It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
- nnti aq sama vivie mw k rmhmu. Km ada g? Ato qta k skolahmu aja?-
Itu adalah bbm yang dikirim Septi pada Ervan saat pelajaran berlangsung.
- datang aja ke sekolah. Qta bisa langsung cabut- Balas Ervan.
Saat ini Ervan sedang pelajaran bahasa Indonesia. Gurunya sabar. Jadi memainkan ponsel di dalam kelas tidak akan banyak berpengaruh. Ya...kalau bisa tetap jangan sampai ketahuan.
-oke bro- balasan dari Septi mengakhiri chatting mereka.
"Siapa?" tanya Ino yang duduk di sampingnya.
Erry bertahan duduk dengannya waktu hari pertama. Hari kedua dia meminta tukar tempat duduk dengan Ino yang saat itu duduk dengan Anton.
"Temen sekolahku yang lama. Kayaknya sih mau ngajak keluar bareng," sahut Ervan lirih.
Mata Ino seakan berbinar.
"Aku boleh ikut nggak??"
Ervan menatap Ino untuk mencari kebenaran.
"Ya...ya boleh aja sih. Cuma...bukannya kamu nggak bisa kena sinar matahari langsung ya? Aku nggak tau mereka mau kemana. Mungkin cuma naik motor barengan...."
"Aku tadi naik mobil kok," kata Ino yang masih antusias.
"...ah iya aku lupa..."
Terkadang Ervan lupa jika lingkungannya kini berubah. Tidak seperti dulu yang semua temannya sama-sama kere. Kemana-mana selalu naik motor. Hujan ya kehujanan, panas ya kepanasan.
Dengan alasan keluar dengan temannya itulah Ervan mengirimi Erru bbm. Dan tak ada balasan darinya.
Sikap Erru tak banyak berubah sejak itu. Dia tetap pendiam seperti biasa. Saat berangkat kesekolah dengan Ervan, dia juga hanya diam fokus menyetir.
"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA...." tawa yang menggelegar membuat Ervan dan seisi kelas menatap kesumber tawa.
"Erry, tawamu di kondisikan lo ya. Ini masih pelajaran saya."
"Maaf bu...maaf hahaha...kamu sih," Erry menyenggol Anton yang baru saja memasukkan hpnya ke dalam laci.
Tawa lepas yang tidak pernah di tunjukkan Erry saat di rumah. Sejak kedatangan Ervan dan keluarganya, Erry tidak pernah tertawa seperti itu.
"Erry...dia orang yang kayak gimana di sekolah?" tanya Ervan ke Ino.
"Erry? Ya...gimana ya. Rame. Nyenengin lah. Cuma...aduh playboynya, nggak nguatin."
"...dia pura-pura nggak sih? Maksudku...tawanya, atau mungkin..."
Ino terdiam sesaat.
"Gimana ya...aku nggak bisa nilai. Tapi kalau sama temen-temennya dia selalu lepas sih kalau ketawa."
"Gitu ya..."
"Kalau Erru?"
"Waduh...nggak ngerti aku. Dia diem banget soalnya. Aku juga nggak terlalu kenal juga."
"..."
Ervan masih menatap Erry. Entah apa yang dipikirannya saat itu.
"Kenapa? Apa mereka, nggak suka kamu ada di rumahnya?"
"Mungkin...tapi aku rasa...Erry yang nggak suka sama aku."
"Jadi Erru suka sama kamu?"
"HUH???"
Ervan langsung menatap Ino.
"Ervan..." suara teguran dari bu Guru membuat Ervan terkekeh.
Erry melirik Ervan.
"Tadi kamu bilang apa??" tanya Ervan dengan suara lirih.
"Jadi Erru suka sama kamu?" Ervan menelan ludah, "Erru nerima kamu dan keluargamu?"
Kali ini Ervan menghela nafas.
Erry memegang pucuk kepalanya yang pernah disentuh Ervan. Matanya masih melihat ke Ervan.
"Mu...mungkin. Setidaknya dia nggak benci aku," sahut Ervan
"Bagus dong," Ino tersenyum.
"Kalau...kamu seneng di pegang sama orang tertentu, itu tandanya apa?" tanya Erry pelan entah kepada siapa.
