It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
dan boo lucu banget *jadi pengen ngantongin boo* hihihi...dan suka dengan gayanya alfa, semoga bilal melihat alfa...
ah keep mention ya @lava
*
Pagi itu matahari bersinar cerah.
Setelah semalaman langit menurunkan hujan disertai badai dan menyisakan genangan air dimana-mana.
Ricky baru saja sampai di gerbang sekolah saat melihat pemandangan menyesakan dada, yang di perankan oleh ke-dua orang yang ia temui di game center kemarin.
"Sigh!"
*
"Morning~"
Chup!
Rio terkejut bukan main karena tiba-tiba saja ada yang mengecup pipinya saat baru saja turun dari mobil Kakaknya Arsya.
Arsya yang memang masih ada disana melongo saat melihat kejadian tak terduga di depan matanya sendiri.
Rio memandang si pelaku pengecupan, dongkol.
"ALFA!"
"CUNGUK! Ngapain lo tadi, hah?!"
Alfa yang di teriaki kedua kakak beradik itu hanya bisa nyengir tanpa dosa.
Di rangkulkannya tanganya di bahu Rio.
"Barusan itu sapaan selamat pagi gue sama adik lo kak! Dan nama gue A.L.F.A, ganteng-ganteng gini masa di panggil cunguk!" jawab Alfa santai, sambil menyisirkan rambutnya kebelekang.
"Peduli apa gue sama nama lo, cunguk! Sekali lagi gue liat lo ngelakuin 'itu' sama adik gue di depan umum! Gue benyek-benyek lo!" serua Arsya berapi-api.
Alfa memutarkan matanya malas.
"Iya. Iya. Lain kali gue lakuin gak di depan mata lo deh."
"Kalo gitu, sama aja bego! Maksud gue lo GAK BOLEH nyium Rio seenak dengkul lo lagi!"
"Huh! Orang yang gue cium aja gak protes kenapa jadi lo yang kebakaran jengot!"
"Lo cari ribut sama gue hah!?"
"Siapa yang cari ribut? Nah, lo kan yang tadi rusuh duluan, Mr.Jutek..."
Alfa menatap Arsya malas.
Sedangkan Arsya menatap Alfa geram.
"LO MANGGIL GUE APA TADI?!" Teriak Arsya murka.
Alfa langsung bersembunyi di balik tubuh kecil Rio. Menjadikan Rio tamengnya
Rio menghela nafas melihat adu mulut yang sungguh tak penting di depannya.
Entah sudah berapa orang yang menengokan kepala mereka menatap aneh sekaligus penasaran kearahnya, Alfa dan kakanya, yang masih betah memaki-maki Alfa di balik kemudi mobilnya.
"Udah! Udah! Kalian ini ngeributin apa sih?! Kalian ini udah gede tapi kelakuan kayak bocah tau!"
teriak Rio kesal.
"Kakak lo yang duluan tuh, honey."
Arsya semakin memperlihatkan taringnya saat mendengar Alfa memanggil Rio dengan panggilan 'honey'nya.
"LO MANGGIL DIA APA TADI?!"
"HONEY!!"
"PUNNYA HAK APA LO MANGGIL DIA KAYA GITU, HAH?!"
"DIA KAN CALON PACAR GUE!!" Teriak Alfa lebay, yang tentu saja terdengar dengan jelas oleh Ricky yang mengemudikan mobilnya melewati mereka.
Rio melongo. Begitupun Arsya.
BUGHT!!
"AAWWHHGGG!"
Rio dengan keras menendang kaki Alfa.
"Lo itu ya ,Fa! Di diemin malah makin ngelunjak!!" Desis Rio sambil menatap Alfa tajam.
Arsya semakin melongo.
"L-lo sama d-dia...?"
"NGGAK! Apapun yang kakak Pikirin tentang gue sama Alfa itu salah! Udah, katanya ada kulah pagi. Udah sana berangkat!"
"T-tapi..."
"Udah! Kakak gak malu apa dari tadi kita diliatin orang terus tuh." Rio menunjuk beberapa orang yang memanga menatap mereka sambil berbisik-bisik tetangga(?).
Arsya akhirnya menurut.
Dengan wajah linglung dicampur tak rela, Alfa menjalankan mobilnya menjauh dari sekolah Rio.
"Dadah, calon Kakak Ipar. Hati-hati di jalan. Awas nyungsruk selokan. Ahahaha!" ucap Alfa melambai-lambaikan tangannya kearah mobil Arsya yang mulai menjauh sambil tertawa puas.
Rio mendelik kearah Alfa.
"Jangan paksa gue ngehajar kaki lo lagi deh, Fa" gertak Rio.
Mendengar gertakan Rio, Alfa hannya tersenyum ngeri sambil menjahu selangkah dari Rio.
"Hey! Pagi! Ngapain pada di depan gerbang?"
Rio dan Alfa mengalihkan pandangan mereka kearah seseorang yang menyapa mereka.
Terlihat, Dave dengan senyuman khasnya tengah berjalan beriringan bersama Dimas kearah mereka.
"Ini nih biasa lah, si Rio kan emang suka ngambek gak jelas kalo pagi-pagi." jawab Alfa asal sambil merangkul bahu Rio yang tengah mendelik padanya.
Cari mati.
"Biasa, gundulmu!"
Rio menoyor kepala Alfa.
"Lo itu udah nyium gue sembarangan sampe bikin kak Arsya murka!"
Dave dan Dimas menatap Alfa yang tengah cengengesan tak jelas, Aneh.
Mereka berdua tak habis pikir akan sikap Alfa yang jahilnya minta ampun.
"Seharusnya lo seneng karena gue kasih 'morning kiss' tiap hari. Lo tau, banyak orang yang ngantri pengen gue kasih 'morning kiss'. Tapi cuma lo satu-satunya yang gue kasih. Sini, mana balesannya?"
Alfa mendekatkan wajahnya kearah Rio, sangat dekat sampai-sampai bibir Rio hampir menyentuh Pipi Alfa. Tapi, tentu saja itu tak terjadi. Rio langsung menoyor kepala Alfa menjauh darinya.
