It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
setuju sm mas jidden , tapi mungkin warung makan tutup pas siang itu jg karena sadar , kalau omzet jualan bakalan merosot , jadi mending d tutup sekalian , buka warungnya jadi mundur menjelang buka puasa atau sekalian pas sahur .
kalau masalah Nyepi, well, itu tradisi mereka puluhan (atau ratusan) tahun di Bali. bukankah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung ? (bener gak sih?)
Nyepi pun ada efek positif toh ? polusi jadi berkurang , hihihii..
Agreed. Too many double standards in this country..
Lagian menurutku ini lebih ke pengaruh kultur Indonesia yang menjunjung tinggi tepa selira.
Too bad, makin ke sini kultur tersebut makin luntur. Digantikan oleh kultur yg lebih cuek, hak azazi yg kebablasan. Padahal batas dari hak azazimu adalah hak azazi orang lain.
Menutup tirai pada bulan Ramadhan maknanya jauh lebih dari sekadar menghormati yang berpuasa. Tapi juga perlambang bahwa negara kita memang menganut pengimplementasian budaya/konsep2 agama ke dalam hukum, walaupun negara kita bukan negara Islam.
Justru disitulah uniknya Indonesia. Bukan negara Islam juga, tapi juga bukan negara sekuler yang memisahkan agama dengan negara.
kesindir terus.. asu
kalau bicara soal larangan keluar rumah, itu termasuk 4 larangan catur brata penyepian (nggak boleh bepergian, nggak boleh menyalakan api/listrik, nggak boleh bekerja, nggak boleh melakukan penghiburan/kesenangan), yang dilaksanakan di hari libur nasional nyepi lebih cocok disebut kearifan lokal budaya asli bali ketimbang ritual agama hindu. tujuannya untuk kurang lebih melakukan penghormatan terhadap alam, tanah bali. konsekuensinya, semua yang ada di bali, baik hindu maupun nonhindu harus mematuhinya. fokusnya bukan pada apa keimanan lo, tapi di mana lo sedang berada.
untuk rangkaian ritual agama saat nyepi selain empat tadi, yang nonhindu tidak perlu melakukannya.
Bayangin klo gada tirai, dia pasti was2 ketauan org yg dikenalnya klo gapuasa.
Di Bali, karena memang mayoritas penduduknya menganut agama Hindu, dan itu merupakan agama penduduk lokalnya, sehingga masyarakat pendatang/minoritas tentunya secara sadar menghormati apa yang menjadi ketentuan di sana.
Hukum yang berlaku di Bali tetap hukum Indonesia lhoo. Ingat Bali masih bagian dari Indonesia. Namun seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, Indonesia menganut konsep menganyomi budaya yang berlaku di masyarakat setempat, sepanjang masih sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Jadi konsep dasarnya ya tetap aja karena penghormatan, penghargaan.
Well, penghormatan dan penghargaan, tapi kok kadang dipaksakan ya caranya? Itu karena sebagian dari orang2 memang perlu dipaksa agar bisa menghargai orang lain.
Yg agama lokal ya animisme dinamisme kyk suku2 pedalaman itu
Suci bagi muslim, buka semua semua, anggap aja ujian.
Saya gak dalam posisi mendukung atau menolak adanya penutupan sementara sih. Tapi mempertanyakan argumen atas masing-masing posisi.
Warga Hindu Bali bilang tanah Bali itu suci, Nyepi itu gak boleh ini-itu. Orang non Hindu bisa aja bilang "ya itu menurut lo aja beb, gue pengen beli minum eh alfamart nya tutup, itu emak gue ada urusan mendadak di Banyuwangi eh itu pelabuhan tutup coba.."
Warga Muslim bisa menganggap Ramadhan itu bulan suci, hentikan operasi diskotik, tiraikan warung padang yang pamer-pamer makanan di etalasenya itu. Orang non muslim pun bisa bilang "ya suci menurut lo keles, ini mah Juni ya Juni aja kali, gue stress mo clubbing eh tu tempat nongkrong gue tutup sebulan."
((Jadi inget, NAV pun di Malang tutup selama Ramadhan))
Tadinya saya berekspektasi akan ada jawaban yang mempertimbangkan aspek yuridis, sosiologis, dan teologis. Kalau tidak, ya mungkin standar ganda memang hal yang lumrah berlaku.
kalau nyepi dan puasa ramadhan, dari nature larangannya sudah berbeda. yang satu membutuhkan partisipasi kolektif untuk tercapai, yg satu lagi dijalankan sebagai urusan masing-masing, kalau orang lain ga melakukannnya, kegiatannya tetap tidak terganggu.