"Huh?" Anton menatap Erry, "suka kan? Rasa suka?? Kamu suka sama orang?"
"Nggak...nggak mungkin lah!!" Erry nampak kesal, "terus kalau kamu suka chatting sama orang tertentu namanya apa? Suka juga?"
"Kenapa? Kamu lagi ngomongin siapa ini? Jenus? Aku bilangin nih ya, dia nggak hode. Dia beneran cowok. Jadi jangan terlalu berharap. Liat kenyataan. Di sini banyak cewek yang suka sama kamu. Nggak usah ngincer yang didalam game."
"Cewek matre? Cewek-cewek bego itu? Masalahnya aku nggak suka sama cewek kayak gitu."
"Kalau Jenus? Kamu suka? Gimana kalau dia cowok? Aku lihat kemarin kamu ngajakin Jenus ke taman Inthios kan? Padahal kamu nggak suka ngajak orang lain ke sana. Aku aja nggak pernah kamu ajak."
Erry menatap hpnya. Jenus tidak online.
Kemarin Jenus nampak beda, dia terlihat sangat mengenaskan saat pvp dengan Shiron dari S1. Kalah telak. Mati berkali-kali. Erry tau jika ada sesuatu yang tidak beres. Entah ada masalah apa, tapi hal itu cukup mengganggu Erry.
Akhirnya Erry memutuskan mengajak Jenus ke taman Inthios miliknya. Dan...dia mendengar suaranya lagi biarpun tak terlalu jelas.
'Makasih Ethoa.'
"Dia memang cowok..." desis Erry lirih.
"Huh??"
"Nggak...bukan apa-apa."
Lena lagi-lagi berlari menghindariku. Anak itu kalau mau mandi kok susah banget. Mbak putri sampai kewalahan.
"Lenaaaa!!!" panggilku.
!!!
Erru.
Lena bersembunyi di balik tubuh Erru. Erru baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuh atasnya sedikit basah, rambutnya apalagi.
Erru menatapku beberapa saat sebelum dia berjongkok di depan Lena.
"Nggak mau mandi?" tanya Erru.
"Nggak mau. Aku nggak suka mandi," sahut Lena.
"Lenaa!!" panggilku tanpa beranjak dari tempatku berdiri.
Kakiku rasanya berat mau mendekati Lena. Karena ada Erru tentunya.
"Kenapa nggak mau mandi?" tanya Erru lagi.
"Karena aku nggak suka. Apa mas Erru suka mandi?"
"Aku suka."
Deg...
"Aku suka mandi," kata Erru lagi.
Sumpah aku bego banget.
"Kenapa? Biar wangi? Ada parfum."
"Biar cakep. Menurutmu aku cakep nggak?"
Dia nggombalin anak kecil.
Ck...
"Cakep," sahut Lena.
"Nah Lena juga harus mandi biar cantik kayak siapa itu...di Frozen?"
"ELSAAAA!!!"
"Elsa..." desis Erru, "masih mau nolak mandi?"
Lena menggeleng.
"Aku mau mandi biar cantik kayak Elsa."
"Kalau gitu kamu harus mandi biar cantik. Minta mbak Putri buat mandiin kamu."
"Iyaaa..."
Lena berlari menuruni tangga untuk mencari mbak Putri.
"Kamu itu...kalau sama anak kecil, pinter ngomong," kataku tanpa bermaksud menyindir.
Erru kini sudah berdiri. Di depanku.
"Karena anak kecil enak di ajak ngobrol," sahutnya pelan.
"Oh..." desisku sambil berlalu.
Tapi genggaman tangan Erru di pergelangan tanganku membuat langkahku terhenti.
"Kenapa kamu ngunci pintu kamarmu kalau malam?"
Pertanyaan terbego yang pernah aku dengar.
Aku mencoba menarik tanganku dari cengkramannya. Tapi gagal.
"Karena aku nggak mau ada nyamuk masuk," sahutku sekenanya, "Ru, lepasin tangaku!"
Erru melepaskan tangaku.
"Sorry...tapi aku nggak bisa tidur. Aku...susah tidur."
"Kamu bisa tidur setelah menciumku??" aku bergidik ngeri, "lupain aja!!"
Aku kembali melangkahkan kakiku. Aku nggak bisa menebak apa yang dipikirkan Erru. Lama-lama dia membuatku...