"Cium tembok aja sana! Dasar gak tau malu lo Fa!" teriak Rio dongkol sambil berjalan memasuki sekolah.
"YO! Yaelah! Gitu aja ngambek! YO! "
Alfa lalu mengalihkan pandangannya kearah Dave dan Dimas.
Lalu senyuman jahil terlihat di bibirnya.
"Kalo lo yang wakilin si Rio gimana Dave? Gak apa-apa deh kalian sama-sama manis ini, ayo sini~."
"EH!?" Dave memundurkan tubuhnya menjauh dari Alfa.
"Berani lo nyentuh dia seujung jari pun. Gue masukin lo kekandang Singa!"
Dimas menarik kerah Alfa menjauh dari Dave sambil menatap Alfa penuh intimidasi.
Alfa hanya tersenyum gugup.
"Gue duluan ya Kapten and manajer! Kalian serasi deh, Kapten sama manajer! Ahahaha!" Alfa berlari dengan cepat, meninggalkan kedua orang yang menatapnya kaget.
'Awas aja gue pastiin porsi latihan dia gue tambah 10 kali lipat!' gerutu Dimas dalam hati sambil menatap tajam punggung Alfa yang lumayan jauh darinya.
Bukan apa-apa, tapi gara-gara perkataan Alfa tadi, suasana diantara Dave dan Dimas mendadak kikuk.
"Mmm... Kakak anterin kekelas ya Dave?" kata Dimas mencoba mencairkan situasi diantara mereka.
"Hem?" Dave menatap Dimas terkejut, lalu setelahnya Dave tertawa pelan.
Dimas yang melihat reaksi yang di berikan Dave, jadi bingung sendiri.
"Gak usah Kak. Aku bisa jalan sendiri kekelas kok. Kata-kata kakak tadi itu, kedengeran kayak aku ini anak TK yang di anter ayahnya. Pffftt.."
Dimas terdiam menatap Dave yang masih tertawa pelan.
'Tidak kah kau rasakan itu sebagai salah satu perhatian ku padamu. Bukan perhatian dari Ayah pada anaknya. Tapi, seseorang yang mencintai mu.'
Dave yang sadar Dimas hanya diam memandangnya, lalu balik menatap Dimas kikuk.
"Garing ya kak? Tadi itu aku coba ngelucu loh..."
kata Dave pelan.
Satu senyuman tipis terlukis di bibir Dimas.
"Iya! Lawakan kamu tadi, garing. Kayak kerupuk, Garing Krenyes.. Krenyes.." Jawab Dimas sambil mengacak-acak rambut Dave gemas.
Dave yang di perlakukan begitu hanya bisa tertawa miris.
'Ternyata Rio benar. Aku memang gak cocok ngelawak.' batin Dave miris. #AstagaDave -_-
BUGH!
"E-eh!"
Tubuh Dave oleng ke depan saat tiba-tiba seseorang mendorongnya cukup keras dari belakang.
Tapi dengan cepat Dimas menarik pinggang dan tangan Dave agar tak jatuh berdebum membentur tanah.
Dave dan Dimas menatap pelaku pendorongan yang hanya menatap mereka berdua dingin dengan senyuman sinis tersunggih di bibir tipisnya.
"Cari tempat lain kalo mau mesra-mesraan! Jangan di gerbang sekolah, NGALANGIN JALAN!!!" Hardik orang itu lalu berjalan meninggal kan keduanya.
Dimas memandang geram punggung orang yang menghardiknya tadi.
"Tidak kah gerbang sebesar ini cukup untuknya lewat?!" ucap Dimas pelan.
Jika dilihat Dimas dan Dave memang berdiri di pinggir gerbang dan tentu saja masih menyisakan BANYAK ruang di sekitar mereka yang bisa saja di lalu orang-orang dengan bebas tanpa merasa di halangi.
"ERGHA!" Ara berlari melewati Dimas dan Dave menyusul Ergha yang baru saja menghardik dan mendorong Dave.
Ara sempat melirik Dave yang juga menatapnya, sendu.
Tanpa mengatakkan apa-apa Ara lalu berlari lagi menyusul Ergha yang terus berjalan tanpa menghirau kan panggilan Ara.
"Kamu gak Apa-apa Dave?" tanya Dimas saat dilihatnya Dave memegang pergelangan tangan kanannya erat.
Kebiasaan Dave saat menahan emosi yang tak di ketahui siapapun.
"Aku nggak apa-apa kok kak." jawab Dave sambil tersenyum manis kearah Dimas.
Setelahnya Dave mengalihkan pandangan matanya kearah Ergha yang sekarang berjalan beriringan dengan Ara yang megandeng tangannya.
Terlihat begitu serasi.
Raut wajah Dave menyendu.
'Kumohon, jangan mempersulit aku, Gha.'
***
'Gunungkan ku daki..
Laut pun kan ku sebrangi..
Jika itu satu-satunya jalan untuk menemui mu, sang pujaan hati..'
"Mppffftt-HAHAHAHAHA!" Rio tetawa terbahak-bahak saat membaca secari kertas kecil yang berisikan puisi yang di tulis sendiri oleh seorang Rado Alfa Adrthed.
"Lo, Hahahaha. Lo nyuruh gue kesini cuma buat baca Puisi aneh bin norak lo ini? Hahaha"
Rio dan Alfa kini tengah duduk di bangku di depan lapangan putsal yang tengah di gunakan bebera orang bermain putsal -termasuk Ricky-.
Rio memang di minta Alfa menemuinya saat jam istirahat pertama untuk menyeleksi puisi-puisi yang Alfa buat sendiri, yang niatnya akan Alfa persembahkan untuk Bilal.
"Jangan bilang kalo puisi norak kaya gini yang sering lo kasih buat Bilal?"
Alfa menatap Rio jengah. Merasa terhina, karena puisi yang ia buat semalam suntuk dengan kerja keras otaknya yang terpaksa di pekerjakan lebih keras, di ejek Rio habis-habisan.
"Kalo iya, emangnya kenapa?" jawab Alfa ketus.
"HAHAHAHA! Ya ampun Alfa. Hahaha, pantes aja dia gak pernah respek sama lo, kalo lo kasih Puisi norak kaya gini terus. Hahahaha!" Rio memegang perutnya yang mulai kram karena terlalu sering tertawa.
