It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku menatap setiap inci wajahnya, Ada kumis tipis disana dengan rahang tegasnya dan bibir menyegarkan karena setahu ku dia tidak pernah menyentuh rokok. Dia tidak pernah bisa merokok walau dulu ia pernah mencobanya bersamaku dan berahir dengan batuk-batuk dan kapok saat itu juga.
Tanganku menyentuh wajahnya, membuat ia bergerak dan matanya sudah mulai bergerak terbuka dan kudapati mata hitam meneduhkan. Dia tersenyum dan mengerjap.
“Aku membangunkanmu?” Tanyaku memegang dadanya yang telanjang. Dia menggerakkan tubuhnya mencari posisi nyaman.
“Tidak, aku bangun sendiri. Aku bahagia melihat kamu disini. Kukira aku hanya bermimpi.”
“jika mimpi, pasti akan menjadi daftar mimpi terindah mu.” dapat ku dengar suara tawa merdunya di telingaku.
“Aku sangat suka mendengar suara desahan mu,” Aku yakin wajahku memerah saat ini, pujiannya membuat senyum terpampang diwajahku. Aku semakin merapatkan tubuh ku ke dekapannya dan membenamkan wajahku dilehernya.
“Jangan mendesah pada orang lain sweetheart karena aku yakin mereka akan langsung tergila-gila padamu karena suara desahan mu yang selalu membuat aku horny.” Kali ini aku mencubit pinggangnya karena menggodaku seperti itu.
“Kamu pikir aku cowok apaan yang mau mendesah pada orang lain.” timbalku dan menjauhkan wajahku pada lehernya membuat aku bisa melihat senyum jahilnya. Aku hanya cemberut.
“sweetheart kalau kamu cemberut seperti itu membuat aku ingin mencium mu. Jangan membuat aku ingin melakukannya dengan mu lagi karena sekarang aku mulai menginginkannya.” Matanya mengerling nakal membuat aku melotot padanya.
Aku membelakanginya dan mencoba memejamkan mataku tak mau mengubris ucapannya. Dapat kurasakan tangannya melingkari pinggang ku. Aku tersenyum.
“Aku mencintaimu sweetheart, tapi aku tidak pernah mendengarmu mengucapkan cinta padaku. Maaf, aku tidak bermaksud mengungkit hal tidak penting seperti ini tapi semua ini selalu membuat aku bertanya.” Suaranya terdengar kalem.
Aku baru sadar kalau aku memang tidak pernah bilang cinta padanya, Aku memejamkan mata dan menyadari kalau sekarang aku sudah sangat siap untuk cinta itu, cinta kami. Akan ku cintai dia dengan sepenuh hati karena hatiku sudah memilih dia.
“Aku mencintaimu, bahkan mungkin sangat mencintaimu. Akan ku perjuangkan cinta kita walau nanti dunia tak berpihak pada kita, aku akan tetap mencintaimu. Jadi dengarlah karena aku akan mengatakannya setiap hari. Aron aku mencintaimu dengan segenap hatiku.” Aku kembali memposisikan tubuhku kearah Aron dan mendapati dia menatap ku dengan tatapan seolah tak percaya.
“Itu kata-kata yang indah sayang.” Aron mencium pipiku dan tersenyum lega. Aku memeluknya.
***
“Benarkah tidak apa-apa jika aku ikut dengan mu? Apa Dirga tidak akan marah padaku karena sekarang pria yang dicintainya membawa kekasihnya?” Ucapan Aron yang sudah beberapa kali ia lontarkan kembali terdengar saat kami sudah sampai didepan rumah sakit. Aku menghentikan langkahku dan menatap Aron yang sedang berdiri tak jauh dariku.
“Aku sangat yakin dia tidak akan marah padamu karena dia sudah ikhlas dengan hubungan kita. Jadi bisakah kamu mulai berjalan masuk dengan ku sekarang karena aku sudah mendengar kata-katamu itu lebih dari yang bisa ku dengar.” Aku melihat dia mnegangguk dan mulai melangkah bersamaku.
Kami bertemu Elsa di ruang tunggu, kulihat lingkar hitam dimatanya. Aku yakin dia tidak pernah tidur dari kemarin. Kudekati ia yang sedang berdiri menyambut kedatangan ku dan Aron.
“Elsa kenalin ini Aron.” Aku memperkenalkan mereka yang langsung berjabat tangan. Kulihat Elsa menatap Aron secara rinci tentu dia sudah menebak siapa Aron.
