It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hore dilanjut,,,,
bukan gara2 itu kok om..gw dah tanya sendiri sama dia..
Buat temen temen yg merasa telah mengecewakan Remy ..please deh...jangan nambah2in kesedihan yg sedang dialami Remy...
Remy itu asset dari forum ini...lewat tulisannya kita banyak menimba dan belajar dari pengalamannya...
Trus buat Remy , aku harap jangan cepat putus asa ..gw tau kamu pasti kuat dan mungkin masalah yg sedang kamu alami ini adalah bagian dari pengalaman hidup yg memang harus dijalani...
Trus buat temen temen yg masih peduli sama Remy mari sama2 kita doakan semoga masalah yg sedang dihadapi Remy bisa dilalui dengan baik..
Rem...gw dan temen temen BF pasti ngedukung kamu.....
"Maksud ente apaan?" Tanyaku dengan tawa gugup.
"Enggak... cuma heran aja." Yudha kembali menatap layar lebar kosong di depan.
Kami tidak berkata apa-apa selama film diputar. Aku bahkan merasa tidak dapat berkonsentrasi mengikuti alur cerita film tersebut karena memikirkan perkataan Yudha ditambah lagi kini migren ku kembali kambuh hingga aku merasa sebelah pandanganku kabur dan merasa mual.
Film telah selesai. Tadinya aku berniat tidak mengantarkan Yudha ke rumahnya (kami berdua jalan-jalan dengan motorku, dan Ya! aku memang menikmati pinggangku sesekali di rangkul oleh Yudha sepanjang perjalanan tadi)
"Tanggung Rem, anterin gue pulang dulu kenapa?" pintanya.
Yudha tidak mengerti alasanku untuk tidak terlalu lama berdekat-dekatan dengannya karena hanya akan mengembalikan ingatanku pada masa kami kuliah dulu. Tetapi aku menyerah dan dengan malas-malasan aku mengantarkan Yudha pulang.
----
Rumah Yudha berada agak di pinggiran kota. Untuk menuju rumahnya aku harus beberapa kali berbelok di lingkungan padat penduduk menyusuri gang-gang yang lumayan sempit sehingga aku hanya dapat memacu motorku dengan kecepatan yang sangat rendah. Apalagi saat itu sudah lewat jam sepuluh malam. Ketika tiba di rumahnya, aku mendapati bentuk rumah Yudha sudah jauh berbeda dibandingkan saat aku main ke rumahnya sembilan tahun lalu. Rumah Yudha telah dibangun bertingkat. Kini tak ada lagi pekarangan yang tersisa, digantikan lantai semen dengan ruang tamu yang lebih menjorok ke depan di sisi lainnya. Aku ragu untuk masuk dan mampir dan Yudha menangkap gelagatku.
"Elu kenapa sih Rem? kayaknya gue ngerasa elu enggak semangat ketemu gue seharian ini. Emang gue salah apa sih sama elu Rem?" Kata Yudha kesal.
Yang kukhawatirkan terjadi. Walau aku sangat ingin pergi secepatnya dari rumah Yudha, aku tidak tega menolak permintaan mamanya yang memintaku untuk ikut makan malam dan menginap di rumahnya. Mungkin dalam hati aku hanya sekadar ingin membuktikan bahwa pikiran Yudha yang menganggap aku membencinya adalah salah! tapi juga aku khawatir dengan kebiasaanku inap-menginap di rumah orang lain akan menjadi sesuatu yang akan kusesali dikemudian hari, istilahnya aku benci dengan kalimat 'one thing leads to another...'. Tapi aku juga kembali berfikir, tak selamanya inap-menginap ini berakhir dengan kegiatan ranjang. Aku lalu menghitung-hitung dikepalaku, dengan Paul, sudah pasti. Hasan? pertama kali memang tidak terjadi apa-apa saat menginap di rumahnya, tapi saat dia menginap di rumahku? Aaaah... aku menggaruk-garuk kepala dan berkesimpulan, semua hanya tinggal menunggu waktu saja rupanya! keluhku dalam hati.
