BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Another Face

13031333536

Comments

  • Ricky hanya bisa memeluk Rio sambil mengelus rambut Rio lembut.

    Rasa khawatirnya membuat Ricky yang biasanya selalu tenang dan berkepala dingin menjadi tak fokus, ia kebingungan.

    'Apa yang harus gue lakuin?! SIAL!!'

    Sekali lagi Ricky merutuki siapapun yang mengunci pintu Osis.

    Rasa kesal Ricky kepada si pengunci pintu, membuatnya berfikir siapa kira-kira orang yang masih di sekolah tadi.
    Jika Ricky lihat di parkiran tadi, disana tak terlalu banyak kendaraan. Hanya ada mobilnya, lalu... Dave dan beberapa motor.

    Tak terlalu banyak murid yang berani berdiam diri di sekolah setelah pukul 5 lewat, katanya sekolah itu memang akan sangat menyeramkan di malam hari.

    'Cheh!! Sekolah elit tapi Angker! Konyol sekali!' ingin sekali Ricky lemparkan ledekan itu tepat kearah muka Alfa, anak sang donatur utama sekolah.

    'Eh?.. Tunggu.. Alfa?'

    Ricky membulatkan matanya.
    'Alfa! Tentu saja! Dia satu-satunya orang yang bermasalah sama gue akhir-akhir ini. Dan tadi motornya pun masih ada di parkiran. Pasti dia!'

    Ricky menggeram marah.

    "Awas aja lo Fa, ketemu gue, gue bantai Lo! Sialan lo FA!" Umpat Ricky kesal.

    Hey! Nak, kau masih memikirkan hal yang lain?!, sementara ada hal yang lebih penting di bandingkan mengumpati orang. RIO! Gimana itu woy!!
    #cekekRicky

    Ricky tersentak dari pemikiran tak pentingnya, saat dirasakanya tubuh Rio semakin terasa menggigil.

    Dengan sigap -dan wajah yang kembali panik, Ricky mengambil tasnya dan Rio. Mengobrak-abrik kedua benda itu mencari sesuatu yang dikiranya bisa membantu.

    "Semoga aja obat panasnya masih ada."
    gumam Ricky sambil mengobrak-abrik tasnya.

    Obat?
    Sekali lagi author tekankan, jangan heran akan kelakuan Ricky, yang 'bersedia(?)'.
    Pepatah 'sedia payung sebelum hujan' sepertinya memang sangat melekat di diri Ricky.

    ***

    "HHAAACCHHHIMMM!!!" Alfa bersin dengan kerasnya.
    Sampai-sampai membuat Boo yang tengah bermain sambil berguman 'Ciat! Ciat! Ngiung! Ngiung! Dododor!' sampai gumaman sadis 'mati! Mati! Makan dia! Aku tusuk kau!' (tolong jangan berfikir aneh tentang kata yang terakhir) di depan Alfa, di buat kaget.

    Boo menatap takut Alfa yang sekarang tengah menggosok-gosok hidungnya yang memerah.

    Mungkin di bayangan bocah yang penuh imajinasi itu, kakanya berubah menjadi naga dan baru saja 'menyemburkan' api dari hidung dan mulutnya.

    Boo bergidik ngeri, lalu bergeser menjauh dari Alfa yang masih tak sadar di tatap ngeri oleh adiknya yang super unyu itu.

    Bipp! Bipp!

    Alfa mengambil ponselnya yang baru saja berbunyi.

    Nama Dave(bukanmereksabun) tertera di layar ponselnya.

    (FYI. Alfa memang hobi menyelenehkan nama di akhir nama temannya di kontak ponselnya, yg di atas itu kontak Dave. Adapun Ricky jadi Ricky(simukarata), Rio(myhoneybunny), dan Dimas(hitlerbadas) )

    "Halo?"

    'Halo, Fa?'

    "Kenapa Dave? Tumben banget lo nelpon gue? Mulai kangen ya sama gue? Hehe"

    'CK! Ngomong apa kamu! Aku ini lagi gak tenang tau? Gara-gara kamu ngelibatin aku di 'misi' penyekapan Ricky di ruang Osis, aku jadi kepikiran..' sungut Dave, di sebrang sana.

    Alfa menguap lebar -yang sekali lagi membuat Boo bergidik ngeri, dengan cepat Boo melemparkan mainan di sekelilingnya dan berlari menuju kamar ibu nya.

