It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Beberapa pertandingan sudah dilaksanakan dengan lancar tanpa hambatan, dan menyisakan dua kelas yang akan bertanding di babak final. Kelas yang bertanding di babak final adalah kelasku dengan Arsya perwakilannya, juga kelas VIII-C dengan Kak Ardit perwakilannya. Aku yang masih duduk di tempat yang sama dari tadi melihat ke arah lapangan, disana terlihat Kak Ardit yang tersenyum kearahku, aku teringat bahwa aku harus mendukung dia siapapun lawan mainnya, dan aku dengan bodohnya aku malah meng iyakan permintaannya.aku gak berfikir bahwa Kak Ardit bakalan masuk babak final dan bertanding melawan kelasku. Karena selama ini kata Kak Erwan, Kak Ardit gak pernah mengikuti setiap acara yang di adakan disekolah. Sebenarnya aku ingin mendekat kearah lapangan biar bisa melihat babak final dengan lebih jelas. Tapi aku bakalan bingung buat dukung siapa nanti disana. Yang satu aku sudah janji buat dukung dia, yang satu lagi adalah Arsya perwakilan kelasku yang notabene aku suka dia. Makanya aku memutuskan untuk tetap berada disini melihat pertandingan mereka dengan jarak yang cukup jauh.
Pertandingan final dimulai, aku bisa melihat mereka sama-sama kuat, Arsya dan Kak Ardit sama-sama lincah menangkis ataupun memberika pukulan. Cukup waktu yang lama untuk menyelesaikan babak pertama yang akhirnya dimenangkan oleh Kak Ardit. Aku melihat kekecewaan di wajah Arsya, aku beranjak dari tempatku hendak menghampirinya, aku membawa air minum yng aku sempat beli tadi pas sebelum babak final berlangsung. Ku lihat Arsya melangkah kearahku, namun tertahan sama para fansnya. Aku menghentikan langkahku karena melihat kejadian di depanku. Aku yang berniat kembali terhalang karena seseorang memanggilku, aku melihat ke arah dia.
“Lo, bawaain ini buat gue ya?” tanya Kak Ardit mendekat dan langsung ngambil air minum yang aku pegang.
“Eh..”tanpa nunggu penjelasan dariku, Kak Ardit langsung meminum minuman yang aku bawa.
“Aaah, thanks ya!” ucapnya mengembalikan botol minuman yang tinggal setengahnya. “Oh, iya gue harap Lo gak lupa buat dukung gue meski gue lawan temen lo” ucapnya sambil meninggalkanku. Aku hanya menatap kepergiannya menuju lapangan. Aku melirik ke arah Arsya, kini dia sedang bersiap untuk lanjutin pertandingan babak kedua. Aku bisa mlihat aura kesedihan di wajah Arsya, mungkin karena dia kalah di babak pertama. Aku terus menatapnya hingga dia menoleh dan menatapku, cukup lama kita saling bertatapan, aku tersenyum padanya tanda bahwa aku percaya dia pasti bisa menang. Diapun membalas senyumanku. Aku senang bisa melihatnya tesenyum. Aku harap dia bisa memenangkan pertandingan.
Sampai akhir babak kedua, Kak Ardit bertahan dengan memimpin skor, dan otomatis dia memenangkan pertandingan badminton. Aku melihat wajah kekecewaan dari Arsya, dia terlihat sangat menyesal dan marah.
“Segitu kemampuan, Lo?” Ucap Kak Ardit menatap tajam Arsya, “Sekarang, gue akan menerima apa yang mestinya gue terima” Lanjutnya diselingi seringaian. Kak Ardit berbalik ke arahku dan melangkah mendekatiku, mataku tak lepas dari Arsya yang mengepalkan tangannya, sesuatu akan terjadi, aku mendekati mereka, namun terlambat. Sebuah hantaman keras pada punggung Kak Ardit berhasil membuat Kak Ardit tersungkur, lututnya terlihat mengeluarkan cairan merah. Semua orang yang ada di lapangan berteriak histeris melihat kejadian itu termasuk aku. Tak lama Kak Ardit bangun dan hendak membalas pukulan Arsya, aku segera menahan Kak Ardit dan memeluknya dari belakang, aku juga melihat beberapa orang menahan Arsya agar tak menyerang Kak Ardit kembali. Aku menarik tubuh Kak Ardit kebelakang.
“Cukup, Kak.” Teriakku di belakang Kak Ardit yang membuatnya melemaskan semua otot-otot yang barusan sudah tegang. Aku melepaskan pelukanku dan menggandeng Kak Ardit menuju UKS. Suara teriakan orang-orang masih menghiasi sekitaran lapangan, aku menoleh kebelakang, Arsya tengah menatap tajam kearah aku dan Kak Ardit. aku sedikit kecewa sama Arsya, karena tingkahnya yang gak bisa menerima kekalahan dan malah memukul Kak Ardit saat Kak Ardit lengah.
