BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

HEART STATION

1394042444599

Comments

  • loh remi kenaposeee kok jadi hopelesss begitu seeh
    paling gak lu bisa cerita di sini kan!!!


    reach my hand when you feel down
  • please deh rem....... loe lagi PMS or gimana nih? bukan gara-gara gue kan? kalo iya, gue minta maap dah! :?
  • rem, lo kenapa???m035.gif

    jangan m152.gif ya rem,,,

    klo ada yg bs gw bantu, pasti gw bantu! gw slalu ada kok klo lo mo sharing...m003.gif


    moga masalah2 lo bs cpt selesai, smangat rem!!!
    ole.gif
  • edited September 2008
    ..........

    Lalu...
    Pernah enggak kamu ngerasa saat kita di atap sebuah bangunan tinggi sebuah pikiran akan muncul jika kamu memandang ke bawah? Itulah yang saya rasakan saat saya berada di puncak bangunan kantor saya saat istirahat dan menikmati angin. Pikiran bahwa betapa enaknya apabila kita melompat maka semua beban akan hilang. Ayolah... begitu mudah kan? tinggal angkat kakimu saja... dan kamu akan melayang sesaat seperti burung sebelum melupakan segalanya... begitu terus suara-suara yang terdengar pada otakku....

    ..........

    PERNAH....

    tapi waktu pas gw mau terjun, tiba2 gw dingetin sesuatu.......................
    rumah gw dan seisinya, mobil gw, studio gw...., semuanya udah lunas...... enak banget ntar orang yang nikmatin setelah gw mati..................

    hahahahaha........
    :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol:

    tapi gw akuin kalo lo tuh hebat rem
    tulisan lo bisa bikin perasaan gw terbolak balik.

    kadang gw cinta banget sama lo
    kadang gw juga benci banget :evil:
    kadang gw iri
    kadang gw kasian
    kadang juga bikin gw penasaran

    ..............


    tapi hati2 aja rem, Tuhan udah kasih kecerdasan segitu banyak sama lo.
    jangan sampe lo terlalu jauh melangkah, saking jauhnya, sampe ga bisa balik lagi.

    mumpung ini bulan puasa,
    sengaja gw tutup dengan pesan moral.
    ga biasanya.
    :)
  • remy... kenapa dirimu...?? :?: :?:
  • jckjackme wrote:
    remii.. :(


    ini mimpi gw aja kan?? ada ap sih sebenernya??


    bener2 nangis gw rem...

    pasti gara gara ini
    jckjackme wrote:
    wah.. rem.


    sori...kayaknya gw dah nyambung sama paladin nih..


    wahhahahha.... :P
  • sylvesters wrote:
    udah jadi tipikal kali,
    cewe cinta mati cowo gay
    cowo gay cinta mati cowo str8/merit
    dll, dsb ..
    jadi inget si A (cewek) naksir gw. Gw ndiri naksir E (cowok), tapi sebatas secret admirer. Tapi kayaxnya si E tau gw naksir dia. Eh, si E ternyata ngincer A.
    Gw gak tanggapin cinta A.
    Tahu tahu A dan E married. Bingung gak tuh...
  • ..........

    Aku yakin ini bukan karena aku menatap terlalu lama layar komputer hingga mataku terasa perih dan berkaca-kaca. Aku merasakan tanganku bergetar setiap kali menekan tombol mouse untuk memilih 'yes' setiap konfirmasi menghapus friend pada akun friendsterku muncul. Hati ini makin terasa sakit seolah-olah setiap akun friendster yang kuhapus menambah sebuah jarum yang menancap di situ. Akhirnya tinggal tersisa satu... satu-satunya orang yang benar-benar kuharap bisa membaca pesan terakhir yang ku simpan pada kolom komentar dan testimoni pada profilku (setelah sebelumnya kuhapus semua testimoni dari yang lain dengan hati tersayat-sayat) kuatir kalau-kalau orang itu tidak membacanya pada pesan pribadi yang kukirim....

    ..........

    Lalu...
    Pernah enggak kamu ngerasa saat kita di atap sebuah bangunan tinggi sebuah pikiran akan muncul jika kamu memandang ke bawah? Itulah yang saya rasakan saat saya berada di puncak bangunan kantor saya saat istirahat dan menikmati angin. Pikiran bahwa betapa enaknya apabila kita melompat maka semua beban akan hilang. Ayolah... begitu mudah kan? tinggal angkat kakimu saja... dan kamu akan melayang sesaat seperti burung sebelum melupakan segalanya... begitu terus suara-suara yang terdengar pada otakku....

