It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Daser @freeefujoushi @Sho_Lee @mustajab3
@JoonHee @lulu_75 @JimaeVian_Fujo
@PCYXO15 @Tsunami @ricky_zega @Agova
@jimmy_tosca @rama_andikaa @LostFaro
@new92 @Otsutsuki97S @billyalatas18
@delvaro80 @ramadhani_rizky @Valle_Nia
@diccyyyy @abong @boygiga @yuliantoku
@ardi_yusman @fian_gundah @Lovelyozan
@Rabbit_1397 @Tsunami @Adiie
@sn_nickname @Gabriel_Valiant @happyday
@Inyud @akhdj @DoojoonDoo @agran
@rubi_wijaya @putrafebri25 @Diansah_yanto
@Kim_Hae_Woo679 @Vanilla_IceCream
@shandy76 @bram @black_skies @akina_kenji
@abbyy @abyyriza @05nov1991 @1ar7ar
@kaha @blasteran @BN @dian_des
@Pyromaniac_pcy @melkikusuma1
@asik_asikJos @opatampan @The_jack19
@ori455 @lukisan_puisi @usernameku
@dadanello @boncengek3 @earthymooned
@gaybekasi168 @jimmy_tosca @handikautama
@OkiMansoor @Ninia @ananda1 @kikirif
@satriapekanbaru @o_komo @SyahbanNa
@Denial_person @arya_s @imanniar @raito04 @AgataDimas @Harris_one @duatujuh @M_imamR2 @josiii @viji3_be5t @Firman9988_makassar @amostalee @ocep21mei1996_ @Chi_dudul @Pranoto
Mohon vote n komentarnya serta bagi teman2 yang nggak mau diseret lagi, bilang ya ... Thanks.
Part 33
“Wow Adrian.” celetuk Ridho antusias menyenggol badan gue, dengan matanya yang fokus kekolam renang. “Rian, rupanya punya si Kayla gede juga yah.” celetuknya tanpa sadar, sambil menggaruk-garuk selangkangannya yang gue yakin udah terasa sempit itu. Mata gue yang binal ini malah turut melihat benda pusaka si Ridho yang sudah tercetak jelas di boxernya yang basah, sukses membuat gue panas dingin.
“Ngapain kalian berdua disana!” terdengar suara seseorang yang meneriaki kami sehingga gue menoleh ke sumber suara, semoga aja bukan Pak Marhedi yang garang minta ampun. Kalau benar Pak Marhedi, bisa mampus gue diomeli Bu Silvi dan hancur digampar kepala sekolah. Nampak si Conan Edogawa gue yang berkacak pinggang dengan sebuah botol air teh kemasan ditangannya. Bodynya tercetak jelas di baju dan celana yang dia kenakan. Anjiir gara-gara nafsu yang belum tuntas, membuat gue jadi binal gini.
“Sini gabung Al!” ajak Ridho dengan suara sedikit pelan. Aldi yang merasa tertarik, lalu berjalan mengendap-endap lalu duduk disamping gue.
“Ngapain sih?”
“Ssst..., pelanin dikit suara lo. Kalo ketahuan bisa mampus kita.” bisik Ridho. “Liat tuh!” Ridho menunjuki kerumunan cewek-cewek yang lagi nyebur bareng ke kolam renang.
“Pantesan aja kalian nggak kelihatan sejak tadi, rupanya kalian lagi ngintipin cewek mandi ya. Ckckck.” Sindir Aldi yang dibalas cengiran tanpa dosa Ridho. “Lo bukannya nggak suka beginian kan Adrian? Tumben. Udah tobat lo sekarang.” Anjir, si Aldi nyindir gue tuh, sialan bener nih anak. Bukannya senang gue ngintipin cewek tapi malah nyindir-nyindir gue gini. “Lu bukannya suka yang begituan kan?” ucapnya sarkas sambil mengarahkan dagunya ke gerombolan cowok-cowok yang lagi berenang di bawah sana.
“Hah? Seriusan lo nggak suka ginian?” Ridho nampak terkejut.
Gue terpaku sejenak menyesali perbuatan Aldi yang memposisikan gue dalam keadaan yang sulit. Apa dia bermaksud buat memepermalukan gue didepan Ridho atau mau membeberkan ke mahoan gue ke semua orang. Gue memandang ke arah Aldi dengan kening berlipat. Pengen gue gampar nih orang dan mengutuki dia supaya menjadi maho sama kayak gue, sehingga dia dapat merasakan bagaimana penderitaan dan kesenangan gue menjadi makhluk Tuhan paling spesial di muka bumi (spesial dalam artian suka sama batangan).
