BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Another Face

1252628303136

Comments

  • Part 18 - B

    *

    Rio Pov

    Bocah yang Alfa panggil Boo itu terus memperhatikanku dari balik bahu Alfa.
    Boo bersikap seperti itu setelah tau kenyataan aku ini laki-laki bukan perempuan 'cantik' yang dia kira kekasih kakaknya.

    Bagaimana mungkin, aku masih di panggil cantik disaat penampilanku sungguh berantakan?

    Oh nak, kecil-kecil kau sudah rabun.

    "Kak Io pendiem ya kak? Dali tadi kok diem aja ngeliatin Boo"

    Dia berbisik kepada Alfa, mencoba agar aku tak bisa mendengar percakapan mereka.
    Padahal, aku masih bisa dengan jelas mendengar bisikanya pada Alfa.
    Lagipula, bagaimana aku tak melihatnya jika dia terus menerus menatapku?

    'Boo' itu nama panggilan aneh yang di berikan Alfa pada bocah itu. Padahan nama nya keren.

    Bora Adrian Adrthted.

    Aku masih tak tau Boo ini siapanya Alfa, tapi dari kedekatan mereka dan marga mereka yang sama, mungkin kah...?

    "Enggak kok. Kak Io cerewet tau. Mungkin Dia terpukau, ngeliat Boo yang cakepnya kaya Kak Afa." bisa ku dengar suara berbisik Alfa menyahuti pertanyaan Boo.

    "Oh ya?!" Boo terlihat girang mendengar jawaban Alfa yang terdengar PD tingkat akut itu.

    "Iya! Boo tau, kalo di sekolah Kak Io itu cerewet, galak terus banyak yang takut sama dia, soalnya kak Io hobi nendang kaki orang." kata Alfa dengan nada menyindir.

    Sigh!

    Ku tatap tajam punggung Alfa.

    'Sialan si Alfa kenapa jadi ngejelek-jelekin gue?, sama anak kecil pula.'

    "Oh... ya? Kak Afa juga takut sama kak Io?"
    tanya Boo antusias

    "Ya... Enggak lah. Yang ada kak Io tuh yang takut sama kak Afa."

    Aku mendengus mendengar perkataan Alfa. Dasar! Anak kecil di bohongin gitu. Mau jadi apa anak itu nanti kalo terus di bohongin?

    "Kak Io itu benelan cowok kaya Boo ya kak?"

    Astaga nak kenapa kau tak percaya juga! Apa perlu ku berikan bukti!?

    "Menurut Boo gimana?"
    Bisa ku dengar suara Alfa bergetar menahat tawa.

    Sial!

    "Boo kila kak Io itu cewek. Padahal tadi mau Boo jadiin pacal Boo." jawab Boo polos.

    "Eeehh! Gak boleh! Kak Io itu udah ada yang punya. Lagian kalo Boo sama Kak Io. Mika mau Boo kemana in coba?"

    "Huh? Mika? Mika siapa? Boo gak kenal tuh. Boo kan sekalang suka Kak Io sama kak Balon." jawab Boo acuh.

    "Udah berani boong ya, hayo? Padahal kemaren-kemaren nangis gara-gara di cuekin Mika?" ucap Alfa dengan nada jahil.

    See? Kelakuan ngibul Alfa langsung menular pada Boo.

    Boo menggembungkan pipinya.

    "Siapa yang nangis?! Boo gak nangis kok!"

    Alfa hanya tertawa, saat berhasil membuat Boo kesal.

    -
    Kepalaku pusing sendiri mendengar percakapan absurt mereka berdua. Bagaimana bisa bocah yang usianya baru 5 tahun sudah main cinta-cintaan.
    Aku yakin Alfa yang bertanggu jawab akan tercemarnya pikiran Boo.
    Lagi pula siapa kakak Balon itu?

    Boo melihat kearahku yang tengah memperhatikan mereka berdua.
    Aku hanya bisa tersenyum kikuk pada bocah itu.
    Aku memang tak bisa begitu akrab dengan anak kecil. Tepatnya tak bisa SKSD layaknya orang lain bila bertemu anak kecil.

    Rasanya aku langsung kebingungan sendiri bila di hadapkan dengan anak kecil.

    Aku terus mengikuti langkah Alfa memasuki rumahnya yang megah itu.
    Sesekali ku lihat orang-orang berpakaian maid lewat sambil sesekali membungkuk bila Alfa melewatinya.
    Aku jadi merasa ada di situasi drama-drama film yang sering mamah tonton di waktu senggang. -_-

    Aku tak tau sudah berapa maid yang kami lewati.

    "Kak Io." Dengan suara agak kencang Boo memanggil ku.
    Alfa terlihat agak terkejut saat Boo memberontak di bopongannya.

    "Boo boleh minta di gendong sama kak Io?"

    "E-eh?"

    Boo mengulurkan kedua tangannya kearah ku sambil memasang ekspresi memelas.

    Alfa membalik tubuhnya kearahku yang hanya bisa diam berkeringat dingin.

    Hey! Aku belum pernah sekalipun menggendong anak-anak. kalo aku tak sengaja menjatuhkannya bagimana?

    Ku tatap Alfa yang hanya diam mengulum senyum padaku.

