadi. Dengan Oppie? aku meringis dalam hati. Lebih bingung lagi saat aku mendapati celana bagian depanku telah basah.
**************
lanjut cerita yang ini ya...asik...
coba ada versi Oppienya,,,gue yakin si Oppie nyium remi waktu remi tidur, cuma pura2 membelakangi remi pas remi udah ada gerakan wat bangun,,,
*sotoy,,,
ayo donk om remi,,,
lanjutin,,
baca cerita2 dari om remi, bikin gue serasa masuk menjadi tokoh utama,,haha (*ngarep!!),,,
lanjut ya lanjuuuuttt,,,,,plisss (begging sambil melet2 lidah)
bakat banged jadi penulis...
tinggal di print.. kirim ke pernerbit.
hehe
SANLAT // DREAM (HIS SIDE OF STORY)
Rasa malu...
Segan...
Gundah...
Sepi...
Menahan ku untuk bertemu dengan remi. Sebetulnya aku lebih banyak berusaha menghindari pertemuan dengan remi sejak kejadian di kolam renang itu. Kalaupun bertemu secara ngak sengaja semuanya terasa begitu canggung diantara kami. Ada tatapan aneh dari remi bila kami bertemu. Mungkinkah dia jijik karena dia merasa aku gay?
Namun untung ada calon guru agama yang mau belajar praktek mengajar dan ceramah di sekolah kami. Maka diadakanlah acara pesantren kilat untuk menunjang kegiatan tersebut. Untuk menghilangkan pikiranku terhadap remi, aku rasa ini merupakan kesempatan yang baik. Maka pada saat pendaftaran dibuka untuk jadi anggota yang akan ikut pesantren kilat aku langsung maju kedepan tanpa keraguan. Aku yakin remi pasti tidak akan ikut kegiatan ini karena melihatku ikut acara ini.
Ternyata tebakanku salah karena kulihat remi maju kedepan ikut mendaftar kegiatan ini setelah beberapa murit lain maju.
Berbagai perasaan bercampur aduk kurasakan saat tahu remi ikut mendaftar acara ini
.
"Oppi jangan lupa bawa payung ini ya, kayaknya mau hujan lebat tuh"paksa mama sambil menyerahkan payung kecil berwarna biru kepadaku.
"ngak usah deh ma, malu ama teman-teman"jawabku.
"ngak bisa, kamu harus bawa payung, kalo ngak sakit nanti" paksa mama lagi.
"pi, gue duduk di sebelah loe ya?"tanya riko mengagetkan lamunanku akan remi.
"Oh remi katanya mau duduk bareng aku rik" jawabku setengah sadar.
"Ada apa ini oppi?"rutukku dalam hati pada diriku sendiri. Apa nanti kata riko seandainya remi ngak duduk disebelahku. Lagian remi pasti jijik banget ama aku dan ngak bakal mau duduk disampingku.
"Oh gitu..Ngak apa deh gue bisa duduk di belakang"ujar riko sambil bergerak menuju bangku belakang.
Pelajaran sudah dimulai,namun batang hidung remi masih belum kelihatan.
"Dimanakah dia?"
"Apakah dia sakit"
"Apa dia membatalkan niatnya ntuk ikut kegiatan ini" beribu pertanyaan singgah diotakku. Pikiranku melayang. Materi yang diberikan oleh mahasiswa praktek, ngak ada yang singgah diotakku. Mataku sesekali melirik jendela kelas berharap ada sosok remi disana. Kuperhatikan sekeliling kelas. Semua bangku penuh berisi kecuali bangku disampingku.
Pikiranku masih melayang pada remi. Sesaat kurasakan kehadiran remi. Kutolehkan wajahku ke arah jendela kelas. Ternyata benar siluet wajah remi yang keren itu tercetak indah di depan jendela kaca kelas. Mungkin karena gembira secara ngak sadar aku memberi kode padanya untuk masuk dan duduk disampingku.
Materi yang diberikan mahasiswa praktek dengan canggung itu terkesan membosankan.ku lihat remi menguap berkali-kali karena bosan. Wajahnya begitu lucu saat menguap lebar. Dan ini membuatku tertawa geli.
"aduh" tawaku terhenti saat remi menendang kakiku.
Akhirnya acara hari ini berakhir juga setelah ditutup dengan shalat malam berjama'ah tepat pukul dua pagi.
"pi, ngak ikut main basket nih?" tanya dino saat melihatku berjalan sendiri dilorong sekolah habis keluar kamar kecil.
"ngak no aku ngantuk nih pingin tidur"jawabku sambil bergerak kearah kelas.
Sebenarnya aku pingin banget ikut gabung bermain basket tapi tak ku lihat remi diantara kumpulan temanku itu, karenanya aku redam keinginanku ntuk gabung dengan mereka.
"Rem... badan lu kok panas banget? Rem...?" Ucapanku pada remi saatku berbaring di sampingnya .
Tak ada jawaban dari mulut indah remi. Ku raba keningnya terasa panas.
Wajah remi pucat namun tetap terlihat tampan.Ingin kuraba wajah indah ini. Begitu sempurna sosok mahluk tuhan yang terbaring di hadapanku ini. Kuberanikan diri menyentuh tubuh remi.
Kubelai rambut lurusnya yang lembut....
Dahinya yang setengah berkeringat...
Pipinya yang halus...
Telinganya yang lucu...
Kulihat seulas senyum diantara bibir merahnya yang menawan...
Ingin sekali kukecup bibir indah itu. Perlahan kucondongkan badan hingga wajah remi begitu jelas dimataku. Aroma nafasnya yang wangi menggelitik indra penciumanku.Makin kudekat wajahku ke wajah remi, bibirku sejajar dengan bibirnya. Lalu ku kecup dengan lembut bibir merah remi. Mulut remi membuka. Kupermainkan lidah remi dengan lidahku. Begitu indah sensasi yang kurasakan. Mata remi masih tertutup. Kurapatkan dan merengkuh tubuh remi dalam pelukan.Kurasakan bagian tubuh remi yang paling rahasia menekan perutku. Kucoba meraih batang indah itu dengan tanganku. Terasa benda itu mulai mengeras dalam genggamanku,seperti yang juga terjadi pada benda rahasiaku. Aku begitu terangsang. Dan....
"payah loe din masak kayak gitu aja ngak masuk jadi kalah kita" terdengar perbincangan dari beberapa teman yang selesai bermain basket bergerak mendekati tempat aku dan remi berbaring.
Aku lepaskan pelukanku pada remi, segera kubelakangi tubuh remi dan berpura-pura tidur
**************[/quote]
wew, lanjutttt,,,,
@remi
mana nih???
Mudah-mudahan kerjaan remi cepat selesai di ujung indonesia sana. Karena kayaknya disana ngak ada jaringan internet gicu.
akhir akhir ini makin banyak monyeet nampang ya
lucu sih