It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Seperti yang kubilang di awal cerita, pagi-pagi aku naik Kereta express, sedangkan sore pulang kerja aku memilih menggunakan Kereta kelas ekonomi. Selain menghemat ongkos, kereta ekonomi sore hari membuat Waktu tempuh sampai rumah malah lebih cepat kalau aku bisa mengejar jadwal yang setengah enam lewat sepuluh.
Iqbal hampir tidak pernah pulang naik kereta yang sama denganku. Karena dia pulang jam 6 sore, dia naik kereta ekspress jam 6:21. Paling-paling kalau kita habis jalan-jalan sepulang kerja, kita pulang menggunakan bus.
Pengalamanku naik kereta ekonomi, setiap gerbong itu pasti dipenuhi 3B: Babun-babun Berisik. Julukan itu kuberikan kepada penumpang yang bergerombol, membentuk geng, dan janjian naik gerbong yang sama serta sangat ramai kalau berbicara. Satu geng disini bukan berarti harus orang yang seusia. Bisa saja satu kelompok 3B terdiri dari Cewek SPG yang selalu memakai jeans katro plus kaus milik adiknya (kekecilan), bapak-bapak setengah baya yang genit dan suka mengambil kesempatan megang-megang si cewek SPG, Cowok SPB yang kadang-kadang juga pacarnya si cewek SPG, Ibu-ibu yang kelihatan udah berumur. Pokoknya dalam satu geng itu rupa-rupa deh bentuknya.
Hmm... ternyata penilaianku sedikit salah. Kalau kamu sedikit jeli ketika naik gerbong ekonomi, diantara para 3B pasti terselip cewek-cewek bening dan brondong-brondong cakep yang masih fresh, walaupun termasuk golongan minoritas. Berbeda sekali dengan kereta ekspress dimana penumpangnya jarang sekali ada cewek bening dan brondong fresh. Karena kebanyakan sudah berumur, berkeluarga dan sudah kerja lama (tidak termasuk aku lho....) dan mapan yang mampu membeli tiket express setiap hari.
Stasiun atas angin tempat aku menunggu kereta sore hari, jaraknya lebih dekat dengan kantor dibandingkan dengan stasiun kota tempat aku turun saat berangkat kerja. Lagipula kereta ekspress tidak berhenti di stasiun ini. Biasanya aku memilih menunggu di peron tempat gerbong nomor dua akan berhenti. Ya, kalau naik ekonomi aku selalu naik di gerbong kedua.
Nah, diantara brondong-brondong fresh itu, ada salah satu cowok yang menarik perhatianku, dia salah satu anggota dari kelompok yang terdiri dari 5 orang cowok. Geng itu selalu naik di gerbong satu.
Bagaimana ya mendeskripsikan cowok itu? Dengan t-shirt ala pemain sinetron, jeans slim fit, sepatu kets dan rambut pendek bergaya messy look, dipadukan dengan wajahnya yang tampan, sangat mudah bagi si cowok itu menjadi pusat perhatian dan lirikan cewek-cewek yang menunggu di peron. Aku jadi teringat salah satu iklan softdrink yang lagunya seperti ini: "You're my sunshine..."
Aku yakin sekali, cowok itu tahu bener kalo dia keren dan enjoy jadi pusat perhatian. Kadang-kadang diantara teman se-geng nya, si Broniez (sebut begitu saja ya) ditempel seorang cewek (sejenis SPG) yang sepertinya adalah pacar si Broniez.
Sebenarnya tidak ada niatan untuk masuk ke salah satu geng itu. Sebab kupikir lebih baik mendengarkan musik daripada menjadi orang yang berisik. Apalagi pingin berkenalan dengan si Broniez.. bagiku udah cukup deh jadi pengamat aja, gak perlu maksa-maksa ngikutin dia naik di gerbong satu. seperti sore itu saat aku duduk di salah satu bangku panjang peron, si Broniez lewat didepanku bersama ceweknya dan teman-temannya. Tanpa sadar aku menggumamkan lagu "you're my sunshine...." sampai-sampai seorang ibu yang duduk tak jauh disebelahku menoleh heran.
Kereta akhirnya datang. Aku naik di gerbong dua, si broniez di gerbong satu.
----
Sore itu aku melihat kabar di Krlmania.com bahwa gara-gara ada yang menarik tuas rem darurat dan membuat kereta itu mogok, maka seluruh kereta terlambat masuk Jakarta.
Akibatnya penumpang yang hendak pulang ke Bogor bertumpuk-tumpuk di stasiun resah menunggu kedatangan kereta.