    "Mommy! Kak Afa mau makan Boooo!!"

    Alfa yang melihat dan mendengar teriakan Boo, hanya mengernyitkan dahinya tak mengerti.

    'FA!? Kamu masih disana? Suara siapa tadi.?'

    "Hah? Iya. Adik gue tadi, gak tau tuh kenapa dia." jawab Alfa sambil memasukan keripik ke mulutnya.
    Alfa sedang menonton film monstei berwujud manusia tapi pemakan manusia juga, saat itu. Sungguh tontonan yang tak patut di tonton, apa lagi tadi ada Boo bersamanya.
    Sekarang kita tau siapa yang merusak pikiran polos bocah unyu itu. Tak lain dan tak bukan kakaknya sendiri.

    'Kamu punya adek Fa? Kok aku baru tau.'

    "Iya. Panjang kalo di ceritain. Jadi lo nelfon gue cuma mau bilang itu?"

    'Aku kepikiran tau! Gimana kalo dia kenapa-napa, Fa. Dia itu temen kita juga Fa. Gak kasian apa kamu.'

    Alfa mendengus.
    'Kasian? Huh! Dia aja gak kasian sama hidung mancung gue, sama kaki gue, sama harga diri gue. Kenapa gue harus kasian sama dia!?' batin Alfa dengki.

    "Udah lah Dave. Dia gak akan kenapa-napa kok. Tau sendiri, si Ricky itu mau gue kurung di sarang singa pun gak akan mati dia."

    'HAH? KAMU MAU NGURUNG DIA DI SARANG SINGA?'
    Alfa menjauhkan ponsel dari telinganya.

    "Itu perumpamaan, dodol! Tumben banget lo dodol, Dave."

    'Kamu itu emang ya..! Pengen aku sobek juga bibir kamu Fa!' gerutu Dave kesal.

    "Wiiihh!! Bahasa lo berkembang Dave, gak culun lagi. Hahaha! Dari pada di sobek, di kecup aja gimana? Gue terima deh kalo di kecup." ucap Alfa dengan nada menggoda.

    'SIALAN!!'

    "AHAHAHAHA!" Alfa tertawa puas mendengar umpatan Dave.

    'Serius, Fa! Apalagi tadi kak Arsya nelpon--'

    "Penting ya lo ngomong sama gue tuh orang judes nelpon lo."

    'Aku belum beres ngomong, A.L.F.A! Tadi itu Kak Arsya nanyain Rio. Katanya dia belum pulang sampe sekarang. Kamu tau dia dimana, Fa?'

    Alfa terdiam. Satu senyuman penuh arti terlihat di bibirnya.

  • "Bilang aja dia nginep dirumah Ricky atau siapa gitu." jawab Alfa enteng, sambil kembali menatap serius TVnya.

    'Kok kamu tenang gitu jawabnya. Emang gak khawatir gitu sama dia?'

    "Ya elah Dave, dia gak bakalan kenapa-napa kok. Lagian dia udah gede ini, Udah bisa mandiin 'burung'nya sendiri pula. Hehehe"

    'Kok kamu kedengeran yakin gitu Rio gak bakalan kenapa-napa.?'
    tanya Dave tak habis pikir.

    "Udahlah Dave. Percaya aja sama gue. Kalo tuh orang judes nanyain soal Rio lagi, bilang aja dia nginep dirumah Ricky. Udah ya? Gue lagi nonton nih, bye."

    'E-EH?! Tap--'

    Klik.

    'Si muka rata itu pasti jagain Rio, liat aja nanti. Begitu ketemu gue, dia pasti ngucapin makasih sampe sungkem sama gue.' batin Alfa percaya diri.
    Tak tau kalo di sebrang sana, Ricky terus mengumpatinya dan Rio yang di kiranya baik2 saja, justru tak baik2 saja

    ***

    Beda Alfa, beda Dave.
    Setelah telponnya di matikan sepihak oleh Alfa.
    Dave semakin gelisah. Perasaanya benar-benar merasa tak enak. Ia merasa ada sesuatu yang buruk terjadi pada Rio dan Ricky.
    Dan itu membuatnya gusar setengah mati, apa lagi saat tau ponsel Rio mati dari tadi sore.

    "Semoga mereka baik-baik saja."

    Derrrttt..