    "Kak Io~"
    Boo menatapku dengan senjata kebanyakan anak-anak kecil. Puppy eyes atau Kitty eyes.
    Matanya berkaca-kaca seolah siap pecah kapan saja bila aku tak menurutinya.

    Ugh!!

    Ku tatap Alfa meminta pertolongan. Tapi dia hanya diam sambil tersenyum aneh, tak berniat menolongku sama sekali.

    Sial!

    Ku tatap Boo yang makin menatapku memelas.

    Aku menghela nafas.

    "Y-ya udah sini."
    ku ulurkan tanganku menyambut uluran tangan Boo. Wajahnya langsung berubah berbinar.
    Dasar anak kecil!
    Mau bagaimana lagi. Jika di tatap memelas oleh mahluk se imut Boo, mana mungkin aku bisa menolak.

    Ku gendong dia pelan-pelan.
    Alfa membantuku menggendong Boo dengan posisi menghadap padaku.

    Bisa kurasakan bobotnya yang lumayan berat saat aku menggendongnya.

    Boo meletkan tangan kecilnya di leherku.
    Satu senyuman menggemaskan terlihat di bibir imutnya.

    "Kak Io mau yah jadi kakak Boo juga?" katanya dengan mata berbinar.

    Aku tersenyum kearah bocah manis itu.

    "Boleh!" jawabku seantusias mungkin.

    Chup.

    Aku melongo saat pipiku di kecup boo pelan.
    Pipi Boo memerah.
    Satu cengiran khas bocah terlihat di wajahnya.

    "HHOOLLEE!! Sekarang Boo punya tiga kakak!"
    teriaknya girang sambil melonjak kecil di gendonganku.

    -
  • Author Pov

    Rio menahan tubuh Boo dengan kewalahan.

    Wajah Rio terlihat ketakutan dan waspada.

    Alfa yang melihat itu akhirnya iba juga.

    Hup!

    Di ambilnya tubuh Boo dari gendongan Rio, yang tentu saja menghasilkan protesan dari Boo dan helaan nafas lega dari Rio.

    "IIIHHH! Kak Afa! Boo maunya sama kak Io aja!" Boo mencoba meloloskan diri dari dekapan Alfa.

    "Eits! Gak bisa. Udah Boo sama kakak aja, emang gak malu apa, udah gede gini masih pengen di gendong." ucap Alfa sambil menahan Boo yang terus berontak di gendongannya.

    "IKH! Boo kan masih kecik Kak! Lepasin kak! Boo mau sama Kak Io!" jerit Boo dengan mata berkaca-kaca.

    Rio yang melihat Boo hampir menangis, luluh seketika. Di dekatinya Alfa bermaksud mengambil Boo dari Alfa.

    "Fa-"

    "Hey! Hey! Ada apa ini?"

    Seorang perempuan paruh baya dengan dandanan anggun berjalan dari arah dapur kearah Alfa, Boo dan Rio.

    "Mommy!" Boo behasil melepaskan diri dari Alfa lalu berlari pada wanita yang di panggilnya mommy.

    Wanita itu berjongkok lalu menggendong Boo.

    "Kenapa sayang?"
    tanya wanita itu lembut.

    "Kak Afa jahat, mom!"
    Boo menggembungkan Pipi tembemnya sambil menatap Alfa kesal.

    Alfa hanya memeletkan lidahnya kearah Boo.

    "Yaudah. Yaudah. Nanti kak Alfanya mommy hukum!" ucap wanita itu yang di sambut sorakan gembira Boo.

    Alfa hanya mendengus menanggapi itu.

    "Sore tante." Rio mendekati ibu Alfa.

    Ibu Alfa melihat kearah Rio.

    "Eh? Nak Rio? Ya ampun, udah lama gak ketemu sama tante, kamu makin manis aja. Hihi. Eh, mama kamu gimana kabarnya?"
    Rio menyalami tangan ibu Alfa lalu tersenyum kikuk.

    "Mama baik tan. Cuma, sekarang lagi gak ada dirumah."

    "Pasti lagi ngurusin bisnis nya ya?"

    "Iya tante."
    jawab Rio sopan.

    "Hm.. Mama kamu itu gak berubah. Sibuk terus."

    "Mom ngomong gitu, kaya yang sendirinya enggak sibuk terus aja." Gerutu Alfa , yang hanya di tanggapi kikikan pelan ibunya.

    "Mom kan bantu daddy kamu, Dear."

    Alfa hanya memutarkan kedua matanya bosan.

    "Ya, ya. Mom memang selalu punya alasan."

    Boo memandang ibu dan Kakaknya bingung. Tak mengerti dengan apa yang kedua orang dewasa itu ributkan.

    Rio menyikut pinggang Alfa pelan.

    "Gak sopan banget lo Fa. Sama ibu sendiri juga." Bisik Rio pada Alfa.

    Ibu Alfa yang masih bisa mendengar bisikan itu kembali tertawa pelan.

    "Hihihi. Denger tuh. Gak sopan ngomong gitu sama orang tua."

    Rio sedikit berjengit dari tempatnya saat tau ternyata ibu Alfa mendengar bisikannya.

    "Iya deh. Ya Udah. Alfa sama Rio keatas dulu Mom."

    "Rio permisi tante."