Sudah jam setengah tujuh lewat, langit sudah gelap namun kereta tak kunjung datang. Iqbal meneleponku.
"Halo?" jawabku.
"Ada di mana?" tanya Iqbal.
"Masih di stasiun Jayakarta"
"Udah, lu ke stasiun kota aja.."
"Sama aja... yang ekspress juga belum ada kan?" kataku.
"Iya... kalo enggak kita naik bus aja.." saran Iqbal.
"Tanggung ah.. kayaknya keretanya mau datang. Udah dulu ya.." kataku menyudahi pembicaraan.
Benar saja, dari arah selatan kereta ekonomi menuju Jakarta akhirnya datang. Kereta itu hendak menuju stasiun kota terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali ke bogor.
Beberapa orang termasuk aku memilih turun dari peron hendak naik di seberang, rupanya gerbong itupun telah dijejali penumpang dari stasiun-stasiun sebelumnya yang rela mengikut gerbong sampai Kota terlebih dahulu.
Melihat gerbong yang berjubel, aku mengurungkan niat dan hendak kembali naik ke peron. Tapi, Astaga!! baru aku sadar. Karena aku tidak pernah meloncat dari peron, aku tidak pernah mengukur kalau tinggi peron itu nyaris sebahuku. Aku mencoba naik, namun gagal bahkan kakiku terantuk beton peron. Saat aku mulai panik dan malu karena belum berhasil naik, seseorang mengulurkan tangannya. Aku meraih tangannya dan dia membantuku naik tanpa aku sempat melihat wajah si penolong.
Setelah diatas peron aku menepuk-nepuk debu di ranselku. "Makasih ya," ujarku. Ucapanku tertahan setelah melihat wajah tampan si penolong yang sedang tersenyum.
Rupanya yang barusan mengulurkan tangan membantuku adalah si Broniez....
klo broniznya ga dipake buat gue aja.. lol
lanjOOOOOOOOOOOOOT!!
"Kakinya sakit gak Koh?" tanya si Broniez. Rupanya dia memerhatikan aku yang meringis saat terantuk tadi.
"Eh.. enggak kok." jawabku berbohong. Padahal rasanya sakit sekali, tapi aku menahan keinginanku untuk mengusap bagian yang terantuk itu, yang aku yakin satu jam lagi pasti akan membengkak.
"Gak usah maksain naek yang itu Koh, bentar lagi ada bantuan kereta kosong dari Dipo bukit duri.." lanjut si Broniez. Aku hanya mengangguk-angguk.
Saat itu empat teman si Broniez sedang mengobrol sementara cewek si Broniez sedang asyik memainkan HP. Cewek SPG itu buru-buru mengalihkan perhatiannya kembali ke HP nya saat aku tersadar kalau dia sedang mencuri-curi pandang ke arahku.
Kereta kosong yang disebut si Broniez memang akhirnya datang. Aku bergegas menuju pintu masuk gerbong dua.
"Koh! disini aja! bareng kita.." ajak si Broniez menunjuk pintu gerbong pertama. Teman-temannya sudah masuk lebih dulu.
Aku menggeleng lalu mengucapkan terima kasih sekali lagi sebelum akhirnya masuk ke dalam gerbong.
Hari berikutnya aku tidak melihat si Broniez ikut geng nya. Hari berikutnya lagi dia lewat didepanku sambil melambaikan tangan sebagai isyarat menyapaku, aku membalas lambaiannya sementara ceweknya sibuk dengan HP nya tetapi matanya sesekali melirik ke arahku.
Begitulah, aku dan si Broniez hanya sebatas bertegur sapa dan say hello saja setiap sore.
Siang itu Iqbal mengajakku ke Mangga dua Square untuk menemaninya mencari HP CDMA yang sedang diskon harga. Luasnya Mangga dua square membuatku bingung. Aku menyarankan Iqbal untuk langsung mencari ke Lantai dimana sentra HP dan elektronik berada walaupun
Iqbal sebenarnya ingin lebih dahulu melihat ke Carrefour di basement.
Kami mendatangi salah satu counter HP dan bertanya-tanya soal HP yang diincar Iqbal.
Saat aku sedang asyik mengamati dummy HP itu, dari belakangku terdengar suara yang sepertinya kukenal.
"Koh.. kalo mau liat HP disini aja... banyak pilihan... harga spesial deh buat Koko..."
Aku menoleh, ternyata si Broniez yang memanggil. Dia duduk di counter seberang sambil tersenyum ke arahku.