Takut.
Tanganku mengeluarkan darah. Begonya aku, gelas yang baru aku ambil jatuh ke lantai. Padahal aku baru membuat kopi. Saat aku membersihkannya, luka gores yang aku dapat.
"Gimana nih? Darahnya nggak mau berhenti. Tsk..."
Air dari kran menyapu jariku yang berdarah. Air nya berubah menjadi merah.
Erru yang baru masuk ke dapur hanya menatapku sekilas. Itu bikin kesal.
"Kalau Ervan yang terluka...gimana ya? Diem aja nggak ya?" sindirku.
Erru kembali menatapku dan aku hanya menyuguhinya senyuman manis.
"Homo lu. Sampah!!" makiku pelan sambil terus menatapnya.
"..."
Dan seperti biasa dia hanya diam dan meninggalkanku.
Aku menghala nafas.
"Kenapa tanganmu?" suara kali ini yang membuat dadaku rasanya di remas.
Ervan!!
"Kena gelas? Kok gelasnya bisa jatuh? Hati-hati dong!"
"Mau apa?" tanyaku sambil menarik tanganku dari guyuran air karena dia tiba-tiba memegang jariku.
"Jangan di guyur air terus. Sini aku kasih hansaplast."
"Nggak perlu, nanti juga berhenti."
"Sini...!! Ikut aku bentar."
"Nggak mau."
"Kenapa nggak mau sih?"
Ervan nampak gregetan. Dia memperlakukanku seperti dia memperlakukan Lena.
Aku nggak suka.
Aku bukan adiknya.
"Kenapa juga aku harus mau?! Minggir!!"
Aku ini...bukan adiknya kan...?!
"Erry!!"
"AKU BUKAN LENA. AKU BUKAN ADIKMU. KAMU ITU CUMA NUMPANG DISINI. NGGAK USAH SOK NGURUSIN DAN PERHATIAN. JIJIK TAU NGGAK?!" sesaat setelah aku berteriak, aku langsung sadar kalau kata-kataku barusan menyakitinya.
Aku bisa lihat dari pancaran matanya.
Ah...
Aku nggak mau tau lagi. Terkadang kata-kata yang keluar dari bibirku ini bisa lebih busuk dari yang terbusuk.
"Sampai kapan kamu mau kayak gini? Nolak keberadaan kami di rumah ini? Kami memang numpang. Tapi jujur aja aku nggak mau numpang. Aku nggak betah disini. Aku pengen balik ke rumahku sendiri."
Dan setelah itu dia pergi meninggalkanku. Itu membuatku...merasa bersalah. Anehnya...sejak kapan aku khawatir kalau kata-kataku bisa bikin dia sedih? Sejak kapan?
"Yang aneh itu aku. Menjijikkan...itu aku."
Erru sedang berjalan ke toilet saat dia merasakan pusing yang luar biasa di kepalanya. Wajahnya nampak kelelahan. Ada warna gelap di kedua kelopak matanya.
Cowok dengan kacamata itu mencoba melihat cahaya yang menembus di kaca koridor.
Matanya menyipit. Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Kesadarannya sedikit demi sedikit mulai menghilang.
Bruugghh...
"Eehh..." anak yang berdiri tak jauh darinya terkejut saat tubuh itu jatuh.
"Ya ampun," yang lain nampaknya juga melihat hal yang sama.
"Heeii!! Bantuin wooee!! Ada yang pingsan ini!!"
"Angkat!! Angkat dulu!"
Beberapa anak cewek hanya terdiam sambil menutup bibirnya dengan tangan. Sedangkan anak-anak cowok langsung datang untuk mengangkat Erru.
"Jangan injek kakiku bego!!"
"Sorry-sorry."
"Bawa ke uks cepet. Eh kamu bantiun pegang kakinya!!"
Kegaduhan itu tentunya jauh dari kelas Erry dan Ervan. Sampai satu anak datang kekelas mereka dan memberitahu kondisi Erru.
Karena saat sedang jam istirahat, banyak anak yang keluar dari kelas. Erry dan gerombolannya ada di sana. Dan dia hanya ber-oh ria. Tak ada ekspresi khawatir di wajahnya.