    "Oke!"
    Jawab ibu Alfa dengan senyuman anggunnya.

    Masih dengan wajah bingunnya, Boo melihat Kak Io dan Kak Afanya yang berjalan menaiki tangga.

    "Eh? Kak Io mau kemana? Boo ikut!" rengek Boo.

    Alfa menengokan kepalanya kearah Boo saat mendengar rengekan itu. Begitupun Rio, dia membalikan tubuhnya memandang Boo yang menatapnya memelas.

    "Eits. Gak Boleh! Kak Io nya mau kak Afa culik dulu." kata Alfa sambil tersenyum jahat bak perompak, (setidaknya seperti itu yang dilihat Boo) di rangkulnya leher Rio mendekat padanya.
    Rio yang diperlakukan seperti itu hanya bisa memutarkan matanya jengah.

    'Dasar kekanakan! Anak kecil aja di jahilin!' gerutu Rio dalam hati.

    "GAK BOLEEHHH! KAK AFA JAHAT! Jangan culik Kak Io nya Boo." pekik Boo murka sambil berusaha berlari kearah Alfa dan Rio.

    "Hey! Mau kemana kamu, sayang? Kamu kan belum mandi."
    ucap ibu Alfa sambil mengangkat tubuh kecil Boo kegendongannya lagi.

    "Tapi kan Mom-"

    "IH! Boo belom mandi? Masih bau dong? Mana mau kak Io sama Boo kalau masih bau. Udah sana mandi dulu, setelah itu baru rebut Kak Io dari Kak Afa yang ganteng ini! Hahahaha!" kata Alfa sambil tertawa nista.
    Tak sadar dia, bahkan dirinya sendiri jauh lebih berantakan dari Boo.

    Boo menatap Alfa sengit. Di penglihatan Boo, Kakaknya itu berubah jadi Monster mengerikan yang menyandera putri yang manis tiada tara, dan Boo sebagai pangerannya tentu saja harus menyelamatkan sang putri.
    (imajinasimu tinggi sekali nak -_-)

    "Awas ya! Boo pasti ngalahin Kak Afa. Dan nyelametin Kak Io!. Ayo mom, Boo halus mandi dulu balu bisa nyelametin kak Io!" seru Boo semangat sambil menarik tangan ibunya -yang hanya bisa tersenyum geli- kekamar mandi.

    Alfa yang mendengar ancaman adiknya yang imut itu sontak tertawa terbahak sambil berjalan ke kamarnya.

    "Hahahahahaha! Lo denger itu, Yo? Hahaha, itu pertama kalinya dia ngancem gue. Dan itu karena elo. Hahaha"

    "Dasar kekanakan!" Cibir Rio.

    "Yaelah becanda doang kan gak apa-apa. Lagian jarang juga liat muka marahnya tadi itu, jadi makin imut dia. Hahaha!" kata Alfa sambil membuka pintu kamarnya.

    "Dasar phedo lo Fa."

    "Enak aja! Gue gak phedo! Gue cuma gak bisa tahan liat orang-orang manis." kilah Alfa sambil tersenyum penuh arti pada Rio yang menatapnya aneh.

    "Udah! Banyak omong lo. Mending anterin gue pulang, sekarang!"

    "IH! Gitu aja ngambek pengen pulang"

    "Siapa yang ngambek! Lagian dari awal gue kan minta anterin pulang ke rumah GUE. Lo malah bawa gue kesini." cerocos Rio dengan wajah masam.

    -
  • "Hehe. Iya. Iya. Nanti gue anterin kok. Tapi... Tunggu gue mandi dulu oke, honey?" kata Alfa sambil menaik turunkan halisnya.

    "Yaudah cepet masuk sana!"
    Rio mendorong punggung Alfa memasuki kamarnya.

    "Iya. Iya. Lo udah Gak sabar banget ya pengen masuk kamar sama gue?. Ehehehe" Alfa menatap Rio mesum.

    Kesabaran Rio habis.

    BUGGHH!

    "AAWWGGHH!"

    **

    Rio Pov

    Alfa baru saja masuk kamar mandi sambil memegang pinggangnya yang tadi ku tendang.

    'Huh! Siapa suruh cari masalah sama gue!'

    -
    Ku dudukan tubuhku di pinggir ranjang king size Alfa.
    Kusebarkan pandanganku kesekeliling kamarnya.

    Kamar Alfa memang lebih luas dari kamarku. Mungkin kamar Alfa sama luasnya dengan Kamar Ricky.

    Kulihat pakaian kotor Alfa berserakan dimana-mana. Hal yang mustahil terjadi di kamar Ricky.

    Kamarnya -sangat- berantakan.
    Berbeda dengan kamar Ricky yang selalu rapih.

    Lemari buku Alfa makin penuh dengan Komik.
    Berbeda dengan Ricky yang hobi mengoleksi buku-buku pelajaran dan Novel.

    Ada beberapa sampah cemilan dan beberapa kaset film bertebaran di depan TV LCD.

    Ku kernyitkan dahiku.

    'Ini kamar apa sarang tikus!?'

    Kalau Ricky pasti ta-

    Aku tersentak. Sadar akan apa yang dari tadi ku pikirkan.

    'Kenapa gue ngebanding-bandingin Alfa sama Ricky gini? ARGGGHHH!'

