It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Algibran26 Mungkin liat providernya bang, trus aplikasi ap yg d pakai. Aku pake puffin lancar jaya.
Ish jangan sama reza si aku nya, rora..
Aku mo baca dulu..
@Algibran26 UU tntng HAM ya? Kita jga nggk bsa menyalahkan sepenuhnya pemerintah, klo bukan ngeblokir situs macam ini, mrka nggk ad kerjaan dunk. XD Lagian doi juga beranggapan ap yg mrka lakukan betul.
@josiii Sipoh2 senpai.
@akina_kenji Kadang rasa cinta sma mantan yg brengsek itu sulit di lupakan loh kak. Saking sulitnya sampai bkin hidup orang porak poranda.
@lulu_75 @adrian69 @digo_heartfire @rama212
@o_komo @RakaRaditya90 @boyszki
@QudhelMars @akina_kenji @Secreters
@Algibran26 @rama_andikaa @DafiAditya
@viji3_be5t @riordanisme @happyday
@CouplingWith @andrik2007 @josiii @master_ofsun @Feri82 @RenataF @Satria91
Selamat membaca...
Bagi yang nggk mau di mention lagi, bilang ya.
Ponselku tiba-tiba berdering, menandakan bahwa ada pesan yang masuk ke ponselku. Aku yang sedang mengetik tugas, akhirnya beringsut ke arah nakas untuk meraih ponselku tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop. Tugas dari Pak Samsul Bahri ini memang mengharuskanku untuk fokus dalam mengerjakannya. Salah titik koma saja, maka akan membuat halaman makalahmu penuh dengan coretan tinta merah.
Setelah menyelesaikan paragraf terakhir bab II, aku lalu menghidupkan layar ponselku. Ada beberapa buah pesan yang telah masuk ke ponselku. Aku cukup kecewa karena tidak ada pesan dari nomor Reza, nomor dari seseorang yang sangat aku harapan. Ada pesan dari operator, pesan mama minta pulsa, dan yang terakhir, pesan dari nomor yang tidak di kenal. Aku menggigit bibirku sambil membaca pesan tidak jelas siapa pemilik nomornya itu.
'Malam. Lagi sibuk nggak?'
Aku menoleh ke arah layar laptopku yang masih menyala. Ya, mungkin dapat dikatakan bahwa aku sedang sibuk sekarang. Masih ada bab III dan daftar pustaka yang belum aku kerjakan. Aku meletakkan ponsel di dekat bantal, sehingga dapat dengan mudah aku raih nantinya. Pesan absurd yang tidak jelas siapa pengirimnya itu, nampaknya tidak perlu aku tanggapi untuk saat ini. Yang terpenting aku harus menyelesaikan makalahku secepatnya.
Ponselku kembali berdering. Aku memutar bola mataku jengah sambil kembali meraih ponselku malas. Kembali pesan dari nomor yang sama. Aku lalu membuka pesan yang masuk ke ponselku baru saja itu.
"Lagi sibuk ya?"
Aku menghembuskan nafas berat, sambil menatap layar laptopku. Andaikan dia tahu bahwa aku memang sedang sibuk sekarang.
"Nggak lagi sibuk kok. Maaf ini siapa ya? Kebetulan nomornya nggak ke save di ponselku."
Aku membalas pesan tersebut sesopan yang aku bisa. Semoga dengan menjawab pesannya merupakan cara yang terbaik, dari pada mendiamkannya begitu saja. Minimal nomor asing ini tidak lagi membrondongku dengan pertanyaan yang sama. Pertanyaan 'lagi apa' beserta koloninya.
Ponselku kembali berdering. Dengan cepat aku kembali membuka pesan tersebut. Lebih cepat aku mengetahui pengirim pesan akan semakin lebih baik. Biasanya mereka akan bertele-tele serta mengelak untuk menjawab siapa mereka sebenarnya.
"Oh, maaf. Ini aku Gaga, temannya Doni. Masih ingatkan?"
Aku mengernyitkan dahi. Ada angin apa yang menyebabkan pria ini mengirimiku pesan malam-malam begini. Aku memperbaiki dudukku, memposisikan diriku dalam keadaan nyaman. Pesan dari Gaga menarik perhatianku dari tugas yang tinggal sedikit lagi. Dari mana dia mendapat nomorku.
