It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@lulu_75 @yadi212 @UiOOp @melkikusuma1 @didot_adidot @Aurora_69 @viji3_be5t @majesty @Otsutsuki97S @opatampan @gaybekasi168 @tianswift26 @ananda1 @Daser @Lovelyozan
BAGIAN #3
Setelah selesai dengan segala hukumanku, akhirnya aku bisa bernafas lega. Kini aku tinggal sendiri karna Nico sama Jimmy udah kabur duluan. Bedanya, Jimmy pergi karna dia ada rapat club basket sedangkan Nico pergi entah kemana. Mungkin ngacir ke kantin?
Sekarang aku segera menuju kantin. Di kantin aku nggak ketemu Nico. Mungkin dia nggak ke kantin. Dan orang itu juga nggak ada. Maksudnya, Arsha. Tumben dia nggak ke kantin jam segini?
Aku duduk di bangku favoriteku dan Arsha. Aku pesen bakso seperti biasa dan es teh manis. Makan sendiri, di bangku favorite dan tanpa orang terkasih rasanya hampa banget. Bukan karna baksonya gak enak lho, ya? Baksonya, sih enak. Tapi kalo ada Arsha pasti jadi lebih enak.
Kalian ngerti, kan maksudku?
Aku memperhatikan lalu lalang kantin. Lalu aku mencatat dalam hati kesialan - kesialan yang aku alami. Motor mogok, terlambat ke sekolah, dihukum pak Gus. Lalu pikiranku melayang saat aku menantang Arsha main ToD. Dan tanpa bisa kesembunyikan wajahku jadi memerah dan perutku tergelitik.
Astaga, baru membayangkannya saja aku jadi se-horny ini?
Hebat sekali, Alfa.
Handphoneku bergetar. Ada sms masuk. Dari Jimmy.
-kmu dmna?-
Cepat kubalas,
-d kantin. Km udh slesai rapat?-
Nggak perlu waktu lama kuterima sms balasan Jimmy. Kayaknya dia emang niat sms-an.
-udh. aku kesana bntr lg. Tunggu, beb-
Aku tergelak sendiri membaca smsnya. Beb? Apa - apaan tuh? Kurasa otaknya lagi konslet.
-ok, beb-
Aku tekan send dan sms terkirim.
Aku memasukan handphoneku ke dalam saku celanaku. Aku sedot es tehku cepat - cepat. Aku merogoh saku sekali lagi, niatnya buat ngambil dompet.
Eh, kok dompetku nggak ada?
Aku masukan lagi tanganku untuk memastikan.
Lho, kok nggak ada?
Aku ulangi lagi memeriksa sakuku, siapa tahu dompetku nyelip disana. Hasilnya tetap saja sama.
Dompetku nggak ada disana.
Sial! Sial! Sial!
Sekarang gimana?
"Alfa!"seru seseorang di depanku.
"Eh, iya, Sha"sahutku padanya"tumben baru ke kantin jam segini?"
"Iya, nih. Tadi aku remidial ulangan sejarah"katanya terkekeh. Untuk sesaat pikiranku soal kehilangan dompet jadi teralihkan.
"Tapi lancar - lancar aja, kan?"tanyaku. Dia mengangguk saja padaku. Dia memesan bakso dan aku teringat lagi dompetku.
Sempat terpikir buat kabur sekarang. Tapi, aku agak takut. Ntar kalo ketahuan gimana?
Duh, yang ada malah makin brabe urusan. Aku memperhatikan Arsha yang lagi makan.
Gimana kalo aku pinjem uang Arsha aja?
Ah, nggak. Masa minjem sama Arsha? Duh, jangan. Malu. Gengsi, tau, Fa!
Arsha mencoba mengajakku untuk ngobrol dan aku berusaha-semampuku-untuk menanggapi walau alakadarnya. Sekarang aku mempertimbangkan segala kemungkinan yang aku punya. Kabur atau pinjem uang? Lebih baik aku kabur aja. Mumpung si ibu kantin lagi kerepotan ngelayanin pembeli, gimana? Tanpa sadar aku menggeleng.
"Kamu nggak bisa? Kenapa?"tanya Arsha padaku.
Eh?
Pikiranku langsung fokus lagi ke Arsha.
"Gak jadi kenapa, Sha? Aku samar dengernya tadi"kataku padanya
"Nanti sore kamu jadi, kan nganterin aku beli kado?"tanyanya lagi dan astaga, aku hampir aja lupa sama janjiku itu!
"Jadi, kok, Sha"sahutku alakadarnya. Lalu kulihat Jimmy yang berjalan mendekat ke mejaku. Dia agak mengernyit melihat aku duduk dengan seorang cowok. Dari kernyitannya itu kalo diartiin jadi 'dia yang namanya Arsha?'
Lalu seperti yang bisa ditebak, mereka berdua saling sapa dan akhirnya kenalan. Kita bertiga ngobrol sebentar. Tanpa sadar bel pelajaran berbunyi.