    Ku acak-acak rambut ku Frustasi.

    Ricky tak pernah bisa hilang dari pikiranku, walaupun cuma sedetik pun.

    Sial!

    *
    "Haah~, gila seger banget!"

    Ku alihkan pandanganku dari komik sinchan, kearah suara Alfa yang sepertinya baru selesai mandi.

    Wajahku spontan memanas saat ku lihat Alfa hanya memakaikan handuk di tubuh proposional.

    Segera ku buang pandanganku darinya saat dia balik menatapku dengan senyuman jahil di bibirnya.

    'Ni orang pasti mau ngerjain gue!'

    "Pamer aja terus." cibirku mencoba tak terlihat gugup.

    "Pamer apaan sih?"

    "Mentang-mentang badan lo bagus, terus harus ya di liatin ke gue? Kenapa gak pake baju di kamar mandi aja sih!"
    Aku terus berkutat dengan komik-komik di depanku. Mencoba tak menghiraukan Alfa yang dengan perlahan mendekat padaku.

    "Lo suka kan liat gue kaya gini? Atau.. Gue perlu buka handuk gue supaya lo lebih suka?"

    Fyuh~

    Tubuhku menegang saat Alfa meniup pelan kupingku.
    Dan apa maksudnya dengan kalimat yang terkesan melecehkannya itu!?

    "Pfttt~ hahahaha!"
    Alfa tiba-tiba saja tertawa keras.

    Bugh!

    "Sialan lo Fa!!"

    Ku lempar komik yang dari tadi ku pegang pada Alfa yang masih saja menertawakanku, yang mungkin saja terlihat seperti badut di matanya dengan wajahku yang ku pastikan memerah padam.

    Alfa berjalan kearah lemari pakaiannya dengan masih tertawa pelan.

    Sigh!

    Dengan dongkol ku dudukan tubuhku di ranjang Alfa.
    Pandananku terpaku pada sebuah figura foto yang sepertinya sengaja Alfa letakan di lemari komiknya.

    Sepertinya foto ini di ambil baru-baru ini.
    Di foto itu ada Alfa yang tengah memangku Bora yang sedang menangis, sungguh terlihat sangat menggemaskan.

    Tanpa ku sadari bibirku tersenyum tipis.

    "Bora itu beneran Adik lo ya Fa? Tapi lo kan anak tunggal?"
    tanya ku dengan pandangan masih terpaku foto di tanganku.

    "Hm? Siapa yang bilang gue anak tunggal? Sotoy banget lo yo."

    "Ya, gimana gue gak mikir gitu kalo setiap gue main ke sini. Gak ada orang lain -apa lagi yang terlihat kaya saudara lo, selain para maid, ibu sama ayah lo."

    "Hmm.. Kapan ya Lo terakhir main ke rumah gue? Ah.. iya 2 bulan yang lalu ya?" entah kenapa ucapan Alfa terdengan seperti cibiran dari pada pertanyaan.

    "Bora itu emang adik gue. Semenjak dia lahir, Oma yang ngotot pengen ngasuh dia. Dari lama dia emang udah pengen ngasuh cucu dari Mommy. Ngasuh gue gak kesampean jadinya Bora yang dia asuh. Tapi 1 bulan lalu Oma meninggal, makanya sekarang Bora ada disini."
    Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku mengerti Atas penjelasan Alfa tentang Bora.

    "Kalo lo sering main ke rumah gue. Dari 1 bulan lalu lo pasti udah kenal sama Bora. Nah ini. Mentang-mentang udah punya pacar lupa sama gue. Nempel aja terus sama si Ricky."
    Gerutu Alfa sambil kembali mengacak-acak lemari pakaiannya, entah apa lagi yang di carinya, melihat dia telah berpakaian lengkap.

    Ah? Benarkah Aku melupakan Alfa selama satu bulan ini?

    "Eh, Iya. Ngomong-ngomong kenapa lo bisa berantem sama si Ricky? Padahal kalian lengket terus." tanya Alfa agak sinis, masih dengan kegiatannya mengobok-obok lemari.

    Aku menghela nafas.
    "Harus ya gue cerita sama lo?" perkataan itu meluncur begitu saja dari bibirku.
    Alfa menghentikan kegiatanya mengobok-obok lemari, lalu ia menatapku lama.

    "Kalo lo masih nganggep gue sahabat lo. Kenapa enggak? Kecuali..."
    wajah Alfa mendatar.

    "Lo udah nganggap gue bukan siapa-siapa lo lagi."

    Aku terdiam. Jarang sekali Alfa memperlihatkan wajahnya yang serius. Ia akan berwajah seperti itu bila sedang menghadapi masalah yang serius dan juga bila sedang... Marah.

    Aku menundukan kepalaku.
    Tidakah aku ini sahabat yang buruk? Melupakan orang yang kita anggap sahabat saat kita tengah bahagia, dan mengatakan sesuatu yang pasti menyinggung perasannya.

    Ugh! Gue ini Bego banget!
  • "Iya deh sorry kalo gue ngelupain sama nyinggung perasaan lo. Ya udah gue ceritain deh."

    Dengan cepat Alfa menutup lemari pakaiannya yang terlihat makin berantakan, lalu duduk di sebalahku dengan wajah penasaran.