"Sana!! Liatin!! Dia saudaramu lo Ry," Rudi menempeleng kepala Erry dengan buku tulis.
"Nggak penting tau nggak sih. Pasti lagi cari perhatian," kata Erry sambil memegang kepalanya.
"Sana liat dulu!!" Tegar ketua kelas Erry mencoba angkat bicara.
Mau nggak mau Erry beranjak dari duduknya. Dia berjalan dengan malas. Langkahnya masih sama saat dia melewati kelas sampingnya. Kini langkahnya terlihat sedikit lebih cepat. Semakin lama langkahnya semakin cepat.
Kini dia berlari.
"Kenapa tuh Erry lari-lari??" tanya Ino yang saat itu melihat Erry berlari dengan kecepatan penuh.
Beberapa kali dia hampir menabrak orang.
Ervan juga melihatnya. Dan anak itu hanya mengangkat bahu tanda tak tahu apa-apa.
"Aku liat dulu ada apaan," kata Ervan yang menepuk bahu Ino sebelum berlari kecil menyusul Erry.
Erry sampai di ruang kesehatan. Ada satu guru yang berjaga di sana.
"Erry," guru itu menatap Erry dari balik kacamata tebalnya.
"Erru...dia kenapa pak?" tanya Erry sambil berusaha mengatur nafas.
Seolah tersadar, dia langsung mendekati Erru. Anak itu nampak memejamkan kedua matanya. Bibirnya pucat.
"Dia kelelahan. Mungkin kurang tidur."
"Kenapa bisa...."
"Aku nemuin ini di saku celananya," kata pak Jono memotong kata-kata Erry.
Pak Jono menyodorkan satu botol obat pada Erry. Tak berlabel. Hanya botol yang diisi obat.
"Apa...ini pak?" Erry menatap pak Jono.
"Kemungkinan itu obat penenang."
"Huh???"
"Apa dia kesulitan tidur? Apa dia punya insomnia?"
Erry seperti tersadar. Dia ingat kalau beberapa tahun belakangan Erru seperti orang yang susah tidur.
"Mu...mungkin."
"Nah itu. Dia mungkin sudah kecanduan obat penenang. Erry, aku perlu ngomong ke wali kelasmu dan bertemu dengan orang tua kalian."
Ervan yang mendengar kata-kata pak Jono hanya terdiam di balik gorden putih yang tertutup. Dia berjalan pergi saat Erry mulai bicara lagi.
"Obat...penenang...?" desis Ervan.
Pagi ini bunda ke sekolah. Dia memenuhi panggilan pihak sekolah. Ternyata benar, obat itu adalah obat penenang. Sekolah tidak menyalahkan siapa-siapa di sini. Hanya saja, sebaiknya Erru diberi nasehat dan lebih diperhatikan. Erru sudah memberi penjelasan kepada pihak sekolah kalau dia masih dalam pengawasan psikiater. Dan dokter yang menanganinya mengiyakan hal itu saat di telfon pihak sekolah.
Tapi ada satu hal yang aku ketahui. Dokter yang menangani Erru sempat berbicara via telfon dengan bunda. Dan obat yang diberikan pada Erru sudah mulai dikurangi dari setahun yang lalu.
Erru yang sudah kecanduan nampaknya tidak bisa berhenti. Tapi saat melihatnya jatuh pingsan, apa dia berusaha berhenti?
Dan yang pasti papi tidak tau apapun tentang kondisi Erru. Erru meminta pada bunda untuk merahasiakannya dari papi. Begitu juga dengan Erry. Biarpun Erry sok tidak peduli, tapi saat ada surat panggilan dari sekolah, dialah orang pertama yang meminta hal itu di rahasiakan dari papi.
Jakunku naik turun saat aku menelan ludah. Aku menatap knop pintu kamarku. Pintu kamarku sudah tertutup, tapi kali ini...tidak terkunci.
"Keluarga mereka....benar-benar sudah hancur luar dalam," desisku.
Aku berjalan ke kasur. Ada Lena yang sudah tidur pulas.
Anak kecil kalau sudah jamnya tidur, pasti cepat tidur.
Aku mencoba memposisikan tubuhku sedemikan rupa. Tapi sumpah. Sampai dua jam aku tetap tidak bisa tidur.
Ini menyiksa.