    Dave membuka pesan yang dia terima.

    Kak Arsya: Dave gimana? kamu udah tanyain sama semua temen kamu, ada yang tau dimana Rio?

    Dave: Udah Kak. Katanya Rio nginep dirumah Ricky.

    Kak Arsya: oh. Syukur deh kalo dia udah ketemu. Makasih buat info nya Dave.. Dia itu ngerepotin mulu bisanya.

    Dave: ia, sama-sama kak.

    Dave menghela nafas berat.
    Ia baru saja membohongi Arsya. Mengikuti saran sesat Alfa. Dave akan menyalahkan Alfa jika terjadi sesuatu pada Rio, Dari ucapan terakhirnya di telpon tadi Dave sadar Alfa tau sesuatu dan berusaha menyembunyikannya dari Dave.

    Ia jadi teringat kejadian tadi sore.

    #Flashback

    Sore itu, setelah selesai latihan terakhir tim basket. Dave sebagai manajer tim itu, sibuk dengan ruang locker yang agak berantakan, di bereskannya semua handuk kotor dan berbagai hal kotor lainya.

    Tempat ini agak mendingan semenjak Dave menjadi Manajer. Setidaknya, tak terlalu terlihat berantakan seperti dulu. Dulu tempat itu bagaikan sarang penyamun yang sangat berantakan, bahkan kecoa pun bebas saling berkejaran kesana kemari.

    "Hufft...!" Dave selesai menumpuk handuk-handuk itu kedalam kantong kresek, siap ia bawa ke tempat lowndry sepulang sekolah nanti.

    Brak!

    Dave berjengit kaget saat tiba-tiba seseorang menutup dengan kasar pintu locker di belakangnya.

    Refleks, Dave menengokan kepalanya kebelakang. Dan setelahnya Dave menyesali keputusanya.
    Ergha ada disana, menyender dan bersidekap tangan sambil menatapnya menusuk.

    'Bagaimana mungkim aku tak menyadari keberadaanya?' rutuk Dave dalah hati sambil kembali menyibukan diri dengan apapun yang bisa ia kerjakan.

    Pernahkah Dave bilang kalau Ergha ini salah satu anggota tim basket? Belum? Nah! sekarang kalian tau. Dia anggota tim basket yang Dave baru tau kembali aktif minggu-minggu ini di tim basket.

    Duk!

    "Mencoba mengacuhkan ku? Padahal kau tau aku ada disini. Iya kan Dave?"
    tubuh Dave menegang saat ia bisa merasakan tubuh Ergha tepat di belakangnya, mengurung Dave dengan kedua tanganya yang dia letakan di pintu locker di depan Dave.

    "Kenapa Dave? Tiba-tiba kau menjauh dan mengacuhkanku? Padahal dulu kau sendiri yang bilang takan menjauh dariku." bisik Ergha dengan sinis tepat di telinga Dave, yang hanya bisa menundukan kepalanya sambil memegang pergelangan tanganya sendiri, kuat.

    Ergha tersenyum menang saat ia menyadari kegugupan Dave.

    "Kau tak boleh melihat orang lain selain aku Dave, dan Sekeras apapun kau menjauhi ku, kau akan tetap kembali padaku." bisik Ergha layaknya bisikan setan yang menggoda Dave untuk menganggukan kepalanya menurut.

    Tapi Dave hanya diam. Menundukan kepalanya dengan mata terpejam erat.

    'Tidak!'

    "Kau tak bisa melakukan apapun tanpa aku Dave, Kau membutuhkan aku. Hanya aku. Buka matamu Dave dan menjauh dari Dimas. Aku tak suka kau bersamanya. Kau hanya boleh mematuhi aku."
    bisik Ergha sambil memalingkan wajah Dave yang masih memejamkan matanya kearahnya.

    'Tidak! Tidak seperti itu.'

    Di sentuh pelan bibir merah yang terasa lembut di jarinya, yang entah berapa kali Ergha pernah lumat itu.
    Satu senyuman puas kembali terlukis di wajahnya.

    "Kau sudah berjanji akan melakukan apapun yang aku minta. Kau hanya miliku Dave. Dan memang harus tetap seperti itu." perlahan Ergha mendekatkan wajahnya dengan Dave, bibir mereka hampir bersentuhan jika saja indra pendengaran Ergha tak mendengar seseorang memanggilnya di luar ruangan.