    "Jadi... Gimana?"

    'Hey! Cepet banget ni anak berubah!'

    Aku mengambil nafas dalam lalu mulai bercerita panjang yang mungkin bisa menyebabkan sakit kepala si pendengar.

    *

    "Jadi... Lo punya kembaran?!"
    Teriak Alfa kaget.

    "Biasa aja kali Fa."
    jawabku malas.

    "Biasa gimana? Kembaran lo itu Cewek kan? Haah~ kalo aja di masih ada, pasti cantik banget! Lo aja yang cowok udah 'kaya gini' apa lagi yang cewek!"

    kutatap dia tajam.
    "'Kaya Gini' gimana maksud lo?"

    "Hehe.. Ya gini. Ca-charming maksud gue." Alfa menatap ngeri kepalan tangan yang ku tunjukan di depan wajahnya.

    Wajahnya lalu kembali serius.

    "Si Ricky bego kalo nyalahin lo, terus ninggalin lo begitu aja. Lagian lo emang gak salah apa-apa kan?"

    "Gue juga salah, Fa." jawabku sambil menundukan kepala.

    "Ya, ya. Terselah lo. Tapi yang pasti..."

    Bhugh!

    "EH!!" Aku kaget bukan main saat Alfa tiba-tiba mendorong bahuku hingga tubuhku terjatuh di ranjangnya.

    "... Gue siap nampung lo, kalo dia beneran ninggalin Elo." Kata Alfa dengan wajah serus dan wajah yang hanya berjarak beberapa Cm dariku.

    Mataku membulat mendengar perkataan Alfa.

    'Dia ini...'

    Bught!
    Bught!
    Bught!

    "Lo pasti mau ngerjain gue lagi kan? Pake bilang siap nampung gue segala. Emang gue apaan bisa lo tampung, hah?!" teriak ku kesal sambil memukuli wajahnya dengan bantal yang berhasil ku gapai.

    Alfa menjauh dariku sambil tertawa sumbang.

    "Lagian, bukanya lo lagi PDKT sama si Bilal ya?"
    tanyaku heran.

    Alfa menghentikan tawanya, lalu menghela nafas.

    "Gue ragu dia suka juga sama gue, yo. Padahal gue udah kasih dia 'lampu hijau', tiap hari gue simpen bunga sama puisi di lockernya. Tapi dia cuma diem aja gak ngerespon. Padahal udah gue cetak jelas nama gue di setiap puisi yang gue kasih ke dia." jawab Alfa pesimis.

    "Hey! Sejak kapan lo sepesimis ini? Lo kan biasanya PD kalo soal deketin orang. Lagian, siapa sih yang nggak luluh sama lo kalo lo udah berusaha deketin dia." aku mencoba menyemangati Alfa.

    "Ada." Ucap Alfa tiba-tiba.

    "Huh? Apa?" ku tatap dia bingun.

    "Orang yang gak luluh sama gue, walaupun gue udah berusaha keras ngedeketin dia."

    "Siapa?"

    "Bilal sama... Elo." Alfa menatapku serius.

    "..."

    "..."

    'Pasti dia becanda lagi'

    Ku tatat Alfa malas.

    "Gue serius, Fa."

    "Emang gue gak keliatan serius di mata lo?"

    "...."

    Aku terdiam lagi.

    Alfa menatapku lurus dengan wajah serius.

    Tiba-tiba saja rasa gugup menghampiriku.

    "Pftt~ hahahaha. Biasa aja kali yo. Sampe pucet gitu muka lo!" tiba-tiba Alfa tertawa keras sambil menunjuk-nunjuk wajahku.

    'Nah kan!'

    "SIALAN LO!"

    BUGH!
    BUGH!
    BUGH!

    ***

    Aku terdiam di ambang jendela kamarku menatap keluar kamar dengan sendu.

    Ini Malam minggu.

    Biasanya jam segini mobil Ricky selalu sudah stand by di halaman rumahku. Kami akan pergi ke manapun. Bioskop, taman, atau bahkan pasar malam.

    Tapi sekarang... Aku hanya bisa terdiam dengan miris.

    Entah bagaimana bentuk hubungan kami sekarang. Tak ada kata 'putus' yang terucap dari nya. Jangan harap aku yang mengatakan kata itu duluan, karena aku takan pernah mengatakan itu.

    Aku masih dan akan selalu mencintai Ricky.

    Aku menghela nafas.

    "Orang bilang kebanyakan ngehela nafas bisa mendekin umur!."

    "HUAH!!" Aku berjengit kaget, saat ku dengar seseorang berbicara di sebelahku.

    "K-kak Arsya, ng-ngapain lo di kamar gue?"
    Kak Arsya tengah berdiri menatapku dengan wajah santai.

    -
    Hubungan ku dan kak Arsya kembali tak baik. Jika dulu kak Arsya yang selalu menjauhi ku, tapi sekarang kebalikannya. Aku yang berusaha menjauh dan tak bertatap muka dengannya.

    Aku masih malu jika bertatapan dengannya semenjak dia mengetahui orientasiku yang sebenarnya.

    Walaupun, Kak Arsya bersikap biasa saja padaku, tapi tetap saja.

