It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Iyo sam @SenyawaDiorama, untuk bahasa daerah mendingan dikasih translasi juga. Saaken sing dora mudeng )
“Kita berhasil mendesak mereka!” Moc-rul tergesa-gesa menemuiku yang terdiam sendiri di depan pusara Hershire. “Dewan pertahanan mulai ambruk. Wilayah Danzrouz bergabung dengan aliansi Aemestry!”
Aku girang mendengar kabar itu. Danzrouz adalah satu-satunya wilayah yang menolak aliansi Aemestry. Hal ini telah berlangsung selama ribuan tahun. Danzrouz adalah zona demiliterisasi Aemestry. Mereka menolak segala macam bentuk senjata dan militer pemerintah pusat. Penduduk Danzrous memilih hidup bebas tanpa ketundukan militer kepada Aemestry. Bagi mereka, Amestry tak ubahnya bagai sebuah anak panah yang siap dilepaskan kepada siapapun yang melakukan pertentangan. Baik ideologi, konsep kehidupan, maupun tata sosial.
Namun jangan pernah membayangkan bahwa Danzrouz adalah pusat dari segala macam pemberontakan. Pusat dari segala tingkah barbar. Danzrouz justru sangat jauh dari itu semua. Tempat itu adalah rumah dari ideologi perdamaian dan etika bagi seluruh Aemestry. Dari Danzrouz inilah tercipta konsep-konsep ketatanegaraan dan kemakmuran yang kini diterapkan oleh Aemestry. Namun perbedaan pandangan tentang militer menjadi latar belakang pertentangan di antara Aemestry dan penduduk Danzrouz.
Danzrouz hanyalah sebuah daerah kecil. Sebuah titik yang nyaris tak terlihat bila dibandingkan dengan seluruh permukaan planet ini. Sebagian besar wilayahnya dipenuhi hutan yang sangat lebat. Namun lebih dari separuh penduduk daerah ini adalah para jenius dan filsuf. Mereka bukanlah orang-orang yang superior dalam hal fisik tapi sangat kuat dalam pemikiran dan perasaan.
Aemestry tak berani menyentuh daerah ini. Bukan tidak pernah pihak pemerintah pusat merayu Danzrouz untuk bergabung dengan aliansi Aemestry, namun tak ada satupun upaya itu yang berhasil. Upaya diplomatik maupun militer tak berhasil menembus pertahanan Danzrouz. Para pemikir hebat di planet ini yang didominasi oleh penduduk Danzrouz tentunya tidak mengalami kesulitan sedikitpun menghadapi dialog delegasi Aemestry. Sekalipun minim persenjataan, militer Aemestry tak berkutik menghadapi Zona Berckout, sebuah sistem pertahanan tanpa senjata yang mampu melumpuhkan kekuatan militer Aemestry baik segala macam kendaraan dan senjata penghancur maupun nuklir dengan daya elektromagnet. Zona Berckout sendiri diambil dari nama salah seorang tokoh Danzrouz..... Mor Berckoutazrul, orang pertama yang menjembatani pertentangan antara pusat Aemestry dan Danzrouz, sebuah peristiwa bersejarah yang membuat Aemestry sebagai pemerintahan tunggal di planet ini dapat hidup berdampingan dengan Danzrouz yang memilih netral. Warga Aemestry bebas keluar masuk area Danzrouz, begitu juga sebaliknya dengan penuh kedamaian. Suatu hal yang rumit mengingat perdamaian ini tidak pernah lagi menjadi sebuah upaya nyata Aemestry untuk mengadakan agresi militer maupun diplomatik kepada Danzrouz.....selama ribuan tahun.
Aku mengetahui semua sudut Danzrouz. Aku tahu dimana rumah makan paling enak di sana, aku tahu dimana titik-titik pertahanan vital Danzrouz. Dimana para penduduk Danzrouz biasa menyimpan uang dan kekayaan mereka yang berlimpah. Aku tahu itu....karena aku lahir di kota itu. Aku tumbuh di kota kecil yang banyak sekali mengajarkan berbagai makna dan pengetahuan kepadaku. Bahkan akulah yang mendesain sistem pertahanan modern Danzrouz......atas perintah Jo Orael, Sang Hershire. Ya...dialah yang menginisiasi pembuatan sistem perdamaian dan pertahanan Danzrouz sebagai tanda persahabatan dan perdamaian Aemestry. Ialah orang yang menamainya Zona Berckout, untuk mengenang tokoh Danzrouz yang luar biasa itu.
