It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dia lagi bersemedi...menunggu saat yang tepat
buat launching tulisannya yang baru...
Soalnya ..cerita yang baru lebih dasyat....
Jadi tambah banyak penggemarnya.. :evil: :evil: :shock: :shock:
Hehe
sotoy juga nih om remi...zzzz
apaan sih..ga ada hubunganya sama lo juga..zzz
nyambung aja... :P
Cape deh..............
Bang Remi sebelum kita-kita pada berantem sendiri2 disini mendingan terusin deh ceritanya.....
Apa perlu ane datengin lagi nih ke rumah....(maunya...)
Siap ngg ane datengin ke rumah.....?? :shock:
Pa kbr pemilik warung? B-)
Apakah suasana lebaran bs menghilangkan sdkt rasa galau d hati? (halah bhs gw!:-P)
WAAAAAAAAAAAAAA!!!
WAAAAAAAAAAAAAAAA!!!
ehm..
sori, tadi cuma narik perhatian aja!
gw orang baru disini n alasan ikut join gara2 baca story-nya si Remi ini!
nah, yang gw penasarin tuh:
FS-NYA SI REMI!
kasi tau alamat fs-nya kek! dari tadi ngomong si Remi cakep, gemes, apalah...
makanya sekarang gw penasaran bgt!!! please ...
bukannya udah ditutup ama dia?
huahuahua..
nggak ada kesempatan liat face nya dia dong..
bego bgt si diriku ini...
Sejak aku mengunduh aplikasi chat pada ponselku, aku seperti keranjingan Online untuk sekadar chatting dengan teman-teman kantor maupun dengan teman di dunia maya. Apalagi sebentar lagi libur panjang Lebaran sudah hampir tiba di depan mata sedangkan akibat kecerobohan adikku karena tidak membayar tagihan, akhirnya aku tidak bisa online di rumah orangtuaku dimana tadinya aku berharap bisa memakai jaringan internet.
Seperti hari itu, malam terakhir sebelum liburan, aku sedang chat dengan anak cowok asal Cirebon yang waktu itu nekad datang sendirian ke kota Bogor. Mau tahu? aku sampai terkikik karena kami berdua membahas soal alat tes kehamilan. Ceritanya begini, tiga hari setelah anak cowok itu dengan betahnya menginap dirumahku, aku memaksanya untuk pulang sampai-sampai aku terpaksa minta izin datang terlambat ke kantor di hari aku mengantarnya pulang di terminal bus kota. Pagi itu bus menuju Cirebon masih sepi. Hanya ada aku, anak cowok itu dan tiga atau empat penumpang yang lain. Aku menemaninya beberapa saat dalam Bus untuk mengobrol terakhir kalinya sebelum dia kembali ke kota asalnya. Anak itu terlihat sangat tidak rela untuk pulang. Aku kemudian mengutak-atik kedua lubang tepat diatas kursi penumpang untuk memastikan pendingin udara yang keluar tidak terlalu meyorot tepat pada wajah si anak cowok itu.
"Kalau ente pulang, mau bilang apa sama orang tua?" tanyaku mencoba mengalihkan perhatiannya yang dari tadi asik memandang ke luar jendela kaca bus.
"Mau bilang nginap di rumah teman..." jawabnya singkat, masih asik memandangi beberapa pengamen di luar.
"Hal pertama yang ente lakuin kalo udah sampe Cirebon apa?" tanyaku.
"Beli test-pack..." katanya singkat.
"Hah?"
"Iya... gue mah berharap kalo beneran hamil... supaya bisa nikah sama akang..." ujarnya dengan nada polos.
Aku tertawa sambil berkata 'bego luh!' lalu menyundul kepalanya dengan tanganku tetapi akhirnya mengacak-acak rambutnya hingga anak itu ikut tertawa.
Masih tertawa, anak cowok itu merapikan rambutnya kembali dan berkata, "Makasih ya kang? udah nampung anak orang... pake ngasih makan buat puasa dan sahur lagi..."
"Hmm.. harusnya gue udah enggak wajib puasa tuh waktu itu, soalnya dah ngasih fidyah ke tuna wisma..." candaku.
"Ih! si akang nyebelin!" katanya kesal sambil meninju bahuku. Aku tertawa.
"Ya udah... gue turun yak? mau naik bus yang ke arah UKI. Hati-hati di jalan dan jangan ngasih uang ke setiap pengamen ya? Ngasihnya kalo mereka nyanyi lagu-lagu Top 40 aja kayak Ungu, D'masiv, atau ST12." Kataku sambil terkekeh dan bangkit dari kursi bus.