    -
    "Ngapain lo nongkrong di jendela, kaya gitu?"
    tanya kak Arsya santai, sambil duduk di ranjangku.

    "L-lo yang ngapain disini?" ku tatap dia gugup.

    "...."

    Kak Arsya hanya diam menatapku lama.

    Aku yang di tatap seperti itu tentu saja gugup.

    "Kenapa lo ngehindarin gue?" tanya kak Alfa tiba-tiba.

    "M-maksud lo apa sih kak? Gue gak ngehindar kok."

    "Ya, Ya. Terus aja lo anggap gue bego sampe gak sadar sama kelakuan aneh lo." katanya ketus.

    "Udah deh Kak, kalo cuma pengen ganggin gue lebih baik lo keluar aja. Gue males nanggepin." jawab ku tak kalah ketus.

    "Apa gara-gara gue tau lo... Gay?"

    "KAK!"
    Aku berteriak menatapnya kesal.

    Sungguh aku tak mau membahas tentang itu lagi.

    "Kenapa, hah? Kenapa lo yang marah? Seharusnya kalaupun ada yang marah, itu gue!? Karena gue harus tau kenyataan kalo adek gue satu-satunya 'GAK NORMAL'!" teriak Kak Arsya menatapku marah.

    Aku terhenyak mendengar perkataan kak Arsya Yang sungguh menohok jantungku.

    Ku tundukan kepalaku.

    "L-lalu kenapa? Kenapa Kakak gak marah dari awal?! Kenapa kakak malah diem, seolah gak terjadi apa-apa sama Rio!"
  • Ku tatap kak Arsya yang masih tampak murka, dengan mata berkaca-kaca.

    "Jadi lo pengen gue marah-marah sama lo?! Ngejauhin lo kayak dulu! Terus kalo perlu natap lo jijik tiap hari gitu, Hah?!"

    Aku kembali menundukan kepalaku.
    Hatiku benar-benar sakit bak tertusuk tombak.

    Lebih sakit dari saat dimana Ricky kembali menatapku datar dan tak sehangat saat kami bersama dulu.

    Aku berusaha menahan air mataku. Tapi, Sialnya aku tak bisa.

    'Mata Sialan! Gue emang cengeng! Sial!'

    Air mataku berjatuhan perlahan. Hanya air mata. Karena aku berhasil menahan isakanku dengan cara menggigit bibirku.

    "Lo pengen gue ngelakuin itu hah?!"

    Aku tak bisa menjawab Kak Arsya.

    Ku dengar kak Arsya mendengus keras.

    Dia beranjak dari kasurku lalu berjalan kearahku.

    Grab!

    Aku terkejut saat kak Arsya menarikku berdiri, laku memegang bahuku menghadapnya.

    "Lo pengen gue kaya gitu, hah? Lo pengen gue kayak dulu lagi? Jawab gue yo."
    Kali ini perkatan Kak Arsya tak sekeras dan sekasar tadi.

    Dengan perlahan di usapnya pipiku lalu diangkatnya wajahku mendongak menatap wajahnya yang menatapku... Lembut.

    Aku tertegun. Aku tak pernah mendapatkan tatapan selembut itu dari Kak Arsya. Dan sekarang aku mendapatkannya.

    "Sayangnya lo harus kecewa, kalo pengen gue kembali kayak dulu. Karena gue gak mungkin se bego itu kembali ngemusuhin adik gue sendiri. Gue gak mau ngulang kesalahan gue lagi, yang dulu nyalahin lo atas meninggalnya Raya..."

    "... Dan sekarang gue gak mungkin nyalahin lo atas orientasi lo sendiri."
    Aku makin tertegun dengan mata membelalak menatapnya yang sekarang tersenyum manis.

    "Mau gimana pun keadaan lo. Gue akan tetep sayang sama lo, yo. Lo tetep adek gue yang paling manis. Dan gak bakan bisa di ganti siapapun." katanya lembut.

    'A-apa ini benar-benar kak Arsya?'

    Cup!

    Ku pejamkan mataku saat kak Arsya mencium dahiku pelan.

    Dadaku lega seketika.

    Greb!

    Kak Arsya lalu memeluk ku lembut.

    "Udah jangan nangis! Masa cowok nangis. Cemen banget lo." ejek kak Arsya sambil mengelus kepala ku pelan.

    'Rasanya bukan kak Arsya, bila tak keluar kata-kata ejekan di bibirnya.'

    "Siapa yang nangis?! Gue cuma kelilipan!"

    Kak Arsya melepaskan pelukannya lalu menatapku sinis.

    "Masih bisa ngelak setelah bukti ada di depan mata?! Itu ingus lo ngeluber kemana-mana!"

    "Mana? Mana? Ungga ada kok!" ku usap usapkan wajahku di dadanya. Bermaksud membersih kan ingus dan air mataku di pakaiannya.

    "GAH! Sialan lo! YO! Baju gue jadi bau ingus!"
    teriak kak Arsya sambil menjauhkan wajahku dari dadanya.

    "Ahahahaha!" Aku tertawa puas melihat itu.

    "Nah gitu dong ketawa! Jangan cemberuuttt aja!" ucap Kak Arsya sambil mengusap-usap kepala ku.

    Aku terkekeh menanggapi kak Arsya.