“Dia pacarmu Arka?” Tanya Elsa langsung. Membuat aku menggaruk kepala ku yang tidak gatal.
“ya aku pacarnya, kamu pacar Dirga kan? Arka sudah cerita padaku.” Suara Aron menjawab pertanyaan Elsa. kulihat Elsa hanya tersenyum tulus.
“kalian sangat serasi. Aku yakin memang cowok sepertimu lah yang mampu mengalahkan seorang Dirga. Kamu tidak salah pilih Arka.” Aku mengangguk.
“cowok sepertiku? memang aku cowok seperti apa?”
“kamu ganteng dan sepertinya baik. sopan, manis dan masih banyak lagi” Elsa memuji Aron berlebihan membuat aku hanya tertawa dan Aron hanya senyum-senyum tidak jelas mendengar pujian Elsa.
“Boleh gabung dengan percakapan kalian? sepertinya pembahasannya seru?” Suara itu membuat kami bertiga menoleh dan Dirga sudah berdiri disana dengan baju pasiennya.
“Dirga, kenapa turun dari ranjang. Dokter menyuruhmu banyak istirahat.” Elsa terdengar khawatir dan langsung mendekati Dirga.
“Aku capek istirahat terus, aku mendengar suara Arka makanya langsung keluar.” Riak wajah Elsa berubah, mungkin karenan ucapan Dirga.
“hai, aku Aron. kita belum berkenalan secara resmi.” Aron mengulurkan tangan pada Dirga yang sudah berdiri didekat kami.
“Dirga.” ucap Dirga meraih tangan Aron dan menjabatnya. “ senang bisa mengenalmu.” Aron tersenyum begitupun dengan Dirga. Aku lega melihat mereka bisa baik seperti ini.
“Arka, kamu sudah makan? aku ingin makan bersama mu.” Dirga mendekatiku, membuat Elsa dan Aron menatap dengan tatapn yang sulit kuartikan.
“Baiklah, kita makan berempat yuk. Aron juga belum makan dan kurasa Elsa juga.” Kulihat semua hanya diam tapi aku melangkah ke kantin rumah sakit dan mereka bertiga mengekor.
***
Aku sungguh mulai hilang nafsu makan melihat tingkah Dirga. Dia sangat sadar kalau sekarang kami sedang berempat tapi dengan cueknya dia bermanja-manja dengan ku. Aku melihat Aron kesal yang ditahannya, sedangkan Elsa hanya diam tapi aku yakin dia juga sakit hati. tapi aku bisa apa? coba kalau Dirga tidak sakit sudah ku tendang dia.
“ayo Arka mana nasinya aku sudah siap nih.” dengan enggan ku suapi Dirga yang sudah kayak bayi minta disuap-suapin, dikira aku baby sitternya apa.
Sekarang dengan lancangnya Dirga malah membelai rambutku dengan senyum puasnya, aku sempat menepis tangannya tapi kembali ia menaruh tangannya di kepalaku. aku hanya bisa menahan kesal.
Aron melirikku tapi aku hanya bisa menatap dia dengan tatapan memohon pengertian, Aron mendesah dan membuat aku merasa bersalah padanya.
“Elsa sebaiknya kamu yang menyuapi Dirga, aku ingin menghubungi mama sebentar.” Alasan ku, kulihat Elsa berdiri dan menempati tempat dudukku dan aku duduk di dekat Aron.
Aku mengambil ponsel ku dan mulai asal menekan kontak, berpura-pura menelpon mamaku.
“Nomornya tidak aktif.” ucapku lebih kepada diriku.
Aron menyuap nasinya dengan menerawang, entah apa yang dia pikirkan. Aku menggenggam tanganya yang ada di atas pahanya. Dia menoleh kearahku dengan bingung. Kuberikan senyum dan kerlingan kearahnya, itu berhasil membuat ia tersenyum.
“Aku mencintaimu,” bisikku padanya membuat matanya berbinar. Dan dengan mendadak ia menyendok nasi kemulut ku membuat aku memukul pelan pundaknya
“kamu ini, kalau tersedak gimana?” Aku kesal. Aron hanya cengengesan.
“Aku ingin kita double date,” suara Dirga membuat aku menoleh kearahnya yang sedang menatapku.