    Dengan tak rela Ergha menjauhkan wajahnya dari Dave yang hanya bisa diam, Pasrah tak bisa melakukan apa-apa.

    Ergha lalu mengambil tasnya dan berjalan begitu saja meninggal kan Dave di tempatnya berdiri. Bertingkah seolah tak pernah terjadi sesuatu di antara mereka.

    Di bukanya pintu ruangan locker dan terlihatlah Ara yang tersenyum hangat yang di balas tak kalah hangat pula oleh Ergha.

    Senyuman yang tak pernah lagi Ergha tampakan pada Dave.
  • "Kok lama banget sih." kata Ara sambil menggembungkan pipinya.

    Ergha yang melihat itu hanya terkekeh pelan sambil mencubit pipi Ara.

    "Iya, maaf, maaf. Ya udah, kita pulang sekarang?"

    "Ayok!" jawab Ara semangat sambil menggandeng tangan Ergha.

    Namun, tepat saat Ergha akan menutup pintu ruang locker. Tatapanya bertemu dengan Dave yang ternyata telah menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Terlihat sangat.. terluka.

    Ergha terpaku di tempatnya.
    Ara yang menyadari Ergha yang tak bergeming dari tempatnya, dan malah terus menatap sesuatu di dalam ruangan. Penasaran, Ara melongokan kepalanya dan seketika wajahnya mengeruh saat tau siapa yang mampu membuat Ergha terpaku di tempatnya.

    Dave.

    Ara mendengus kesal.

    "GHA!! Katanya mau pulang."

    "Hah! Ah- iya. Ayok." jawab Ergha linglung lalu setelahnya ditutupnya pintu itu.

    Meninggalkan Dave yang terduduk lemas di bangku yang memang ada di ruangan locker.

    'Kenapa kau mengatakan itu lagi?! Mengapa kau mengatakan itu disaat aku tengah berusaha melupakan mu! Sampai kapan aku akan terperangkap oleh hal yang rumit ini?!' pikiran Dave berkecamuk hebat.

    'Kau sudah punya seseorang yang lebih pantas bersamamu. Seseorang yang tepat menjadi orang yang kau cintai!? Tapi kenapa..? Kenapa aku masih tak bisa bebas!?'

    Tubuh Dave bergetar hebat.
    Dave menangkupkan kedua tanganya di wajahnya yang mulai basah. Basah oleh cairan bening yang tak dapat Dave cegah keluar dari matanya.

    'Aku juga ingin bebas. Aku tak mau terus terkurung oleh perasan yang tak tentu ini. Aku harus bisa! Aku harus bisa melupakan mu! Pasti ada penawar racun yang telah kau berikan padaku. Pasti ada!'

    Dengan wajah datar yang tak pernah Dave perlihatkan pada siapapun. Dave bertekad. Di usapnya kasar air mata yang masih lolos dari matanya.

    Ia terus mencoba menguatkan diri. Dan mengabaikan luka menganga di hatinya. Luka yang tanpa Dave sadari semakin melebar. Luka yang mungkin hanya bisa sembuh oleh si pembuat luka itu sendiri.

    Dave terus sibuk menghapus air matanya. Ia tak sadar kini ia tak sendiri lagi di ruangan itu.

    "Hey? Dave?"

    Dave terkejut bukan main saat mendengar seseorang memanggilnya.

    Kenapa semua orang selalu muncul bak hantu yang tak bisa Dave rasakan kehadiranya!

    Dengan segera Dave mendongakan kepalanya menatap seseorang yang tepat berdiri di depanya.
    Disana, Dave bisa melihat Dimas yang tengah memandangnya cemas.

    "Kamu... Nangis Dave?"

    Mendengar pertanyaan Dimas yang terdengar cemas itu, membuat Dave kembali menundukan kepalanya dan bepura-pura mengusap-usap matanya.

    "Nangis apaan?! A-aku cuma kelilipan kok, Kak." jawab Dave gugup.

    Sesaat Dave tak mendengar sahutan dari Dimas.

    Sampai Dave rasakan seseorang menarik perlahan tangan yang tengah mengusap-usap matanya.
    Dave membuka matanya dan dilihatnya Dimas tengah berjongkok di depannya, dengan senyuman teduh terlukis di bibirnya.