Tiba di UKS, aku menyuruh Kak Ardit duduk di kasur dan membuka kotak obat mengambil obat merah, kapas juga perban. Aku keluar sebentar untuk membawa air bersih yang akan membasuh luka di kaki Kak Ardit. Aku masuk kembali ke UKS dan membasuh lutut Kak Ardit dengan air yang aku bawa. Setelahnya aku mengoleskan obat merah pada lukanya dan menutup lukanya dengan kapas dan perban. Entah prosedurnya benar atau tidak, namun yang aku lihat di tv sih seperti itu. Tak ada perbincangan selama aku mengobati kaki Kak Ardit, dia juga diam saja. Aku bisa lihat dari ujung mataku bahwa Kak Ardit menatapku. Setelah mengobati Kak Ardit, aku memberaskan semuanya dan duduk di samping Kak Ardit.
“Makasih, ya”
“Hmz” ucapku menganggukan kepala. Aku menatap ke arahnya yang sedang menatapku juga. “Maaf ya atas perlakuan Arsya sama Kak Ardit” Ucapku karena merasa bersalah sama Kak Ardit atas kelakuan Arsya yang gak nerima kekalahannya dan malah mukul Kak Ardit.
“Gak apa-apa. Aku juga pasti bakalan marah kalau aku di posisi dia.”
“tapi gak sepantasnya dia mukul Kak Ardit kayak gitu” Ucapku menundukan kepalaku, hingga sepasang tangan menyentuh pundakku dan menariku agar menghadapnya. Kak Ardit menatapku lekat, aku bisa merasakan hembusan nafasnya di wajahku, tubuh Kak Ardit semakin mendekat, hingga tak ada jarak lagi diantara kami. Aku memejamkan kedua mataku dan merasakan sesuatu yang lembut menempel di bibirku, aku membuka mataku perlahan, wajah tampan Kak Ardit berada jelas di hadapanku, wajah kita saling berdekatan, dan bibir kita saling menempel, entah mengapa aku tak menolak apa yang dia lakukan padaku, aku hanya diam tanpa kata. Tak lama Kak Ardit membuka matanya dan melepaskan pagutan bibirnya dari bibirku. Dia tersenyum dan lekas pegi meninggalkanku sendiri di UKS.
#flashback off
Sharee ke temen2nya yaa
Makasih
Pembagian raport sudah selesai, semua siswa diperbolehkan pulang. Aku menyusuri tangga naik untuk menemui Kak Ardit. Semenjak kejadian di UKS, aku dan Kak Ardit jarang ketemu, bahkan saat bertemupun tak ada obrolan yang berarti, bahkan dia kembali cuek seperti dulu saat pertama aku lihat dia. Aku tak tahu apa yang terjadi, dia seakan menjauh, padahal yang seharusnya marah adalah aku, disini aku yang menjadi korban, tapi malah dia yangb seolah menjauhiku. Aku harus minta penjelasan dari dia. Aku menuju kelasnya, gx banyak siswa yang ada di sekolah, sebagian besar sudah pada pulang. Aku berada didepan kelas Kak Ardit, sebelum aku buka pintunya, aku mendengar suara orang berbicara dan aku tahu itu suara Kak Ardit. Aku menyiapkan diriku sampai akhirnya aku mendengar mereka menyebut-nyebut namaku.Aku urungkan niatku membuka pintu.aku ingin dengar pembicaraan mereka dulu.
“Untuk kesekian kalinya Lo memenangkan taruhan ini, Dit” ucap seseorang yang aku yakin itu suara Kak Lukman.
“Iya, Lo berhasil buat bikin si culun itunurut sama lo dan mau Lo cium” Ucap seorang lagi, Kak Dedi.