***
Like-Comment, Kritik,Saran. (y)
Aku menatap setiap inci wajahnya, Ada kumis tipis disana dengan rahang tegasnya dan bibir menyegarkan karena setahu ku dia tidak pernah menyentuh rokok. Dia tidak pernah bisa merokok walau dulu ia pernah mencobanya bersamaku dan berahir dengan batuk-batuk dan kapok saat itu juga.
Tanganku menyentuh wajahnya, membuat ia bergerak dan matanya sudah mulai bergerak terbuka dan kudapati mata hitam meneduhkan. Dia tersenyum dan mengerjap.
“Aku membangunkanmu?” Tanyaku memegang dadanya yang telanjang. Dia menggerakkan tubuhnya mencari posisi nyaman.
“Tidak, aku bangun sendiri. Aku bahagia melihat kamu disini. Kukira aku hanya bermimpi.”
“jika mimpi, pasti akan menjadi daftar mimpi terindah mu.” dapat ku dengar suara tawa merdunya di telingaku.
“Aku sangat suka mendengar suara desahan mu,” Aku yakin wajahku memerah saat ini, pujiannya membuat senyum terpampang diwajahku. Aku semakin merapatkan tubuh ku ke dekapannya dan membenamkan wajahku dilehernya.
“Jangan mendesah pada orang lain sweetheart karena aku yakin mereka akan langsung tergila-gila padamu karena suara desahan mu yang selalu membuat aku horny.” Kali ini aku mencubit pinggangnya karena menggodaku seperti itu.
“Kamu pikir aku cowok apaan yang mau mendesah pada orang lain.” timbalku dan menjauhkan wajahku pada lehernya membuat aku bisa melihat senyum jahilnya. Aku hanya cemberut.
“sweetheart kalau kamu cemberut seperti itu membuat aku ingin mencium mu. Jangan membuat aku ingin melakukannya dengan mu lagi karena sekarang aku mulai menginginkannya.” Matanya mengerling nakal membuat aku melotot padanya.
Aku membelakanginya dan mencoba memejamkan mataku tak mau mengubris ucapannya. Dapat kurasakan tangannya melingkari pinggang ku. Aku tersenyum.
“Aku mencintaimu sweetheart, tapi aku tidak pernah mendengarmu mengucapkan cinta padaku. Maaf, aku tidak bermaksud mengungkit hal tidak penting seperti ini tapi semua ini selalu membuat aku bertanya.” Suaranya terdengar kalem.
Aku baru sadar kalau aku memang tidak pernah bilang cinta padanya, Aku memejamkan mata dan menyadari kalau sekarang aku sudah sangat siap untuk cinta itu, cinta kami. Akan ku cintai dia dengan sepenuh hati karena hatiku sudah memilih dia.
“Aku mencintaimu, bahkan mungkin sangat mencintaimu. Akan ku perjuangkan cinta kita walau nanti dunia tak berpihak pada kita, aku akan tetap mencintaimu. Jadi dengarlah karena aku akan mengatakannya setiap hari. Aron aku mencintaimu dengan segenap hatiku.” Aku kembali memposisikan tubuhku kearah Aron dan mendapati dia menatap ku dengan tatapan seolah tak percaya.
“Itu kata-kata yang indah sayang.” Aron mencium pipiku dan tersenyum lega. Aku memeluknya.
***
“Benarkah tidak apa-apa jika aku ikut dengan mu? Apa Dirga tidak akan marah padaku karena sekarang pria yang dicintainya membawa kekasihnya?” Ucapan Aron yang sudah beberapa kali ia lontarkan kembali terdengar saat kami sudah sampai didepan rumah sakit. Aku menghentikan langkahku dan menatap Aron yang sedang berdiri tak jauh dariku.
“Aku sangat yakin dia tidak akan marah padamu karena dia sudah ikhlas dengan hubungan kita. Jadi bisakah kamu mulai berjalan masuk dengan ku sekarang karena aku sudah mendengar kata-katamu itu lebih dari yang bisa ku dengar.” Aku melihat dia mnegangguk dan mulai melangkah bersamaku.
Kami bertemu Elsa di ruang tunggu, kulihat lingkar hitam dimatanya. Aku yakin dia tidak pernah tidur dari kemarin. Kudekati ia yang sedang berdiri menyambut kedatangan ku dan Aron.
“Elsa kenalin ini Aron.” Aku memperkenalkan mereka yang langsung berjabat tangan. Kulihat Elsa menatap Aron secara rinci tentu dia sudah menebak siapa Aron.
