It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sikap Erru dan Ervan pagi ini terlihat aneh. Terlihat canggung. Apalagi Erru. Ekspresi wajah yang nggak aku pernah aku lihat sebelumnya. Erru tersipu-sipu malu. Mungkin sudah terjadi sesuatu diantara mereka. Bukankah si Erru pamer mau ngelakuin sesuatu kemarin malam? Tapi aku nggak mau tau apa yang mereka lakuin. Terserah mereka mau berbuat apa. Aku....
Aku menghela nafas panjang.
Itu...bukan urusanku.
Pagi ini dinginnya di luar batas. Kalau nggak salah sudah hampir musim hujan. Kemarin hujan pertama. Aku sudah pakai jaket tapi tetap merasa dingin.
Tanganku aku buat tumpuan buat kepalaku yang terasa berat. Mataku mulai terpejam saat seseorang datang ke kelas ini. Dari langkahnya aku tau ada yang datang.
Aku orang pertama yang datang di kelas. Dan dia...orang kedua.
Graaakkk...
Mataku terbuka.
Aku kira Enno yang datang tapi...
!!!
"An...ton..." desisku.
Dia menatapku datar sambil meletakkan tasnya di atas meja.
Sejak kami berantem dulu, Anton langsung pindah duduk. Tukar tempat duduk sama Enno.
Aku kembali duduk tegak.
"Pindah ke sini lagi?" tanyaku tanpa ada niat menyindir.
"Iya. Duduk di depan nggak enak."
Aku tersenyum samar.
"Ooh...."
Wiiiihh....canggung!!!
Aku berdeham sambil menggaruk kepalaku.
Lama kami saling terdiam sampai beberapa anak mulai berdatangan. Karena rasa canggung yang menjadi-jadi aku memilih pergi dari sana. Aku berpapasan sama Ervan. Tapi aku pura-pura nggak lihat. Toh dia juga sedang sibuk dengan hpnya.
Aku menghela nafas panjang.
Bruughhh....
Tanpa sadar aku menabrak orang. Ya...lebih tepatnya aku di tabrak. Cowok dari kelas sebelah. Siapa namanya? Nggak kenal.
Aku cuma menatapnya dan kembali melangkah pergi. Cowok itu mengumpat pelan. Nggak heran. Hpnya jatuh.
"Kalau nabrak orang itu harusnya kamu minta maaf," suara teguran yang sukses membuatku melihat kebelakang.
Anton menyusulku.
"Kenapa harus minta maaf? Yang nabrak dia. Bukan aku."
Anton menatapku. Pandangannya dingin.
"Kamu itu...tau nggak sih kata-kata mereka tentang kamu??"
Aku memicingkan mata.
Dia deketin aku lagi cuma mau bikin aku kesal?
"Aku sombong? Aku suka main cewek? Pembuat onar? Apa lagi?"
Anton masih menatapku.
"Terserah mulut mereka. Bukan...urusanku."
Bruugghhh!!
Mataku terbelalak kaget saat Anton menerjangku hingga punggungku menyentuh dinding dengan kasarnya.
Untung pagi ini lorong masih sepi. Ya ada beberapa anak yang terlihat. Tapi mereka lebih memilih menghindar atau berhenti dari kejauhan.
Aku mencengkeram pergelangan tangan Anton. Dia gila. Dia mencengkeram kerah bajuku.
"HOOEEE..!!!!" bentakku.
Anton menatapku tajam. Begitu juga denganku.
"Terusin sifatmu yang kayak gitu. Bilang aja semua bukan urusanmu," katanya pelan tapi aku tau dia sangat marah, "dasar egois."
!!
Kali ini dia menarik tangannya dari kerahku.
Aku...?? Egois...?? Sejak kapan aku jadi egois?
Aku menelan ludah.
Kalau aku egois nggak mungkin...aku jadi kayak gini. Kalau aku egois...aku bisa bikin Erru diusir dari rumah. Kalau aku egois, aku bisa bikin selingkuhan mami menderita. Kalau aku egois, aku bisa memaksa papi mami terus bersama. Kalau aku egois, aku bisa menolak kedatangan tante di dalam keluargaku. Kalau aku egois, aku bisa merebut Ervan dari Erru.
Apa...aku masih bisa di bilang egois??
Aku menatap lurus Anton.
Dia orang yang nyebelin yang nggak tau apa-apa tapi bertingkah sok tau segalanya.
Aku nggak suka...aku...bener-bener...nggak suka.
!!
Anton tiba-tiba melempar jaketnya ketas kepalaku lalu menarik pergelangan tanganku. Aku terpaksa mengikuti langkahnya.
Dan saat kami sampai di kelas yang dijadiin gudang, Anton tiba-tiba memelukku. Jaket yang menutupi kepalaku tersingkap. Pandanganku sudah buram.
Aku menghela nafas.
"Sorry...aku...ya ampun...sorry," katanya pelan.
"..."
"Iya...iya aku yang salah. Sorry," pelukannya mengerat.
Nyaman...kapan terakhir aku dipeluk? Abaikan pelukan cewek. Seingatku mereka cuma memeluk untuk cari perhatian.
Aku...suka dipeluk. Aku suka kepalaku diusap. Dan aku suka dipuji.
Anton melepas pelukannya. Menatapku khawatir. Dia menghapus air mataku yang sudah jatuh sejak tadi. Dia mengusap kepalaku pelan.
"Bawa aku ke tempat sepi nanti setelah pulang sekolah," desisku, "aku mau teriak-teriak."
"Oke...oke..."
Sesuai janji, Anton mengajak Erry ke sawah jauh dari perkotaan. Hanya ada sawah dan bukit-bukit.