Bagiku.....Hershire....Jo Orael bagaikan seorang ayah. Aku sudah yatim piatu sejak kecil dan tumbuh di lingkungan panti asuhan di Danzrouz. Orang orang di sana menyayangiku. Mereka semua baik padaku.....hingga akhirnya secara tak sengaja aku bertemu dengan seorang pria muda tegap yang luar biasa tinggi badannya. Usiaku masih 9 atau 10 tahun saat itu. Aku tengah bermain di dalam sebuah laboratorium sederhana yang kubangun sendiri di tepi hutan. Lebih mirip rumah pohon sebenarnya daripada sebuah laboratorium. Aku tengah konsentrasi dengan peralatan robotik sederhana yang kuciptakan ketika tidak sengaja salah satu logam pengait peralatanku tertarik semacam medan magnet. Aku mendengar bunyi ngiiing kencang dan kulihat sekilas seseorang berlari menuju rumah pohonku. Logam itu secara tak sengaja menempel pada sesuatu di dahan pohon dan mengeluarkan sinar radiasi yang waktu itu tak kupahami. Sebuah kilatan cahaya luar biasa dahsyat terpancar di depan mataku, orang yang kulihat tadi meraih kerah bajuku dan mendekapku dalam pelukannya ketika kudengar ledakan keras yang melontarkan kami berdua dari rumah pohonku.
Aku tergeletak lemas puluhan meter dari rumah pohonku yang saat itu langsung hancur berantakan. Aku merasakan darah mengucur dari kepala hingga kakiku. Aku tak dapat menggerakkan tubuh bagian bawahku. Sempat aku mengintip ke arah tubuh bagian bawahku, seketika aku pingsan tak tahan melihat kaki kiriku hancur tak bersisa.
Saat berikutnya aku tersadar, aku tengah berada di kamar rumah sakit. Dokter dengan setia menemaniku dan menghiburku dari segala tangis yang bisa kuluapkan. Dokter ramah itu mengatakan hal lebih buruh dapat terjadi. Beruntung orang asing itu menyelamatkanku tepat pada waktunya. Aku teringat. Aku menanyakan dimana dia sekarang. Saat berikutnya kulihat pria tegap yang kumaksud masuk ke dalam ruanganku. Dia mengunakan semacam kursi berjalan.
“Hai....” sapanya ramah. Dia melihat kakiku yang kini hanya tinggal sebelah. Dia menggerakkan tangannya mengangkat sedikit celana yang menutupi kaki kanannya. Kosong.....
“Kita sama.” Senyum pria itu.
Saat berikutnya aku mengetahui siapa gerangan pria penyelamat yang kini berada di hadapanku. Dialah Jo Orael, sang Hershire Aemestry. Seorang Hershire berlari menyelamatkan seorang anak kecil Danzrouz tanpa mempedulikan dirinya sendiri. Aku kehilangan kaki kiriku karena ledakan itu, sedangkan Hershire, dia kehilangan kaki kanan serta terpapar radiasi dengan intensitas tinggi yang nyaris menghancurkan punggungnya untuk menyelematkanku.
Belakangan aku tahu kecelakaan itu karena bom canggih sisa peninggalan Aemestry saat berusaha menguasai Danzrouz puluhan tahun yang lalu. Hershire kebetulan sedang berada di Danzrouz, dia memang sering pergi ke sana seorang diri tanpa pengawalan pasukan khususnya, dan tepi hutan itu adalah tempat favoritnya untuk menyendiri. Malang.....karenaku semua ini terjadi.
Kami berbincang lama. Tak kusangka Jo Orael orang yang menyenangkan walaupun dia adalah seorang Hershire. Melalui perbincangan panjang kami yang cenderung sangat kekanak-kanakan, dia tahu kalau aku adalah anak yatim piatu. Dia memutuskan untuk merawatku....manjadikanku seperti anaknya sendiri. Hershire sendiri tidak menikah....jadi aku dianggap seperti keluarganya satu-satunya.
Saat itulah aku meninggalkan Danzrouz.....menuju pusat Aemestry yang megah. Kota pusat begitu besar dipenuhi gedung tinggi dan kemewahan yang tiada tara. Sangat ramai. Tidak seramah Danzrouz, namun pusat Aemestry memberikanku petualangan yang baru.