"Apaan sih si akang ini kalo pamitan? enggak niat banget..." katanya.
"Enggak niat? beneran! hati-hati di jalan ya, salam sama orang tua." kataku berbasa-basi sambil berjalan menuju pintu.
"Eh! Kang! tunggu!" Panggil anak cowok itu.
"Apaan?"
"Kalo gue beneran hamil, pokoknya akang harus dateng ke rumah buat ngelamar!" sahutnya cukup kencang sehingga membuatku celingukan memastikan tak ada penumpang lain yang mendengar.
"Iya! Berisik! tes aja dulu... kalo hasilnya positif telepon gue! Paling juga gue udah ganti nomor baru... Hahaha" Ujarku sehingga membuat si Anak Cowok itu memberengut kesal sambil memukul-mukul tangannya pada jok kursi bus.
*****
"Dapet voucher belanja dari Metro TV, A!" sahut adikku senang sambil menunjukkan berlembar-lembar voucher senilai beberapa ratus ribu.
"Maksud lo apaan?" tanyaku sambil terus melanjutkan chat via ponsel.
"Yah! Anterin atuh ke supermarket!"
"Maleh ah! panas! lagian go-ut blom mandi!" tolakku.
Namun aku tidak bisa menolak saat Mama memaksaku mengantar adikku ke supermarket besar yang jaraknya sekitar 15 menit dari rumahku bila menggunakan motor. Namun karena panas, Adikku tidak mau pergi dengan diantar motor melainkan menyuruh aku mengendarai Honda Jazz biru milik Papa. Aku yang belum begitu mahir mengemudi sebenarnya agak keberatan, namun aku sepertinya tidak memiliki pilihan lain saat itu.
Yah, itulah! alih profesi menjadi supir juga kulakoni saat hari pertama Idul Fitri. Setelah puas berkeliling kampung, aku terpaksa ikut ke rumah Kakak perempuan Papa di Jakarta. Biasanya aku tidak pernah mau ikut ke rumah kakak tertua Papa itu saat lebaran. Namun kondisi kesehatan Papa tahun ini membuatnya tidak bisa mengemudikan mobil terlalu lama, sehingga lagi-lagi aku terpaksa menjadi supir.
Mari kuceritakan sedikit mengenai keluarga Papa. Papa adalah anak ke-empat sekaligus anak laki-laki pertama dari sembilan bersaudara. Saudara-saudara Papa menikah dengan orang dari beragam suku, ada yang dari Jawa, Sunda seperti mamaku, Padang, Kalimantan dan Bali. Lucunya, panggilan kepada saudara sepupuku kusesuaikan dengan kebiasaan keluarga mereka. Seperti misalnya, aku akan memanggil Uda dan Uni pada kakak sepupuku yang kebetulan memiliki orangtua dari suku padang. Begitu pun adik sepupu aku akan memanggilku dan saudaraku dengan sebutan A'a dan Teteh. Nah, kakak tertua Papa ini menikah dengan lelaki suku Jawa asal Kertasana, makanya aku memanggilnya dengan sebutan Pakde sedangkan pada anak-anaknya aku memanggil mereka dengan sebutan Mas dan Mbak.
*****
Bisa dibilang sudah nyaris sepuluh tahun aku tidak pernah mengunjungi rumah Pakde Mul. Pakde Mul adalah seorang pensiunan Marinir dan tinggal di kompleks TNI-Angkatan Laut di kawasan kelapa gading barat. Aku ingat dahulu saat liburan sekolah, aku pasti bermain dan menginap di sana sesekali sambil mengunjungi Kelapa Gading Mall, satu-satunya Mal terdekat dengan rumah Pakde saat itu. Aku suka karena aku biasanya pergi ke rumah pakde dengan menumpangi Bus bertingkat yang saat itu masih beroperasi. Aku sendiri lupa, mengapa tiba-tiba aku sepertinya mulai enggan untuk pergi ke sana. Seperti Trauma pada sesuatu aku selalu menolak saat diajak ikut ke rumah pakde sejak bertahun-tahun lalu.
