It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
I pray for you my dear friend.........
Just dont loose hope.....
God Bless You all the way.........
Saran gw mendingan lo banyak2 dekatkan diri ama yg di atas.
Smg terapi lancar dan kondisi lu bisa pulih spt semula. Keep fightng 8)
Rupanya optimisme di pekan terakhir sebelum puasa tidak berlangsung lama. Aku seperti terkena depresi dan merasa tidak punya semangat untuk melakukan aktifitas apapun. Bahkan dua hari pertama di bulan puasa, siang harinya kuhabiskan waktu hanya berdiri di balkon lantai paling atas kantor untuk merenung. Tindakan ini sebenarnya tidak sehat, Aku selalu berusaha meyakinkan diriku kalau aku akan baik-baik saja, namun seringkali terlintas pikiran untuk cepat-cepat mengakhiri hidup hanya dengan satu lompatan dari atas gedung.
Acara 'menutup diri' ini rupanya juga dirasakan teman-teman sekantor, keluarga, dan tentu saja dirasakan Iqbal. Teman-teman kantor berpikir aku memang sedang sakit karena mereka tahu kalau hari senin aku tidak masuk kerja karena harus menjalani operasi ringan. Seperti orang yang seolah telah didatangi malaikat maut yang berkata kapan tepatnya aku akan mati, aku menjadi sangat menutup diri dan tak mau dihubungi oleh siapapun. Pekerjaan di kantor, kulakukan seperlunya saja dan saat itu pula aku menjadi seorang yang sangat sinis. Korbannya adalah akun friendsterku, situs jejaring sosial yang belum lama kukenal akhirnya kubantai dengan menghapus seluruh list friends yang sudah terhubung. Mungkin kelihatannya konyol, tapi entahlah, memang itu yang kulakukan. Bahkan banyak postingan di situs blog milikku pun tak luput dari acara 'penghapusan jejak' tersebut.
Iqbal seperti orang kebingungan, dia tahu ponselku aktif namun saat dia menelepon tak pernah aku jawab. SMS nya tidak pernah aku balas, YM tidak kuaktifkan dan ketika dia menelepon kantorku kuberitahukan pada sang resepsionis untuk bilang padanya kalau aku sedang online di saluran lain.
Kamis sorenya aku tidak tahan juga untuk tidak mengecek e-mail. Sebuah e-mail dari Iqbal ternyata sudah terkirim.
From: This sender is DomainKeys verified "a**** i****" <*****_*****[email protected]>View contact details To: e****_****@yahoo.com
Elu kenapa Rem? ada yang enggak bisa lu omongin ke gw kah? ya udah. Hari ini pulang kerja gue cuma mau bilang sama elu kalo gue nunggu elu bwt buka puasa di stasiun sebelum kereta pakuan terakhir yang jadwalnya elu udah hapal.
Gw inget elu pernah dengan noraknya ngirim e-mail teks lagu ke gw, nah sebagai gantinya gue kirimin teks lagu ini, kebetulan pas sahur tadi gw liat VK nya di tipi... enjoy! gw harap elu muncul soalnya gw juga muncul waktu elu kirimin e-mail itu, ok?
Kekasih Yang Tak Dianggap
Aku mentari tapi tak menghangatkanmu
Aku pelangi tak memberi warna di hidupmu
Aku sang bulan tak menerangi malammu
Akulah bintang yg hilang ditelan kegelapan
Selalu itu yg kau ucapkan padaku
reff:
Sebagai kekasih yg tak dianggap
Aku hanya bisa mencoba mengalah
Menahan setiap amarah
Aku sang bulan tak menerangi malammu
Aku lah bintang yg hilang ditelan kegelapan
Back to Reff:
Sebagai kekasih yg tak dianggap
Aku hanya bisa mencoba bersabar
Ku yakin kau kan berubah
Back to Reff:
Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com
Dapatkan nama yang Anda sukai!
Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com.
Perutku sakit karena menahan tertawa kegelian membaca e-mail itu. Bisa-bisanya Iqbal mendapatkan lirik lagu Pinkan Mambo dan mengirimkannya untukku.