    "Kalo kelilipan jangan di usap gitu, nanti mata kamu tambah merah."

    Dave terpaku di tempatnya duduk, saat Dimas membingkai wajahnya dan meniup matanya pelan.

    "Gaimana? Merasa lebih baik?"

    Dave tak menjawab. Dia hanya terus menatap wajah Dimas yang tersenyum begitu hangat padanya.

    Dave di buat terkejut lagi, saat Dimas tiba-tiba memajukan wajahnya dan mengecup sudut mata Dave yang masih berair, pelan.

    "Mata kamu takan bisa berbohong, Dave. Kamu baru saja bersedih." bisik Dimas telak.

    Mata mereka beradu.
    Jarak mereka yang memang cukup dekat membuat Dimas lebih leluasa menikmati keindahan tuhan yang ada di depanya ini.

    Ke indahan seorang pemuda yang sanggup membuat seorang Dimas Brima Sakhti, tak mampu memalingkan wajahnya sedetikpun.

    "Katakan apa yang membuatmu bersedih Dave. Dan aku akan dengan senang hati menghapuskan kesedihan mu itu." bisik Dimas sambil terus mempersempit jarak wajah mereka.

    Dave tak sanggup mengatakan apapun.

    Bibir mereka hampir bersentuhan jika saja tak terdengar suara gaduh yang sukses mengganggu mereka.

    BRAK!!

    "Dave! Gue butuh ba--"
    Alfa terpaku di tempatnya, dikala dilihatnya posisi Kaptennya dan Dave sanggup membuat bibirnya kelu seketika.

    Dave tersadar. Dengan segera Dave memalingkan wajahnya kearah Alfa. Menatapnya terkejut.

    "Alfa?"

    Alfa merasa hidupnya tak lama lagi saat dirasakanya aura gelap mengelilingi sang kapten.
    Wajah Alfa memucat saat Dimas menatapnya dengan pandangan penuh terror.

    'Mati gue!'

    "Ngapain. Lo. Disini?" Tanya Dimas penuh penekanan. Terlihat sangat kesal.

    Alfa meneguk ludahnya sendiri, gugup.
    Keringat dingin mulai terlihat diwajah Alfa.

    Dave yang melihat itu mengernyitkan dahinya bingung.

    "A-ah, i... Itu.. G-gu-gue.. Cu-cuma.. A-anu..." Alfa mendadak gagap.

    "Ngomong sekarang atau gue..." Dimas mengepalkan tangannya kearah Alfa.

    Alfa semakin terlihat gugup.

    Dave hanya mampu menatap kedua orang di depanya bingung.

    'Sebenarnya ada apa ini?'

    "I-itu Gue cuma.. Errr..."

    Grab!!

    "EH?!"

    "GuepinjemDavenyabentar, kapten!!" seru Alfa kelewatan cepat.

    Alfa lalu menggenggam tangan Dave dan dengan cepat menariknya menjauh secepat mungkin dari Dimas.
  • Seketika Dimas mengutuk Alfa jadi kodok buruk rupa.

    **

    "Haah.. Udah. Aduhh.. Haah.."
    Dave mengatur nafasnya yang tak teratur karena Alfa tadi memaksanya berlari begitu kencang.

    "Haah.. Kamu ini.. Haah.. Kenapa sih, Fa." sungut Dave kewalahan.

    Berbeda dengan Dave yang tampak kewalahan, Alfa justru tak terlihat kewalahan sedikitpun. Dia malah menyengir tanpa dosa.

    "Hehehe.. Sorry, sorry. Habis tadi keselamatan gue terancam. Makanya gue lari. Hehehe"

    Dave hanya bisa menatap Alfa jengah.

    "Jadi.. Apa mau mu?" tanya Dave langsung ke inti.

    Mendengar pertanyan Dave, seketika Alfa memasang wajah semelas mungkin. Yang Dave pikir sungguh tak cocok dengan wajah maskulinya.
    Dave mengernyitkan dahinya, terganggu.

    "Oke, kamu tinggal sebutin mau kamu apa? Gak usah masang wajah kayak gitu, Fa"

    Alfa menurut, cengiran ala Alfa kembali terlihat.

    'yah setidaknya itu lebih baik.' batin Dave lega.

    "Lo bisakan pinjemin kunci ruang Osis sama Pak Darus. Kalo gue yang minta pak Darus pasti gak bakalan ngasih. Nah kalo lo, pasti di kasih. Mau ya?"