“Biasa aja kali ah, jujur aja sama kita. Lo nggak usah nutup-nutupin kebejatan lo selama ini. Hahaha. Nggak usah gugup gitu.” katanya sambir menggerling nakal. “Nih minum, biar lo nggak stress gitu.” Aldi menyerahkan botol minum yang dia pegang sambil ngakak, sebelum Ridho langsung menutup mulut Aldi dengan tangannya. Beberapa cewek memandang kearah kami, tapi untunglah sebuah pohon menghalangi kami.
“Apa maksudnya sih?” tanya Ridho bingung.
“Hahaha jadi gini..,” ujar Aldi seraya mendekatkan mulutnya ke telinga Ridho. Dia sengaja membuat jantung gue mau copot dengan tetap terus memandangi gue.
“Jadi apa?” si Ridho nampaknya maksa banget. Tuh dedeknya nampaknya udah kempis dengan sendirinya.
Jantung gue berdetak lebih kencang, gue belum sanggup aib gue terbongkar.
“Jadi lo tahu, si Adrian ini adalah ....”
“Adalah apa? Jelas-jelas dong?” Si Ridho malah memandangi gue dengan tatapan penuh penasaran. Sedangkan Aldi kampret malah senyam senyum gaje memandang gue penuh kemenangan.
“Adrian itu voyeurisme.”
“Apaan tuh? Gue nggak ngerti dengan istilah begituan.” Ridho dan gue menatap Aldi dengan kening penuh kerutan meminta penjelasan Aldi.
“Itu adalah istilah buat seseorang yang mendapatkan kepuasan seksual ketika mengintipi seseorang yang telanjang.” Jelasnya sambil menahan tawa. Nampaknya dia puas banget ngerjain gue. Ckckc. Gue bernafas lega, biarlah gue dikata suka ngintip daripada dikira homo (walau sebenarnya iya sih). Gue langsung meneguk teh yang dikasih Aldi tadi. Gue butuh cairan yang lebih banyak lagi supaya gue nggak kekurangan cairan karena kejahilan Aldi yang hampir bikin gue serangan jantung.
Si Ridho akhirnya ngakak keras sambil menepuk pundak gue sehingga gue tersedak dan langsung batuk-batuk. “Nggak salah gue ngajak lo.” Ujarnya di sela tawanya yang keras. “Nggak kayak si Sandy tuh yang pura-pura alim.”
Sebenarnya sih gue agak malas sih mengikuti permintaan ini anak. Awalnya sih minta temenin ke toilet. Sebagai maho gue sempat ragu dong jikalau gue ntar diapa-apain lagi, apalagi gue nggak tahu bener apakah dia seorang straight tulen atau straight yang suka batangan. Tapi semua keragu-raguan gue hilang takkala hasutan kotor dari Syaitan yang tekutuk meruntuhkan iman gue hingga akhirnya mau aja di seret-seret Ridho ke toilet. Mana tau gue bisa lihat seberapa besar otongnya yang dia banggakan itu. Kwkwkw. Tidak seseuai dengan harapan gue, bukannya diseret ke toilet tapi gue malah diseret ke hatinya eh ke bagian atas waterbom untuk ngintipin cewek. Argh... Tapi nggak apa-apa deh, perspektif gue tentang otongnya dari celananya yang basah udah cukup bagi gue.
Gue kembali menggeleng-gelengkan kepala sambil menepuk-nepuk muka gue. Sial pikiran gue jadi malah semakin liar gini ya, apa karena nafsu gue yang tertahan semalam. Ah.. atau karena testoteron yang membanjiri tubuh gue saat ini? Aah...
Si Ridho kembali merundukkan kepala gue sambil kembali mengintipi para cewek-cewek berdada dan berpinggul bohai main air. Waterbom ini mengkhususkan beberapa kolam untuk cewek yang berada di tingkatan atas, karena waterbom ini memiliki beberapa tingkatan karena posisinya yang ada di lereng bukit, sehingga banyak cewek-cewek yang bebas gitu aja bermain di kolam bagian atas tanpa menyadari ada mata-mata para voyeurisme yang menikmatinnya.