Akhirnya sore itu semuanya kuceritakan pada Iqbal. Reaksinya ternyata membingungkan. Rupanya Iqbal bukan termasuk orang yang pandai memilih kata-kata penghiburan.
"Hmm.. pantes sabtu kemaren lu tanya-tanya soal pengganti segala." katanya datar.
Aku diam.
"Ya udah Rem, jalanin aja kata dokter... biar lu cepet sembuh." ujarnya lagi.
Kemudian Iqbal merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sesuatu dari dompet lantas menyerahkannya padaku.
"Apa ini?" Tanyaku tak mengerti melihat sebentuk kartu kecil berlaminating dengan tulisan SEPTEMBER 08 yang menyolok.
"Abudemen ekspres..." kata Iqbal. Tentu saja aku tahu itu adalah kartu abudemen berlangganan naik kereta ekspres selama sebulan penuh tanpa harus membeli karcis, walau selama menggunakan kereta, aku belum pernah sekalipun membelinya.
"Buat apa?"
"Yah buat naik kereta lah! kok elu jadi bego begini sih?!"
"Iya tahu... tapi buat apaan ente ngasih ke gue?"
"Supaya elu bisa pulang bareng sama gue tiap sore. Karena gue pengen mulai sekarang kita pulang bareng tiap hari."
"Kan enggak perlu pake abudemen, gue bisa beli karcis sendiri kok!" protesku sambil menyerahkan kembali kartu abudemen itu pada Iqbal.
Iqbal tertawa dan mendorong balik tanganku, "gue kenal banget elu, Rem! elu pasti selalu bakal punya alasan buat enggak bareng sama gue, ya keburu naek ekonomi lah! telanjur beli tiket ekonomi-ac lah!"
Aku terdiam. Kemudian Iqbal melanjutkan, "makanya gue kasih abudemen punya gue ini buat elu soalnya gue hapal betul karakter elu yang bakalan sayang kalo abudemen ini enggak digunain..."
"Bisa aja kan gue sengaja naek yang jam setengah enam bukan yang jam 18.21 yang biasa ente naikin ini?" Aku masih mencoba berkelit.
Iqbal kembali tertawa, "itu juga gue udah hapal karakter elu Rem! paling dua-tiga hari aja elu pake buat naik yang jam setengah enam, trus hari berikutnya elu pasti ngerasa bersalah karena udah pake abudemen pemberian orang tapi enggak mau bareng sama yang ngasih... gue bakalan sabar nunggu dua-tiga hari itu Rem..."
Kata-kata Iqbal membuatku tak dapat mencari bantahan lain untuk beragumen dengannya.
"Rem, disaat kayak gini elu enggak boleh sendiri..."Iqbal berkata dengan serius dan dalam. "Elu enggak boleh terus-terusan sok mandiri, sok kuat ngehadapin semua masalah... kalo elu mau sharing, ya sharing lah sama gue! gue mau ngedengerin apapun proses yang elu jalanin... setiap hari! cariin Buah Merah ke Papua sekalian kalo perlu! Apa gunanya elu temanan sama gue, hah?"
Kalau saja ini bukan di tempat umum, pastilah aku tidak akan sanggup menahan kuat-kuat keran air mata yang nyaris bocor ini. Sebagai gantinya aku menggigit bibir bawahku keras-keras.
"Jalur dua belas, Pakuan Ekspress AC terakhir menuju Bogor persiapan untuk diberangkatkan!" demikian suara announcer stasiun terdengar dari pengeras suara. Aku dan Iqbal kini sudah berada dalam gerbong kereta. Gerbong sudah penuh dengan penumpang, walau beberapa orang yang tidak kebagian tempat duduk dan memilih untuk berdiri atau lesehan masih terhitung sedikit.
"Jangan-jangan sebenarnya Erna Libby itu botak ya?" Aku menggumam tanpa sadar.
"Siapa?" tanya Iqbal tak mengerti.