    Dave mengernyitkan dahinya.

    "Buat apa kunci Ruang Osis? Kamu kan bukan anggota Osis, Fa."

    "Nanti gue jelasin. Tapi sekarang. Pinjemin dulu kuncinya." kata Alfa ngotot.

    Dave menghela nafas, menyerah akan sifat Alfa yang gagal Dave pahami.

    "Ya, udah."

    Akhirnya Dave pun berjalan kearah pos penjaga, di sertai tatapan penuh harap Alfa.

    Seperti dugaan Alfa sebelumnya, Dave dipinjamkan kunci Osis itu. Walau tak semudah yang di tuduhkan Alfa.
    Dave terpaksa berbohon pada bapak-tua-baik-hati itu.
    Tapi tak baik hati pada siswa macam Alfa.

    -
    Alfa pun menjelaskan tujuan nya meminta Dave meminjamkannya kunci Osis. Dan seketika Dave menyesali keputusanya membantu Alfa.

    "Gara-gara kamu aku harus bohong sama orang tua. Dan ternyata kamu gunain kepercayan Pak Darus buat jahatin Orang!?" omel Dave jengkel.

    "Ini bukan balas dendam biasa Dave! Dia udah hampir buat hidung gue ini patah, terus dia juga bocorin ban motor gue. Sampe gue harus dorong tu motor berkilo-kilo ke bengkel, sampe kaki gue mau patah jg!
    Dan yang paling gak bisa gue terima! Dia malu-maluin gue di depan umum dengan cara nempelin tuliskan 'Awas! Gue badak yang suka nyeruduk' di punggung gue!" cerocos Alfa penuh kesumat.

    Mereka kini tengah mengikuti Ricky yang berjarak cukup jauh dengan mereka.

    Alfa begitu yakin Ricky pasti jalan kearah ruang Osis. Entah apa yang membuatnya begitu yakin.

    "Tapi kan-"

    "Ssshhttt.." dengan cepat Alfa menarik Dave kearah tembok di sebelah kiri mereka, menghindari Ricky yang sepertinya mulai curiga dirinya di buntuti.

    Setelah yakin Ricky tak lagi curiga Alfa dan Dave kembali mengikuti Ricky.

    Mereka bisa lihat Ricky mulai masuk keruang Osis.
    Dengan sigap dan langkah sepelan mungkin Alfa berjalan menyusul Ricky. Di pegangnya perlahan engesel pintu, untung saja Ricky saat itu tengah sibuk mengamati objek lain dengan seksama.

    Alfa tersenyum penuh kemenangan.

    BRAK!!

    "WOY!"

    Cekrek!
    Cekrek!

    Alfa tersenyum puas saat 'misi'nya berhasil dengan mulus.

    'Sorry, Yo. Tapi gue harap gara-gara kejadian ini kalian bisa balikan lagi. Dan gue gak perlu jadi bulan-bulana si sialan Ricky itu dan Bilal pun gak akan salah paham lagi' batin Alfa penuh optimis

    "Kamu yakin ini gak keterlaluan?"
    -

    #Flashback end

    Dave menghela nafas. Ia harap, Semoga saja Ricky dan Rio baik-baik saja.

    Fikiran Dave lalu beralih kepada seorang Ergha Ramada Bramastya, beberapa menit yang lalu Dave di beri kabar oleh 'seseorang' kalau Ergha kembali tak pulang kerumahnya. Dan Dave pastikan kalau pun dia pulang, keadaanya pasti akan sangak berantakan dengan ruam merah keunguan yang akan menghiasi wajah rupawan nya.
    Dave dengan cepat menarik jaketnya. Jika Ia tak memastikan keadaanya sendiri. Dave tak akan tenang.

    Dan sekeras apapun Dave berusaha tak khawatir, Dave akan tetap khawatir, dan memang selalu begitu.

    Kalau begitu terus bagaiman bisa kau melupakannya Dave?

    ***

    Kembali lagi keruang Osis.

    Ricky tengah berusaha melepaskan satu persatu kancing seragam Rio.
    Tolong jangan berfikir buruk dulu.

    Ricky melepaskan seragamnya hanya agar tak mengganggu kenyamanan Rio.