"AAAAAAAAAAAAARRRRRRGGGGHHHHHH!!!!!"
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH...!!!"
"BEEGGOOOOOO KALIAN SEMUAAAAAA!!! NGGAK PUNYAAA OTAAAAKKK!!!"
Sudah beberapa menit Erry teriak-teriak tidak jelas. Mengumpat dan mengumpat. Menyumpahi dan mengumpat. Semua unek-unek yang dia tahan selama ini dia teriakkan begitu saja. Mengolok-olok papinya. Menyindir maminya. Mengumpat karena Erru. Perasaan yang dia tahan dia teriakkan tanpa berfikir panjang.
Anton hanya melihat itu semua. Dia bersandar di mobilnya. Sesekali mengecek hpnya. Dan benar saja ada telfon yang masuk.
"Hallo," Anton menyapa pelan sang penelfon.
'Lagi dimana? Aku di rumahmu ini. Nggak ada orang.'
Anton mengusap tengkuknya.
"Sorry bro...lagi keluar ini. Sama Erry."
'Huh??? Kencan kalian??? Akhirnyaaaaa....'
Anton menghela nafas.
"Coba kalau bener. Bahagia banget aku."
Sang penelfon terkekeh.
'Jadi???'
"Dia lagi teriak-teriak nih. Mau denger??" Anton mengarahkan telfon itu ke arah Erry yang kembali berteriak sekeras-kerasnya.
Lalu kembali menempelkan hp itu di telinganya. Tawa sang penelfon meledak.
'Gila ya dia?? Hahahaha....'
"Nggak tau deh," desis Anton, "pasti terjadi sesuatu di rumahnya. Mungkin sama Erru."
Biarpun Erry nggak pernah cerita apa-apa, tapi Anton cukup pintar buat tau kalau ada yang nggak beres di rumahnya. Begitu juga dengan hubungannya sama Erru. Anton bisa tau kalau Erry punya rasa iri yang berlebihan pada saudara kembarnya. Rasa iri yang bahkan lebih menakutkan dari rasa dendam.
'Yaah...mau gimana lagi. Punya saudara kembar nggak gampang mungkin. Udah semua sama...tapi tetap aja ada yang berbeda. Makanya suka di banding-bandingin. Kali aja papi maminya suka banding-bandingin.'
"Iya kali ya..."
'Terus kamu...udah nembak dia??'
Anton kembali mengusap tengkuknya.
"Harus ya??"
'...hmm...ya...nggak harus juga sih. Tapi kan...masa kamu mau kayak gini terus?'
"..."
'Kamu udah pdkt gas puooll...masa jatohnya cuma gini-gini aja? Nggak ada kemajuan sama sekali.'
Anton terdiam sejenak.
"Ada kok."
'Apa??'
Anton tersenyum.
"Tadi aku meluk dia."
'...'
"..."
'W...woow...kemajuan. Kok bisa kamu meluk dia??? Dianya nggak marah atau...'
Anton mengusap hidungnya.
"Aku tadi bikin dia...nangis."
'...'
"..."
'...'
"..."
'Huh?? Kok bisa??'
"Ya...tau sendiri lah sifatnya gimana. Aku udah cerita kan. Nah...aku cuma ngingetin dia tentang sifatnya itu. Eeee...dianya nangis."
Sang penelfon tergelak.
'Tapi dia nggak marah kan kamu peluk gitu?'
"Nggak sih. Dia kan...suka dipeluk."
'Hoooo....hahahahahahahaha.....'
"Apaan sih!!"
Erry terlihat sedang duduk di tanah tanpa alas. Anton langsung mengambil jaketnya dan melemparnya ke Erry. Jaket itu jatuh di samping Erry.
"Kotor," kata Anton sambil memberi isyarat ke Erry sambil menepuk-nepuk pantatnya sendiri.
Erry yang mengerti langsung duduk di atas jaket Anton.
'Apanya yang kotor?'
"Nggak...itu Erry duduk di bawah nggak pakai alas."
'Cieee yang perhatian.'
"Aaah...sudah ah aku tutup aja. Apaan sih."
'Hahahahaha....ya udah met senang-senang. Jangan lupa nanti pulang cerita-cerita.'
"Nggak janji deh."
'Harus. Tapi yang lebih penting lagi...kamu harus nembak dia. Jangan sampai perjuanganmu buat pdkt ke dia sia-sia. Dia harus tau perasaanmu. Ditolak atau nggak itu urusan belakangan. Tembak dia. Dor dor dooorrr...aaahhh...'
"Cerewet."
'Nggak cerewet. Cuma aku kasian liat kamu. Pdkt kayak gitu tapi dia nggak tau sama sekali. Kamu sampai bela-belain ngomong ke wali kelas minta pindah kelas padahal nilaimu cukup tinggi. Terus kamu korbanin waktu belajarmu cuma buat main game. Padahal kamu nggak suka main game. Cuma karena dia suka ngegame, kamu bela-belain ngegame biar satu server sama dia. Apa lagi? Masih banyak. Kamu kena banyak masalah di sekolah juga karena belain dia kan??'
"Iya-iya ah...cerewet banget sih."
'Ya udah ya udah. Aku mau jemput Rendy ini. Nanti aku telfon lagi. Aahh...bego kunciku mana kunci...'
"Sana cari dulu kunci motormu. Kasian pacarmu nunggu. Kena omel baru tau rasa."
Suara tawa kembali terdengar dari seberang sana sebelum terputus.
Anton menatap Erry sambil memainkan hpnya. Memutar-mutarnya dengan dua tangan.
"Nembak ya?" desisnya.