    "Makasih Kak."

    "Apa? Makasih aja? Halah! Basi kalo cuma bilang makasih doang!"
    kata Kak Arsya menatapku penuh Arti.

    "Lah terus?" ku tatap dia bingung.

    Kak Arsya menyentuh bibirnya.

    Aku semakin menatapnya bingung.

    "Apaan sih kak?"

    "Nggak ada 'Brother Kiss' nih buat gue?" katanya menatapku nakal.

    Wajahku memerah seketika.

    "Gila lo Kak! Nggak Ada!!" teriakku Kearah Kak Arsya yang kini mencebikan bibirnya.

    Tatapan matanya beralih ke meja belajarku.
    Lalu senyumanya kembali berkembang.

    "Kalo 'brother kiss' gak dapet. Motor lo gue sita seminggu!"
    Kak Arsya, lalu dengan cepat meraih kunci motor yang ku letakan di meja belajar.
    Aku hanya menatapnya melongo.

    "Bye my cute little brother" dengan santainya kak Arsya berjalan menuju pintu luar.

    "BILANG AJA LO MAU MINJEM MOTOR GUE!"
    teriak ku kesal.

    Kak Arsya hanya tertawa.

    "Mau lo bawa kemana motor gue, kak?!"

    Kak Arsya membalikan tubuhnya, lalu menatapku angkuh.

    "Gue? Tentu saja mau ngecengin cewek kecengan gue. Emangnya lo, yang udah kaya burung kaka tua ngejogrog aja ngegalau di jendela, hahahaha."
    katanya sambil tertawa nista.

    "Kecengan lo cewek kak? Gue kira lo suka sama cowok juga. Hahaha"

    "HUH! Itu mah maunya elo. Gue cuma ngasih usul. Dari pada lo diem aja disini, mending lo ajakin Dave atau temen lo keluar sana." setelah mengatakan itu kak Arsya lalu keluar kamarku sambil sesekali bersiul senang.

    -
    'Hmmm... Boleh juga tuh usul kak Arsya. Dari pada gue ngegalau gak jelas'

    Aku mengambil ponsel, lalu memanggil kontak Dave.
    Namun sayang Dave tak bisa ku ajak keluar malam ini.

    Ku tatap kontak Ricky lama.

    Setelahnya aku tersenyum miris.

    "Mana mau dia gue ajak keluar kayak biasanya. Gue ini bego banget!"
    gumamku miris.

    Aku lalu memanggil kontak Alfa.

    "Halo? Fa lo sibuk gak?"

    "....?"

    "Gue bosen nih, main keluar yuk?"

    "....!"

    "Yaudah, gue tunggu dirumah."

    "...."

    Oke! Aku menyimpan ponsel ku lalu kulangkahkan kaki ku kearah kamar mandi.
    Siap-siap dulu.

    **

    Author Pov

    "Yah!! Ahahaha!"
    Rio berteriak kegirangan bersama Alfa yang juga kegirangan.

    Mereka tengah bermain Pump It Up, di game center yang menjadi surga bagi para bocah dan orang-orang penggila game.

    Mereka terus menari dengan asyik. Tanpa sadar orang-orang di sekitar mereka memperhatikan keduanya dengan senyuman geli di bibir orang-orang itu.

  • 'Dasar, remaja jaman sekarang'

    Setidaknya itu yang di gumamkan beberapa orang tua yang melihat kelakuan Alfa dan Rio.

    "YEY!! GUE MENANG!"

    Teriak Rio kegirangan saat di lihat scornya lebih tinggi dari Alfa yang main di sebelahnya.

    Greb!

    Mungkin karena terlalu lelah, Rio malah menjatuhkan tubuhnya di pelukan Alfa yang tampak kaget.

    "Haah~ c-capek Haah.. juga ya, Fa." kata Rio dengan nafas memburu.

    "Udah tau capek masih aja nantangin gue maen ginian."

    "Abis seru sih, hehe!"
    Kekeh Rio pelan.

    Alfa hanya tertawa pelan. Pandangannya ia sebarkan kesekitar. Beberapa orang menatap mereka.

    Tapi perhatian Alfa terpokus pada seseorang yang berjarak beberapa meter dari mereka.

    Orang itu menatap Alfa dan Rio, tajam.

    Wajahnya terlihat mengeras menahan emosi.

    Satu seringain terlukis di bibir Alfa.

    "Kena lo Rick..."
    bisik Alfa amat pelan.

    "Huh? Lo ngomong apa, Fa?"
    Rio baru saja akan menjauhkan tubuhnya dari Alfa.
    Tapi Alfa segera menahan tubuh Rio agar tetap di pelukannya, dengan cara meletakan tangannya di pinggang dan punggung Rio.

    Rio yang di perlakukan begitu tentu saja tekejut.

    "Lo ngapain sih, Fa?"

    "Sshhttt.. Diem dulu bentar. Gue masih cape, entar kalo lo lepasin gue. Gue bisa nyungsuk kelantai." bisik Alfa di teling Rio. Jarak bibir Alfa dan telinga Rio sangat dekat. Dan mungkin bila di lihat orang lain, mereka akan terlihat sangat mesra.

    Mendengar ucapan Alfa yang terdengar mengelikan sontak membuat Rio tertawa pelan.