"Masih dong, masak lupa. Emang aku kakek-kakek apa. Oh ya, ada apa ya? Kemudian dapat nomorku dari mana?"
"Soal nomor, aku dapat dari Doni."
Aku memandang ponselku lekat-lekat, mungkin saja aku salah baca. Namun apa yang tertulis, sama dengan apa yamg aku baca sebelumnya. Dia mendapatkan nomorku dari Doni. Aku melayangkan pandanganku ke laptop, memikirkan pembicaraanku dengan Doni kemarin malam. Bukannya dia tidak mau memberikan nomor Gaga kepadaku, karena dia takut kalau aku akan menggoda Gaga. Tapi kenapa dia malah memberikan nomorku ke Gaga? Apa dia tidak takut kalau aku akan menggoda Gaga nantinya. Dasar anak aneh. Aku yakin otak Doni sudah ada yang konslet akibat kelamaan menjomblo.
Aku kembali membaca pesan dari Gaga yang belum aku baca.
'Aku mau minta tolong sama kamu. Tolong sampaikan ke Doni supaya mengirimkan akun e-mailnya padaku. Soalnya tugas kemarin mau aku kirim sama dia untuk di pelajari.'
'Kok nggak nanya ke dia langsung?'
'Nomornya nggak aktif, begitupun BBMnya ceklist mulu. Mungkin kamu bisa membantu.'
Aku berdecak sambil mengirimkan ping ke Doni. Memang menampilkan tanda delay di sana. Mungkin dia sedang menghemat kuotanya. Aku kembali membalas pesan Gaga.
'Berarti sama dong, aku nggak bisa ngehubungin Doni. Tapi kebetulan aku tahu kok emailnya.'
'Aku kira dia berada di kosmu sekarang, soalnya kemarin dia pulang cepat karena menemanimu. Bisa tolong kirimkan email Doni?'
Mendadak mukaku memerah membaca pesan dari pria FE itu. Imageku seakan sudah telah jatuh di mata Gaga semenjak kemarin. Apa dia mendengar percakapanku semalam? Ah dia pasti sedang menahan geli sekarang, karena aku -yang telah sebesar ini- masih takut dengan hantu sehinga meminta Doni untuk menemaniku beberapa malam.
Aku menggigit bibir bawahku sambil membalas pesan Gaga.
'Kemarin sih iya, tapi sekarang dia nggak di kosanku.' balasku sedikit berdiplomasi. Tidak lupa, aku mengetikkan akun email Doni yang dimintanya tadi.
Tidak ada balasan dari Gaga lagi. Sungguh pribadi yang aneh. Aku mengedikkan bahu, melemparkan ponselku ke sembarang arah, sambil melanjutkan mengetik tugasku yang tertinggal tadi. Dia dengan tugasnya dan aku dengan tugasku pula.
Tidak lama, ponselku kembali berdering. Pasti dari Gaga lagi, ya dia pasti hendak mengucapkan terima kasihnya yang tertinggal tadi. Aku mengabaikan pesan darinya karena aku sudah tahu apa isi dari pesannya tersebut. Tepat di huruf terakhir makalahku, ponselku kembali berdering. Pesan masuk lagi. Setelah menyimpan semua makalahku di file, aku meraih ponselku sambil melihat pemberitahuan pesan masuk.
'Boleh aku telfon nggak?'
'Nampaknya nggak boleh ya?'
Ada apa dengan pria ini. Aku melirik jam dindingku sambil mengirimkan pesan bahwa dia boleh menelponku. Mungkin ada hal penting yang harus dia sampaikan.
Tidak lama, nomor kepunyaan Gaga itu berhasil menggetarkan ponselku. Aku berdehem sejenak, supaya suaraku tidak terdengar serak. Sambil menggeser layar ponselku, aku menjawab panggilan dari Gaga selembut mungkin.
"Halo?"
"Halo juga," terdengar suara Gaga yang khas di seberang sana. Dia terdiam sejenak sebelum kembali bersuara, "Mmm..., udah tidur?"
Jantungku berdegup mendengar pertanyaannya. Gaga kembali mengingatkanku dengan Reza. Reza selalu menanyakan apakah aku sudah tidur atau belum disaat dia meneleponku.