Klek..
!!!
Sontak aku menahan nafas saat mendengar klon pintuku di putar. Aku merasakan ada langkah kaki pelan yang mendekatiku.
Tenanglah!! Nggak apa-apa!! Nggak ada masalah!!
Jantungku rasanya mau meledak saat Erru membisikkan sesuatu di telingaku.
"Ervan..."
Aku masih pura-pura tidur. Nggak ada pilihan lain. Cuma itu yang terpikirkan.
Aku merasakan Erru dibelakangku. Dia mencoba tidur di sana. Dan tangannya, melingkar erat di pinggangku.
Jakunku bergerak naik turun. Dia memegang tanganku yang terasa dingin. Tangannya hangat.
Sial...
Nafasnya di tengkukku.
...
!!!
Aku langsung terduduk syock sambil memegang leher belakangku. Erru menatapku dalam diam.
"Jangan coba-coba!" kataku pelan di setiap katanya.
Sial...dia tadi nyium leherku!!
Aaaakkhhh....anak ini nyium leherku!!!
"Met bobok," desisnya sebelum menutup matanya.
Fuck!!
Ervan turun ke meja makan saat semua sudah berkumpul. Untuk sesaat Ervan terpana dengan situasi yang ada di depannya. Erry nampak menurut saat bundanya memberikan susu coklat untuk di minum pagi ini. Sedangkan Erru tak ada perubahan, dari awal dia selalu menuruti apa kata bunda.
"Gimana rasanya?" tanya Ervan sedikit menggoda Erry.
"Biasa aja. Namanya juga susu," sahut Erry pelan.
Ervan melirik Erru yang sedang makan suapan terakhir.
"Matamu kok merah gitu Van?" tanya bunda saat menyadari kedua mata Ervan bengkak dan memerah.
Ervan mengusap matanya.
"Nggak bisa tidur," sahut Ervan.
"Kenapa? Ada yang kamu pikirin?" papi ikut bicara.
Ervan melirik Erru yang bersikap seolah-olah dia tidak bersalah.
Ervan tidak bisa tidur juga karena salahnya. Ervan merasa takut jika Erru melakukan sesuatu yang iya-iya. Tapi nyatanya tidak. Hanya ciuman singkat di belakang leher.
"Ini...karena aku masih mikirin pelajaran di sekolah," jawab Ervan sekenanya.
"Nggak usah dipikirin terlalu berat. Jalanin aja. Yang penting nggak bikin masalah."
Kata-kata papi membuat Ervan dan Erry menelan ludah. Mereka langsung melirik Erru yang masih bersikap tidak bersalah. Bunda hanya tertawa pelan.
"Ervan nggak makan dulu?" tanya bunda untuk mengalihkan perhatian.
"Nggak deh bun, nanti aja disekolah. Lagian udah jam segini."
Erry sudah beranjak lebih dulu, diikuti dengan Erru.
"Ya udah hati-hati."
Dalam perjalanan ke sekolah, Erru dan Ervan hanya terdiam. Sesekali Ervan memainkan hpnya.
"Van..."
"Hmm???"
"Kamu marah?" tanya Erru tanpa menatap lawan bicaranya.
"Nggak. Kenapa?" Ervan juga masih menatap layar hpnya.
"Tentang ciuman dileher kemarin."
Kini tangan Ervan yang sibuk memencet kesana-kesini di hpnya terhenti. Ervan menatap lurus kedepan. Ke jalanan yang dilalui.
"Yang kemarin nggak usah diulangi," kata Ervan pelan, "aku ini bukan homo."
"..."
"Kamu homo ya?"
"..."
Ervan menatap Erru.
"Iya. Aku suka sama cowok."
Ervan terdiam sesaat.
"Kamu itu nggak lagi suka sama aku kan?!"
Ervan menelan ludah.
Mobil Erru berhenti di depan toko yang masih tutup.
"Kita bisa telat," protes Ervan.
"Aku mau ngomong," kata Erru pelan, "penting."
"..."
"..."
"Mau ngomong apa? Cepetan! Nanti kita bener-bener telat."
"Iya aku suka. Ervan...sorry tapi aku suka sama kamu."
"Aku normal. Aku punya pacar dan..."
"Aku nggak peduli."