Rio tak sadar.
Sepasang mata tajam bak elang, dari kejauhan terus memperhatikan interaksi mereka dengan cermat.
Orang itu menendang bola dengan keras kearah gawang.
Dan.
"GOAL! YEY! Kak Ricky memang hebat!"
"KKYYAAA! Ricky!"
Teriakan siswi-siswi yang di pastikan fans Ricky terdengar di sekitar lapangan itu.
Beberapa teman setim Ricky menepuk bahu Ricky gembira.
Sedangkan Ricky sang pencetak goal itu sendiri tak nampak senang. Tak ada satupun senyuman terpampang di wajahnya, ia hanya terdiam dengan wajah datar, menatap lurus kearah Rio yang juga menatapnya.
Ricky menggeram tak suka saat melihat apa yang selanjutnya di lakukan Alfa pada Rio di depan matanya.
Di lihatnya Ricky baru saja mencetak goal.
Rio hanya bisa tersenyum tipis.
Tau benar kalau permainan Ricky di putsal atau pun di sepak bola sangat lah bagus. Jadi tak aneh bila dia bisa mencetak goal dengan mudahnya.
Tubuh Rio menegang saat tatapan matanya bertemu dengan Ricky yang menatapnya datar dan dingin bak tembok.
Dadanya berdenyut nyeri saat di tatap seperti itu oleh Ricky.
Sedangkan Alfa, ia benar-benar kesal setengah mati sekarang. Setelah puisinya di ejek habis-habisan, lalu sekarang ia di acuhkan begitu saja!?
GREB!!
"HUWAH!" Pandangan Rio dan Ricky terputus, saat dirasakannya kepalanya di tarik Alfa, lalu setelahnya Alfa menjepit kepala Rio di sela-sela ketiaknya. (ngerti kan?)
"Rasain nih! Ini balasan karena ngetawain puisi gue! Hiyaahhh!!"
Alfa mengecak-acak rambut Rio bringas.
"ARGH! Lepasin gue bego!" teriak Rio sambil mencoba melepaskan diri dari Alfa.
Alfa tak menggubris perkataan Rio, dia masih terus sibuk mengacak-acak rambut Rio sambil tertawa puas.
Rio sempat berhasil melepaskan diri dari Alfa, tapi tangan Alfa langsung bergerak cepat kearah pinggang Rio.
Dia memeluk pinggang Rio sambil menggelitikinya.
"WOY! AHAHAHAha! AL-Ahahaha!" Rio tertawa kegelian sambil menggeliat mencoba menghindari gelitikan Alfa.
Sedangkan Alfa ikut tertawa tanpa sadar ada sesuatu yang bergerak cepat kearahnya.
BUAK!!
"UGHT!"
GUBRAK!
Rio menghentikan tawanya saat melihat Alfa terjatuh kebelakang dengan kerasnya setelah sebuah bola sepak melayang menghantam tepat ke wajahnya.
Sekelompok siswi yang memang duduk tak jauh dari mereka berteriak tertahan.
Tak sedikit pula yang langsung tertawa terbahak-bahak melihat kejadian itu.
"FA?!" Rio menatap Alfa kaget.
Rio membantu Alfa berdiri, dia merings saat melihat hidung Alfa berdarah.
"F-fa... Hidung lo berdarah tuh."
Rio menunjuk kearah luka robek di hidung Alfa yang sekarang mengeluarkan darah.
Alfa memegang hidungnya pelan, setelahnya ia meringis sakit.
"SIAL!" Gerutu Alfa pelan sambil mengusap darah di hidungnya.
"Sorry, Fa. Gue gak sengaja," Alfa dan Rio mendongakan kepalannya saat terdengar suara seseorang di depan mereka.
Ricky berdiri dengan pongahnya sambil menatap mereka berdua datar.
Alfa menggeram kesal kearah Ricky.
"Lo nggak apa-apa kan Fa?" tanya Ricky santai sambil masih dengan wajah datarnya.
"Oh? ya. Tentu saja gue gak Apa-apa." jawab Alfa dengan nada sarkastik sambil tersenyum sinis.
Tak bisa lihatkah dia Alfa tak baik-baik saja.
Ricky menatap datar Alfa yang juga menatapnya datar.
Rio hanya bisa diam menatap ke duanya dengan pandangan bingung. Raut wajah keduanya itu sulit Rio artikan.
Lagipula kenapa Alfa bilang dia baik-baik saja? padahal kenyataannya hidungnya terluka.
"Oh. Bagus deh." Rio mengerutkan dahinya mendengar perkataan Ricky yang terdengar acuh tak acuh.
Hey! Mereka berdua ini kan bersahabat! Tapi mengapa sekarang mereka terlihat seperti 2 musuh yang muak melihat muka satu sama lain.
"Sorry, bolanya dong." kata Ricky sambil menunjuk bola (yang tadi menghantam wajah Alfa) yang menggelinding kearah beberapa Siswi yang ada beberapa meter di belakang Rio dan Alfa.
Salah satu dari siswi itu dengan cepat mengambil bola itu dan memberikannya pada Ricky dengan wajah bersemu.
"Makasih." Ricky tersenyum kearah siswi itu dan sukses membuat wajah siswi itu memerah padam.
Rio yang melihat itu hanya terdiam mengerutkan dahinya tak suka.
"Lain kali jangan duduk di sini Fa. Gue takut ntar muka lo itu 'kecium' bola lagi." ucap Ricky agak keras yang tentu terdengar orang-orang di sekitar mereka.
Beberapa orang menahan tawa mereka mendengar perkataan Ricky, yang entah di mana lucunya. -_-
Alfa menundukan kepalanya sambil mengepalkan tangannya geram saat Ricky berbalik kearah lapangan, kembali bermain dengan santainya.
Alfa sungguh tak terima dengan perkataan Ricky yang terdengar seperti mempermalukannya tadi.
'Sebenarnya siapa yang salah disini?!' Geram Alfa dalam hati.
Rio menatap punggung Ricky dalam.
Ricky tak pernah semenyebalkan dan sekekanakan ini sebelumnya., (dengan sengaja mempermalukan Alfa, Rio kira itu perbuatan yang ke kanak-kanakan).