Nampaknya Ridho udah mulai nafsu lagi tuh, udah gelisah kayak cacing kepanasan. Aldi nampaknya juga mulai menikmati tontonan cewek-cewek yang pada basah loncat-loncat nggak karuan, menciptakan pemandangan yang menakjubkan bagi para straight. Guepun beringsut pelan-pelan meninggalkan mereka yang nampak fokus dengan tontonan mereka, tak lupa dengan botol teh kemasan yang ada ditangan gue. Gue mengendap-endap meninggalkan mereka sambil mengambil ancang-ancang untuk melemparkan botol air teh kemasan tersebut ke kolam renang cewek-cewek tersebut.
Guepun sudah sampai ke kolam utama ketika gue mendengar teriakan para cewek di kolam atas akibat ulah gue. Mampus lo berdua. Hahahaha.
“Kenapa lo?” tanya Evan sambil menyentuh dahi gue. “Lo demam?”
“Apaan sih lo! Gue nggak demam kali.” Gue menepis tangannya.
“Nah ngapain lo ketawa-ketawa sendirian tadi?” tanyanya dengan muka polos.
Gue baru habis ngerjain si Raja Porno dengan Edogawa Conan gue yang udah ketularan porno. Kwkwkwkw.
“Perasaan lo kali Van. Gue biasa aja kali.” Ujar gue bohong.
“Ada apa?”
Dan kalian tahu lah siapa yang datang. Bos kita –yang kalau didepan anak buahnya sok-sok banget ke gue- yang super duper nyebelin.
“Nih Askar, Adrian tadi ketawa-ketawa sendiri. Gue kira lagi demam dia.”
“Palingan siap lihat cowok ganteng tuh.” celetuk Aldo memanas-manasi. Duo pejabat teras Yakuza Junior ini telah mengetahui hubungan gue dengan bosnya yang sok-sokan ini.
“Iya?” tanya Askar menatap gue tidak percaya.
“Nggak kok.”
“Trus? Apa coba?” si Aldo semakin memanasi. Kalau gue nggak akan dijerat dengan pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat, udah gue cincang tuh mulut sama golok dan gue larung ke sungai.
Gue menggaruk kepala gue yang tidak gatal sama sekali “Ngg..., Gue tadi ngerjain Aldi sama Ridho yang ngintipin cewek lagi mandi." Gue memainkan ujung sepatu gue sambil merunduk malu.
“Jadi pekikan cewek tadi semua karena ulah lo?”
“Hehehe, gue hanya becanda aja kok.” Ujar gue memasang cengiran kuda menjijikan gue.
Askar terkekeh sambil mengacak-acak rambut gue. “Good job Adrian.” Ujarnya lagi yang bikin gue melongo. "Gue suka gaya lo." dan dia ngakak. Rupanya si ketua Koboi Junior eh Yakuza Junior ini adalah orang yang iseng juga rupanya.
“Main yuk!” ujarnya menggandeng gue laksana menggandeng penjahat yang baru diringkus. Gue bisa melihat tatapan horor anak-anak kelas X di kolam renang yang menatap gue miris penuh rasa iba ke gue, karena pasti mereka beranggapan gue sudah melakukan kesalahan fatal sehingga digandeng kayak gitu. Terlebih Fandi yang menatap gue tidak berdaya dengan Nathan disampingnya (?).
“Kita kemana sih?” ujar gue sambil melepaskan gandengannya. Gue bisa disangka babak belur sama anak kelas X lagi jikalau si Askar masih ngandeng gue kayak tadi.
“Ikut aja!” ujarnya menyeret gue. Sial gue hanya bisa menurut karena tenaganya yang lebih gede dari gue.
Dia menyeret gue ke bagian atas waterboom. Dibagian atas tersebut terdapat seluncuran paling tinggi diantara seluncuran lainnya. Perasaan gue nggak enak gini ya. Gue mulai balik kanan berusaha kabur dari Askar, tapi sial tangannya masih memegang tangan gue.
“Mau kemana?”
“Ngg... anu gue mau kencing dulu.”
“Jangan bilang kalau lo mau lari.”
“Hehehe, tahu aja lo.” Gue nyengir.
“Ini hukuman karena lo udah gangguin si Aldi sama Ridho.”
“Katanya mau main, mau main apaan nih?” Gue berusaha melepaskan pegangannya dari tangan gue. “Lagian sejak kapan lo peduli sama si Aldi, sampai mau menghukum gue segala? Bukannya kalian musuhan ya?” tuding gue lagi.
“Diem deh lo. Kita mau main pejuh. Puas?” Jawabnya dengan gerlingan nakal, yang otomatis membuat muka gue memanas. Shit lo Kar. “Kita mau main air lah, apalagi?”