"Udah tidur ya?" ulangnya, menyadarkanku dari lamunanku tentang Reza. Aku merebahkan badanku di kasur, tidak lupa menggeser letak laptopku ke tepi kasur. Aku mengatur nafasku yang tertahan.
"Eh, belum. Kalau udah tidur, trus kamu bicara sama siapa?"
"Mungkin sama kamu yang lagi ngigau." Aku terkekeh mendengar jawabannya. Mana ada orang ngigau bisa menjawab panggilan.
"Emang bisa?" tantangku dengan senyum geli terukir di bibirku.
"Mana tau kan?"
"Yayaya..." gumamku sambil menarik selimut menutupi separuh tubuhku.
"Udah makan?"
Aku terdiam sejenak mendengar pertanyaannya yang janggal. Penuh basa-basi.
"Udah tadi. Kamu sendiri?"
"Udah juga, baru juga siap," jawabnya.
"Owh..." Aku bergumam sambil menggigit ujung telunjukku. "Udah siap ngirim tugasnya ke Doni?"
"Udah. Oh ya, makasih ya kamu udah ngirimin emailnya Doni. Kalau nggak ada kamu, pasti aku masih pusing mikirin persentasi nanti."
"Eh iya, sama-sama," ujarku. "Nggak usah di fikirkan. Malah sebenarnya aku juga harus berterima kasih, karena aku, kamu harus mengerjakan tugas itu sendiri."
"Nggak usah di fikirkan," jawabnya lagi. "Hehehe. Kok canggung gini ya?"
Aku terdiam sejenak memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaannya tadi, "mungkin baru kenalan kali ya."
"Eh iya, baru kenal udah ajak nelpon."
Aku terkekeh dengan jawabannya yang lucu. "Biasa aja kali, kamu temannya Doni, berarti temanku juga dong. Walau baru kenal, tidak berarti kita nggak boleh telponan kan."
"Eh iya," ujarnya terdengar canggung. "Mungkin mengubah panggilan bisa mendekatkan kita."
Aku mengernyitkan dahiku, "Maksudnya?"
"Iya, aku, kamu itu kayaknya jauh banget deh," jawabnya.
"Jadi maunya lo, gue? Kayak aku sama Doni?"
"Nggak juga."
"Terus?"
"Kamu panggil aku kakak, dan aku panggil kamu adek," jawabnya.
"Hei, jangan mentang-mentang badanku lebih kecil ya," potongku. Aku merasa sedikit tersinggung dengan idenya tadi. Dia seperti melihat ketuaan dari postur dan bentuk tubuh. Gaga terdengar tertawa di seberang sana.
"Bukan-bukan gitu, serius bukan itu kok. Kamu lahir bulan apa?"
"Maret," jawabku singkat.
"Berarti aku lebih tua dari pada kamu," ujarnya.
Aku mengetuk-ngetuk daguku. "Biar aku tebak, pasti kamu lahir bulan Januari?" tebakku sambil mengingat namanya.
"Salah."
Aku langsung terduduk mendengar jawabannya. Jarang sekali tebakanku meleset soal nama seseorang. "Trus, Januar itu?"
"Nama Papa."
Aku mengangguk-angguk, menyandarkan punggungku ke dinding. Rupanya nama belakangnya merupakan nama ayahnya. Aku faham sekarang.
"Owh, pasti Papanya lahir bulan Januari?" tebakku lagi.
"Nggak kok, malah lahir bulan Agustus," jawabnya geli.
Aku melongo sambil menepuk jidat. Mukaku memerah menahan malu. Bagaimana tidak malu, jikalau aku dengan percaya dirinya menebak bulan lahir dua kali, dan kedua kalinya salah. Imageku pasti semakin buruk di mata Gaga.
Aku menggigit bibir, "Trus kamu lahir bulan apa?" tanyaku mengalihkan perhatiannya dari tebakanku yang meleset tadi.
"Kapan ya?" ujarnya mempermainkanku.
"Jangan becanda deh," aku berdecak, "bulan Desember?" tanyaku.
"Yups betul sekali."
"Hah serius?" Aku sedikit bersorak dengan jawabannya tadi. Makanan enak langsung terbayang di depan mataku. Kalian fahamlah, apa hubungan antara makanan dengan bulan lahir Gaga yang jatuh pada bulan Desember, sedangkan bulan ini adalah bulan Desember.