Aku beranjak dari kursi meninggalkan Iqbal yang sedang berbicara dengan si mbak counter HP.
"Oh.. ente kerja di sini?" tanyaku sambil menarik bangku plastik dan duduk di atasnya.
"Iya Koh." Jawab si Broniez.
"Emang kalo counter tutupnya jam brapa?" tanyaku lagi.
"Yah.. jam lima juga udah beres-beres..." jawabnya.
Aku mengangguk-angguk paham.
"Turun stasiun mana?" tanyaku.
"Bojong gede. sama ama Koko... Kan kalo pagi-pagi saya suka liat Koko nunggu di ujung. Kalo saya sih naek yang ekonomi sebelum ekspress..."
Aku heran kalau ternyata dia memerhatikan aku. Aku tidak pernah mengamati penumpang-penumpang yang naik ekonomi saat mereka hendak naik.
"Tapi kalo sore ane gak pernah liat ente turun sama-sama di Bojong?"
"Biasanya sih saya turun di cawang, maghriban dulu... baru nyambung lagi" kata si Broniez.
"Iya ya... kalo ngikut terus enggak pernah dapet maghrib." ujarku agak malu.
"Lho.. koko muslim?" tanya Broniez heran. Hal itu sering ditanyakan padaku.
"Iya, emang kenapa? gak boleh?" Pancingku.
"Eh.. enggak kok.." si Broniez salah tingkah.
Aku nyaris tertawa. Akhirnya aku alihkan pembicaraan.
"Nanti sore biasa? nunggu di Jayakarta?" tanyaku.
Si Broniez mengiyakan.
"Koh, nih kartu nama saya.. No. HP juga ada di situ.. nanti kan bisa kontak-kontakan kalo ada kabar gangguan kereta." Broniez menyerahkan kartu namanya.
Aku menerima kartu nama itu. Tertulis nama counter HP dan namanya sendiri di situ.
Oh.. si Broniez ini ternyata bernama HASANUDDIN.
lanjoooooooooooooooot!!
ntar ice cream nyusul...
hah???ga ngerti gue...
"Hasan ya?" tanyaku, "Ane Remy.." aku mengulurkan tanganku dan si Broniez yang bernama Hasan itu menjabatnya.
"Let's go.." Iqbal ternyata sudah berdiri di sampingku sambil menenteng bungkusan berisi HP.
Iqbal memandangi si Hasan dengan dahi berkerut.
"Ya udah San, ntar ane sms-in nomer ane deh..." Kataku sambil mengikuti Iqbal yang sudah melangkah duluan.
Hasan hanya mengangguk sambil tersenyum.
Aku berlari kecil merendengi jalan Iqbal. "Siapa?" tanyanya.
"Kenalan di kereta.." jawabku sambil mengantongi kartu namanya.
Iqbal terdiam.
"Thanks ya udah nemenin nyari HP, ntar sore gue traktir makan dulu. Pulangnya kita naik bus aja." Iqbal berkata tanpa memandangku.
"Enggak usah nraktir, cuma nemenin beli HP aja kok..." tolakku.
"Pokoknya entar sore kita makan trus pulang naik bus!" kata Iqbal lagi dengan nada yang meninggi. Langkahku terhenti karena bingung dengan sikap Iqbal namun Iqbal terus berjalan meninggalkan aku sehingga sekali lagi aku harus mengejarnya.
Akhirnya sore hari itu aku tidak bertemu dengan Hasan.
Keuntungan mempunyai adik seorang jurnalis adalah, aku sering kebagian kaus-kaus merchand yang didapat adikku saat premiere film, peluncuran produk ataupun event-event tertentu. Karenanya saat hari jum'at dimana kantor membolehkan karyawannya memakai pakaian bebas, aku sering berangkat kerja dengan kaus tersebut. Seperti jum'at
ini aku memakai kaus hitam salah satu film yang akan keluar.
Sorenya aku agak telat sampai stasiun. Hasan sudah ada di situ cuma ditemani seorang temannya. Saat dia melihatku aku mengangkat tangan kananku tanda menyapa, dia pun membalas dengan mengangkat tangannya.
"Kereta belum lewat ya?" tanyaku setelah sampai didekat Hasan.
"Blom, kayaknya agak telat mas." Jawabnya. Tumben, hari ini dia memanggil aku Mas.
"Lho... temen-temen 3B nya mana?" tanyaku tidak sadar kalau Hasan pasti tidak akan mengerti.
"3B? Bukan Bintang Biasa?" tanya Hasan keheranan.