“Gimana rasanya ciuman sama cowok? Hati-hati jangan-jangan Lo beneran suka sama dia. Inget, kita hanya taruhan. Maen-maen bray, jangan sampe lo beneran belok kayak dia”
“Ya enggaklah.mana mungkin aku suka sama anak culun macam si Al” kali ini Kak Ardit mengeluarkan suara yang buat aku bener-bener syok, aku terpaku di depan pintu kelas Kak Ardit. Aku mendengar mereka semua tertawa. ‘jadi selama ini Kak Ardit hanya jadiin aku bahan taruhan?’ air mataku mengalir aku melangkah mundur dan lari dari tempat itu. Pikiranku sangat kacau, aku terus berlari hingga seseorang menahanku dan menarik tubuhku masuk ke salah satu kelas yang kosong. Aku menatap orang itu yang ternyata Dadan. Dia menatap tajam kearahku dengan tatapan marah,
“Puas Lo?” tanya dia yang aku gak ngerti maksudnya apa. Aku hanya diam, hatiku sedang kacau dan si Dadan malah marah-marah gak jelas. Aku makin gak suka sama dia. “Puas Lo buat Arsya sakit hati dengan ini?” Lanjutnya sembari memberikan HP yang di dalamnya ada Foto saat Kak Ardit menciumku. Aku syok melihat foto itu, aku gak tahu kapan foto itu diambil, dan darimana Dadan dapat foto itu. Aku menatap Dadan gak percaya. “Denger ya Al, Arsya hanya mencoba ngelindungin Lo. Dia mau lo terhindar dari taruhan sialannya si Ardit, tapi yang Lo lakuin apa? Lo malah membawa Ardit ke UKS dan mempermudah usahanya buat menangin taruhan sialan itu” aku melongo saat mendengar kata-kata si Dadan, darimana dia tahu tentang taruhan? Apa disini hanya aku yang bodoh dan gak tahu apa-apa. “Oke, gue akan jelasin ke Lo semuanya” dia tarik nafas dan mulai menjelaskan semua yang ia ketahui. Mulai dari pertama taruhan itu dibuat, terus Arsya mengetahui soal taruhan itu dan meminta Kak Ardit membatalkan taruhan itu, Kak Ardit menolak dan malah menantang Arsya untuk bertanding Badminton, jika Arsya menang badminton, Kak Ardit bakalan batalin taruhan itu. Hingga saat Kak Ardit menang dan Arsya memukul Kak Ardit. dan dengan begonya aku malah membawa Kak Ardit, bukannya membantu Arsya. “Sekarang Lo tahu? Tadi pagi si Ardit mengirim foto ciuman menjijikan itu ke Arsya dan membuat Arsya gak berbicara satu katapun. Pas lo keluar kelas buat nemuin si Ardit, Arsya langsung pulang” aku menunduk memikirkan semua yang terjadi. Aku berjalan gontai keluar kelas meninggalkan Dadan sendirian dan pulang ke rumah.
Jgn lupa like ya
@lulu_75 makasih juga udh comment, ajak temennya read yu, biar Al semangat nulisnya
Selama pelajaran di kelas, Arsya sama sekali gak melihat kearahku, dia mengabaikanku. Aku selalu menatap kearahnya dan mencoba mencari perhatiannya, namun tetap saja dia mengabaikanku. Pokoknya dia harus bicara sama aku, dan aku harus minta maaf sama dia. Ku lihat dia sedang mengobrol dengan teman-temannya, termasuk salah satunya Dadan. Dadan sempat melirik padaku dengan tatapan tajam. Aku hanya menghela nafas. Aku memberanikan diri menghampiri mereka, semoga Arsya mau ngomong sama aku.
“Sya, aku mau ngomong sesuatu sama kamu” ucapku saat sampai di depan mereka. Arsya masih tak mau melihat kearahku. Dia mengabaikanku. aku gak mau menyerah, aku ingin kesalah fahaman antara aku sama Arsya terselesaikan secepatnya. Yang pentig aku sudah minta maaf sama dia, mau dia maafin atau tidak itu urusan dia. Aku mendekat kearah Arsya dan memegang tangannya lalu menarik dia untuk berdiri, dia sempat berontak dan menghempaskan tanganku dari tangannya. Namun aku kembali memegang tangannya dan menariknya, mambawanya ke belakang sekolah. Awalnya dia sempat meronta, namun akhirnya dia mengikuti langkahku. Setelah sampai aku melepaskan peganganku. Dia kemudian menatap kearahku sambil melipatkan tangannya di dadanya. Kita masih terdiam seribu bahasa, aku hanya menunduk, bingung harus mulai darimana pembicaraan ini.
“Kalau Lo gak mau ngomong apa-apa, gue pergi” Ucap Arsya setelah lama diam,aku tersentak saat dia menggunakan kalimat Lo-Gue, karena selama ini dia selalu berbicara halus sama aku. Aku menahan tangannya saat dia hendak pergi.
“Aku minta maaf” ucapku, dia hanya diam sambil terus menatap tajam kearahku. “Aku tahu aku salah, aku sudah buat kesalaham, aku sudah tahu soal taruhan itu, soal pertandingan badminton itu, dan soal Kak Ardit yang men...” Arsya menaruh telunjuknya di bibirku, aku terdiam dan menunggu apa yang akan dia ucapkan. Namun Arsya hanya tersenyum dan lekas pergi meninggalkanku sendiri.