Duh, gimana sekarang baksonya?
"Udah bel, tuh. Ke kelas, yuk?"ajak Arsha yang sudah selesai membayar.
Tampangku langsung pucat kayak anak ayam kejepit pintu. Lalu mereka berdua hendak bangkit dan beranjak pergi. Oke, sekarang aku nggak punya pilihan lain. Lalu secara perlahan aku berjalan di belakang mereka.
"Dik, bakso sama es tehnya belum bayar!"seru ibu kantin lantang.
Duh, mati aku!
BAGIAN #4
Seruan ibu kantin terdengar seolah - olah menahanku untuk bernafas. Bukan hanya aku, Jimmy dan Arsha juga mendengarnya. Mereka berdua menatapku sebentar dan aku cuma nyengir kuda.
Astaga, itu bukan ekspresi yang cool untuk ditunjukkan sekarang.
Ibu kantin menatapku tidak sabar sekarang. Oh, ayolah pikirkan sesuatu sekarang!
"Eh, iya hampir saja saya lupa"kataku cengengesan. Tatapan ibu kantin melunak dan ikut tersenyum padaku. Aku merogoh saku celanaku secara berulang kali. Aku tahu dan sudah sangat tahu kalo sama sekali nggak ada uang di kantong celanaku.
"Ada apa? Mukamu panik gitu?"tanya Arsha padaku.
Bagus, sekarang Arsha memperhatikanku.
Spontan aku menggeleng.
"Aku nggak apa - apa, kok"sahutku lemah. Kulirik ibu kantin yang masih menunggu pembayaran baksonya dan aku mulai panik sekarang.
"Eh, hmm, uangku kok nggak ada, ya?"gumamku pelan. Aku pura - pura panik dan kali ini aku berakting kalo uangku hilang.
"Kenapa lagi sekarang?"tanya Jimmy padaku.
"Uang aku hilang"kataku dengan memasang wajah panik.
"Hilang? Kok bisa?"kali ini Arsha berseru dan ikut membantu mencari uangku yang terjatuh.
Itu pun kalo ada yang jatuh.
"Err... buk, hmm, gimana kalo saya hutang dulu. Besok saya bayar, gimana?"kataku gugup. Dalam hati aku bersorak 'kasih bu! Please!'
"Ngutang? Wow, bisa ngutang juga kamu"ledek Jimmy padaku.
"Apa salahnya ngutang? Besok aku bayar, kok. Hari ini aku cuma nggak bawa, eh uangku hilang"Duh, kenapa sih mulutku salah bicara begini? Jimmy melempar seringaian mengejek padaku.
"Hilang, ya?"sindirnya lagi. Aku nggak mau berurusan lagi dengan Jimmy. Nggak membantu sama sekali. Ngeselin, iya!
Tanpa kusadari Arsha membayarkan baksoku pada bu kantin.
"Arsha, nggak usah. Biar aku bayar sendiri"
"Tapi uang kamu kan hilang. Nggak apa - apa biar aku bayarin"balasnya padaku.
"Arsha, nggak usah. Aku nggak mau ngerepotin kamu"kataku memohon.
"Terima aja, Fa"kata Jimmy memprovokasi. Aku melotot horor padanya. Dia balas menatapku lucu.
"Kamu sama sekali nggak ngerepotin, kok. Nggak masalah buatku"sahut Arsha dan aku cuma diam. Dia memang berniat menolongku dan entah kenapa aku ngerasa sesuatu mengganjalku. Disatu sisi aku senang bisa bebas dari masalah ini. Disisi lain secara nggak langsung aku kelihatan payah banget untuk Arsha.
Lalu tangan Arsha menepuk bahuku.
"Aku nggak bisa lihat kamu malu kayak tadi"katanya sambil melirik Jimmy yang menyeringai bosan.
@rioz makasi udh baca. Pasti dimention
@lulu_75 itulah alasannya kenapa Alfa bisa naksir sama Arsha
@tianswift26 waduh, emergency/? buat Alfa kalo Arsha beneran php, wkwk
Aku menghitung detik jarum jam yang berputar di ruang tamu. Detik itu kelihatannnya berputar begitu cepat tapi nyatanya waktu berputar sangat lama. Ini kedua kalinya Arsha datang ke rumahku. Pertama saat dia mengajakku futsal dan sekarang dia bakal datang ke rumahku untuk nemenin dia membeli kado buat temannya. Sementara aku sama sekali belum pernah ke sana. Ke rumah Arsha. Jangan tanya apa aku tahu rumah Arsha. Aku tahu tapi aku nggak pernah punya keberanian untuk masuk ke sana.
Tidak, saat ini aku terpikir satu siasat aneh. Cukup aneh sampai rasanya ingin menampar diriku bolak - balik.
Terdengar suara motor masuk ke halaman rumahku diikuti panggilan untuk memanggilku. Aku segera keluar dari rumah dan memasang senyum cerah terbaikku.