Ervan menelan ludah.
Jantung Ervan berdetak semakin cepat tiap detiknya. Tangannya menjadi dingin.
"Tetep aja, aku nggak bisa," kata Ervan lirih.
"Aku kecanduan obat."
"Huh???"
"Aku sudah berusaha berhenti tapi nggak bisa. Gagal terus."
"..."
Ervan menatap Erru.
"Hubungan papi dan mami dulu baik-baik saja. Semua berubah karena mami punya selingkuhan."
"..."
"Cuma aku yang tau. Papi dan lainnya nggak tau. Itu waktu aku masih SD. Aku melihat mereka pelukan di kamar papi."
"..."
"Kamu tahu rasanya berat menanggung semua itu sendirian. Aku nggak mungkin ngomong ke Erry. Erry sangat sayang mami dan aku juga nggak bisa bilang ke papi karena bisa bikin papi sedih."
"..."
Ervan masih setia mendengarkan. Dia tahu jika Erru sedang mencoba terbuka padanya. Dan dia menghargai itu.
"Aku...cuma nggak mau semuanya berubah. Aku nggak mau keluargaku berantakan cuma karena mulutku. Aku..." Erru terdiam sesaat, "mengunci mulutku rapat-rapat."
"Erru..."
Rasa iba dan rasa bersalah karena telah hadir di kehidupan mereka membuat Ervan tak enak hati.
"Semakin lama semakin berat buat nyembunyiin semuanya. Aku nggak tahan. Aku selalu was-was, jam tidurku berantakan. Tanpa aku membuka mulutkupun, semua sudah menjadi kacau."
Erru bercerita panjang lebar. Baru kali ini Ervan mendengar serentetan suaranya.
Erru menghela nafas.
"Sampai kalian datang ke rumah kami."
"Sorry," desis Ervan.
"Nggak. Aku nggak nyalahin kalian. Hanya saja...aku cuma kaget. Awalnya aku nggak bisa terima. Tapi kalian berbeda. Kedatangan kalian membuat rumah kami berbeda."
"Bundaku nggak pernah selingkuh. Maksudku pernikahan bunda dan papi itu awalnya...mereka nggak ada hubungan apa-apa. Mereka berdua cuma...papi dan ayahku dulunya teman. Tapi bunda nggak ada hubungan apa-apa sama papi..."
"Aku tau," sahut Erru sambil menatap Ervan dalam, "aku tau."
Nafas Ervan sesak. Dia merasa terbebani dengan status pernikahan bunda dengan papinya Erry, Erru.
Tangan Erru mencubit pipi Ervan saat melihat wajah Ervan yang sedikit aneh. Tentu saja Ervan langsung menepis tangannya.
Erru menghela nafas panjang lalu tersenyum. Senyum yang belum pernah dilihat Ervan sebelumnya.
"Aku lega karena kalianlah yang masuk di keluarga kami," kata Erru sambil menyalakan mobilnya.
"..."
"Aku lebih lega lagi karena aku bisa ketemu sama kamu," kata Erru lirih sambil melajukan mobilnya.
"Apa? Tadi kamu bilang apa?"
"Nggak. kita bakal telat."
"Iya ini gara-gara kamu nih. Sok....curhat."
Mobil yang mereka tumpangi melaju pelan menuju sekolah. Tentu saja mereka terlambat dan sanksinya sudah menunggu.
Untuk beberapa saat aku menatap item yang baru aku dapat.
"Sampah," desisku.
Pelit banget. Dari empat belas box isinya sampah semua.
Aku melirik guruku yang sedang menerangkan sederet angka.
Bikin bosan.
...
...
...
Lagian Jenus sudah dua hari nggak online. Itu kan...bikin males. Nggak ada lawan yang bisa di hajar.
Yang lain juga mulai jarang online. Apa aku ganti sama anggota baru? Itung-itung yang newbie masih semangat-semangatnya jalanin misi guild.
Gitu aja lah.
Lili Fee aku tendang.
Roit juga aku tendang dari guild.
Mereka sudah sebulan nggak online.
Siapa lagi?
Poorii juga udah lama nggak online.
Aku melirik bangku Ervan.
Kosong.
Aku kembali melihat hpku yang sedang menampikan menu utama. Aku baru saja log out. Nggak ada yang menarik. Jam segini banyak yang sekolah dan kerja.