"Itu... Erna Libby! artis sinetron enggak aktif yang kemarin meninggal gara-gara tumor otak sialan-" Iqbal mengerut kening "-eh iya itu...yang meninggal... dia kan pake jilbab tuh, jangan-jangan sebenernya dia pake jilbab gara-gara kepalanya botak akibat kemoterapi..." kataku serius.
Mendengar kata-kataku Iqbal hanya tertawa dan mengatakan sesuatu yang tidak jelas yang kedengarannya seperti 'terlalu banyak nonton infotainment'.
Pintu-pintu hidrolik gerbong sudah menutup, hembusan pendingin udara membuatku terkantuk-kantuk dan tak bisa menahan kuap.
"Kalo ngantuk tidur aja." kata Iqbal.
"Enggak ah! nanti kalo enggak sadar nyandar di pundak ente gimana? malu kan dilihat orang?"
"Kalo elu nyandar sama cewek di sebelah elu itu, malah lebih malu lagi..."
Aku menoleh ke arah perempuan disebelahku dan memikirkan kata-kata Iqbal. Saat kecepatan kereta mulai melaju semakin kencang, aku tidak dapat menahan rasa letih dan kantuk yang melanda. Aku kemudian berpikir, sepertinya tidak apa-apa kalau aku mengistirahatkan mata ini sejenak saja. Dan selanjutnya aku merasa tubuhku sedikit mengerut ke bawah dan kepalaku bergulir ke samping dan menjadikan pundak Iqbal sebagai sandaran sebelum aku benar-benar tertidur pulas. AKu tidak ingat dengan pasti apa yang sedang kuimpikan, tapi aku yakin aku sedang bermimpi indah saat itu.
Di dalam hati, aku hanya berharap, kisah ini tidak berakhir sampai di sini...
******
-kereta terakhir- end of story -
Tulisan kamu sdh menghibur & menginspirasi ratusan orang di BF...
hampir semua dari kita disini, selalu membuka diary kamu ini, begitu kita membuka BF.
Yang tabah yaaa menjalani pengobatan &
God Bless You our dearest friend!
Jangan putus asa
dan jangan putus cerita
biasanya setiap curhat itu akan memberikan jalan keluar
dan gw yakin curhat bang remy sekian lama dalam bentuk cerita
sudah memberikan jalan keluar bagi permasalahan bang remy sendiri
ya ga??
teruskan curhatnya di forum ini, bang.
dan PASTI akan ada jalan keluar dari masalah yang sekarang
bukan hidup namanya kalau ga ada masalah
masalah yang sekarang hanya satu dari sekian ribu masalah
yang akan terus menerus mendatangi
disaat kita berdiri, duduk dan tidur.
Tahun ini aku harus rajin Shalat Tarawih! tekadku dalam hati. Namun rupanya tradisi jumlah rakaat shalat di Mesjid sekitar perumahanku adalah sebanyak 20 rakaat plus witir. Sempat patah arang, namun aku bertekad menambah pahala di bulan suci ini. Akhirnya malam ke sepuluh aku mencoba shalat tarawih di salah satu mushala tak jauh dari rumah alih-alih ke mesjid seperti biasanya.
Mushala ini sebenarnya masih termasuk dalam lingkungan pesantren. Daerah pemukiman dekat perumahan tempat aku tinggal memang masih sangat kental nuansa keagamaannya, itu sebabnya aku masih sering melihat para santri cilik bolak-balik setiap harinya melewati sekitar perumahan. Nah, kebiasaan yang menyebalkan dari orang saat shalat tarawih adalah, terkadang ada saja dari mereka dipertengahan shalat ngeloyor pergi ke belakang meninggalkan barisannya, sehingga kadangkala aku harus mengalah untuk mengisi shaf yang kosong didepanku karena orang yang tadinya berdiri di situ pergi entah kemana. Saking seringnya, aku akhirnya sampai maju hingga ke barisan terdepan.