----
Makan malam telah selesai, perutku masih mencerna gurame goreng lezat masakan mamanya Yudha ketika aku mengikuti Yudha masuk ke kamarnya, atau lebih tepat, bekas kamarnya dulu, karena kamar ini tampaknya hanya kamar tamu saja tanpa ada sedikitpun barang-barang yang menandakan bahwa Yudha adalah pemilik sah kamar ini, kecuali lemari kayu besar kuno yang seingatku telah ada sejak pertama kali aku main ke rumah ini dulu.
Aku duduk di pinggiran ranjang springbed berukuran king-size dengan sprei biru muda cerah sementara Yudha membuka lemari kayu itu dan mencari-cari sesuatu. Setelah berhasil menemukan apa yang dicarinya dia menarik sebuah kaus putih bersih bertuliskan D&G besar berwarna hitam di bagian depannya. Sejenak dia memandangi kaus itu, tampaknya sedang menimbang-nimbang sesuatu, lalu dia mengangkat kaus itu dan memperlihatkan padaku sambil menatap seolah bertanya 'yang ini gapapa?'
Aku mengangguk tanda setuju dan Yudha kemudian melemparkan kaus itu hingga tepat mengenai wajahku. Tak lama kemudian dengan cueknya dia melepas switer merah-batanya begitu saja dan melemparnya ke sebuah meja hingga aku buru-buru mengalihkan pandanganku. "Gue mandi duluan ya? lu kalo mau nonton TV stel aja sendiri.." katanya sambil menunjuk ke arah TV di sudut ruangan. Lalu Yudha keluar kamar setelah sebelumnya menyambar handuk yang tergantung dibalik pintu. Aku mengawasi Yudha menghilang keluar kamar dan mau tak mau sempat mengagumi punggungnya yang kelihatan sangat kokoh dengan lekukan garis sempurna pada bagian tengahnya.
Setelah aku selesai mandi dan mengganti pakaianku dengan kaus putih pemberian Yudha tadi dan sebuah celana pendek selutut, aku kembali ke kamar sambil menggosok-gosok kepalaku dengan handuk. Yudha sudah ada di ranjang dan berbaring dengan posisi tengkurap sambil menonton TV dan mengganti-ganti salurannya dengan remote. Dia hanya menggunakan celana training coklat dan kaus biru tanpa lengan sehingga menampakkan otot bisep dan trisepnya yang terpahat sempurna. Aku duduk agak jauh darinya sambil kembali mencari-cari botol air mineral dan obat sakit kepala dalam ranselku. Setelah menemukannya aku buru-buru meminumnya karena aku merasa migrenku mulai kambuh.
"Cewek kamu ditinggal Yud?" tanyaku membuka percakapan. Yudha menatapku agak lama, kemudian dia meraih dompetnya di atas meja dan mengeluarkan sesuatu dari salah satu kantungnya, dan menyerahkannya padaku. Rupanya foto seorang gadis cantik berkulit putih berambut panjang melewati bahu sedang duduk santai di sebuah sofa dengan hanya mengenakan kemeja putih pria yang ukurannya kebesaran bagi si gadis itu namun efeknya membuat si gadis tampak sensual karena panjangnya kemeja putih itu hanya mampu menutupi sebagian kecil pahanya yang bersih.
Aku hanya tersenyum memandangi foto itu yang ujung atas sebelah kanannya bergaris karena terlipat, dan berkomentar singkat "manis juga..." Yudha melihatku sambil tersenyum. "Dia orang Manado Rem, gue kenal sama dia waktu kapal tempat gue kerja ngantar barang ke sana." Yudha berkata sambil meraih foto yang kukembalikan padanya.
Saat itu baru kuperhatikan, celana training yang dipakai Yudha mencetak sempurna bentuk pantatnya yang berarti dia tidak memakai dalaman apapun dibalik celana trainingnya tersebut. Itu artinya juga, kalau Yudha berbalik, maka aku akan dapat melihat dengan jelas...
"Elu enggak ngehubungin pacar elu Rem?" Ucapan Yudha membuyarkan pikiranku.
"Eh, apa?" tanyaku gelagapan.
"Pacar elu! kan elu nginep di sini! entar kalo dia cemburu bahaya kan?"
"Oh... eh.. iya." kataku sambil meraih ponsel yang tadi kuletakkan di atas meja.
"Sebentar ya?". Kemudian aku keluar kamar dan mencoba menghubungi nomor Iqbal.
"Halo?" Kata Iqbal di ujung sana.
