It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ceritanya makin seru. Ada flashback dan flashforward, harus lebih konsen bacanya. Udah terlihat korelasi Pak Johan, tinggal menunggu momen intertwine antara Mika dengan Dimas dkk. Lanjut terus bro @SenyawaDiorama, semangat!
hehe...mudah mudahan tidak membingungkan ya gaya penceritaan saya. kebetulan saya menyukai alur cerita seperti ini walau kadang mumet @keposeliro
“Enak?” tanyaku.
“He,,em...” jawabnya masih dengan mulut penuh sambil tersenyum.
“Kalian tidak punya makanan seperti ini di sana? Di Aemestry?” tanyaku lagi. Mika diam sejenak. Tampak ia mencoba memahami pertanyaanku. Kemudian dia hanya menggeleng singkat.
Mika cepat belajar. Ia memang belum menguasai bahasa di sini sepenuhnya tapi kemajuannya sangat pesat. Hanya beberapa jam kami mengobrol dari semula banyak terdiam menampakkan muka bingung, kini dia dapat merespon dengan lebih cepat.
“Jadi......berapa usiamu sekarang?” tanyaku ketika Mika sudah menghabiskan sepiring mie instan, sepotong sandwich, dan segelas jus jambu.
“Seharusnya...ehmm...” Mika terlihat berpikir sejenak. “ ....13 tahun.”
“Seharusnya?” tanyaku penasaran. Kenapa seharusnya 13 tahun?
“Waktu aku tiba di sini usiaku 13 tahun saat itu. Tapi Ai membuatku tertidur dalam kondisi cryo. Sekarang sudah tiga puluh tahun lebih sejak aku pertama kali sampai di sini.” Jelas Mika.
Logikaku mulai berjalan. Aku bangkit dan menambil buku catatanku, mengambil foto-foto di dalamnya dan menunjukkannya ke Mika.
Mika terkejut. Ia meraih foto-foto itu dan menatapnya satu-persatu.
“Dimana.....dimana Anda....Anda mendapatkan...uhmm..ini?” tanyanya terburu-buru.
“Foto itu kuambil sekitar dua puluh tahun yang lalu. Aku masih muda saat itu. Aku bersama teman-teman sedang melakukan pengujian terhadap penelitian kami. Kami mencari sebuah tempat yang jauh dari penduduk sekitar, sepi dan aman. Tidak sengaja kami menemukan beberapa bongkahan logam dan pecahan material yang belum pernah kami kenali sebelumnya.” Jawabku bingung karena raut muka Mika yang langsung berubah agresif.
“Kumohon....kumohon....boleh aku melihat tempat itu? Kumohon...tunjukkan padaku...” Mika memeggang tanganku.
Aku terdiam. “Aku ingin membawamu ke sana. Hanya saja.......banyak yang berubah dalam 20 tahun ini Mika. Tempat itu sekarang sudah menjadi pabrik besar. Kamu tidak akan menemukan apa-apa di sana.”
“Apakah....apakah Anda menemukan seseorang? Uhm....seseorang.....orang...Anda mengerti maksudku kan...uhm... ehm... seseorang seperti aku. Sedikit lebih besar...uhm..besar....sedikit...uhmm..” Mika sangat terburu-buru. Dia berusaha menjelaskan dengan terbata-bata dan segala gerak isyarat tangan.
Aku membelai wajah Mika lembut. “Pelan-pelan Mika. Jangan bicara terburu-buru.” Aku menunggu Mika kembali duduk di kursinya dan mulai agak tenang. “Aku tidak menemukan apa-apa lagi selain apa yang berhasil kufoto. Kami menyisir tempat itu sampai radius dua kilometer tapi tak ada apa-apa lagi.”
Mika menundukkan wajahnya.
“Apakah...apakah kamu tidak sendirian kemari?” tanyaku kemudian.
Mika masih menunduk. Aku melihat sedikit air matanya menetes. “Awalnya tidak....tapi...tapi..sekarang mungkin sendiri.” Jawabnya singkat.
Aku duduk mendengarkan cerita Mika dengan seksama. Kurasakan emosi yang begitu dalam dari tiap kata-katanya. Dia menceritakan semuanya. Setidaknya dia berusaha menceritakan semuanya dengan bahasa yang bercampur. Sebagian dengan bahasa yang kumengerti, sebagian lagi....hmm...aku hanya bisa mengira-ngira artinya.
Aku takjub dengan Aemestry. Alamnya, teknologinya yang jauh melampaui teknologi manusia Bumi.....bahkan untuk negara adidaya sekalipun.