"Gue ke UKS."
Rio mengalihkan pandangan kearah Alfa, saat di dengarnya Alfa berkata pendek.
"Biar gue anter." kata Rio sambil mengambil buku Alfa yang tadi ia letakan di bangku.
"Nggak usah! Gue bisa sendiri." Jawab Alfa cepat dengan suara agak keras.
Rio terdiam.
Ia menurut, Rio hanya diam di tempatnya, menatap Alfa yang berjalan menjauh darinya dengan tangan yang masih terkepal keras.
Rio menghela nafas. Rasanya ia ingin sekali meminta maaf pada Alfa atas nama Ricky.
Tapi.. Rio yakin itu percuma.
Alfa dan Ricky memang tak terlihat akur sekarang.
Dan Rio heran akan itu. Rio pikir hubungan mereka ber-2 baik-baik saja.
-
Di sebrang sana, tanpa di sadari siapapun satu senyuman puas terlihat di bibir Ricky.
Satu hal yang harus kalian tau.
Ricky akan sangat mengerikan jika ia cemburu.
"Brengsek!"
Entah sudah berapa kali Alfa mengumpat.
Tentu kalian tau siapa yang jadi sasaran umpatan Alfa kan?
Tak Alfa hiraukan pandangan aneh dan heran dari siswa dan siswi yang ia lewati. Selain karena Alfa terlihat sangat marah, wajahnya yang terlihat cukup berantakan juga jadi perhatian orang-orang yang ia lewati.
UKS sudah di depan mata.
BRAK!
Dengan tidak sopan dan tidak berkeperi pintuan Alfa menjeblak pintu dengan kasar.
Tanpa peduli mungkin saja ia bisa mengagetkan orang yang sekarang ada di dalam UKS.
"BU SA--"
Tenggorokan Alfa tercekat seketika saat di lihatnya seseorang yang Alfa 'dekati' akhir-akhir ini tengah duduk di ranjang pasien sambil menatapnya kaget.
"Astaga. Ngaggetin aja."
Alfa menggaruk pipinya gugup saat di lihatnya Bilal mengusap-usap dadanya pelan.
Entah kemana lenyapnya kemarahan yang dari tadi menumpuk di hati Alfa.
Tapi..
Hanya rasa gugup dan degup jantungnya yang meningkat tinggi, yang Alfa rasakan saat ini. Saat ia bertatap muka dengan sang empunya lesung pipi termanis itu.
"E-eh? S-sorry. Gue ngagetin lo ya?" tanya Alfa hati-hati.
"Keliatannya gimana?" Jawab Bilal ketus.
"..."
Alfa tak menjawab. Wajah nya memucat, saat dirasanya Bilal marah padanya.
Bilal tertawa lirih saat melihat wajah Alfa memucat dan gestur tubuh kaku bak patung.
"Hey! Aku becanda kok. Kalo ada perlu, Masuk aja jangan diem di depan pintu gitu. Entar di kira patung loh." kata Bilal dengan senyuman ramah di bibirnya.
Alfa terkesip mendengar suara tertawa Bilal.
"A-ah. Iya"
jawab Alfa sambil melangkah memasuki UKS setelah sebelumnya menutup pintu -yang sempat ia banting tadi.
"Jadi kenapa? Bu Tina nya tadi di panggil pak kepsek. Jadi aku yang diminta jagain UKS."
kata Bilal sambil turun dari kasur pasien, Dan berdiri di depan Alfa.
"A-ah.. I-itu.. Emm.. I-ini." Alfa bertindak seperti orang bodoh.
Ia tak bisa berkata-kata saking gugupnya, sampai akhirnya Alfa hanya menunjuk luka dihidungnya.
"Ah! Hidung kamu luka?!" Bilal tampak kaget.
"Ya udah kamu duduk dulu. Aku ambil antiseptik, obat merah sama plester dulu ya?"
Alfa hanya menganggukan kepalanya dan duduk di pinggir kasur sambil menatap punggung Bilal yang berdiri tak jauh darinya, terlihat tengah berkutat dengan kotak P3k.
"Walaupun aku bukan anggota Kesehatan disini, tapi aku lumayan tau apa saja yang harus di gunakan untuk mengobati luka." celoteh Bilal.
Setelah mendapat apa yang ia inginkan, Bilal berjalan kearah Alfa yang duduk dengan tegang di kasur.
"Nah..." Bilal menuangkan sedikit cairan antiseptik di kapas, lalu di usapkannya perlahan kearah luka Alfa. Bermaksud membersihkan luka itu.
Alfa semakin terdiam dengan kaku saat mendapati jaraknya dan Bilal hanya terpaut berberapa 2 jengkal tangan.
Bilal yang sadar Alfa yang terlihat tegang pun menatap Alfa tepat ke dua matanya.
Mereka berpandangan beberapa saat, sampai Bilal tersenyum geli.
"Rileks aja, Fa. Aku gak gigit kok." kata Bilal sambil tertawa pelan.
Alfa tak mengatakan apapun, dia hanya terus menatap Bilal lekat.
Mengagumi betapa begitu besahajanya orang di depanya ini.
Walaupun tak semanis Rio dan Dave. tapi Bilal mempunyai senyuman yang sanggup membuat siapapun menatapnya lama.
Dan tentu saja membuat Alfa kelepek-kelepek(?).
Wajahnya pun begitu teduh. (Alfa kira itu yang menyebabkan kemarahanya tadi lenyap seketika saat melihat Bilal.)
Dia juga mempunya sifat yang mungkin setiap orang intovert(?) ingin kan, ramah dan easy going. Mampu membuat setiap orang nyaman ada di dekatnya.
Dan masih banyak hal yang membuat Alfa semakin jatuh cinta pada orang yang tengah meneteskan obat merah ke arah kapas di depannya ini.
Mencoba supaya tak terlalu terlihat bodoh di depan gebetannya itu, Alfa mulai merilekskan tubuhnya, saat tangan dingin Bilal menyapukan kapas berobat merah di wajahnya.
"Kenapa bisa luka kaya gini, Fa?" tanya Bilal.