"Ng.. ente mampir ke rumah hari ini?" tanyaku.
"Enggak Rem, emang kenapa?"
"Gue nginep di rumah temen, ada acara..."
"Oh, ya udah... semalem aja kan?"
"Iya."
Kami terdiam sesaat kemudian Iqbal bertanya sesuatu, "Eh iya Rem! siapa sih sebenernya Fe yang lu suruh gue add di YM? temen chatting? Lu cerita apa aja sama dia soal kita?"
Aku tersenyum geli membayangkan percakapan antara Fe dengan Iqbal. Pasti Iqbal berusaha kuat menyembunyikan hubungan kami berdua. Aku memang berniat ingin menggoda Iqbal.
"Gue enggak cerita apa-apaan kok! terus yang satu lagi udah ente add belom?" Tanyaku lagi. Aku memang memberikan dua YM ID member BF pada Iqbal dan memaksanya untuk di Add karena aku iseng ingin mempermainkannya.
"Belum! enggak mau ah!"
"Yeh... gimana sih?" ujarku dengan nada kecewa yang dibuat-buat.
"Ya udah.. ntar kapan-kapan kalo gue inget!" Sahut Iqbal kesal sebelum menutup teleponnya.
Aku terkikik geli dengan sikapnya.
Aku kemudian kembali ke kamar. Yudha sudah mengganti posisi tidurnya dan kini sedang berbaring terlentang, kedua lengannya dia selipkan dibawah bantal dan matanya fokus memandang layar televisi. AKu selalu menganggap posisi tidur yang Yudha lakukan adalah pose seksi seorang cowok, dimana aku bisa melihat jelas ketiaknya yang ditumbuhi rambut tipis, apalagi kalau si cowok bertelanjang dada... tapi sayang, kaus tanpa lengan itu menghalangi pemandangan bagus dibaliknya dan sesuatu yang kuharapkan dapat kulihat dengan jelas saat Yudha berbalik, ternyata tidak terlihat karena Yudha telah menarik selimut hingga batas pinggangnya. Dari dulu aku selalu beranggapan kalau Yudha mengingatkanku pada tokoh Jake Hanson di serial Melrose Place dengan versi Melayu tentu saja.
Aku menghela napas sedikit kecewa dan berjalan menuju ranjang. Aku benar-benar tidak berpikir akan tidur satu ranjang dengan Yudha malam itu. Makanya aku meraih bantal dan guling di ranjang berniat untuk membawanya ke ruang tamu.
"Mau dikemanain tuh bantal?" Tanya Yudha keheranan melihat aku beranjak hendak keluar kamar sambil membawa bantal dan guling.
"Mau tidur di ruang tamu..." kataku.
Yudha tertawa,"kenapa Rem? lu takut gue apa-apain? gue masih normal Rem!" katanya.
Iya! mungkin ente normal! tapi kan gue enggak! sungutku dalam hati.
"Kayak belum pernah aja tidur berdua di sini! dulu juga kan elu pernah nginep berapa kali di sini Rem, inget gak?" Yudha mengingatkan.
Tentu saja aku masih ingat! kira-kira tiga atau empat kali aku pernah menginap di rumah ini . Bahkan suatu kali aku menginap, aku melakukan sesuatu pada Yudha yang masih aku ingat sampai hari ini...
Kemudian aku mengalah dan mengembalikan bantal itu ke tempatnya dan berbaring di sebelah Yudha. Malam itu sebenarnya cukup dingin, namun aku merasa kepanasan sehingga menggeser selimut enggan untuk memakainya. Aku tidak dapat memejamkan mataku dan akibatnya aku hanya menatap langit-langit kamar Yudha.
"Dispenser..." Kata Yudha tiba-tiba sambil tersenyum.
"Hah?" aku menoleh padanya tak mengerti.
"Gue enggak nyangka bisa dapat uang tambahan cuma dengan jual dispenser Rem! padahal dispenser air galonan itu dari pulau Jawa harganya enggak sampai seratus ribu perak! tapi banyak yang nawar sampai tiga ratus lima puluh ribu begitu gue tawarin di daerah Papua sana!" jelas Yudha."Lumayan lah, itung-itung cari keuntungan kerja di kapal laut kayak gue gini..."