“Nggak! Gue nggak mau. Lo main aja sendiri, atau ajak tuh Evan atau Aldo. Gue nggak mau.” Gue mulai beringsut menjauhinya.
“Gue maunya sama elo.” Dan dia mulai brutal sambil menggendong gue dan mendudukan gue di mulut seluncuran. Gue jadi was-was gini sambil sesekali menelan ludah. Ada rasa yang hendak meluap dari perut gue, sehingga gue menoleh ke Askar.
“Gue takut Kar.” ujar gue lirih.
Askar kampretpun memandang gue heran sebelum dia tersenyum dan duduk di belakang gue. Dia merapatkan tubuhnya ke punggung gue sehingga jagoannya itu bergesekan dengan pantat gue. Argh... posisinya membuat gue kembali terangsang. Gue menyesali diri sendiri kenapa disaat mandi kemarin malam gue nggak tuntaskan saja nafsu gue.
Dia menggenggam tangan gue dan merapatkan kakinya ke kaki gue. Dengan sekali goyangan pantatnya –yang membuat gue semakin horni-, kita berduapun sukses meluncur di seluncuran paling tinggi di waterboom. Sialnya, gue malah menikmati posisi gue dengan Askar ini sambil menghayal hal-hal yang sudah dapat kalian duga hingga air kolam mengacaukan semuanya.
Sialnya, gue malah ketagihan main seluncuran waterboom. Udah beberapa kali gue berseluncur dengan Askar dari atas sehingga Dwi yang lagi modus meraba-raba pantat cewek di kolam renang menggeleng-geleng kearah gue. Hahaha Adrian meliar.
Setelah puas main seluncurannya, guepun duduk di tepi kolam renang sambil selonjoran cuci mata melihat brondong manis lagi main air. Atau melihat abang-abang yang kemarin indehoyan lagi menikmati dunia mereka berdua. Gue sih mau iseng gangguin mereka, tapi gue kembali mengurungkan niat gue ketika Askar memantau-mantau gue dari jauh, gue nggak sanggup lagi dihukum secara psikis kayak tadi.
“Bah! Lamunin apa?!” Seseorang yang iseng sukses membuat jantung gue hampir copot. Hampir gue mau menjitak kepalanya sampai gue tahu siapa yang mengejutkan gue itu.
“Lamunin apa sih kak?” tanya Fandi seraya ikut selonjoran di samping gue. “Oh ya, kenalin kak, Nathan.” Fandi memeperkenalkan cowok -yang gosip-gosipnya paling ganteng di angkatan 61- yang duduk disampingnya itu.
Si Nathan lalu tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke gue. Buset emang ganteng nih orang, gue sampai pangling sehingga Fandi mengagetkan gue untuk kedua kalinya. Wah Askar punya saingan nih. Kwkwkwk. “Nathan kak.” Ujarnya yang gue balas dengan senyuman gue yang paling manis.
Gue menghirup nafas dalam mengontrol kegugupan gue. “Teman sekelasnya Fandi?”
“Iya kak.” Ujarnya seraya menoleh ke Fandi. “Kakak masih menerima pendaftaran nggak kak?”
What! Pendaftaran? pendaftaran apa ini? Kalau pendaftaran untuk mengisi hatiku udah nggak ada lagi dek, udah diborong Askar semua.
“Pendaftaran?” tanya gue. Pertanyaannya tadi terlampau ambigu bagi gue.
Nathan menyenggolkan bahunya ke Fandi sehingga adik sepupu gue ini tersadar dari lamunannya.
“Ooo... gini kak, sebenarnya Nathan pengen gabung ekskul olimpiade Kimia kak, apakah masih diterima?”
Gue memandang Nathan sejenak sambil tersenyum. Yaah olimpiade toh, kirain. “Mmm..., sebenarnya boleh-boleh aja kok dek, kakak malah senang loh. Tapi sebenarnya ini nanggung banget, sekarang kan udah mau masuk bulan Mei dan sebulan lagi mau ujian kenaikan kelas. Dan kamu masih kelas X, belum pasti kamu mau masuk jurusan apa kan.” Ujar gue seraya mengusap-usap dagu gue. “Kenapa baru kefikiran sekarang dek? Kenapa nggak kayak Fandi aja yang masuk olimpiade Fisika sejak awal semester dua?” gue memandang Fandi yang emang berbakat di mata pelajaran Fisika.