    Rio lalu membalas pelukan Alfa, tak bermaksud berontak atau pun melepaskan diri dari Alfa.

    Merasakan balasan pelukan dari Rio, membuat seringaian Alfa semakin melebar.

    Berbeda lagi dengan orang yang berdiri tak jauh dari mereka.
    Yang tak lain adalah Ricky, yang tengah menatap Alfa geram.

    Ricky mendapatkan pesan dari Alfa yang meminta bertemu dengannya di game center.

    Dan sekarang.. Apa-apaan ini?!

    'Jangan salahin gue kalo gue berhasil ngerebut 'dia' dari lo. Dan jangan pernah nyesel atas keputusan lo ngediemin 'dia' ,kalau akhirnya 'dia' berpaling dari lo.'

    itu pesan yang dikirimkan Alfa beberapa menit yang lalu setelah Ricky sampai di game center dan melihat pemandangan memuakan di depannya.

    Kini Ricky mengerti apa maksud Alfa dan siapa 'dia' yang Alfa sebut.

    Dada Ricky panas melihat Alfa yang dengan leluasa memeluk Rio di depan umum, tanpa memperdulikan tatapan aneh dan heran yang orang-orang layangkan padanya.

    Ricky tau Alfa itu memang tak tau malu tapi... Rio?

    'Kalau akhirnya dia berpaling dari lo'

    Ricky mengepalkan tangannya menahan emosi.

    'SIALAN LO, FA!' maki Ricky dalam hati.

    Dadanya bergemuruh tak tenang saat menduga-duga Rio telah berpaling darinya.

    Ricky tak rela!

    Mau seberapa keras pun Ricky mengenyahkan Rio dari pikirannya ataupun hatinya ia tak bisa!

    Rio terlanjur ada disana!

    Dan melihat Rio di peluk orang lain di depannya membuat hatinya tak terima.
    Tak ada yang boleh memeluk ataupun memiliki Rio selain dirinya.
    Sisi emosionalnya sungguh ingin dengan segera merebut kembali Rio dari pelukan Alfa.

    Tapi... Sayang. Sisi Ego dari Ricky jauh lebih dominan melingkupinya.

    Ricky membalikan tubuhnya, berjalan menjauh dari Alfa dan Rio, dengan raut wajah masih dipenuhi emosi.

    'SIAL!'


    -TBC-
  • maaf atas keterlambatan updatenya..
    :|
    Maaf untuk typo dan maaf kalo ceritanya makin aneh dan gak nyambung..
    :D
    Silahkan koreksi kata-kata yang kurang berkenan menurut kalian.
    Saran, dan krikitik aku terima.. :D

    @Tsu_no_YanYan @3ll0 @Yuuki @Arie_Pratama @Wita @Centaury @lulu_75 @kristal_air @cute_inuyasha @balaka @4ndh0 @d_cetya @Cylone @DoniPerdana @Tsunami @Adityaa_okee @akina_kenji @Lonely_Guy @meandmyself
    @Ndraa @chioazura
    @andi_andee @Hon3y @Bun @NanNan @Otho_WNata92 @RegieAllvano @PeterWilll @viji3_be5t
    @abong @SanChan @nakashima

    silahkan~ :)
  • Huhuhu,,, cemburu kan lo rick??? Kalo lo masih mempertahankan ego lo kayak gini,siap2 aja sakit hati terus.

    Ahh kak arsya brother complex,,, suka suka suka

    Boo lucu banget sihhj,namanya kayak nama anjing yg lucuuuu banget,,,
  • Ego seorang pria memang sangat tinggi.


    Alfa sahabat yang baik.
  • Alfa, gue suka gaya lo!! :))

    Ricky cembokur duh manisnya ;;)

    Lanjuuut^^)/
  • hehehe...Boo lucu ya,msh kecil udh ganjen pengen punya pacar..hahaha....

    hebat kak Arsya mau ngerti dan nerima kekurangan Rio..huhuhu.. terharu aku jadinya.
    mampus tuh Ricky dikerjain sm Alfa.cemburu berat tuh dia ,cm dia tuh bego bngt egonya terlalu gede dan itu akan nenyiksa perasaannya saja..

    makasih @lava udh mention aku dan updatenya puanjaangng..lumayanlah buat sarapan pagi..wkwkwk...
  • hehehe...Boo lucu ya,msh kecil udh ganjen pengen punya pacar..hahaha....

    hebat kak Arsya mau ngerti dan nerima kekurangan Rio..huhuhu.. terharu aku jadinya.
    mampus tuh Ricky dikerjain sm Alfa.cemburu berat tuh dia ,cm dia tuh bego bngt egonya terlalu gede dan itu akan nenyiksa perasaannya saja..

    makasih @lava udh mention aku dan updatenya puanjaangng..lumayanlah buat sarapan pagi..wkwkwk...
  • Ricky... Ricky... makanya g usah gengsi, sakit hati kan lo!
    ayo Alfa buat Rio jatuh dipelukanmu #Ea
  • Ricky... Ricky... makanya g usah gengsi, sakit hati kan lo!
    ayo Alfa buat Rio jatuh dipelukanmu #Ea
  • Mention ya kalau lanjut :)
Sign In or Register to comment.