“Dia pacarmu Arka?” Tanya Elsa langsung. Membuat aku menggaruk kepala ku yang tidak gatal.
“ya aku pacarnya, kamu pacar Dirga kan? Arka sudah cerita padaku.” Suara Aron menjawab pertanyaan Elsa. kulihat Elsa hanya tersenyum tulus.
“kalian sangat serasi. Aku yakin memang cowok sepertimu lah yang mampu mengalahkan seorang Dirga. Kamu tidak salah pilih Arka.” Aku mengangguk.
“cowok sepertiku? memang aku cowok seperti apa?”
“kamu ganteng dan sepertinya baik. sopan, manis dan masih banyak lagi” Elsa memuji Aron berlebihan membuat aku hanya tertawa dan Aron hanya senyum-senyum tidak jelas mendengar pujian Elsa.
“Boleh gabung dengan percakapan kalian? sepertinya pembahasannya seru?” Suara itu membuat kami bertiga menoleh dan Dirga sudah berdiri disana dengan baju pasiennya.
“Dirga, kenapa turun dari ranjang. Dokter menyuruhmu banyak istirahat.” Elsa terdengar khawatir dan langsung mendekati Dirga.
“Aku capek istirahat terus, aku mendengar suara Arka makanya langsung keluar.” Riak wajah Elsa berubah, mungkin karenan ucapan Dirga.
“hai, aku Aron. kita belum berkenalan secara resmi.” Aron mengulurkan tangan pada Dirga yang sudah berdiri didekat kami.
“Dirga.” ucap Dirga meraih tangan Aron dan menjabatnya. “ senang bisa mengenalmu.” Aron tersenyum begitupun dengan Dirga. Aku lega melihat mereka bisa baik seperti ini.
“Arka, kamu sudah makan? aku ingin makan bersama mu.” Dirga mendekatiku, membuat Elsa dan Aron menatap dengan tatapn yang sulit kuartikan.
“Baiklah, kita makan berempat yuk. Aron juga belum makan dan kurasa Elsa juga.” Kulihat semua hanya diam tapi aku melangkah ke kantin rumah sakit dan mereka bertiga mengekor.
***
Aku sungguh mulai hilang nafsu makan melihat tingkah Dirga. Dia sangat sadar kalau sekarang kami sedang berempat tapi dengan cueknya dia bermanja-manja dengan ku. Aku melihat Aron kesal yang ditahannya, sedangkan Elsa hanya diam tapi aku yakin dia juga sakit hati. tapi aku bisa apa? coba kalau Dirga tidak sakit sudah ku tendang dia.
“ayo Arka mana nasinya aku sudah siap nih.” dengan enggan ku suapi Dirga yang sudah kayak bayi minta disuap-suapin, dikira aku baby sitternya apa.
Sekarang dengan lancangnya Dirga malah membelai rambutku dengan senyum puasnya, aku sempat menepis tangannya tapi kembali ia menaruh tangannya di kepalaku. aku hanya bisa menahan kesal.
Aron melirikku tapi aku hanya bisa menatap dia dengan tatapan memohon pengertian, Aron mendesah dan membuat aku merasa bersalah padanya.
“Elsa sebaiknya kamu yang menyuapi Dirga, aku ingin menghubungi mama sebentar.” Alasan ku, kulihat Elsa berdiri dan menempati tempat dudukku dan aku duduk di dekat Aron.
Aku mengambil ponsel ku dan mulai asal menekan kontak, berpura-pura menelpon mamaku.
“Nomornya tidak aktif.” ucapku lebih kepada diriku.
Aron menyuap nasinya dengan menerawang, entah apa yang dia pikirkan. Aku menggenggam tanganya yang ada di atas pahanya. Dia menoleh kearahku dengan bingung. Kuberikan senyum dan kerlingan kearahnya, itu berhasil membuat ia tersenyum.
“Aku mencintaimu,” bisikku padanya membuat matanya berbinar. Dan dengan mendadak ia menyendok nasi kemulut ku membuat aku memukul pelan pundaknya
“kamu ini, kalau tersedak gimana?” Aku kesal. Aron hanya cengengesan.
“Aku ingin kita double date,” suara Dirga membuat aku menoleh kearahnya yang sedang menatapku.
***
Like-Comment, Kritik,Saran. (y)
Kesian Elsanya tapi lebih kesian Dirga.
Gak bisa langsung diketik ato dicopas disini?