    ..........

    Cerita yang ini maksudnya apa? Emang si remy kenapa sih? :? :?
  • Wah pantes gw ga bisa nge-view fs Remy lagi..lha wong ternyata dah di delete :lol:
  • wish u the best aja ya.

    ingat klo kematian itu bkn akhir.. tapi awal dari suatu samudra yang lebih luas...

    jangan karena menganggap setelah mati,, hubungan kita dengan segala sesuatu di dunia itu sudah terlepas semua.
    tapi apa yang yang kita lakukan semasa hidup sampai nafas terakhir,, pasti bakal ada pertanggungjawabannya..


    jangan sampai melakukan tindakan yang bodoh y..
  • sylvesters wrote:
    wish u the best aja ya.

    ingat klo kematian itu bkn akhir.. tapi awal dari suatu samudra yang lebih luas...

    jangan karena menganggap setelah mati,, hubungan kita dengan segala sesuatu di dunia itu sudah terlepas semua.
    tapi apa yang yang kita lakukan semasa hidup sampai nafas terakhir,, pasti bakal ada pertanggungjawabannya..


    jangan sampai melakukan tindakan yang bodoh y..
    :shock: :shock: :shock:

    bijaksana skali... :shock:

    apakah ini jeritan dari cinta yang bertepuk sebelah tangan...???
  • Ane kejar setoran...

    YUDHA

    Biasanya kalau ada seseorang yang merokok di dekatku aku akan segera membuat gerakan mengibaskan tangan apabila asapnya mulai mengepung wajahku, termasuk kulakukan pada Iqbal. Namun anehnya saat asap rokok Yudha mulai membuat mataku agak perih, aku membiarkannya dan malahan terus menyantap lasagna yang ada di hadapanku.

    "Eits! sori Rem.." Kata Yudha buru-buru mematikan rokoknya.

    Itu bukan salah Yudha. Kami berdua memang sedang makan di sebuah restoran makaroni di Bogor sabtu pagi itu. Kami duduk di salah satu meja teras di pinggir taman bangunan restoran yang teduh sehingga kami bisa melihat jelas pepohonan besar di sisi kanan-kiri Jalan Salak. Tidak ada peraturan untuk tidak boleh merokok di luar sini, pikirku. Makanya dari tadi aku membiarkan Yudha merokok setelah dia habis menyantap makaroni panggang spesial pesanannya sementara aku masih berjuang mencoba menghabiskan sebanyak mungkin lasagna ukuran medium pesananku sendiri.

    "Enggak apa-apa Yud!" Kataku sambil berusaha tersenyum. "Bantuin gue habisin ini dong!" Pintaku pada Yudha sambil mendorong piring berisi lasagna itu lebih maju ke depan.

    Yudha nyengir menertawakan aku namun dia meraih juga garpu miliknya dan mengambil sepotong lasagna dari piring. Sejenak aku perhatikan kembali wajah Yudha. Kulit kemudaannya yang dulu kuingat telah berubah kecoklatan. Aku bisa melihat tumpukan kulit kapalan di jari-jarinya yang terlihat agak kasar. Wajahnya? Masih tampan seperti dulu, hanya saja kupikir sinar matahari atau angin laut bergaram telah menginggalkan kerutan halus di wajahnya. Rambutnya yang ikal tampak sudah cukup lama tak tersentuh gunting rambut sementara kumis tipis dan janggutnya terlihat seperti baru saja tumbuh. Switer merah bata yang dia pakai lumayan menonjolkan lekuk otot tubuhnya sementara jins super belel dan sepatu kets putihnya dengan pas membungkus kakinya yang jenjang.

    "Pesan gue gak disampe-in ya sama nyokap lu?" tanya Yudha masih sambil mengunyah tanpa menatapku.
    "Enggak, langsung hari itu juga.." kata aku sambil berpikir pasti Yudha mengira itulah penyebab aku tidak langsung menghubunginya setelah dia mengirim pesan padaku.
    "Emang nyokap lu enggak tahu no ha-pe lu ya? apa enggak hafal?" Tanya Yudha lagi.
    "Dia emang enggak hafal Yud! sebenernya bisa aja dia liat di memori hape dia, tapi kadang-kadang nyokap susah nemuin kacamatanya!"

    Yudha kemudian mengangguk-angguk tanda mengerti penjelasanku.

    "Lantas, kenapa lu enggak langsung nelepon gue? enggak punya pulsa?" cecar Yudha.