Ayo, kita pergi!
Sekarang aku dan Arsha terdampar disebuah pertokoan yang menjual segala macam jenis jam. Jam dinding, jam weker, jam tangan. Mulai dari yang antik sampai yang modern disini ada lengkap. Kulihat Arsha sedikit terpaku melihat berbagai model jam tangan disana. Beda dengan Arsha, aku sebagai pecinta jam tangan langsung terpana. Bingung mau beli dan pilih yang mana. Kami berdua langsung disambut senyum ramah penjaga toko yang cakep. Aku balas tersenyum tak kalah manis.
Bisa kali, ya aku godain penjaga toko ini?
Ah, ide bagus Alfa!
"Ko, jam yang nomor 34 itu masih ada stoknya gak, ko?"tanya Arsha pada si penjaga toko.
"Yang nomor 34 masih kayaknya. Coba koko cek dulu"kata si Koko sambil mencari jam nomor 34 yang dicari Arsha. Kurasa nomor 34 itu nomor tipe jam di toko ini. Si koko membawa sebuah kotak kecil berwarna hitam.
"Syukur kamu cepet dateng kesini. Sisa satu - satunya"kata si koko ke Arsha.
"Syukur, deh. Boleh diliat, ko jamnya?"si koko mengangguk dan Arsha langsung mengangsurkan jam itu kearahku.
"Gimana menurutmu, Fa?"tanya Arsha padaku.
"Gila keren banget, Fa!"seruku heboh. Maklum, kalo pecinta jam tangan ketemu jam tangan bagus ya, gitu reaksinya. Suka heboh sendiri.
"Ko, harganya berapa ini, ko?"tanya Arsha sama koko.
"Harganya 350 ribu"kata si koko. Aku mengernyit sedikit. Lumayan mahal juga harganya.
"Nggak bisa dimurahin lagi gak, ko?"tawar Arsha.
"Segitu udah yang paling murah. Kalo mau, koko kasih liat yang nomor 13. Harganya 100 ribu. Gimana?"tawar Koko sambil mengangsurkan jam nomor 13. Dilihat sekilas aja udah kelihatan bedanya mana yang bagus dan mana yang keren!
Harga memang nggak bisa menipu.
"Aku ambil yang nomor 34, ko"kata Arsha dan si koko langsung membungkus jamnya.
"Selain nomor 34 ada yang lain lagi gak, ko?"tanya Arsha pada si koko.
"Kamu mau beli jam?"tanyaku padanya.
"Nggak. Aku mau beli lontong sayur, Fa"sahut Arsha bercanda. Aku langsung cengo. Bego juga aku!
"Nomor 25 sama 27. ini model yang baru tahun ini"kata si koko. Arsha langsung mengambil jam tangan itu. Melihatnya dari arah dekat.
"Gimana menurut kamu, Fa?"
"Bagus, Sha"
"Kamu lebih sukanya yang mana? Atau mau lihat - lihat yang lain?"tanya Arsha. Loh, kok pertanyaannya gitu? Yang mau beli jam kan,dia? Kenapa ngelibatin seleraku?
"Kamu sukanya yang mana?"tanyaku balik.
"Ya mana aku tahu" Lah, kok jayus begini? "Aku kan mau beliin kamu"
Hah?
Apa katanya?
"Nggak usah, Sha. Aku belum kepikiran buat beli jam sekarang" gimana mau mikir? Bugget aja aku belum ada!
"Kenapa? Aku yang beliin buat kamu"katanya dan aku sukses jadi melongo sendiri.
Nggak, Sha. Cukup kamu bayarin baksoku aja. Jangan pake beliin aku jam segala. Jujur, aku seneng dia mau beliin aku jam tangan. Tapi, aku masih punya rasa malu buat minta ini -itu sama Arsha.
Tolong dicatet aku deketin Arsha bukan untuk morotin dia!
Aku menolak habis - habisan permintaan Arsha.
"Pilih jam tangan yang kamu mau. Aku nggak mau denger penolakan kamu lagi"kata Arsha yang seperti sebuah perintah buatku. Aku tertegun sendiri. Mau gimana lagi sekarang?
Aku nggak punya pilihan lain lagi sekarang. Aku akhirnya memilih nomor 27. Kulihat Arsha menyunggingkan senyum cerah.
"Mau dibungkus sekalian gak jamnya?"tanya si koko penjaga toko.
"Nggak usah, ko"sahut Arsha singkat. Dia menarik tangan kiriku dan memasangnya di tanganku. Jam tangan itu kelihatan keren ditanganku. Arsha masih menggenggam tanganku. Membuat jantungku berdetak tak karuan. Matanya bersinar cerah dan senyumnya yang tulus membuatku tak bisa menahan senyumku.
"Kamu kelihatan makin keren dengan jam itu"bisiknya sambil mendekatkan wajahnya kearahku. Dan bisa kurasakan pujiannya itu melemaskan kakiku.