"Huh? O-oh. Ini... Biasalah, Ada bola nyasar kemuka gue di lapangan tadi." jawab Alfa jujur.
Bilal menatap Alfa.
"Kena Bola?"
Alfa mengangguk.
"Hm? Pasti orang yang nendangnya keras banget, ya? Bisa berdarah gini hidung kamu."
"Ya. Orangnya punya dendam kali sama gue. Jadi, bukannya nendang ke gawang, eh malah ke muka gue. Atau mata tuh orang emang rabun! Masa gak bisa bedaim mana gawang mana muka orang!" gerutu Alfa.
Alfa tak sadar kalau ia tak lagi terlihat tegang ataupun canggung saat bicara dengan Bilal.
See? Bilal itu bisa membuat siapa saja nyaman di dekatnya. Dan itu terbukti langsung pada Alfa.
Bilal tertawa pelan sambil membuka pester di tanganya.
"Kenapa? Apa menurut lo kena tendangan bola itu konyol?" sama sekali tak terdengar nada tersinggung dari perkataan Alfa.
Alfa murni penasaran saat di lihatnya Bilal malah tertawa pelan.
"Nggak? Siapa bilang gitu? Itu kan murni kecelakaan. Nah, kalo ada orang yang tiba-tiba nabrak tembok, baru konyol."
Bilal menempelkan plester di luka Alfa perlahan.
"Nah! Selesai! Sorry yah kalo gak rapih." kata Bilal sambil merapihkan alat-alat yanp ia gunakan mengobati Alfa.
"Makasih ya. Eh, tapi idung gue gak patah kan ya?" tanya Alfa cemas.
Bila menatap Alfa.
"Hmm.. Gak tau ya. Tapi kok hidung kamu jadi agak bengkok gitu ya?" jawab Bilal dengan wajah serius.
"HAH?" Alfa membulatkan matanya kaget.
"Pffftt~ Ahahaha, Ya ampun, Alfa. Ternyata kamu itu gampang di bo'ongin ya?"
Jleb!
Ya, Alfa memang gampang di bohongin, buktinya saja, sudah tak terhitung berapa mantannya yang berhasil menipu dan membohongi Alfa.
Alfa beranjak dari kasur yang ia duduki lalu berjalan dengan senyuman miring, kearah Bilal yang masih tertawa di tempat kotak P3k.
"Eh? Ahahahaha.!"
Bilal sempat berjengit kaget saat di rasakanya sebuah tangan menggelitiki pinggangnya, tapi selanjutnya Bilal tertawa geli.
"Dan gue gak tau kalo lo ternyata pinter bohongin orang." bisik Alfa tepat di telinga Bilal yang tertawa kegeliaan.
"Ahahaha, i-iya deh. Hahaha... S-sorry. Ahahaha. Ampun fa.. Aku ahahah.. Gak kuat kalo di hahaha.. Di kelitik kin gini, aduh ahaha kaki aku langsung lemes." jelas Bilal di sela-sela tawanya.
'Lemes?' otak ngeres Alfa malah berpikiran lain mendengar perkataan Bilal.
'Wah, gampang dong ya bikin dia takluk sama gue. Di kelitikin aja langsung lemes. Ehehe..'
"Fa, ahahaha. Udah.. ALFA!"
BUK!
"AAWWUUUHH!"
Alfa berteriak sejadi-jadinya saat tangan Bilal sukses menghantam hidungnya yang baru saja di obati.
'Idung gue bisa bener-bener bengkok kalo gini terus'
Bilal terlihat kaget. Ia tak bermaksud memukul wajah Alfa sama sekali. Tadi itu ia hanya bermaksud mencubit pipi Alfa agar menghentikan gelitikan nya tapi naas tangannya malah mendarat di hidung Alfa.
Alfa merutuk dalam hati.
'Gak lagi-lagi deh gue ngelitikin orang kalo hadiahnya sepakan sama tonjokan kaya gini.'
Yap! Gara-gara iseng gelitikin orang, nasib mu jadi malang nak.
Bilal yang masih kaget sekaligus merasa bersalah atas ketidak sengajaanya pada Alfa, Refleks mendekat kearah Alfa, berjinjit, lalu meniup hidung Alfa perlahan.
Fuuhh~
Fuuhh~
Alfa terkejut saat dirasakanya terpaan nafas berbau mint menerpa wajahnya.
DEG!
Jantung Alfa terasa berhenti berdetak saat tau ternyata jarak wajahnya dan wajah Bilal kurang dari sejengkal. Sangat dekat.
Wajah teduh itu terlihat merasa bersalah.
"Sorry ya, Fa. Aku bener-bener gak sengaja. Sakit ya? Padahal tadi aku yang ngobatin kamu, Eh, sekarang malah aku lagi yang ngelukain kamu." kata Bilal pelan sambil menatap mata Alfa yang dari tadi menatapnya dalam.
"...."
Hening.
Mereka berdua terdiam di posisi masing-masing.
Saling memandang dalam mata masing-masing tanpa berkedip, mengagumi keindahan mata masing-masing.
Bila mengedipkan matanya tersadar. Ia mengalihkan pandangannya dari Alfa sambil pelahan memundurkan kepalanya menjauh.
"S-sorry. Kamu pasti gak nyaman ya-- Eh?"
Tanpa memperdulikan kekagetan Bilal, Alfa merengkuh punggung Bilal mendekat padanya lagi. Kembali membuat jaraknya dan Bilal sempit.
Tatapan mereka kembali bertemu.
"Nggak... Gue suka jarak kita sedekat ini." kata Alfa lirih, sambil terus mempersempit jarak mereka.
5 cm
"Gue.. Gue suka... Gue suka sama.. Lo.." kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Alfa saat jarak mereka terpaut 5 cm.
Alfa menyatakan perasaan yang sudah di pendam 2 bulan ini pada Bilal.
Bilal membulatkan matanya kaget mendengar perkataan Alfa.
2 cm
Bibir mereka hampir bersentuhan jika saja Bilal tidak mendorong Alfa menjauh perlahan darinya.
Alfa menatap Bilal penuh tanya.
Apa Bilal baru saja menolaknya.