Nathan menggaruk-garuk belakang kepalanya. “Ngg..., sebelumnya gue belum kefikiran buat masuk ekskul olimpiade kak. Baru kepikiran beberapa minggu ini. Lagian gue ngambil jurusan IPA kok kak.”
Gue ngangguk-ngangguk. “Sterah kamu deh. Hari kamis sepulang sekolah ya, minggu besok udah kembali dimulai kok. Jangan sampai nggak hadir.” ujar gue mengedipi Fandi yang nampak malu-malu.
“Makasih ya kak.”
“Kembali kasih.” Ujar gue menirukan ucapan Mamah Dedeh yang mengisi acara keagamaan di salah satu televisi swasta nasional itu.
“Kak, nanti malam ada acara nggak?” tanya Fandi.
“Ntar malam kan ada acara api unggun dek di lapangan penginapan. Palingan sih kakak cuman ngikutin acara itu deh. Kenapa?”
“Nggak, Fandi mau membeli sesuatu. Kakak bisa nemenin Fandi kan sebelum acara api unggun?”
“Kenapa nggak ditemani Nathan saja?” ujar gue sedikit berbisik.
Muka si Fandi jadi memerah gitu. “Nggak ah kak, Nathan udah ada janji. Bisa kan kak?”
Daripada ntar gue dimarahin mama, mending gue iyain aja deh. Lagian gue juga kosong sebelum acara api unggun.
“Bisa.” Gue mengangguk yang disambut dengan cengirannya yang menggemaskan. Gue kembali menatap Askar yang super hot itu memandang kearah gue.
Dia menatap Nathan kemudian saling mengangguk. “Okedeh kak.” Yang sontak bikin gue kembali menoleh kearah mereka berdua. “Kita mau balik nih kak. Anak-anak juga udah pada nunggu tuh.” Ujar Fandi seraya menunjuk kearah kerumunan anak kelas X. Gue mengangguk sambil tersenyum kearah mereka berdua. “Makasih ya kak.” Ujar Nathan menimpali.
Mereka berduapun bangkit dan tersenyum kearah gue. Nathan yang nampaknya sangat gembira merangkul Fandi yang membuat adik gue itu merunduk dengan muka memerah. Ada apa dengan adik gue? Gue memandangi mereka sehingga sampai ke gerombolan anak kelas X, sebelum gue kembali menengok ke posisi terakhir Askar gue berada.
Eh mana tuh orang? Kok nggak ada sih? Iih.... gue meremas baju gue. Pas kepengen menatapnya tuh anak kabur ntah kemana. Dasar Askar Bastian Putra.
“Mencari gue?” ujar seseorang sambil menutup mata gue dengan tangannya. Gue melepaskan tangan itu sambil mempelototinya. Askar terkekeh dan duduk bersila disamping gue. Dia memandang ke gerombolan anak kelas X sebelum kembali menatap gue dengan senyuman yang bikin gue meleleh itu.
“Yang tadi itu sepupu lo kan? Siapa namanya, Andi?”
“Fandi.” Gue membetulkan.
“Oh ya Fandi, lupa f nya doang.”
“Lupa satu huruf bisa mengubah arti loh. Kayak kontrol lupa r nya jadi ...?”
“kontol.” Jawab kita serempak sampai membuat kita berdua tertawa.
“Kenapa nanya-nanya adik gue?” gue membetulkan posisi gue biar lebih pw.
“Adik lo manis ya, imut.” Askar menaik-naikan alisnya. “Cocok buat pacar baru gue.” Seraya menoel dagu gue.
Gue memasang wajah cemberut dengan kening berlipat. “Cukup hanya kakaknya lo bikin maho, adiknya jangan.” Gue mencubit pinggangnya.
“Aw sakit tahu.”
“Rasain deh lo. Niat lo udah busuk sama adik gue.”
Askar mangut-mangut mengelus-elus dagunya. “Bukannya adik lo itu juga maho ya?”
“Lo ngomong asal banget deh.” Gue menepuk jidatnya biar sadar. “Fandi itu straight!”
“Nggak percaya lo sama yayang lo ini.” Dia kembali menoel dagu gue yang langsung gue tepis. Gue kesal sama dia yang asbun tanpa penjelasan ilmiah gitu.
“Gue nggak percaya sama omongan lo Kar. Gue tahu lo pengen membelokan Fandi kan.”
“Eh malah nggak percaya nih anak. Gue nggak berniat membelokan adik lo, untuk apa bagi gue, jikalau kakaknya saja udah cukup bagi gue.”