    Pertanyaan inilah yang sulit aku jawab. Sebenarnya aku ragu untuk menemui Yudha namun rupanya setelah dua hari pikiranku berkutat antara harus meneleponnya atau tidak, hari berikutnya aku akhirnya menyerah juga dan meneleponnya.

    Karena aku tidak menjawab, Yudha melanjutkan, "gue di sini cuma kurang dari dua minggu Rem, liburan gini mau gue manfaatin buat ziarah sebelum puasa dan nemuin kakak sama ade gue.. yah, sekalian juga sih tengokin Fanny sama Irwan..."

    Yudha sudah kehilangan ayahnya sejak SMA. Kini yang ada tinggal ibunya, kakak perempuannya yang sudah menikah dan adik laki-lakinya yang masih kuliah.

    "Hei! kenapa lu diem aja sih?" Tanya Yudha. Mungkin dia kesal dengan aku yang tidak banyak bicara. Aku menghela nafas lalu mulai merogoh ranselku mencari-cari sesuatu. Akhirnya kutemukan apa yang kucari: sebotol kecil air mineral dan obat sakit kepala.

    Yudha memerhatikan aku meminum obat itu lalu bertanya, "migren lu kumat lagi?"
    Aku mengangguk sambil meneguk air mineral itu. Setelah selesai aku berkata, "iya, tapi sekarang lebih sering."

    "Ke dokter aja..."
    "Ini juga obat dari dokter klinik, dia kasih dosisnya lebih tinggi." Kata aku.

    "Habis ini mau ke mana kita?" Aku bertanya sambil menyeruput minuman fruitchy- teh rasa buah markisa.
    "Enggak tahu Rem, pulang ke rumah kali?" Kata Yudha tidak yakin.
    "Masih pagi Yud! baru jam satu!" Aku berkata sambil melirik ke arloji.
    "Ya udah... lu mau ke mana lagi?" Tanya Yudha putus asa karena tak bisa memberikan saran apa-apa.

    Didorong oleh rasa tidak betah melihat rambutnya yang acak-acakan, aku berinisiatif mengajaknya ke salon. "Creambath yuk?" tawarku.

    "Ke salon? enggak ah!" tolak Yudha dengan kedua alis bertaut dan memasang wajah seolah-olah tempat itu adalah tempat pembuangan sampah.

    "Gue bayarin! cuma creambath aja! kepala gue pusing nih, pengen dipijit!" rayu aku sambil meraih ranselku.

    Dengan wajah kurang ikhlas Yudha ikut bangkit namun tidak berkata apa-apa untuk memprotes usulanku.



    Sesampainya di salon waralaba di sebuah Mall, kami dilayani oleh dua orang cewek. Entah dengan cewek yang memijat kepalaku dengan krim creambath, tapi aku melihat cewek yang menangani Yudha sepertinya senang dan tak berkerberatan mendapat pelanggan setampan dia. Aku tersenyum geli mendapati Yudha yang terpejam menikmati pijatan di kepalanya sampai-sampai aku yakin, creambath akan menjadi sesuatu yang rutin dia lakukan di kemudian hari.

    Setelah keluar dari salon, Yudha tampak jauh lebih segar dan tampan. Walau dia menolak untuk menggunting rambutnya, dia membiarkan juga si cewek itu menyisir dan meniupkan hair-dryer pada rambutnya untuk sekedar dirapikan. Ada sedikit kepuasan terpancar dari wajah Yudha, dia tersenyum-senyum senang seolah berkata 'rupanya enak juga ya kalo creambath sambil dipijat?'. Mungkin seumur hidupnya dia hanya membiarkan tukang pangkas rambut di pinggir jalan untuk menangani rambutnya dan tak pernah mencoba-coba masuk ke salon.

    "Kemana lagi kita?" tanya Yudha.
    "Mmm... kita nonton aja yuk?" usulku.

    Yudha mengangguk lalu berkata, "Kali ini gue yang bayar ya?"


    Film belum dimulai, namun kami berdua sudah duduk di dalam salah satu studio bioskop dengan memegang karton pop-corn masing-masing. Kami sama-sama diam, hanya saja Yudha sudah mulai memakan pop-corn miliknya sedikit demi sedikit.

    Perasaan ini kembali datang. Aku merasa seperti kembali ke masa kami kuliah, sat-saat dimana aku begitu mengagumi sosok Yudha sehingga tanpa sadar aku menatapnya cukup lama dan membuat Yudha menoleh ke arahku.

    Aku buru-buru mengalihkan perhatianku pada layar lebar kosong di depan, namun Yudha masih menatapku dengan pandangan penuh teka-teki.