Hershire melihat bakatku yang luar biasa pada sains dan teknologi. Ia menyekolahkanku di sekolah teknologi terbaik di pusat Aemestry yang kuselesaikan dalam usia yang sangat muda. Masih remaja aku kala itu. Beberapa tahun kemudian, Hershire memintaku mendesain sebuah teknologi super canggih sebagai alat pertahanan yang tangguh yang akan dihadiahkan kepada Danzrouz. Hershire menginginkan keamanan, terutama agar kecelakaan malang yang menimpa kami dulu tidak terulang kembali, karena kami tahu masih banyak bom berbahaya yang tersimpan di tepi Danzrouz. Ia menginginkan sistem pertahanan yang mendapatkan persetujuan dan sepaham dengan pemikiran penduduk Danzrouz. Aku adalah orang Danzrouz dan sangat mengenal penduduknya. Mudah bagiku untuk menciptakan desain yang sesuai. Dengan dibantu oleh puluhan filsuf dan ratusan insinyur Danzrouz, aku berhasil membuat Zona Berckout dengan bekas rumah pohonku yang hancur sebagai titik vital utama. Hanya aku dan Hershire yang mengetahui kunci zona Berckout.
Hal ini membuat Hershire mendapat tempat di hati penduduk Danzrouz. Ia menjadi ikon perdamaian modern dan menjadi satu-satunya pemimpin Aemestry yang diakui dan dihormati di Danzrouz. Langkah Hershire ini menjadi pintu masuk utama lobby diplomatik Aemestry dengan Danzrouz. Menjadikan perdamaian bagi seluruh planet Aemestry menjadi sebuah kenyataan.
Namun kini aku berdiri di hadapan pusara Hershire. Jo Orael terbunuh lebih dari empat tahun yang lalu. Sebuah konspirasi besar telah terjadi di pucuk pimpinan Aemestry. Menjadikan penyakit yang diderita Jo Orael selama bertahun tahun karena paparan radiasi sebagai alasan Hershire meninggal. Aku sangat yakin kenyataannya lebih dari itu. Hershire dibunuh.
Sejak saat itu Aemestry bergejolak. Rakyat menolak pemilihan Hershire yang baru dan untuk sementara dewan pertahanan mengambil alih pemerintahan. Pemberontakan terjadi di berbagai wilayah. Dewan pertahanan mengambil langkah militer untuk meredam suasana, suatu hal yang dihindari oleh Jo sepanjang hidupnya. Aku tengah terseret pada konspirasi besar ini. Aku yang menyimpan banyak sekali rahasia Aemestry menjadi target utama dewan pertahanan yang mengaktfkan banyak sekali droid untuk memburuku. Aku tahu pasti penyebabnya....dan apa sebenarnya yang mereka incar. Hershire telah lama memperingatkanku tentang hal ini.
“Maafkan aku Jo.” Tak terasa aku meneteskan air mataku. “Seharusnya aku mendengarkanmu dengan lebih baik.”
Aku kembali teringat masa-masa indah ketika Jo merawatku yang masih kecil. Dia begitu baik padaku. Menyayangiku dan seluruh keluargaku.
“.....aku bahkan belum sempat menguccapkan terima kasih....” sesalku.
Tidak heran aku girang luar biasa ketika Moc-rul, salah seorang jenderal kepercayaan hershire memberitahuku bahwa Danzroul bersedia bergabung dengan aliansi Aemestry, aliansi yang setia dan loyal pada prinsip Hershire. Aku segera meminta Jenderal Moc-rul untuk bergerak. Menyiapkan revolusi Aemestry sekali lagi.
Namun ditengah antusiasme tinggi di pusat komando Aliansi Aemestry itulah aku merasakan pukulan telak yang menghancurkan segala harapanku. Sebuah layar besar di tengah ruang kontrol tempat aku memonitor aset paling penting misi ini menyala merah. Pada salah satu titik di pinggir layar besar itu muncul tanda yang paling kutakutkan.
“Rey.......! sinyal Berrj’ menghilang!” kata salah seorang teman di ruangan itu.
Aku berlari menuju monitor dan mengamati informasi yang ditampilkan di sana. Sebuah koordinat di angkasa luar yang tertangkap sebagai gugusan planet dengan satu bintang yang jaraknya sangat jauh dari Aemestry. Sebuah planet asing berwarna biru yang belum pernah terdeteksi sebelumnya. Di situlah muncul infomasi itu. Sinyal pertanda informasi vital Berrj’ menghilang!
“Mika......!” teriakku histeris.
***
mention aku ya klu update @SenyawaDiorama
nitip mention ya sam @SenyawaDiorama
Entah aku jadi paranoid atau gimana, kok rasa-rasanya banyak mata terpaku kepadaku sepanjang perjalanan di dalam mikrolet menuju sekolah. Terutama om-om yang duduk di sebelahku ini....kok ngedempet badanku agak terlalu over yah.