Ah gue jadi merona kan gara-gara omogan nih anak. “Darimana lo tahu kalau adik gue belok?”
“Tahu lah, gue kan juga maho, makanya gue tahu. Gue punya radar yang bisa mendeteksi maho, yang nggak maho dan yang punya potensi maho. Emang kayak lo, mana yang maho mana yang straight aja nggak tahu.”
Sialan nih Askar, gue kan masih baru di dunia permahoan. Kalau bukan gara-gara nih anak, mungkin gue udah pacaran ama si Tia. Gue nggak rela aja jikalau adik sepupu gue Fandi sama kayak gue, suka batangan. Kesannya gue and sekeluarga yang cowoknya sudah ditakdirkan jadi gay, walau ada penelitian dari beberapa ahli kalau gay atau straightnya seseorang berasal dari gen. Dengan kata lain, gay tidaknya seseorang karena pengaruh keturunan. Ah..., kalo benar si Fandi gay, beuh berarti benar apa yang dikatakan tuh ilmuan. Bukan sebuah opini tapi sudah naik statusnya menjadi fakta.
“Oi ngelamun aja kerjaan lo, ntar kesambet lagi.” Ujarnya menggoyang-goyangkan tangannya didepan muka gue.
“Kalo gue kesambet, lo untung besar dong.” Gue mengedipi Askar. Sifat jahil gue muncul lagi.
“Untung besar gimana?”
“Iya, lo bisa ngegerayangi gue saat gue nggak sadarkan diri.” Gue mencibirkan bibir gue.
“Oh yeah?” Askar melipat tangannya di dada. “Bukannya disaat lo sadar, gue udah bisa menggerayangi lo kan?” Dia menaik-naikan alisnya.
Gue menepuk muka gue menahan malu. Gue kalah, dia begitu mudahnya membuat gue kehilangan kata-kata.
“Sterah lo lah.” Gue menggembungkan mulut sambil membuang muka gue.
“Gitu aja ngambek lo.” Askar menyenggol gue dengan bahunya. “Ntar malam free nggak?”
Gue menoleh kearahnya “Kenapa?”
“Gue mau ngajak lo keluar sebentar sebelum acara api unggun.”
Gue sok-sok berfikir sebelum mengiyakan tawaran Askar dengan menganggukkan kepala tanda setuju. Askar tersenyum lalu mengacak-ngacak rambut gue, tak lupa dengan senyuman yang membuat gue hanyut dalam pesonanya.
“Teman lo manggil tuh.” Ujarnya mengagetkan lamunan gue, sambil menunjuk Dwi yang melambai-lambaikan tangan ke gue. Nampaknya waktu bermain di waterboomnya sudah habis.
Gue lalu berdiri, memandang Askar sejenak sambil memberikan senyuman terbaik gue ke dia. “Gue duluan ya.” Askarpun kembali tersenyum, mengelus rambut gue dan kitapun balik kanan menuju kelompok masing-masing.
Selama perjalanan, pikiran gue melayang-layang entah kemana, menebak mau dibawa kemana gue sama Askar.
Argh..., sial gue lupa janji sama Fandi.
---
Dengan sedikit tipu muslihat dan bujuk rayu maut yang gue lancarkan dengan Aldi, akhirnya Fandi mau tidak mau akhirnya menyerah dan menyetujui jikalau yang menemaninya shopping (ceilah) adalah si Edogawa Conan gue. You now, gue lupa banget saat gue menyetujui ajakan Askar tadi sore kalau gue sudah punya janji sama Fandi. Mungkin karena yang ngajaj itu Askar kali ya, jadinya gue amnesia mendadak gini. Yaa setelah menimbang-nimbang untung ruginya bareng Aldi, gue memutuskan untuk pergi dengan Askar. Secara tuh anak nekat dan tidak tahu malu, ntar dia bisa melakukan hal-hal yang tidak terduga semacam menciumi gue kemarin sore didepan orang banyak karena cemburu.
“Udah lama menunggu?” tanyanya sambil menyerahkan sekuntum bunga mawar merah ke gue sesampainya gue di tempat janjian kita. Dia memakai pakaian yang keren saat ini membuatnya semakin tampan maksimal.
Gue terkekeh, “Gue baru sampai kali, lo juga tahu kan?” Gue mencubiti pipinya. “Apa ini?” Guepun menerima bunga tersebut dan mencium aromanya. “Sok romantis banget. Emang kita mau kemana sih?”
“Ada deh, ikut aja.”