    "Rem, kenapa lu baru nelepon gue setelah dua hari?" tanyanya kemudian.
    "Elu enggak kangen ama gue?"

    Seharusnya pertanyaan seperti ini akan terdengar biasa saja, bahkan lucu bila diucapkan dengan nada canda. Namun yang keluar dari mulut Yudha sungguh membuatku heran karena dia mengatakannya dengan sangat serius...

    *****
  • Ane kejar setoran...

    YUDHA

    Biasanya kalau ada seseorang yang merokok di dekatku aku akan segera membuat gerakan mengibaskan tangan apabila asapnya mulai mengepung wajahku, termasuk kulakukan pada Iqbal. Namun anehnya saat asap rokok Yudha mulai membuat mataku agak perih, aku membiarkannya dan malahan terus menyantap lasagna yang ada di hadapanku.

    "Eits! sori Rem.." Kata Yudha buru-buru mematikan rokoknya.

    Itu bukan salah Yudha. Kami berdua memang sedang makan di sebuah restoran makaroni di Bogor sabtu pagi itu. Kami duduk di salah satu meja teras di pinggir taman bangunan restoran yang teduh sehingga kami bisa melihat jelas pepohonan besar di sisi kanan-kiri Jalan Salak. Tidak ada peraturan untuk tidak boleh merokok di luar sini, pikirku. Makanya dari tadi aku membiarkan Yudha merokok setelah dia habis menyantap makaroni panggang spesial pesanannya sementara aku masih berjuang mencoba menghabiskan sebanyak mungkin lasagna ukuran medium pesananku sendiri.

    "Enggak apa-apa Yud!" Kataku sambil berusaha tersenyum. "Bantuin gue habisin ini dong!" Pintaku pada Yudha sambil mendorong piring berisi lasagna itu lebih maju ke depan.

    Yudha nyengir menertawakan aku namun dia meraih juga garpu miliknya dan mengambil sepotong lasagna dari piring. Sejenak aku perhatikan kembali wajah Yudha. Kulit kemudaannya yang dulu kuingat telah berubah kecoklatan. Aku bisa melihat tumpukan kulit kapalan di jari-jarinya yang terlihat agak kasar. Wajahnya? Masih tampan seperti dulu, hanya saja kupikir sinar matahari atau angin laut bergaram telah menginggalkan kerutan halus di wajahnya. Rambutnya yang ikal tampak sudah cukup lama tak tersentuh gunting rambut sementara kumis tipis dan janggutnya terlihat seperti baru saja tumbuh. Switer merah bata yang dia pakai lumayan menonjolkan lekuk otot tubuhnya sementara jins super belel dan sepatu kets putihnya dengan pas membungkus kakinya yang jenjang.

    "Pesan gue gak disampe-in ya sama nyokap lu?" tanya Yudha masih sambil mengunyah tanpa menatapku.
    "Enggak, langsung hari itu juga.." kata aku sambil berpikir pasti Yudha mengira itulah penyebab aku tidak langsung menghubunginya setelah dia mengirim pesan padaku.
    "Emang nyokap lu enggak tahu no ha-pe lu ya? apa enggak hafal?" Tanya Yudha lagi.
    "Dia emang enggak hafal Yud! sebenernya bisa aja dia liat di memori hape dia, tapi kadang-kadang nyokap susah nemuin kacamatanya!"

    Yudha kemudian mengangguk-angguk tanda mengerti penjelasanku.

    "Lantas, kenapa lu enggak langsung nelepon gue? enggak punya pulsa?" cecar Yudha.

    Pertanyaan inilah yang sulit aku jawab. Sebenarnya aku ragu untuk menemui Yudha namun rupanya setelah dua hari pikiranku berkutat antara harus meneleponnya atau tidak, hari berikutnya aku akhirnya menyerah juga dan meneleponnya.

    Karena aku tidak menjawab, Yudha melanjutkan, "gue di sini cuma kurang dari dua minggu Rem, liburan gini mau gue manfaatin buat ziarah sebelum puasa dan nemuin kakak sama ade gue.. yah, sekalian juga sih tengokin Fanny sama Irwan..."

    Yudha sudah kehilangan ayahnya sejak SMA. Kini yang ada tinggal ibunya, kakak perempuannya yang sudah menikah dan adik laki-lakinya yang masih kuliah.

    "Hei! kenapa lu diem aja sih?" Tanya Yudha. Mungkin dia kesal dengan aku yang tidak banyak bicara. Aku menghela nafas lalu mulai merogoh ranselku mencari-cari sesuatu. Akhirnya kutemukan apa yang kucari: sebotol kecil air mineral dan obat sakit kepala.