Mikrolet ngerem mendadak. Ada tukang bakso nyebrang jalan pake gaya rock n roll. Aku yang duduk di bagian paling pojok di mikrolet itu terhempas, terhimpit antara batas belakang mobil dengan om-om di sebelahku. Perasaan ga segitunya deh orang kehempas gara-gara ngerem mendadak...ini si om-om dah nempel ke badanku yang udah kegencet habis di kaca belakang mobil.
“Aduh maaf dek.....ini...sopirnya kacau nih.” Kata dia sambil menepuk pundakku.
Aku merasa risih ditepuk-tepuk gitu depan penumpang yang rata-rata ibu-ibu sama mbak-mbak.
“Ya..gak papa om...” jawabku sambil mengusap pundakku yang barusan ditepuk-tepuk.
“Sekolah dimana dek?” tanya om-om itu sok akrab.
“Itu di Cipto Om.” Jawabku singkat. Beruntung mikrolet sudah sampai perempatan Klojen. Tanpa basa basi lagi aku buru-buru turun...hiiii...aneh ah rasanya.... dibiarin dikit bisa-bisa jadi korban pelecehan seksual nih.
Aku segera bergegas menuju sekolahku yang tak jauh dari perempatan Klojen itu. Cukup berjalan kaki beberapa menit juga sudah sampai. Badanku masih agak kurang sehat, udara pagi yang bercampur dengan matahari yang sudah mulai agak panas bikin aku jadi keringat dingin.
Sekolahku masih agak sepi. Belum banyak siswa yang tampak. Tapi berhubung tepat berhadap-hadapan dengan hotel....ah tak usah kusebut namanya lah, lokasi sekolahku jadi terlihat ramai. Banyak mobil sudah berjajar di depan sekolahku. Entah punya orang tua murid yang lagi ngantar anaknya entah juga punya para tamu hotel yang kehabisan space parkir di dalam hotel. Tapi seru kan sekolah tepat di depan hotel....iseng-iseng kali aja ada yang nawarin “bolos” sekolah terus pindah ke “depan”. Hehehe....aku sih gak pernah....gak tau lagi deh kalau temanku yang lain pernah gak mampir ke “tetangga depan”.
Aku menunggu di dalam kelas dengan tampang lesu. Baru ada beberapa teman yang sudah datang. Mereka sih emang jadi langganan datang pagi. Kalau ga rumahnya yang kelewat deket atau gak malah kelewat jauh jadi mesti buru-buru nyampe sekolah.
Aku melamun lumayan lama sampai kemudian Joko menepuk pundakku...ngagetin aja sih.
“Mukamu dah gak papa? Ngocor darah kemarin.” Tanyanya sambil nyengir.
Sialan. Umpatku dalam hati.
“Hehehe....sing penting menang yo!” katanya sambil beranjak menuju bangkunya.
“Eh Dim..Dim...” Lia teman sekelas yang bangkunya tepat di depan bangku sekolahku tiba-tiba menyapaku. “Katanya kemarin menang ya? Selamat ya. Anak-anak heboh di Twitter. Semalem pada ngobrolin kalian di WA.”
Aku Cuma nyengir sedikit. Entah kenapa rasanya kok lemes banet hari ini. Ga mood.
“Kapan tanding lagi? Ntar aku sama temen-temen cewek nonton deh.” Kata Lia lagi bersemangat.
Aku mengangkat kedua pundakku. “Tuh nanya Joko tuh yang tau jadwalnya. Aku sih ngikut aja mau main kapan lagi.”
“Trus trus gosipnya kamu putus sama Ratih ya?” Masih aja si Lia dengan semangat 45 nanya terus. Gak liat apa mukaku dah pucat gini? Bahas yan OOT banget lagi.
“Ahhhhhhhhh....” dengusku tak antusias dan menyembunyikan kepalaku di antara lipatan tangan di atas meja.
“Sing sabar yooo.” Kata Lia tanpa dosa sambil menepuk punggungku.
Aku terdiam di mejaku untuk beberapa saat. Tak mempedulikan kelas yang semakin ramai karena teman-teman yang lain mulai berdatangan. Mereka saling ngobrol, ngegosip, sok-sok main gitar, pokoknya hal-hal yang biasa dilakukan anak SMP sambil menunggu pelajaran dimulai. Sesaat lagi bel masuk berbunyi. Anak-anak cowok yang biasa berkeliaran sebelum masuk sekolah sudah duduk manis di tempatnya masing-masing. Pelajaran pertama Bahasa Indonesia.....ahhhhhhh bosaaaaaaaaannnnnn.