Seperti malam itu, aku berdiri tak jauh dari sang Imam. Dengan khusuk aku shalat dan mendengarkan lantunan suara Imam itu. Dari suaranya bisa kutebak kalau si Imam ini masih sangat muda. Akhirnya shalat tarawih usai, sebelum aku bangkit, sang Imam berbalik dan menyalami orang-orang dibelakangnya, dan... OMG! saat aku menjabat tangannya, aku melihat senyum di wajah Imam muda itu sangat menawan! Wow... ganteng sekali! kataku dalam hati. Sepertinya usianya tak lebih dari dua puluh lima tahun. Bahkan janggut tipis yang menghiasi dagunya tidak membuat wajahnya menjadi lebih tua melainkan membuatnya terlihat sangat keren...! ditambah hidungnya yang mancung, mata jernih kecoklatan dan alis tebal yang nyaris bersatu di atas hidungnya seperti milik oscar the grouch. Tanpa sadar aku menjabat tangannya terlalu lama sehingga si Imam menariknya sambil senyum-senyum. (uh.. kegatelan mode : on )
----
Saat dini hari ketika aku sedang di warung nasi membeli santapan untuk sahur, seseorang datang dan menegurku. "Sahur pake nasi uduk A? enggak bosen?"
Aku menoleh dan ternyata si Imam ganteng sudah berdiri disebelahku sambil nyengir. Dia memakai baju koko warna putih bersih, lengkap dengan sarung samarinda hijau pucat dan kopiah coklat rajutan seperti yang dia pakai saat Tarawih kemarin.
"Eh..pak ustad.." sapaku sambil menyalami tangannya."enggak bosen lah! baru malem ini kok beli uduk!"
"Panggil aja Imam..." katanya.
"Oh.. namanya Imam juga? Si Imam yang jadi Imam dong?" ujarku sambil bercanda. Kami berdua tertawa.
"Ikut sahur di mushala aja A? bareng santri cilik. Kebetulan saya emang ngajar di pesantren situ. Ada makanannya kok... lengkap." ajak Imam.
Aku langsung memandang diriku sendiri melihat kalau saat itu aku hanya mengenakan kaus hitam dan celana pendek saja... plus sandal gunung.
"Kok, beli nasi juga di sini?" tanyaku heran.
"Bukan beli nasi, cuma beli gorengannya aja. Habisnya enak pisan..." katanya sambil melihat ke si Ibu penjual nasi sambil tersenyum. Dipuji seperti itu si Ibu tersipu malu.
Aku menerima piring berisi nasi uduk dan membayar pada si Ibu. Si ibu itu lalu dengan riang berceloteh dalam bahasa sunda yang artinya kira-kira 'senang sekali subuh-subuh warungnya sudah dikunjungi dua bujangan cakep' aku dan Imam tertawa mendengar kata-kata si Ibu.
"Jadi enggak A? ikut sahur di mushala?" tanya Imam lagi sebelum dia pergi menuju kegelapan dengan lampu senternya.
Diajakin sahur sama ustad ganteng? mana mungkin nolak?! pikirku dalam hati.
"Eh.. iya! tunggu bentar ya? saya ganti baju dulu.." kataku sambil bergegas ke rumah.
Sambil tersenyum Aku mulai berpikir kalau nanti malam selepas maghrib aku akan datang lebih cepat ke mushala untuk tarawih supaya bisa mengambil posisi di barisan paling depan...
******
Epilog #2
'emang ente berani??'
'hoho.. ya brani lah kang! tibang dari cirebon ke bogor!'
'ada sodara?'
'ga ada. mknya tampung gw yak kl gw dah sampe bogor... wkwkwkwkwk..'
'ih.. ga janji lah ya!'
'yeee.. kang remi harus mau! hohoho...'
'ga janji! enak aja!'
Itulah sebagian cuplikan chat yang lumayan intens antara aku dan seorang anak cowok kelas tiga SMK (eh.. dulu disebut STM ya?) yang tinggal di daerah Cirebon. Anaknya manis, (itu kuketahui dari friendsternya) dan mungkin juga karena kesamaan wilayah leluhur membuatku cepat akrab dengan anak ini melalui chatting.