Aku tertawa pelan lalu mengalihkan topik, "Bener gak sih, kalo cowok yang kerjanya di kapal laut kayak ente kebanyakan enggak setia? menebar cinta sesaat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain?"
Yudha menoleh seolah tidak percaya aku menanyakan hal seperti itu. Kelihatannya dia agak ragu menjawab, namun akhirnya dia berkata sesuatu juga."Gue akuin sebelum ketemu cewek gue... yah, beberapa kali lah! itu juga karena enggak enak diajak temen. Tapi sekarang gue coba setia. Gue enggak pergi ke tempat-tempat kayak gituan lagi cuma sekadar cari cewek!"
Mungkin ini agak menggelikan, Tetapi aku merasa agak iri dengan cewek-cewek yang ditiduri Yudha di sebuah pelabuhan entah dimana untuk kencan sesaat.
"Playing safe?" tanyaku lagi.
"Always..." Jawab Yudha cepat. Aku tersenyum geli.
"Kecuali... waktu di kapal..." lanjut Yudha dengan suara pelan.
Aku membelalak tak percaya mendengar perkataan Yudha. "Gak usah ngeliatin gue kayak gitu Rem!" protes Yudha sambil memukul wajahku dengan bantal. Aku tertawa. "Dan gue juga yakin... gue enggak tertular penyakit HIV atau apa gitu..." Kata Yudha lagi seperti ragu untuk menceritakan.
Dengan antusias aku membalik badanku mencoba mendengar cerita Yudha lebih lanjut. "Terus?" tanyaku. "emang ente udah pernah tes HIV dan hasilnya negatif?"
Yudha memandangku ragu seakan berpikir keras memilih untuk bercerita atau tidak. Lalu dengan helaan nafas berat dia melanjutkan dengan suara pelan "Yah... setahu gue sih... kalo kayak gitu enggak bakal nularin penyakit..."
Aku semakin tak mengerti. Yudha kembali menghela nafas dan kembali meneruskan ceritanya "Ada satu orang cowok di kapal...." Yudha belum menyelesaikan kalimatnya, aku sudah melotot tak percaya dengan mulut terbuka lebar lalu menekap mulutku dengan sebelah tangan. "Biasa aja dong Rem!" kata Yudha kesal sambil kembali memukulkan bantal ke wajahku. Aku tertawa panjang melihat tingkahnya, "Mau gue terusin gak?!" tanyanya kesal. Aku mengangguk sambil berusaha menahan tawa.
"Ada satu orang cowok di kapal... Gue ngerasa ni anak agak aneh, dia masih muda, sekitar sembilan belas atau dua puluh tahun. Anaknya lumayan cakep sih, langsing, putih bersih... bahkan gue sering ngerasa dia tuh enggak cocok kerja di tempat keras kayak di kapal laut. Kadangkala gue ngerasa kasihan sama dia, gue bantu sebisanya kalau dia kesulitan ngangkat barang atau apa..." Yudha bercerita sambil menatap langit-langit.
"Anaknya juga kelihatannya enggak mau macam-macam... dia enggak pernah mau diajak temen-temen yang lain buat 'seneng-seneng' di pelabuhan kalau kebetulan kapal lagi merapat. Paling dia cuma senyum-senyum aja nolak dengan halus, sementara gue yang emang udah janji ke diri sendiri buat setia enggak pernah mau ikut lagi acara begituan..."
Aku mendengarkan dengan seksama cerita yudha bahkan kini sudah menopang daguku dengan sebelah tangan. Yudha melanjutkan, "Akhirnya suatu saat gue ajak dia ke kosan gue di Surabaya karena dia bingung enggak tahu harus kemana. Gue sebenernya saat itu lagi mupeng Rem!" Nada bicara Yudha mendadak seperti memohon pembenaran akan sesuatu."Trus gue emang lagi enggak mau.. yah, lu tahu lah... sendiri... makanya waktu anak cowok itu bilang sesuatu, gue langsung terpengaruh..."
"Emang tuh anak ngomong apaan?" tanyaku penasaran.
"Ng... dia bilang... gue enggak bakalan berubah jadi gay kalo cuma sekali aja di-sepong sama cowok..."