Kudengar bel sekolah akhirnya berbunyi. Sedikit terkejut karena bukan guru bahasa Indonesia yang masuk ke dalam kelasku, tapi malah guru BP. Ada apaan lagi ini.
“Selamat pagi anak-anak.” Sapa guru BP itu yang dijawab teman-teman dengan meriah. “Hari saya minta waktunya sebentar ya.”
Badanku makin terasa tidak enak. Aduh meriang lagi.
“Hari ini kalian kedatangan teman baru. Ada siswa pindahan dari luar kota yan mulai hari ini akan bersekolah di sini. Di kelas ini.” Kata guru BP itu.
Teman-teman mulai ramai. Ada yang bergumam, ada yang antusias, ada yang mulai komentar tidak jelas.
“Dia cowok.....hayo yang cewek gak usah macem-macem yah. Fokus buat ujian naik kelas nanti.” Lanjut guru BP sambil tersenyum. Dia sudah paham betapa centilnya cewek-cewek di kelas ini.
“Dia lama berada di luar negeri, jadi mungkin bahasa Indonesianya belum seberapa lancar. Jadi nanti tolong dibantu ya biar bisa cepet betah di sini.” Teman-teman makin riuh. Makin terlihat antusiasme teman-teman sekelasku. Terutama cewek cewek. Aku Cuma tersenyum melihatnya. Dasar bocah.
Guru BP berjalan keluar ruang kelas. Tampak ia berbicara sebentar dengan seseorang yang tampaknya orang tua anak baru itu. Sesaat kemudian ia masuk kembali ke ruangan, diikuti langkah kaki pelan seorang anak di belakangnya.
Aku tertegun sejenak. Serius nih??? Seketika meriangku lenyap.
“Anak-anak....perkenalkan....ini Mika.” Kata guru BP yang diikuti senyum kecil anak baru yang sangat terlihat malu malu itu.
Jantungku berdegup kencang. Mataku mempelajari mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki anak itu. Anak itu kecil...sekilas terlihat seperti masih SD. Rambutnya hitam. Kulitnya putih tapi tidak seperti anak bule pada umumnya. Perawakannya mungil...cenderung imut. Wajahnya luar biasa tampan....tidak...cantik...aahhh entahlah...diantara luar biasa tampan atau luar biasa cantik. Dan....dan mata birunya.......iya matanya berwarna biru cerah....
Tak sadar aku terpaku memandang Mika, anak baru yang berdiri sambil tetap mengenakan tas ranselnya di depan kelas. Perutku terasa mulas, pertanda aku merasakan suatu hal yang tak biasa. Penasaran? Kagum? Suka?
“Hai..” sapa Mika dengan suara kecilnya. Disambut gemuruh gumam dan komentar teman-teman yang makin riuh dan makin riuh lagi. Cewek-cewek terlihat bersemangat. Cowok-cowok terlihat seakan mau mengadakan ospek padanya, bertambah lagi satu saingan perebutan cewek idola sekolah.
“Oke Mika. Mereka yang akan jadi teman-teman sekelasmu. Semoga betah ya. Kalau kamu mengalami kesulitan kami bisa ke ruang BP yang tadi ya.” Kata guru BP pada Mika yang dijawab dengan anggukan ringan. “Kamu boleh duduk di......” guru BP memandang berkeliling mencari tempat kosong di ruang kelas.
“...nah di sana saja.....di sebelah Dimas.” Deg....dadaku tersentak. Guru BP menunjuk tempat duduk tepat di sebelahku. Kembali keringat dingin mengucur...tapi yang pasti kali ini bukan karena meriang.
Mika berjalan ke arahku dan mengambil tempat duduk kosong yang ada di sebelahku. Ia meletakkan tasnya di bawah meja dan duduk dengan tenang. Pandangannya masih mengarah pada guru BP di depan kelas.
“Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas waktunya, anak-anak. Silakan melanjutkan pelajaran.” Kata guru BP singkat dan sesaat berikutnya berjalan keluar ruangan. Guru bahasa Indonesia berganti masuk dan memulai pelajarannya.
“Halo......” suara kecil di sebelahku membangunkanku dari diam imajinasiku. Aku menoleh memandang wajahnya. “Mika..” kata suara kecil itu sambil mengulurkan tangannya.
Aku menyambut uluran tangannya perlahan. “Dimas..” jawabku singkat. Tanganku bergetar.
***