Tapi bukannya memperlihatkan tatapan merasa bersalah, sedih atau bahkan jijik yang sering orang-orang perlihatkan ketika menolak seseorang. Bilal justru tersenyum teduh.
"K-kenapa?" tanya Alfa heran.
"Hmm? Gak kenapa-napa, tapi... Bukannya kamu itu calon pacar Rio ya?"
Alfa tercengang mendengar perkataan Bilal.
"A-apa?"
"Tadi pagi aku denger sendiri kamu teriak kalo Rio itu calon pacar kamu di gerbang sekolah."
JELEGERRRR!
Alfa merasa tubuhnya seperti tersambar petir.
Bilal mendengar perkataan asalnya tadi pagi, itu berarti Bilal juga ada di sana saat itu.
'Ada yang bisa motong lidah gue saat ini juga?'
"B-BUKAN! I-itu mak-maksud--"
Teng! Teng!
Suara bel pertanya istirahat pertama telah usai, terdengar.
"Ah? Udah bel. Aku duluan kekelas ya, Fa. Ada ulangan soalnya. Kamu bisa kan nunggu disini sampe Bu Tina kembali."
Dengan wajah gamang Alfa hanya bisa menganggukan wajahnya.
"Oke, then, Aku kekelas dulu ya, Bye"
Bilal berjalan kearah pintu keluar, meninggalkan Alfa yang sekarang terdiam dengan hampa.
Sekarang Alfa tak punya harapan lagi mendapatkan Bilal jika begini. Dia salah paham.
Kalau tak malu, Alfa ingin sekali menangis meraung layaknya bayi sekarang ini.
"Eh iya, Fa"
Alfa menatap kearah pintu saat di dengarnya suara merdu Bilal memanggilnya.
"Emm.. Makasih buat puisi sama bunganya Aku.. Suka." setelah mengatakan itu Bilal menghilang dari pandangan Alfa.
Alfa sempat melihat semburat merah di pipi Bilal saat mengatakan itu tadi.
Alfa tesenyum.
Hari sabtu hanya di isi kegiatan di luar akademik (Ekskul).
Begitu pun Rio. Setelah beberapa kali ia absen di klub Taekwondo karena sibuk di Osis, akhirnya hari itu Rio bisa masuk Ekskul lagi.
Yah, walaupun ia harus sedikit di ceramahi oleh sabeum Kim dan diberi hukuman membersihkan ruangan klub Taekwondo.
Bam!
Rio menutup pintu klub setelah ia selesai membereskan ruangan klub yang besarya minta ampun itu, untung saja tadi ia sempat di bantu beberapa juniornya. Kalau tidak, sudah di pastikan Rio akan pingsan dengan mengenaskannya.
Rio melihat kearah jam tangannya sudah pukul 13.28.
Jam 2 nanti Rio masih harus mengikuti rapat terakhir osis untuk olimpiade dan turnamen antar sekolah yang akan di selenggarakan senin nanti.
Rio memijat-mijat keningnya pelan. Rasanya kepala Rio pusing sekali. Seharusnya setelah ia membilas tubuhnya tadi, ia akan merasa sedikit segar. Tapi itu tak berpengaruh sama sekali, malah kepalanya makin pusing.
Semalam Rio memang kurang tidur, selain karena ia tiba-tiba terkena insomnia. Kakaknya Arsya juga ikut andil dalam pengurangan jam tidurnya.
Sepanjang malam Arsya mengintrogasi Rio tentang hubungannya dan Alfa. Yang berkali-kali pula Rio jawab sama. Kalau di dan Alfa tak ada hubungan apapun selain berteman.
Sampai akhirnya ia bisa tidur pukul 2 pagi.
Rio bermaksud berjalan meninggalkan lorong Ekskulnya, tapi ia mendengar seseorang memanggilnya.
Rio membalikan tubuhnya menghadap orang yang memanggilnya tadi.
Kenda. Kenda berjalan dengan santai kearah Rio. Sepertinya dia juga baru selesai berlatih karate. Yang kebetulan ruangannya tak jauh dari klub Taekwondo.
"Hey! Baru selesai?" tanya Kenda setelah sampai di depan Rio. Ia tersenyum kearah Rio, yang hanya Rio tanggapi dengan senyuman tipis.
"Iya gitu deh, baru beres di hukum berer-beres nih gue sama sabeum Kim." jawab Rio santai.
Mereka lalu berjalan beriringan.
Jangan heran.
Hubungan Rio dan Kenda memang cukup membaik. Mereka mulai berdamai, menjalin pertemanan yang memang hanya akan sampi teman tak akan lebih lagi. Yah~ walau salah satu dari mereka masih berharap mereka bersama kembali. Kalian pasti tau siapa? Yang pasti bukan Rio.
"Pulang bareng gue yuk, yo?" tawar Kenda.
"Hm? Sorry, gak bisa deh Ken. Gue masih harus kumpulan sama anak-anak Osis." jawab Rio pelan.
"Ah! Iya, ya. Sekarang lo kan anggota Osis, ya?"
"Nah itu lo tau." jawab Rio seadanya.
Setelahnya mereka tak bicara apa-apa lagi. Hanya suara langkah mereka yang terdengar menggema di kolidor yang memang tengah sepi.
Rio memijat kepalanya lagi, tanpa sadar Kenda terus mencuri pandang padanya.
"Gue bego banget udah nyakitin lo dulu, Yo." kata Kenda pelan sambil menundukan kepalanya.
"Huh?" Rio memandang Kenda tak fokus.
Kepalanya sungguh sakit.
"Gue..- Hey! Lo gak apa-apa, Yo?" tanya Kenda dengan nada khawatir yang terdengar jelas.
"Gue gak kenapa-napa kok. Emang kenapa sih?" tanya Rio.
"Muka lo pucet banget. Gue yakin lo sakit kan? Lebih baik lo gak usah ikut rapat osis deh, gue anter ke rumah lo ya?."
"Gue gak apa-apa kok. Lagian ini kan hari terakhir kumpul-kumpul Osis sebelum hari H nanti, jadi gue gak mungkin absen." jawab Rio pelan.