Aku berusaha kuat menahan tawa. Dalam hati aku salut dan kagum pada keberanian anak cowok yang hanya kukenal dari cerita Yudha itu. sialan luh! trik gue dipake sama ente! gila! gue salut ama ente bisa ngerayu si Yudha! pujiku dalam hati.
"Terus?" tanyaku makin antusias. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa seseorang nun jauh disana sudah melancarkan trik merayu seorang cowok straight yang kuketahui juga dari internet.
"Ya... akhirnya kejadian -gue emang lagi mendesak waktu itu Rem!- dia bilang gapapa kalo gue enggak ng... nyepong punya dia, katanya, senang sudah bisa membantu... lagian kayaknya bener apa yang dia bilang... cuma cowok yang tahu caranya memperlakukan ...ng... barang miliknya sendiri."
Kata-kata yang meluncur lugas dari mulut Yudha semakin membuatku sulit menahan tawa, sampai-sampai aku bertekad akan langsung memberi selamat dan bahkan bersulang untuk cowok itu seandainya Yudha mempertemukan aku dengannya.
Aku terbatuk-batuk sesaat dan berdeham sebelum bertanya pada Yudha, "tapi bener cuma sekali itu kan? enggak ketagihan kan?" Namun Yudha memandangku dengan tatapan yang mengisyaratkan sebaliknya. Aku tak bisa lagi menahan tawa hingga akhirnya aku terbahak-bahak. Yudha kembali memukul kepalaku berkali-kali dengan bantal.
"Waktu itu Rem...!" katanya, "waktu itu gue sange lagi... akhirnya gue datengin kamar dia. Gue enggak nyangka dia bakalan mau lagi, tapi emang dia ngajuin syarat... untuk yang kedua, dia bilang gue enggak perlu bales nyepong dia, cuma gue harus ngebiarin dia..." Yudha melanjutkan dengan memberi contoh gerakan kedua tangannya meraba-raba dadanya sendiri sambil sesekali memelintir putingnya yang kecoklatan. Terus terang, aku yang mendengar ceritanya menjadi ikut terangsang."sempet risih juga sama syarat dia, tapi akhirnya gue laku-in juga... gue tutup aja muka gue sama bantal enggak mau liat waktu tangan dia mulai..." Yudha terbatuk sesaat"... gue bayangin aja yang ngelakuin itu semua adalah cewek!"
"Lantas?" tanyaku kemudian. Yudha menggeleng, "susah Rem! gue susah ngebayangin kalo yang ngelakuin adalah cewek, karena rasanya beda! mau enggak mau gue akhirnya ngebandingin..."
"Jadi... kesimpulannya sekarang ente..." tanyaku hati-hati.
"Gila! enggak lah! gue masih tetep normal Rem!... tapi... gue sempet minta juga yang ketiga kalinya..." lanjutnya lagi tidak yakin. Aku mau tidak mau menjadi gemas dengan sikap Yudha yang plin-plan.
"Ente bilang enggak ketagihan tapi masih minta buat ketiga kalinya?" tanyaku mengulang kalimatnya.
Yudha tidak menjawab, sekarang dia memain-mainkan jarinya sendiri, "Ternyata syarat yang ketiga lebih berat, cowok itu.." Yudha berdeham,".. cowok itu minta gue bikin turn-on dia dulu. soalnya dia bilang waktu itu dia lagi enggak mood... Cuma pas gue mulai.. ng.. bikin dia terangsang, gue ngerasa aneh dan akhirnya berhenti ciumin dia... maksud gue, gue enggak lanjutin kalo syaratnya gue harus foreplay dulu ke dia..."
'Selfish Bastard!' aku memaki Yudha dalam hati. "Sekarang intinya apa, ente cerita begini sama gue?" tanyaku mulai sebal dan tak sabar.
Yudha terdiam agak lama. Lalu dengan nada pelan dia berkata, "gue enggak tidur waktu itu Rem... waktu elu pernah nginep di sini..."
Jantungku berdebar kencang. Mungkinkah peristiwa itu yang Yudha maksud? Bahwa aku pernah melakukan sesuatu pada Yudha saat aku tidur dengannya dan dia menyadarinya?
pasti yudha tahu ya ttg kamu
lanjut...
mank dulu bung Remy ngapaen..hehe..
ayo lanjutin rem!!
critanya super keren!
salut bwt remy!
hehehe..