"Dua rius malah."
"Azek...," Aku menggosok-gosok telapak tanganku ke paha, "Bulan ini bisa makan-makan dong. Udah lewat atau bentar lagi?"
"Gimana ya?" Gaga menahan perkataannya, "emang mau ngasih aku hadiah?"
Aku mengelus dagu, "Gimana ya?" godaku, "emang boleh ya maksa gitu?
"Siapa yang maksa juga," potongnya, "kalau nggak mau ya sudah." Dia terdengar seperti anak kecil yang sedang mengambek.
Aku tersenyum, "Kalo soal hadiah tenang je. Jadi tanggal berapa aku bisa perbaikan gizi nih?"
"Nggak ah, males. Aku di porotin sama kamu," jawabnya.
"Ayolah Ga, kasih tahu aku. Jangan pelit gitu dong. Simbiosis mutualisme kita."
"Apanya yang simbiosis mutualisme? Malah ini simbiosis parasitisme."
Aku berdecak, "simbiosis mutualisme lah. Kamu dapat hadiah, dan aku dapat traktiran makan," kataku dengan tawa yang pecah di akhir kalimat.
"Iya deh, anggap begitu. Biar sama-sama untung, kamu dulu deh. Kamu lahir tanggal berapa?"
"Hari ke tiga dari bulan Maret," jawabku cepat. "Kamu Desember tanggal berapa?" desakku tidak sabaran. Aku sungguh penasaran dengan tanggal lahir cowok bermobil keren itu.
"Kalau aku..., dia menahan perkataannya sehingga nafasku ikut tertahan, "aku lahir di akhir zodiak Sagitarius," jawabnya.
Aku sangat terkejut dengan fikiran yang tiba-tiba kosong. Aku tidak salah dengar kan? Gaga lahir di akhir zodiak Sagitarius.
"Oi... Masih di sana?" terdengar suara Gaga membuyarkan lamunanku. Aku menggeleng sambil mengontrol detak jantungku yang tiba-tiba berdetak kencang.
"Eh iya, masih kok," jawabku tergagap.
"Kok kayak terkejut gitu?"
Aku menggigit bibir bawahku, "Mana aku terkejut. Perasaan aja kali. Aku cuman nggak nyangka aja kamu lahir tanggal segitu," jawab aku sekenanya.
"Jadi kamu anggap aku lahir berapa?"
"Dua Desember mungkin."
"Udah lewat kali." Gaga tertawa. Mataku mengarah ke arah kado yang terletak di atas meja belajarku. Gaga dan Reza memiliki tanggal lahir yang sama.
"Nggak apa-apa kan?"
Aku tersenyum sendiri. "Iya, aku nggak apa-apa," jawabku. Gaga terdengar lega di seberang sana. "Kok tau kalo usiaku kecil dari kamu? Doni nggak ada cerita kan?"
Gaga tertawa, "Nggak kok, Doni nggak pernah cerita. Aku cuma nebak aja."
"Kalau menebak, tentu dengan alasan bukan?"
"Ya, dilihat dari wajah dan postur badanmu itu, kemungkinan kamu lebih muda dari pada aku."
Aku menggerutu. "Ya deh, yang udah dewasa," ujarku. Aku merebahkan badanku di kasur.
"Jadi mulai sekarang kamu manggil aku kakak dan aku akan manggil kamu adek? Setuju?"
Aku berfikir sejenak. "Nggak mau ah, males."
"Yakin? Ntar nggak kakak ajak makan loh."
Aku tersudut dengan pernyataannya yang merugikanku. Aku mendesah "Iya deh, terserah kamu aja."
"Eh terserah apa tadi?" tanya Gaga dengan nada geli.
"Terserah kakak deh," jawabku malas. Pria ini rupanya sedikit mengesalkan. Dia memutuskan sendiri sesuatu tanpa mendengar tanggapanku dulu.
"Kalau kamu nggak mau, juga nggak apa-apa kok," ujarnya tanpa aku balas dengan satu katapun. Kita sama-sama terdiam. Sayangnya tiba-tiba perutku berbunyi, mengeluarkan suara keras sehingga terdengar oleh Gaga di sana.