Kemana Ervan? Masalah kemarin baru kelar, dia mau bikin ulah apa lagi sekarang? Mbolos setelah masalah Erru selesai.
Lagakku kayak nggak pernah bikin ulah.
"Nggak ada yang bener," desisku.
Sadar diri sih aku.
"Apa sih kok ngoceh sendiri daritadi," bisik Anton.
Aku memilih diam.
Tanganku mencoba membuka galery screenshotsku. Ada fotoku dan Jenus disana.
...
...
...
Hehehehe....
Keren ya...
Aku pengen sekali aja mainin char dia. Char Jenus itu selalu keren. Aku sudah cobain membentuk charku sama persis. Tapi mau aku cicil mulai dari sayapnya. Karena powernya ada di atasku, jadi susah mau bikin sama persis.
...
...
...
Ganteng banget...
Kerennya...
...
...
...
Braaakkk!!!
Aku menggebrak meja. Seisi kelas langsung menatap ke arahku.
Anton menginjak kakiku.
"Erry, kalau nggak suka pelajaran saya, silahkan keluar."
"Aaahh...iya bu maaf."
Erry begoooo...
Aku meremas rambutku kesal.
Aku hanya bisa mendengar semuanya tertawa.
Aaaahhh....
Anton mentapku dengan alis menaut.
"Begooooo....begoooooo...." katanya geregetan di tiap nadanya.
Iya emang aku bego.
Nggak bener.
Nggak bener ini.
Sejak kapan aku tergila-gila sama Jenus??? Aku nggak mungkin....
...kan...?
...ya...?
Normal kan aku? Aku merasa aku masih normal. Aku suka dada yang boing-boing. Aku masih suka cewek yang wangi tubuhnya nyata bukan CHARA GAME YANG ORANG ASLINYA AJA AKU NGGAK TAU DAN DIA ITU COWOK!!!!
Dia...cowok.
...
...
Ah...aku cuma ngefans sama dia. Pasti kayak gitu. Fans fanatik. Fans karena dia itu kuat, baik dan orangnya asyik.
...
...
Bruugg...
Kepalaku menempel di meja dengan keras.
Mati aku.
"ERRY!!!"
"Maaf bu..."
Pikiranku kalut. Selama pelajaran berlangsung yang ada di pikiranku cuma Jenus...Jenus...Jenuuussss.... bikin jenuuuhh!!!
Aku tau kalau aku suka game. Aku juga tau kalau aku terlalu suka game. Kadang aku sampai membayangkan hidup di dunia game. Itu kayaknya enak. Dan kadang...aku membayangkan chara-chara itu terlihat nyata. Imajinasiku cukup tinggi.
Daripada punya banyak teman yang....kayak sampah.
Anton. Dia memang temanku tapi dia pernah nikung aku dari belakang. Pacarku di rebut. Nggak masalah juga sih, karena aku nggak terlalu suka sama cewek itu. Rata-rata cewek yang deket sama aku cuma mau minta diantar belanja dan ke salon. Suka bilang sayang dan cinta tapi semuanya nggak nyata. Dimataku sebaik apapun Anton, dia cuma tukang nikung.
Rudi. Aku nggak tau sih sifat aslinya kayak gimana. Tapi aku yakin dia itu orang yang licik. Dia memang baik dan kadang suka ngasih nasehat. Tapi bukannya orang kayak gitu yang paling bahaya? Tau-tau nanti nikung kayak Anton. Aku selalu hati-hati sama dia.
Si Cahyo paling parah. Dia suka iri. Maksudku dia memang orang yang irian. Dia juga bilang sendiri kalau dia iri aku punya sesuatu yang bagus. Dia juga iri setiap aku punya pacar cantik. Dengan bangganya dia bilang, aku juga mau pacar cantik kayak pacarmu. Aku juga mau motor kayak motormu. Bahaya nggak sih? Bahaya kan?!
Kalau di dunia ini semuanya cuma topeng. Cuma kepura-puraan. Aku lebih suka main di dunia maya. Misalnya aja game. Biarpun mereka juga pura-pura setidaknya aku sudah tau dan aku juga bisa ikut pura-pura. Di game...menurutku lebih jujur dari dunia nyata. Kebohongan di dunia maya sudah terlihat jelas. Beda sama dunia nyata. Sebuah kohongan besar akan tertutupi dengan kepura-puraan. Dengan topeng mulus tanpa cacat.