Aku mendengarkan dengan antusias bagaimana ia bercerita tentang ayahnya, Hershire, pemerintahan tunggal di planet Aemestry, kondisi sosial di sana, dan banyak hal lainnya.
“Jadi mereka menuduh ayahmu telah membuat sebuah senjata untuk presiden...maksudku....Hershire?” tanyaku setelah Mika menyelesaikan semua ceritanya.
Mika mengangguk.
“Tapi ayahmu sama sekali tidak pernah membuatnya?” tanyaku lagi.
“Tidak.” Jawab Mika singkat.
“Tapi mereka tetap mengejar ayahmu?” tanyaku lagi penasaran.
“Mereka mengejarku. Hershire terbunuh tepat beberapa jam sebelum peringatan hari bersatunya wilayah-wilayah di Planet Aemestry menjadi satu pemerintahan. Ayah berbicara serius dengan Berrj’...... dan seketika Berrj’ menyeretku menuju bukit di dekat rumah. Di sana ada laboratorium rahasia milik ayah. Tanpa sempat bertanya apa-apa Berrj’ membawaku terbang keluar dari Aemestry. Kami memiliki banyak peralatan purwarupa.........pesawat yang kami gunakan adalah pesawat purwarupa rahasia yang dikembangkan ayah.”
“Kamu kemari dengan pesawat itu?” tanyaku
Mika menggeleng. “Ayah dan Hershire membuat kesepakatan rahasia untuk membentuk sebuah tim khusus yang sama sekali tak ada kaitannya dengan pemerintahan. Ayah menyebutnya Pro...pro....hmm..uhm...Pro-ject – X. semacam itulah. Tujuan awalnya menyusun misi eksplorasi angkasa untuk mencari kehidupan di luar Aemestry. Tim itu membangun pangkalan rahasia di luar orbit Aemestry. Di sana terdapat pesawat luar angkasa dengan teknologi paling canggih..,yang bahkan tidak diketahui pemerintah...kecuali Hershire tentu... pesawat canggih yang punya kemampuan jelajah tinggi.”
“Pesawat itu yang kamu pakai?” tanyaku lagi.
Mika mengangguk.
“Mereka mengejarmu? Bukan ayahmu? Kalau memang ayahmu tidak membuat senjata...atau apapun itu yang mereka incar, seharusnya aman-aman saja kan.
Plus....presiden...maksudku Hershire mengetahui semuanya kan.” logika dalam otakku menangkap ketidak cocokan yang cukup mendasar. Ada bagian-bagian yang belum diungkapkan oleh Mika sepenuhnya.
“Karena itu Hershire terbunuh...eerrr.....atau dibunuh. Mereka bersikukuh ayah menyimpan sesuatu. Aku tidak tahu apa pastinya. Tapi mereka mengejar itu. Entah bagaimana sejak saat itu ayah sedemikian mengkhawatirkanku. Ia memerintahkan Berrj’ dan yang lainnya untuk menyelamatkanku.”
“Berrj’ dan yang lainnya?” aku makin penasaran.
“Kami semua ada lebih dari 30 orang. Ayah menempatkanku sebagai objek prioritas....karena itu mereka mengaktifkan Ai untukku...., dan orang-orang itu.... mereka yang sangat loyal pada Hershire. Perjalanan dari Aemestry menuju Bumi tidak mudah. Bahkan sebenarnya kami tidak menjadikan bumi sebagai tujuan. Kami tidak tahu ada planet Bumi sebelumnya. Kami hanya bergerak menjauh dari Aemestry sambil menganalisa data yang berhasil dikumpulkan selama bertahun-tahun oleh tim eksplorasi. Kami mencoba meraih gugusan planet atau bintang yang menurut data memungkinkan untuk dihuni.” Mika terlihat mulai terengah-engah. “Kebanyakan dari kami adalah ahli ...as..astro...astronomi, me..mekanika..ku.......aduh aku bingung dengan bahasa kalian.” Mika menggaruk kepalanya.
“Mekanika kuantum.” Kataku membetulkan.
“Yang jelas banyak droid mengejar kami...dan alam di luar angkasa begitu sulit ditebak. Kami memutuskan untuk memecah tim, berusaha memecah sinyal untuk mengelabui droid. Sebagian dari kami hilang, sebagian tidak dapat selamat. Baik karena dibunuh droid, ataupun karena faktor alam. Mereka mengira aku yang membawa dan menyembunyikan senjata ayahku yang berusaha diincar mati-matian itu.” Mika masih bercerita. Nafasnya makin terengah-engah.