    Seragam itu telah basah oleh keringat Rio sendiri, ia bermaksud menggantinya dengan sweternya yang mungkin akan kebesaran di tubuh mungil Rio. Tapi setidaknya itu lebih baik dari pada seragam basah penuh keringat.

    Rio masih lemas, tak sepenuhnya sadar. Ia hanya bisa diam saat kini Ricky juga melucuti celananya. Menyisakan boxer putih satu-satunya benda yang kini melindungi benda terintimnya.

    Ricky berusaha sekeras mungkin tak melihat tubuh putih nan menggoda Rio. Berulang kali Ricky mengguk ludahnya, menahan gejolak aneh yang mulai berpusat di selangkanganya saat melihat ketidak berdayaanya Rio.

    Tapi untung saja rasional Ricky cukup kuat menghadapi 'godaan' di depanya itu.

    Ricky Segera memakaikan sweter hijaunya di tubuh Rio. Dan seperti dugaanya. Sweter itu kebesaran.

    Dan Rio tampak menggemaskan dengan sweter kebesaran itu.

    Ricky mencoba menghiraukan itu.
  • Ricky mengambil obat penurun panas yang ia dapat di tasnya dan sebotol air mineral di tas Rio.

    Eh? Tapi bukanya jika mau minum obat harus makan dulu ya.?

    Dan Ricky yakin Rio belum makan.

    Kembali di aduk-aduknya tasnya dan Ricky bersyukur saat menemukan roti melon yang tadi siang ia beli masih tersisa 3 buah.

    "Yo... Makan dulu ya?"
    kata Ricky selembut mungkin pada Rio yang kini tengah bersandar di pelukan hangat Ricky.

    "Ung..ngh...?" gumam Rio tak jelas.

    Ricky tau suhu tubuh Rio masih agak tinggi dan itu membuatnya khawatir dan ingin segera memberi obat penurun panas itu pada Rio.

    Ricky lalu mengangkat perlahan tubuh ringkih Rio menghadap kearahnya. Jadi sekarang Rio duduk di pangkuan Ricky hanya dengan tubuh terbalut sweter dan boxer. Ricky berusaha tak menghiraukan fakta itu.

    Kepala Rio langsung terjatuh dengan payah di bahu Ricky.

    Bisa Ricky rasakan sapuan panas nafas Rio di tengkuknya. Dan itu membuatnya meremang.

    Dengan segera di tariknya tubuh Rio, agar duduk tegap di pangkuan Ricky.

    "Makan ya, yo. Buka mulutnya." kata Ricky telaten sambil menyobek kecil roti bertekstur sangat lembut itu dan menyodorkan ke mulut Rio.

    Rio yang memang tak terlalu kehilangan kesadaranya, membuka mulutnya dan mulai mengunyahnya perlahan.

    Ricky tersenyum senang melihat itu.

    Seperempat Roti melon itu sukses mengisi perut Rio. Tak terlalu banyak memang, tapi itu yang penting Rio mengisi perutnya sebelum memakan obat.

    "Nah sekarang makan obatnya." Ricky mengambil satu tamblet yang tesisa dua di wadahnya itu dan di sodorkanya obat beserta air minerialnya.

    Tapi baru saja obat itu sampai di lidah Rio. Rasa pahitnya membuat Rio menyemburkan obat dan air itu dari mulutnya. Dan sukses mengenai wajah Ricky.

    Ricky terdiam dengan wajah basah.
    Kini penambilanya makin berantakan.

    Rio terbatuk-batuk dengan nafas tak teratur. Di tatapnya Ricky dengan pandangan sayu penuh rasa bersalah.

    Dirinya sungguh merepotkan Ricky, dan bukanya berterimakasih ia malah menyembur Ricky.

    "Ma-mhaa..f.." mengerti dengan apa yang ingin dikatakan Rio. Ricky hanya tersenyum tenang.

    "Tak apa. Tenang saja. Jangan merasa bersalah bergitu." kata Ricky sambil mengusap air di wajahnya.

    Sekarang Ricky harus memikirkan bagaimana caranya membuat Rio menelan obatnya. Masalahnya, obat itu tinggal satu.

    Kalau Ricky memasukanya kedalam roti melon ada kemungkinan Rio tak sengaja mengunyah obat itu dan di pastikan Rio akan memuntahkanya.
    Kalo obat di larutkan? Tak mungkin. Rio pasti memuntahkannya juga.
    Kecuali ada sesuatu yang menahanya agar tak memuntahkan obat itu.