“Gue nggak mau ikut kalau lo nggak sebutin kita kemana. Ntar jangan-jangan lo mau nyulik gue dan ngejual gue lagi buat dijadiin TKI.”
Askar tertawa. Diapun mengelus pipi gue yang bikin gue merona. “Gue aja nggak sanggup buat nyakitin lo, apalagi punya niat mau ngejual lo. Gue bakalan rugi.” Dan bibirnya mendarat ke bibir gue.
“Argh..., lama-lama gue bisa gila karena bibir lo itu.” Dia mengacak-acak rambutnya sendiri, hey gue kan juga pengen rambut gue diacak-acak sama lo Kar. “Ikut aja dan pejamin mata lo.”
Guepun memejamin mata gue, daripada nih anak ribut nggak jelas. Askar membimbing gue menuju tempat yang akan kita tuju. Gue merasakan masuk kesebuah tempat yang sangat besar tapi sangatlah sepi. Langkah kaki gue terdengar menggema keseluruh ruangan besar itu.
“Kar, lo bawa gue kemana?”
“Santai aja, gue nggak bakal apa-apain lo lagi kok. Gue udah janji sama Aldi.”
“Nah sekarang lo duduk!” ujarnya menuntun gue kesebuah bangku yang telah dia sediakan. Dia juga meletakan sebuah benda dipangkuanku yang membuatku semakin penasaran, terlebih Askar terdengar menjauh dengan mata gue yang masih tertutup.
“Kar?” tanya gue. Semoga dia masih diruangan ini karena gue takut sama yang namanya makhluk astral yang nggak kasat mata. “Kar?” Gue memanggil namanya setengah berteriak. Sialan nih anak, budeg apa. “Lo nggak ninggalin gue kan, Kar?”
Terdengar sayup-sayup terdengar bunyi piano dari arah depan gue. Gue mulai membuka perlahan-lahan mata gue, sambil menyesuaikan mata gue dengan penerangan yang agak minim itu. Ada banyak lilin yang mengelilingi bangku gue membentuk bentuk hati yang sangat besar di tengah ruangan. Lalu lilin-lilin tersebut berderet menuju depan mengelilingi piano yang sedang dimainkan oleh Askar. Dia menatap gue dengan tatapan mata lembut yang menyejukan hati.
Askar mengkode gue supaya memakai headphone yang ada dipangkuan gue. Dia menghirup nafas sebelum menyanyikan sebuah lagu ...,
Dengarkanlah, lelaki pujaanku
Malam ini akan kusampaikan
Hasrat suci kepadamu sayangku
Dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin mencintaimu
Tuk yang pertama dan terakhir
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Dengarkanlah, lelaki impianku
Malam ini akan kusampaikan
Janji suci satu untuk selamanya
Dengarkanlah kesungguhan ini
Aku ingin menyayangimu
Tuk yang pertama dan terakhir
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Ku tak akan mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Jangan kau tolak dan buatku hancur
Aku tidak akan menolak dan membuatmu hancur
Ku tak akan mengulang tuk meminta
Kau tak perlu untuk mengulang tuk meminta
Satu keyakinan hatiku ini
Satu keyakinan hatiku ini
Akulah yang terbaik untukmu
Kamulah yang terbaik untukku
Maukah kamu menjadi pacarku...~
Askarpun berdiri dan berjalan kearah gue.
“Adrian, maukah engkau menjadi pangeran dihatiku, menjadi pendamping diriku, menjadi cahaya bagi hatiku, menjadi oase bagi diriku, menjadi pelipur lara bagiku, seseorang yang akan gue jaga selamanya.”
Dan dia mengeluarkan sekuntum bunga yang terikat dengan balon dari balik punggungnya, dan diapun berlutut dihadapan gue.
“Adrian Aditya, maukah kamu menjadi pacarku?”
“Bila lo menerima menerima gue jadi pacar lo, lo bisa ambil bunga ini dan pecahkan balonnya kemuka gue. Tapi jikalau lo menolak, lo bisa melepaskan balon ini dan lemparkan bunga ini kemuka gue.”
Gue melepaskan headphone dan berlutut lalu membimbingnya untuk berdiri, walau gue sekarang rasanya tidak sanggup untuk berdiri lagi. Entah sejak kapan air mata ini telah banjir dipipi gue. Ingin rasanya gue memeluknya dan bilang kalau gue sangat sayang dan cinta padanya. Dia kembali menyodorkan bunga mawar merah yang terikat dengan balon bewarna merah.