Pakde yang menikahi kakak perempuan ayah memiliki tiga orang anak; Rigus, Riana dan Ricky. Anak pertama, laki-laki, mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang marinir. Dia sangat Tampan, aku sering mengagumi dia yang kini berusia 43 tahun itu saat dia memakai pakaian kebesaran TNI-Angkatan Laut yang serba putih. Mas Rigus sudah berkeluarga dan memiliki tiga orang anak. Anak kedua bernama Riana, cantik, dan sempat menjajal profesi sebagai model majalah remaja di penghujung tahun delapan-puluhan sebelum akhirnya menikah muda di usia 19 tahun. Bagaimana dengan Ricky? dari tiga bersaudara itu Ricky adalah anak yang paling pendiam. Kalau hitunganku tidak salah, tentunya dia sekarang sudah menginjak usia 34 atau 35 tahun, namun belum juga menikah. Sama seperti diriku dia kurang begitu suka untuk pergi menghadiri acara keluarga hingga aku sendiri sudah lupa bagaimana wajahnya. Sempat sekali waktu aku melihat sosoknya pada foto pernikahan adik sepupuku tiga tahun lalu yang kebetulan tidak kuhadiri sedangkan Mas Ricky kebetulan datang.
"Ini Mas Ricky?" tanyaku saat itu pada adik ketika melihat sosoknya yang terlihat dari belakang.
"Iya. Gemuk banget sekarang. Dia kerjanya jadi satpam di Bank." Kata Adikku.
*****
Akhirnya kami sekeluarga tiba di Rumah pakde Mul setelah sebelumnya kami tersesat karena lupa jalan dan dengan sok tahu mengabaikan petunjuk jalan dari Papa sehingga kami sempat bertengkar beberapa saat karena aku tidak mau mengalah mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Papa.
Saat itu rumah pakde sudah agak sepi, hanya ada Pakde dan kakak perempuan Papa serta Mas Rigus, sedangkan istrinya Mas Rigus dan ketiga anaknya sudah kembali ke rumah. Mbak Riana tiak kelihatan, mungkin dia dan suaminya belum tiba dari rumahnya di kawasan Ciputat. Sedangkan Mas Ricky aku belum melihatnya. Setelah aku dan Mas Rigus asyik mengobrol beberapa saat dan mengambil kesempatan ini untuk mengagumi kegagahan dan ketampanannya, (can't help it! he's so handsome! ) akhirnya Pakde memanggilku untuk menemui Mas Ricky. Saat aku keluar, aku melihat sosok yang sama sekali tidak aku kenali yang ternyata adalah Mas Ricky! dia lebih tinggi dariku, badannya yang terakhir kali kulihat sangat gemuk di foto, kini jauh lebih langsing dan berotot. Senyum yang tampaknya berasal dari jiwa yang sangat percaya diri mengembang lebar di wajahnya sehingga wajahnya yang sudah tampan itu terlihat makin rupawan.
"Apa kabar Rem? minal Aidin walfaidzin ya.." katanya sambil mengulurkan tangan.
Waktu silaturrahim lebaran beberapa waktu yang lalu di Bontang, ada satu keluarga yang ayah dan satu anaknya mengidap kanker/tumor otak.
sudah dua bulan ini check up terus ke RS Pupuk Kaltim. Dokternya mengatakan bahwa 4 kali check up terakhir menunjukkan bahwa tumor di kedua orang tersebut sudah hilang.
waktu gw tanya bgmana caranya, si ayah langsung menghidangkan kopi.
karena memang gw penggemar kopi, langsung aja gw minum tuh kopi.
performance-nya mirip kopi mix.
ternyata kopinya adalah kopi RADIX produk dari HPA (Herba Penawar Al Wahida).
boleh dicoba tuh bang.
Wah.. makasih ya infonya... ntar ane coba cari tahu... Thanks...
Siapapun bakal ngakuin kalo elo itu top banget menggambarkan sebuah cerita, tapi kalo ini kisah nyata kenapa gua berasa lo itu gabungan antara Michael yg baek, polos tapi bitch macam brian yak (QAF: American Version) hehehe
Eniwei keep up the goodwork Rem, sayang lo pasti mikir 1 juta kali buat bikin novel beneran karena adat timur kita yg bisa membuat lo mati di tengah jalan tiba-tiba kalo bikin novel gay...
At least we all appreciate your writings, biar gak mungkin berkarya di luaran sana, karya lo disini kita hargai banget!... jadi next story sepupu lo nih yg menemani kehangatan di malam dingin? aiihhh remmm... coba di data sudah berapa "batang" ya lo tekuni sejak brojol ampe sekarang?!?! heheheh