“Akhirnya aku dan Berrj’ sampai di sini...tapi....tapi.....” Mika tersedak menahan tangis.
Aku dapat memahami sebagian dari ceritanya....walaupun masih tampak janggal....atau lebih tepatnya tidak lengkap. Logikaku berputar keras.
“Kamu masih 13 tahun kan? Tapi kamu mengetahui apa saja yang ayahmu kerjakan dan turut membantunya? Kamu paham mekanika kuantum. Memahami bahasa pemograman yang bahkan jauh melebihi kemampuan manusia Bumi.....apakah itu semua nyata?” tanyaku.
“Aku telah lulus...” belum sempat Mika menyelesaikan kata-katanya Ai langsung menyela.
“Mika cukup...jenius, Profesor. Dia memang masih 13 tahun tapi telah lulus ujian negara..hmm mungkin setingkat doktoral di Bumi.”jelas Ai.
Aku terhenyak di kursiku. Di depanku berdiri seorang remaja...mungkin belum memasuki usia remaja.
Perawakannya kecil...terlihat sangat rapuh dengan struktur tubuh yang orang lain pasti mengira dia masih 10 atau 11 tahun usianya. Aku tak menyangka bahwa dia memiliki kemampuan otak yang begitu hebat.
“Maafkan aku Professor. Aku...aku....” Mika tampak terenah-engah. Aku ingat betul malam dini hari waktu aku menemukannya tereletak di pinggir jalan. Kecurigaanku menjadi sebuah kenyataan. Dokter yang menanganinya sampai syok setelah memeriksanya. Jelas saja syok.......manusia mana yang tidak syok melihat struktur tubuh alien terbaring lemas di kasur tepat di hadapannya. Aku sampai memerlukan beberapa nomor telepon penting petinggi yang kukenal dan beberapa ratus juta rupiah untuk merahasiakan semua ini. Plus beberapa ratus juta lainnya untuk mengambil Mika dari cengkraman pemerintah dan dunia luar. Untungnya kami berada di sebuah negara dengan sistem administrasi yang penuh negosiasi. Beberapa rupiah tambahan, segala macam dokumen yang kubutuhkan dapat segera kudapatkan.
Wajah Mika tampak memerah. Kulitnya yang putih bersih lembut itu tak akan mempu menutupi rasa sakit yang mulai melandanya.
Aku mengambil sebuah tabung kecil dan kuletakkan di atas meja.
“Kami belum memiliki teknologi sedahsyat inhaler milikmu. Tapi kami punya ini.” Kataku sambil memberikan tabung kecil itu kepada Mika. “Obat khusus asma. Aku sudah membicarakan komposisinya dengan Ai dan memperhitungkan kondisi udara di Aemestry. Obat ini tidak akan bisa membuatmu fit seperti kembali berada di Aemestry tapi setidaknya kamu tidak akan sesak napas lagi.”
Mika mengambil tabung itu dan mengamatinya dengan penuh keraguan. Namun akhirnya ia membuka penutupnya. Aku mengajari dia cara memakainya. Kulihat mukanya tidak lagi memerah. Perlahan napasnya mulai teratur.
“Kamu pakai itu secara berkala ya. Terutama kalau kamu merasa sudah sesak napas.” Kataku. Mika mengangguk pelan.
“Kita sama-sama tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Kita juga tidak tahu apa yang akan kamu lakukan dan bagaimana caranya buat kamu untuk kembali ke Aemestry. Jadi......” aku membuka sebuah koper usang yang telah kusiapkan di sebelah kursiku dan mengeluarkan beberapa lembar baju dari dalam koper itu.
“Kukira ada beberapa yang cocok untukmu. Badanmu jauh lebih kecil jadi....”
Mika terlihat antusias. Dia tampak menyukai baju-baju itu.
“Ini...punya siapa?” tanya Mika berseri.
“Dulunya punya....hmm....anggap saja ...hmm..putraku. tapi dia sudah besar sekarang dan dia tidak tinggal di sini lagi...jadi...kamu bisa pakai itu sementara.”
Mika berterima kasih kepadaku. Ia segera mengambil baju-baju itu dan berlari menuju kamar.
“Kamu mandi dulu! Lalu ganti piyamamu itu dengan baju yang ukurannya pas!” teriakku dari ruang tengah.
Aku masih mendengar sayup tawa kegirangan Mika.
“Ai...Ai...lihat! Lihat!.....baju Bumi.......! Keren.......!” Teriak Mika sayup dari dalam kamarnya.
***