Gue menatapnya sejenak, sebelum meraih bunga tersebut dan melepaskannya dari balon. Gue menciumi bunga mawar merah itu, dan membiarkan balon tersebut melayang entah kemana. Askar nampak syok dengan apa yang gue lakukan.
“I love u Kar. Dan gue tahu jikalau lo adalah yang terbaik buat gue. Gue mencintai lo sama seperti lo yang mencintai gue. Tapi gue belum bisa menjadi pacar lo sampai ujian semester nanti.”
Askar sangat terkejut, dan air mata nampak menggenang di pelupuk matanya. Nampak rasa keraguan dan kekecewaan dihatinya. Gue merasa hati gue luluh dan remuk bersamaan melihatnya saat ini, sehingga gue berjingkak dan menciumi kedua kelopak matanya bergantian sebelum memeluknya dan menciumnya hangat.
"Lo nggak usah nangis gitu malu ah." Gue memegang pipinya menatap Askar lekat-lekat.
“Gue tahu lo suka tantangan. Oleh karena itu Askar Bastian Putra, jikalau lo berhasil semester nanti meraih 10 besar, bukan hanya diri gue tapi hati gue milik lo seutuhnya.” Ujar gue.
Dia terkekeh. Dia nampak manis saat ini, dengan mata sembap. “Tubuh lo dan hati lo milik gue?”
Gue tersenyum sambil mengangkat alis. “Deal?” Senyumnya mengembang lagi. “Deal. Hehehehe.”
“Gitu dong jagoan gue nggak boleh nangis kayak gini.” Gue menyeka kedua pipinya yang telah basah.
“Jadi kalau gue nggak dapat 10 besar?”
“Yaa..., lo nggak jadi pacar gue.”
“Nggak adil.”
“Jadi yang adil itu gimana?"
“Lo juga harus menerima gue jadi pacar lo, dan siap gue apa-apain kalau lo berhasil jadi juara umum semester ini. Gimana?”
Tantangan yang menarik, boleh juga.
"Gimana?"
“Okedeh. Daripada lo nangis lagi ntar.” Dan gue nggak bisa menahan tawa gue sekarang.
“Udah nggak usah ketawa.”
“Askar cengeng, Askar penangis.”
“Berhenti!” Mukanya semakin memerah.
“Nggak mau. Lo itu cengeng, penangis. Lo pan... mmmph...”
Askarpun melepaskan ciumannya dari bibir gue sambil tersenyum puas memandangi gue yang syok abis. “Diam juga lo. Ayo pergi! Acara api unggunnya udah mulai tuh.” Seraya menyeret gue keluar dari ruangan besar itu.
Sial! Bibir Askar ituloh.
--- tbc
R~
Malam all!! Gue update jga malam ini. Rencana sih tadi sore, tpi sinyal d daerah gue pd bermasalah n malamnya gue nonton bola. Hohoho Nggak usah di bahas soal bola, karena skrng gue udah update.
Nah gmna part 33? Mnrt klian smua tepat nggak keputusan yg Adrian ambil? Gue butuh pndpt kalian. Hehehe. Maaf klo crta gue udah ngambang n crtanya pd nggk jelas bikin bingung.
So gue harap vote n komentarnya, bagi yg udah vote n komentar gue ngucapin terimakasih banyak yg segede2nya buat antum semua.
So slmt bermalam minggu n beristirahat guys. Sunt.
R~
Fandi kayaknya udah ada bibit - bibit maho *lol :v
#teambaper
Askar bisa melow jga ya...
semoga adrian bisa mmbimbing askar mnjadi lebih baik.
feeling gw fandi sma aldi jdian
moga kedepannya gk berat dech....
Kwkw tunggu aj edisi si Fandi jdi maho. Hehehe.
@amostalee Hehe biasa aj deh, gue jadi Malu.
@lovelyozan hoho Askar kn juga manusia bro.
@duatujuh cupcupcup jngn sedih
@pranoto jngn jerit2 bang...
@ocep21mei1996_ Aamiin.
Iyakah Aldi sma Fandi, kok gt?
@agova hehe mksih
@mustajab3 aamiiin.
Btw klo gue mati d mutilasi, yg lanjutin nih crta siapa lg? Kwkw
@JimaeVian_Fujo yah kasihan si Adrian klo status nggk jelas udah ngapa2in.
@tomidb Hehehe. Apkah Askar yg disini sma dg Askar yg abang kenal?
@gaybekasi168 Makasih om udah baca.