"Maksud ane, temen-temenmu... kok enggak bareng...." Aku menjelaskan nyaris tertawa.
Bukan Bintang Biasa? Babun-babun berisik tahu! ujarku dalam hati.
"Yang lain ada acara, saya sama temen saya Dion aja yang pulang.." Jawab Hasan sambil menunjuk cowok kurus berjanggut kambing. Cowok yang ditunjuk menganggukkan kepala sambil tersenyum padaku. Aku balas senyum.
Kereta akhirnya datang. Rupanya gerbong dua kereta itu adalah gerbong 3G: Gerbong Gelap Gulita.
"Mas.. ikut gerbong satu aja! gerbong dua gelap tuh..!" Ajak Hasan sambil melompat ke pintu.
Semula aku agak ragu, tapi gerbong satu yang diterangi lampu membuat aku mengikuti ajakan Hasan. Akhirnya aku berlari ke pintu masuk gerbong satu. Sampai didalam aku celingukan mencari Hasan. Ternyata dia berdiri di Pojokan, tangannya memberi isyarat supaya aku mendekat. Aku menghampirinya.
Dalam perjalanan kami berdua mengobrol.
"Urang sunda... tapi teu tiasa nyarios sunda..." ujarku menjelaskan. Artinya kira-kira : saya orang sunda tapi enggak bisa ngomong sunda. Hasan tertawa mendengar penjelasanku. Dia juga orang sunda asli Bogor.
"Kalo dirumah sih manggil kakak-ku, teteh. Trus kalo dipanggil sama adek sih A'a.." kataku lagi.
"Ya udah... mulai sekarang saya panggil Akang aja ya? Kang Remy..." Kata Hasan sambil tertawa. Aku pun ikut tertawa.. Akang! Gak pantes banget... tapi biarin deh.
"Kang Remy kerja di PH ya?" tanya Hasan.
"PH?" aku balik bertanya tidak mengerti.
"Iya... di tempat produksi film atau sinetron.." Hasan menjelaskan.
Oh, ternyata yang dimaksud Hasan dengan PH adalah Production House.
"Buktinya akang kalo tiap Jum'at suka pake kaus-kaus film, padahal filmnya sendiri belom tayang.." Hasan berkata sangat serius dengan nada menyelidik.
"Oh.. ini?" tanyaku sambil menarik kausku. Aku makin heran kalau ternyata si Hasan sering memerhatikan aku tiap Jum'at.
"Ini dapet dari Adek, dia yang sering ikut premiere film, kan dia staf redaksi tabloid. Kemaren aja ane nemenin dia nonton film kereta hantu ini trus kenalan sama produsernya, pak Gope Samtani..." jelasku.
Kalimatku terpotong saat Hasan tiba-tiba mencengkeram sebelah lenganku sambil berkata, "Akang kenal Pak Gope produser Rapi film itu??" tanyanya antusias.
"Ya.. eh, cuma dikenalin aja sih..." jawabku gugup.
"Akang enggak diajak maen sinetron atau apa gitu?" Wajah Hasan yang sangat serius benar-benar membuatku ingin tertawa.
"Enggak lah... tampang kaya ane gini?" kataku sambil tertawa.
"Akang suka merendah..." Kata Hasan entah kenapa berbicara dengan nada sebal.
"Haha.. serius banget, bukannya setahu ane kalo mau main film itu harus ikut casting dulu? bukan ketemu langsung ama produser..."
Hasan terdiam, matanya menerawang entah dia memikirkan apa.
"Tapi pak Gope itu baik loh, sama dengan pak Raam Punjabi, ane lihat sendiri waktu nemenin adek wawancara dia..." Kataku sambil mencoba mengingat-ingat saat diminta adikku menemaninya mewawancara Raam Punjabi.
"AKANG KENAL RAAM PUNJABI??" Hasan tiba-tiba mencengkeram lenganku lagi, kali ini matanya membelalak.
"Ya, enggak kenal langsung lah! cuma kenalan doang! ane gak yakin mereka masih inget kalo ketemu ane lagi.. ente kenapa sih??" tanyaku heran.
Namun akhirnya aku mulai mengerti, si Hasan ini kelihatannya terobsesi ingin menjadi Artis....
jd artis??
wah kyknya sambungannya bakal seru neh...
lanjooooooooooooooooooooooT!!!
amad seru....
kenapa remy selalu beruntung ya....
:envy: vs :jealousy:
wah.....
naek kereta? mu kamana emank? kek kurang kerjaan ajah, hunt on the train
klo pakek kereta kuda, bisa dapet gag yah? wekekeke