"Eh bunyi apa tuh?"
"Bunyi perutku," jawabku malu-malu.
"Kakak kira bunyi terompet tahun baru."
Aku berdecak malas, "masih lama juga."
"Kamu emang udah makan kan Dek?"
"Udah kok, tapi..." Aku nenggaruk tengkukku, "lapar lagi."
Gaga kembali tertawa di seberang sana. Aku hanya bisa tersenyum masam mendengar tawanya yang pasti sedang meledekku.
"Ya udah, mau kakak bawain makanan ke kosan kamu?"
Aku melirik jam dinding yang tergantung di dindingku. Sudah malam rupanya.
"Nggak usah Ga, udah malam juga. Lagian ntar kamu sakit lagi malam-malam bawain aku makanan. Cuaca juga kurang bagus nih."
"Demi kamu dek, apa yang nggak akan kakak lakukan."
Aku memutar bola mata jengah. Dasar buaya. Pantesan Gaga sangat dekat dengan Doni yang buaya darat itu, mereka satu partai rupanya. Tapi entah kenapa aku jadi malu sendiri mendengarnya.
"Lah kok diam?" tanya Gaga.
"Nggak ada."
"Jadi mau di bawain makanan?"
"Nggak usah Ga.... Kebetulan nasi sisa tadi sore masih ada kok," jawabku bohong. Aku melirik rice coocerku yang kosong. Mungkin aku dapat meminta sedikit nasi kepada ibu kosku yang ada di bawah. Dia pasti sedang menonton televisi sekarang. Siang nonton drama India, malam nonton sinetron Indonesia.
"Ya udah, makan yang banyak ya Dek, biar kamu tambah besar," ujarnya. "Terus siap makan jangan langsung tidur, ntar sakit gula."
"Siap bos," ujarku.
"Ya udah, siap ini langsung makan, biar nggak kurus, nggak sakit maag. Kalo ada apa-apa, bilang sama kakak ya."
"Hmm..., thanks ya."
"Sama-sama. Makasih ya sama yang tadi. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Aku masih menggenggam ponsel di tanganku, menatap layar laptopku yang telah gelap. Andaikan yang menelfon tadi adalah Reza, mungkin hatiku sudah senang sekarang. Mungkin aku akan berguling-guling di atas kasur sambil memeluk erat ponselku seperti anak kecil. Aku mendesah, menoleh ke arah kado yang ada di atas meja belajarku. Reza dan Gaga, dilahirkan pada hari yang sama. Aku baru mengenalnya, tapi entah kenapa dia tidak asing bagiku. Aku tidak mengerti. Mungkin karena pembawaannya yang bersahabat, mungkin saja. Dia yang perhatian padaku, menyuruhku untuk makan supaya tidak kurus dan supaya tidak sakit maag.
Aku tersentak. Aku menghidupkan ponselku, mencari nomor Reza dan mengirimkan pesan untuknya.
"Rin, lo jangan lupa makan. Ntar maag lo kambuh lagi. Yang susah kan Alfi juga."
Aku mengiriminya pesan. Reza terlihat kurus sekarang, tidak bersemangat dan nampak lesu. Apakah maagnya kambuh? Semoga saja dia membaca pesan salah sambungku ini.
Aku menarik nafas. Sambil berdiri, aku merentangkan tanganku, meregangkan otot-ototku yang telah kaku karena berlama-lama duduk di depan laptop. Mungkin apa yang dikatakan Gaga benar. Aku harus mengisi perut sekarang. Semoga Bu De masih memiliki sedikit nasi di bawah sana.
--- tbc
R~
dan lady gaga
eniwei kusuka
cinta ya cinta
baik ya baik
putus cinta bukan berarti perhatian berhenti, kek dia ngasih kopian tugas di flashdisk
mankind need moar lik dis
bukan ababi yg ngerant sana-sini krn putus
yupz, lanjut ke adegan ntot-entotan
//ngeeeengggg
Ya bang, nggak semua kejahatan harus di balas dg kejahatan.
Eh adegan entot2an? Sama siapa? Wkwk
@adrian69 Kok tees sih?
sama si sarden wkwkw
trisome ma doni XD
Wkwk nggk mau Doni mah, doi kan strek. @digo_heartfire