"Ugh..." setelah mengatakan itu kepala Rio terasa memberat, Rio oleng dan hampir jatuh jika saja Kenda tak langsung menolongnya, hingga posisi tubuh Rio kini menopang pada tubuh Kenda.
"Hey! Hey! Lo gak apa-apa, yo?" ucap Kenda kaget.
Tubuh Rio terasa lemas. Jika Kenda tak memegang tubuh itu bisa di pastikan Rio akan jatuh terjerembab.
"Ugh! Gue gak apa-apa." jawab Rio keras kepala sambil mencoba menegakan tubuhnya agar tak bertopang pada Kenda lagi.
"Ckckck! Lo itu keras kepala banget ya?" Kenda heran sendiri dengan kegigihan Rio.
Rio tak menjawab. Ia hanya terdiam menundukan kepalanya mencoba menstabilkan tubuhnya.
Tangan Kenda bergerak kearah kepala Rio. Memijat-mijat kepala Rio pelan. Rio tak protes, ia justru merasa terbantu karena pijitan Kenda di kepalanya cukup membuatnya nyaman.
"Gimana? Udah enakan?" tanya kenda masih memijit-mijit kepala Rio.
Rio mengangguk, sambil melepaskan tangan Kenda darinya.
"Iya, makasih, Ken."
"Sama-sama. Apa sih yang enggak buat lo." kata Kenda sambil mengacak rambut Rio pelan.
Entah kenapa, tapi Rio seperti pernah mendengar perkataan yang sama dengan yang Kenda katakan tadi. Dari orang lain tentunya.
Pandangan Rio tak sengaja tertuju kearah jam tangannya yang menunjukan pukul 14.02
Rio berjengit kaget.
"Ah! Gue telat! Aduh, gue duluan ya Ken?"
Rio lalu berjalan dengan cepat meninggalkan Kenda yang hanya diam menatap Rio khawatir dan seseorang yang keberadaanya tak disadari Rio atau pun Kenda.
Orang itu hanya diam di kejauhan menatap Kenda yang mulai berjalan kembali, dengan pandangan menusuk.
"Sial!" orang itu mengumpat pelan, lalu setelahnya meninggalkan kolidor yang tadi menjadi tempat Kenda dan Rio bermesraan. (Setidaknya itu yang di pikirkan dan di guga orang itu saat melihat posisi Kenda dan Rio tadi)
**
Sepanjang rapat Rio tampak tak Fokus.
Tak sedikit pula yang menanyakan keadaannya, yang hanya Rio tanggapi dengan senyuman seadanya.
Sepertinya Kenda benar, keadaan Rio tak baik2 saja, ia terlihat letih dan pucat.
Ricky yang memang menyadari itu tak bicara apapun. Ricky hanya beberapa kali mencuri pandang kearah Rio.
Hingga akhirnya Ricky mengakhiri pertemuan itu lebih awal.
Hanya tersisa Rio di dalam ruang osis.
Jika ditanya kenapa ia belum pulang. Jawabannya satu. Ia merasa tak sanggup berjalan selangkah pun untuk melangkah.
Kepalanya sangat sakit, Rio pun merasa tubuhnya menghangat tapi tangan dan kakinya terasa dingin.
Sebelum keluar dari ruangan osis Ricky sempat menatap Rio di ambang pintu, terlihat menimbang-nimbang sesuatu sampai akhirnya seseorang menarik tangannya menjauh dari ambang pintu, meninggalkan Rio yang menidurkan kepalanya di meja dengan mata terpejam erat dan tubuh yang menggigil.
"Kak Ricky bisa kan anter aku pulang? Mama gak bisa jemput katanya. Dinda takut kalo harus naek taxi, katanya kan sekarang ada perampokan di dalam taxi lagi. Bisa kan Kak?"
Ricky menatap jengah perempuan yang tadi menariknya dan sekarang menggandeng tangannya seenaknya.
Di awali ketidak sengajaan Ricky yang mengantarnya pulang, dan sekarang Adinda malah sering meminta pulang dengan Ricky.
'Lama-lama ngelunjak ni cewek.'
Adinda terus berceloteh menceritakan apapun yang menurutnya menarik, yang Ricky tak gubris sama sekali.
Pikiran Ricky sekarang lebih banyak tersita pada Rio dan kecoa-kecoa pengganggu yang mulai mendekati Rio.
Padahal baru 2 minggu Ricky menjauh dari Rio dengan alasan ingin menenangkan hatinya yang kecewa atas kenyataan yang baru di ketahuinya dan merenungkan siapa sebenarnya yang di cintainya, Rio atau Raya.
Tapi lihat apa yang terjadi saat Ricky menjauh dari Rio?
Alfa tiba-tiba mengajaknya berperang dengan terang-terangan mendekati Rio, begitu pun Kenda, Ricky jelas melihatnya mencari-cari kesempatan dari Rio di kolidor tadi.
'Dan lagi, sejak kapan mereka jadi seakrab itu?'
Jauh dalam lubuk hati Ricky, dia tak rela bila Rio jatuh kepelukan orang lain selain dirinya.
Mau itu pada Alfa atau bahkan Kenda (yang sudah Ricky cap sebagai orang terbusuk dari semua orang yang pernah Ricky temui).
Ricky takan membiarkan itu! Tapi masalahnya ia masih tak bisa menerima kenyataan yang Rio katakan. Ia tak percaya jika orang yang di temui dan di cintainya dulu bukan Rio, melainkan orang yang berbeda dan yang paling membuatnya tak terima, saat tau ternyata 'Rio' yg di temuinya dulu seorang perempuan.
Yang bertahun-tahun ia anggap pria. Dan bertahun-tahun itu pula Ricky meyakinkan perasaanya yang mencintai seorang pria.
Itu yang menyebabkannya merasa canggung dan berat bila bersama Rio kembali.
Tapi, ada sesuatu di hatinya yang tak rela bila melepaskan Rio.
Ricky menghela nafas berat.
Saat hampir sampai di mobilnya, Ricky sadar akan satu hal. Ia merogoh saku seragamnya dan tak menemukan benda yang di carinya, kunci mobil.
Ricky menghentikan langkahnya yang tentu saja membuat Adinda heran dan ikut menghentikan langkahnya.
"Kenapa Kak?"
tanya Adinda.