Seorang pembunuh bisa menangis di depan jenasah korbannya. Seorang pencuri bisa ikut mencari barang yang dicurinya sendiri dengan korbannya. Seorang tukang gossip bisa menjadi pendengar yang baik sebelum menyampaikan curahan hati orang itu ke yang lainnya dengan bumbu yang lebih gurih. Seorang koruptor bisa membuat orang lain jadi tersangka menggantikan dirinya.
Sampah banget kan? Ampas! Makanya aku males dengan apa yang aku lihat dan aku dengar. Terserah orang mau bertingkah seperti apa, itu bukan urusanku. Mau berbohong seperti apa itu juga bukan urusanku.
Aku sudah kenyang sama kebohongan. Orang selalu bilang "Erry cakep ya." "Erry baik." "Erry aku suka sama kamu." Tapi selanjutnya cukup membuatku eneg. Dibelakangku mereka bertingkah kayak hewan yang sedang menunggu mangsanya lemah. Orang-orang bego dengan segala hawa nafsunya yang mengerikan.
Termasuk mamiku.
Aku menghela nafas saat ingat bagaimana mami mencium cowok lain selain papi. Mami yang selalu terlihat baik dimataku. Mami yang menurutku wanita terhebat itu...mengkhianatiku. Mengkhianati kepercayaanku.
Papi juga sama aja. Aku berharap dia bisa mempertahankan hubungan mereka. Tapi apa yang terjadi? Mereka bercerai. Papi membiarkan semuanya kacau. Papi orang terbego yang pernah ada. Kepala keluarga begooo!!! Nggak pernah punya solusi untuk pernikahan mereka. Suka menghabiskan waktu untuk kerjaan sampai lupa keluarga.
Erru juga sama. Saat aku mau tukar pikiran, dia tiba-tiba membisu. Tingkahnya mendadak aneh dan lebih banyak diam. Keributan papi mami nggak ngefek ke dia. Seakan-akan dia nggak mau tau sama apapun. Semakin lama tingkahnya semakin aneh. Bikin kesal. Sikap bisunya itu...benar-benar bikin aku kesal luar dalam.
Yaaahh...kalau itu yang mereka mau sih...suka-suka mereka. Aku juga bisa masa bodoh.
Beda sama...Ervan...
Huh...
Kok Ervan?! Maksudku Jenus. Kenapa tadi aku kepikiran Ervan?
Anak itu mana bisa kayak Jenus yang keren dan kuat?! Jenus aja dia bisa ngalahin puluhan monster seorang diri. Dia mana bisa, maksudku kalau dia main gameku ini. Mana bisa dia ngalahin Jenus.
Biarpun sejak awal Jenus juga aneh. Tapi saat ini dia beda. Dia sering ngajak aku ngobrol. Terus semakin lama dia semakin kuat. Terus dia itu keren banget deh. Terus akhir-akhir ini dia suka nglindungi aku saat perang antar server. Terakhir dia langsung datang ke tempatku sebelum aku terbunuh. Dia nglindungi aku mati-matian hahahaha....
Keren banget pokoknya.
Kalau dia juga berbohong itu nggak masalah. Dimataku Jenus itu keren luar biasa.
Nggak ada satupun orang yang nggak pernah berbohong. Tapi Jenus pengecualian. Aku nggak memandang orang di balik sosok Jenus. Bagiku Jenus yang aku tatap dari balik layar hp...jujur di mataku.
Jenus itu pengecualian.
Hpku bergetar.
Aaahh...si Cahyo kirim foto.
!!!
"Erru dan Ervan?!"
Foto itu menunjukkan Erru dan Ervan yang sedang dihukum berdiri di tengah lapangan.
Telat? Ngapain aja sih mereka? Bukannya tadi berangkatnya barengan sama aku?!
...
...
...
Bukan urusanku juga si...
Nb....
Pic hanya pemanis hahaha...mngkin kyk gt aja kali ya foto jenus ama ethoa hehehe...jangan liat diamondx. Lagi bokek :v