'member pasif. numpang lewat... ga pernah posting' begitulah dia mengakui mengenal boyzforum dan akhirnya menambahkan aku pada list YM nya. Aku tidak pernah menanggapi serius saat dia berkata kalau suatu saat akan nekat ke Bogor ingin bertemu denganku. Hingga sampai hari itu.
Minggu siang hari ke empatbelas puasa. Aku baru saja selesai merapikan rumah dan mengatur kembali tumpukan novel dan buku-buku yang susunannya sudah tak beraturan di lemari. Nyaris tergoda mengecek isi kulkas karena kehausan, aku buru-buru mengalihkan perhatian pada tumpukan pakaian yang telah selesai kuseterika dan akan memasukkannya ke dalam lemari. Kemudian tak lama ponselku berdering, tumben... anak itu menelepon, biasanya cuma sms saja.
"Halo?"
"Kang! tanggung jawab geura! gue udah sampe terminal baranang siang! gue bingung..."
"Ih! siapa yang nyuruh ente dateng?" tanyaku gemas.
"Akang kejam..." rajuknya di ujung sana. Dari latar belakangnya terdengar suara ribut deru kendaraan dan klakson mobil.
"Pulang balik aja ke Cirebon!" perintahku cemas.
"Enggak mau! capek! mana lagi puasa..." keluhnya.
Otakku berpikir keras mencoba memutuskan akan melakukan apa. Akhirnya aku mengalah. "Ya udah... nanti gue jemput! tungguin! jangan kemana-mana! kalo dah sampe nanti gue telepon lagi ya?"
******
Aku memperlambat laju motor yang kukendarai begitu tiba di sekitar tugu kujang. Kemudian aku meminggirkan motor dan menelepon anak itu. "Ada di sebelah mana?" tanyaku sambil celingukan.
Kemudian anak itu menyebutkan secara spesifik sebuah lokasi dan aku kembali menjalankan motorku menuju tempat yang dia sebutkan.
Di bawah billboard besar pintu masuk Terminal Baranang Siang terdapat sebuah pos Polisi. Disitulah kulihat anak itu duduk tak jauh dari Pos Polisi Tersebut. Dia mengenakan kaus bergaris lengkap dengan jaket hijau tuanya, celana jeans model pensil seperti yang sering dipakai ABG sekarang dan
sepatu basket hitam. Disebelahnya teronggok ransel hitam yang sepertinya nyaris tak dapat lagi menampung apapun yang dimasukkan anak itu ke dalamnya. Aku menghentikan motorku agak jauh dari anak itu mencoba memastikan kalau memang dia orangnya. Sebab, aku menjadi tidak yakin karena wajahnya yang kuingat di foto sangat manis terlihat suntuk sekali.
Tiba-tiba anak itu menoleh ke arahku. Dia mendadak ceria dan membelalakkan mata ketika menatapku yang memang sudah melepas helm dari kepalaku. Dengan segera dia menyambar ranselnya dan berlari kecil ke arahku.
"Kang Remy ya?? aduuh.. seneng banget akhirnya bisa ketemu.." ujarnya dengan nada sangat lega.
"Kok tahu?" tanyaku
"Ya iyalah kang! kan masih inget foto di friendster akang..." katanya sedikit manja.
"Ooh.. ya udah.. kita masuk lagi terminal. Cari bis yang ke Cirebon." ujarku dingin.
"Yeh.. si Akang! meni jahat pisan! gue kan baru nyampe..." protes anak itu.
"Ya emangnya ente mau kemana?"
"Ke rumah akang dong!" ujar anak itu genit dan tanpa meminta izin dariku langsung naik ke motorku.
"Yeee.. siapa yang mau ngajakin ente ke rumah??"
"Bodo amat! minimal buka puasa di rumah akang!" sahutnya sambil memeluk pinggangku, "yuk kang! cepetan!" perintahnya.
"Emang gue tukang ojek??!" sahutku kesal.
******
Be strong my Man...........
luv u
tarik maaaang....