"Kayak nya kunci mobilnya ketinggalan di ruang osis deh." kata Ricky tenang.
"Hah?"
"Sorry ya Din. Aku mau ambil dulu kuncinya. Tapi, dari pada kamu nunggu aku disini. Mending Kamu pulang duluan aja ya?"
"Loh kenapa? Aku kan bisa ikut kakak ke ruang osis. Atau, aku gak apa-apa kok nunggu disini?" jawab Adinda dengan nada memelas.
Tanpa memperdulikan jawaban Adinda Ricky menyebarkan pandangannya kesekeliling.
Dan sepertinya Ricky sedang beruntung.
Tak jauh dari mereka, Ricky melihat Vian (salah satu anggota osis) yang tengah menstaster motornya.
"IAN!"
Vian menengokan kepalanya kearah Ricky.
"Adinda nebeng motor lo gak apa-apa kan?"
tanya Ricky. Adinda menatap Ricky tak percaya.
"T-tapi Kak--?"
"Oh. Boleh! Sini Din, kebetulan rumah kita searah kan?" jawaban Vian membuat bibir Ricky melengkungkan senyuman.
"Nah, Sekarang kamu gak perlu naik Taxi yang suka ngerampok itu. Ya udah ya. Kakak ke ruang osis dulu."
"EH? T-tapi! Kak Ricky!"
Ricky tak menggubris teriakan Adinda, ia terus berjalan dengan cepat kearah ruang Osis.
'Hah~ akhirnya gue bisa lepas dari tuh cewek! Semoga aja ruang osis belum di kunci pak Darus-penjaga sekolah'
Ricky menatap jam tangannya yang telah menunjukan pukul 17.10.
Biasanya tepat pukul 5 pak Darus sudah mengunci setiap ruangan penting yang ada di sekolah.
Ricky berjalan dengan tenang di kolidor yang sudah sangat lenggan.
Ricky beberapa kali mendengar langkah kaki yang mengikutinya tapi saat ia menengokan kepalanya kebelakang... Tak terlihat siapapun.
Bukannya Ricky takut ada hantu yang mengikutinya, Tapi ia lebih takut ada seseorang yang berniat jahat padanya.
Ricky sampai di tempat tujuan.
Ricky melihat pintu masih terbuka, berarti masih ada orang
Ricky masuk kedalam dan betapa terkejutnya dia saat melihat Rio masih disana.
Ricky melangkah mendekati Rio perlahan. Mencoba agar tak mengganggu Rio yang Ricky pikir tengah tertidur.
'Kenapa bisa ketiduran disini?'
Tanpa Ricky sadari dirinya kini tengah menatap wajah Rio yang terlelap, dengan lembut.
Tangan Ricky terangkat. Bermaksud menyentuh rambut Rio.
BAM!
Tapi itu urung Ricky lakukan, saat di dengarnya suara pintu yang tertutup dengan keras di belakangnya.
Dengan cepat Ricky berlari kearah pintu.
"Hey!"
Ricky membulatkan matanya kaget saat mendengar suara pintu yang di kunci di luar.
Dok! Dok! Dok!
"Woy! Yang di luar! Jangan main-main woy! Buka pintunya!" Teriak Ricky spontan,
Dok! Dok! Dok!
"WOY! BUKA PINTUNYA?!"
Ricky tak sadar suaranya itu menggangu tidur seseorang.
"Eunghhh...?" Rio mengernyitkan dahinya saat didengarnya suara kegaduhan di sekitarnya, ia membuka matanya pelan. Seketika rasa pusing kembali menyerang kepalanya.
"Ada apa sih!?"
Ricky menghentikan gedorannya di pintu saat mendengar suara mengantuk Rio.
Ricky mengalihkan pandangannya kearah Rio yang tengah memijat kepalanya pelan.
Rio mengangkat kepalanya ke sumber kegaduhan yang menggangunya.
Seketika rasa kantuk Rio menghilang. saat dilihatnya Ricky yang ada di sana.
Rio membulatkan matanya, tak percaya akan penglihatanya sendiri.
'G-gue gak ngimpi kan? Kenapa Ricky ada disini?'
"R-ricky?"
Ricky merutuk dalam hati saat melihat raut wajah kaget bercampur bingung Rio.
'Siapapun tolong bilang sama gue, Apa ini bisa di sebut keberuntungan atau sebaliknya?. Gue kekunci disini sama Rio! Shit!'
***
Di luar ruang osis
"Kamu yakin ini nggak keterlaluan?" bisik seseorang dengan cemas pada seseorang lain yang ada di sebelahnya.
"Nggak lah! Ini sesuai sama apa yang dia lakuin sama gue. Lagian dia gak bakalan mati kalo cuma tidur semalem di ruang Osis." balas orang satunya santai sambil melempar-lempar kecil kunci yang di pegangnya.
"Tapi kan--"
"Sshhttt! Udah lah! Ayo kita pergi, dah hampir malem nih. Disini kalo malem serem juga ya, hiii~."
Kedua orang itu pun berjalan menjauh meninggalkan ruang osis.
Mereka tak sadar kalau bukan cuma Ricky saja yang mereka kunci di dalam sana.
-TBC-
Maaf juga kalo kepanjangan..
Saran, dan krikitik aku terima..
@Tsu_no_YanYan @3ll0 @Yuuki @Arie_Pratama @Wita @Centaury @lulu_75 @kristal_air @cute_inuyasha @balaka @4ndh0 @d_cetya @Cylone @DoniPerdana @Tsunami @Adityaa_okee @akina_kenji @Lonely_Guy @meandmyself
@Ndraa @chioazura
@andi_andee @Hon3y @Bun @NanNan @Otho_WNata92 @RegieAllvano @PeterWilll @viji3_be5t
@abong @SanChan @nakashima @fery_aditya
silahkan~
ga sabar...lanjutkan...
ricky lebay juga cemburunya...
dave jangan sampai balik lagi deh sama ergha...dimas lebih baik..
itu tandanya Ricky cinta sm Rio..
ah labil bngt sih hatinya Ricky
Alfa kali yg ngunci Ricyk diruang osis..dan dia g tau klu disana ada Rio yg lg sakit..