    Yudha memerhatikan aku meminum obat itu lalu bertanya, "migren lu kumat lagi?"
    Aku mengangguk sambil meneguk air mineral itu. Setelah selesai aku berkata, "iya, tapi sekarang lebih sering."

    "Ke dokter aja..."
    "Ini juga obat dari dokter klinik, dia kasih dosisnya lebih tinggi." Kata aku.

    "Habis ini mau ke mana kita?" Aku bertanya sambil menyeruput minuman fruitchy- teh rasa buah markisa.
    "Enggak tahu Rem, pulang ke rumah kali?" Kata Yudha tidak yakin.
    "Masih pagi Yud! baru jam satu!" Aku berkata sambil melirik ke arloji.
    "Ya udah... lu mau ke mana lagi?" Tanya Yudha putus asa karena tak bisa memberikan saran apa-apa.

    Didorong oleh rasa tidak betah melihat rambutnya yang acak-acakan, aku berinisiatif mengajaknya ke salon. "Creambath yuk?" tawarku.

    "Ke salon? enggak ah!" tolak Yudha dengan kedua alis bertaut dan memasang wajah seolah-olah tempat itu adalah tempat pembuangan sampah.

    "Gue bayarin! cuma creambath aja! kepala gue pusing nih, pengen dipijit!" rayu aku sambil meraih ranselku.

    Dengan wajah kurang ikhlas Yudha ikut bangkit namun tidak berkata apa-apa untuk memprotes usulanku.



    Sesampainya di salon waralaba di sebuah Mall, kami dilayani oleh dua orang cewek. Entah dengan cewek yang memijat kepalaku dengan krim creambath, tapi aku melihat cewek yang menangani Yudha sepertinya senang dan tak berkerberatan mendapat pelanggan setampan dia. Aku tersenyum geli mendapati Yudha yang terpejam menikmati pijatan di kepalanya sampai-sampai aku yakin, creambath akan menjadi sesuatu yang rutin dia lakukan di kemudian hari.

    Setelah keluar dari salon, Yudha tampak jauh lebih segar dan tampan. Walau dia menolak untuk menggunting rambutnya, dia membiarkan juga si cewek itu menyisir dan meniupkan hair-dryer pada rambutnya untuk sekedar dirapikan. Ada sedikit kepuasan terpancar dari wajah Yudha, dia tersenyum-senyum senang seolah berkata 'rupanya enak juga ya kalo creambath sambil dipijat?'. Mungkin seumur hidupnya dia hanya membiarkan tukang pangkas rambut di pinggir jalan untuk menangani rambutnya dan tak pernah mencoba-coba masuk ke salon.

    "Kemana lagi kita?" tanya Yudha.
    "Mmm... kita nonton aja yuk?" usulku.

    Yudha mengangguk lalu berkata, "Kali ini gue yang bayar ya?"


    Film belum dimulai, namun kami berdua sudah duduk di dalam salah satu studio bioskop dengan memegang karton pop-corn masing-masing. Kami sama-sama diam, hanya saja Yudha sudah mulai memakan pop-corn miliknya sedikit demi sedikit.

    Perasaan ini kembali datang. Aku merasa seperti kembali ke masa kami kuliah, sat-saat dimana aku begitu mengagumi sosok Yudha sehingga tanpa sadar aku menatapnya cukup lama dan membuat Yudha menoleh ke arahku.

    Aku buru-buru mengalihkan perhatianku pada layar lebar kosong di depan, namun Yudha masih menatapku dengan pandangan penuh teka-teki.

    "Rem, kenapa lu baru nelepon gue setelah dua hari?" tanyanya kemudian.
    "Elu enggak kangen ama gue?"

    Seharusnya pertanyaan seperti ini akan terdengar biasa saja, bahkan lucu bila diucapkan dengan nada canda. Namun yang keluar dari mulut Yudha sungguh membuatku heran karena dia mengatakannya dengan sangat serius...

    *****

    akhhhhhhhh, sinting, betapa beruntungnya dirimu

    anyway, makannya di MP yah??udah lama ngga makan disitu, hiks2
  • zoku wrote:
    :shock: :shock: :shock:

    bijaksana skali... :shock:

    apakah ini jeritan dari cinta yang bertepuk sebelah tangan...???

    gila lo!!
    huzz!! itu rahasia gw pake disebar2in disini segala!!
  • rem..

    lu ga knapa2 kan??? :(
Sign In or Register to comment.