    Tiba-tiba saja ide briliyan sekaligus penuh modus terlintas di fikiran Ricky.

    'Tak ada pilihan lain.'

    Dengan sigap Ricky mengambil obat itu lalu di masukanya kemulutnya beserta air mineral yang ia tahan di mulutnya.

    Ricky bisa merasakan rasa pahit obat mulai larut di mulutnya.
    Lalu dengan lembut di angkatnya dagu Rio mendongak kearahnya dengan bibir Rio yang sengata Ricky buka sedikit.

    Rio hanya diam menurut.

    Chup!

    Kedua belah bibir itu bertemu.
    Dan dengan segera Ricky membuka mulutnya mengalirkan air beserta obat di mulutnya, kemulut Rio.
    Ricky bisa merasakan panasnya suhu tubuh Rio saat ia dirasanya mulut Rio begitu panas.

    Rasa pahit mulai Rio rasakan. Ia akan memundurkan kepalanya menjauh tapi Ricky dengan sigap menahan belakang kepala Rio dengan kuat membuat tautan bibir mereka tak lepas.

    Dengan mata terpejam erat dan beberapa tetes air yang lolos dari sudut bibir Rio, akhirnya obat itu sukses Rio telan.

    Perlahan Mereka pun memisahkan kedua bibir mereka.

    Rio menatap Ricky dengan matanya yang terbuka sayu.
    Ricky merasakan dadanya berdesir hebat saat melihat itu.

    Apa lagi saat tadi bibirnya kembali bertemu dengan bibir lembut yang 2 minggu ini tak Ricky cicipi.

    Pandangan Ricky terpaku pada Rio. Di usapnya pelan air di sudut bibir Rio.

    "Obatnya berhasil masuk keperut kamu kan" ucap Ricky sumringah. Dan sukses membuat satu senyuman tipis terlukis di bibir Rio.

    Dada Ricky terasa di pukul-pukul keras. Jantungnya berdegup kencang melihat senyuman kecil namun mampu membuatnya melambung itu.

    Ricky mempertemukan matanya dengan sepasang mata sayu yang juga menatapnya dalam.

    Dada Ricky kembali berdesir hebat.

    Tiba-tiba rasa rindu mendesaki rongga dada Ricky. Ia rindu... Rindu akan wajah manis ini. Rindu senyuman itu. Rindu tatapan mata yang menatapnya teduh dan penuh cinta itu. Rindu harum khas orang di depanya ini. Rindu semua yang ada di diri orang di depanya ini dan Rindu akan Bibir manis yang selalu memabukanya.

    Jari Ricky bertahan di dagu Rio. Mengangkat wajah itu mendekat padanya, bersamaan dengan pelukan tanganya yang ia eratkan di pinggang Rio.

    Wajah mereka semakin mendekat.

    Dan disaat jarak mereka begitu dekat satu bisikan yang mampu membuat nafas Rio tertahan sedetik, di ucapkan dengan begitu luwes dari bibir Ricky.

    "Aku.. Merindukan mu, Rio.."

    Dan kedua belah bibir itu menyatu dengan lembutnya.

    Ciuman lembut yang mampu mengobati kerinduan mereka.



    TBC or END?
  • dilanjut aja bang!
    syukur kalo double R akur lagi, tapi kan masih banyak masalah dlm crita misal Alfa-Bilal yg blum bersatu & hubungan Dave-Ergha msh bermasalah
  • Lanjut terus
  • lanjutin dong kan masih banyak yg blm diselesaikan..
    gimana dengan Dave?
    hubungan Alfa jg blm ada kepastian dgn Bilal..

    masih nanggung dan gantung bngt ceritanya @lava
  • Apakah ceritanya dah tamat to @lava
    Makasih mantionnya
    :)
  • Aku tetep lanjut kok.. :)
  • Aku tetep lanjut kok.. :)
  • Tbc, tbc, tbc *bawa pom² heeee
  • Part ini puasss banget >.<
    apalagi couple ricky-rio bikin speechless bacanya
    Thank you kak @lava udah dimention
  • Part ini puasss banget >.<
    apalagi couple ricky-rio bikin speechless bacanya
    Thank you kak @lava udah dimention
Sign In or Register to comment.