It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Pertemuan kita kali ini terasa lebih spesial dengan kehadiran orang-orang yang juga spesial dalam cerita ini. Saling menguatkan pendapat adalah ciri khas dari cerita ini. Siapa nih yang pertama muncul hari ini ? Lebih asik kalau Rusli saja yang duluan, lalu diperjelas oleh yang lain. Ya kita serahkan saja waktu dan kesempatan yang ada. Asalkan cerita ini tetap akan berlanjut menemani bro semua.
P. O. V. dari RUSLI
Selamat pagi siang sore dan malam om-tante, abang/mas/uda/kakak, uni-mbak, dan rekan seperjuangan, semoga semua baik ya. Amin !
Aku hadir lagi nih untuk meneruskan perahu kita melaju kian jauh.
Sebagai kilas balik dari cerita kemaren, aku menjalankan kegiatan sehari-hari di rumah bapak tepatnya di tebing seberang. Besok aku ada janji dengan nenek di kota Jambi sehingga aku biasanya akan menitipkan kegiatan di dusun ini pada bang Mustafa. Nanda yang menjahit di kota muaro tebo akan kembali ke dusun berkumpul dengan anak-anaknya kala weekend begitu. Jadi, aku ada waktu yang luang untuk bertemu keluarga di kota Jambi. Kegiatan lain adalah memantau kondisi bang Ulzam dan menyemangatinya untuk selalu fokus dalam menjalani pengobatan.
Hari jum'at pagi adalah hari yang spesial di dusun kami. Anak-anak lebih melakukan aktivitas fisik di sekolah. Anak kak Anisa sedang menjalankan masa sekolah di SD. Satu orang anak Nanda juga begitu, satu yang kecil masih TK sama halnya dengan anak bang Mustafa. Jadi aku memanggil yang TK ini dengan istilah si kecil. Gadis-gadis cantik ini tidak banyak bicara, tapi lebih banyak tersenyum dengan ikhlas. Mereka mengerti dengan kalimatku. Kalimat yang ku sampaikan juga tidak memancing untuk berbantahan. Aku kasihan sama mereka, pada sosok mereka tercermin kisahku yang tidak beruntung pada masa kecil.
"kami berangkat ya om" senyum mereka
"iyo, sebentar lagi hujan tuh, kalau dapat bajunyo dak basah dan kotor, biar mamak kau gampang cuci nyo" argumenku yang sederhana tapi mendidik dengan tegas sebab akibat perbuatan
"beres om" janji dari mereka
"salamualaikum" kataku
mereka melambaikan tangan
Masa ini mereka masih beraktivitas seputar tebing seberang, masuk SMP mereka akan banyak naik perahu nuju jejak langkahku dulu.
Hmmmm sudah hampir sepuluh tahun yang lalu, tidak ada kepikiran membangun SMP disini. Padahal penduduknya sudah semakin banyak.
Sepertinya aku harus menyampaikan pendapat pada dinas pendidikan kabupaten ini. Semoga, dalam waktu dan kesempatan yang pas.
Dari kejauhan aku tatapi punggung mereka yang menghilang dari sebelah rumah orang tua Wulan. Sejak tamat kuliah dan kembali ke dusun ini aku belum pernah ketemu Wulan. Berdasar info dari orang tuanya, Wulan baik-baik saja dengan suaminya di Muaro Bungo.
Rumah papa Ridwan dekat SMP itu masih terawat dengan baik. Penduduk kepercayaan nenek dan Uwo senang hati merawanya, dan mereka dapat imbalan materi yang memuaskan setingkat kehidupan dusun. Pembaca akan paham ya apa Nanda tinggal disana ? tentunya tidak. Nanda terlalu takut dengan tatapan mata nenek dan Uwo akan jalan salah mama dan ayuk Anisanya pada bapakku dan papa Ridwan. Nanda hanya weekend datang ke rumah bapak dimana anak-anaknya ku rawat. Jelas itu lebih baik dan jauh dari gunjingan orang karena di rumah bapak juga ada bang Mustafa dan istrinya. Rumah bapak sekarang sudah sangat layak untuk dihuni dengan renovasi besar oleh papa Ridwan.
"mandilah Rus, tu dah ayuk buatkan sarapan pagi" kata istri bang Mustafa
"iyo ayuk, ini aku beresi dulu daftar setoran minggu lalu dari pekerja nenek"
"mandi dulu lah Rus, agek abang tolong ngetiknyo. oh yo bahan ceramah sholat jumat disiapkan jugolah Rus" saran si bang Mustafa
"ok bang, tolong ketikin angka-angka ini pada kolom nomor duo dan tigo yo bang usahakan jangan salah" ...
"yo sanolah mandi" persetujuan si abang
Aku bersegera mandi dan membuat penampilan ini agak beda, karena ini hari jumat saat aku ceramah di hadapan jamaah jum'at.
Setelah berpakaian rapi aku menuju meja makan
"ehem Rus, makin hari makin cihui bae penampilan kau" kata si ayuk
"apo tuh cihui yuk" aku berlagak tanya-tanya
"cihui tuh guaaannteng" balas si ayuk
"hahahha kau ini, iyolah cihui pak Mansur kan ganteng jugok" ...
"hadoh abang nie, lihat yang abang ketik ? " aku alihkan senyam-senyum mereka
"hahaha malu dia bang" ledek si ayuk
"hihihi kalian ini, tapi ok tuh yang abang ketik" kata ku
"cak yang penting bae" ledek si ayuk pada suaminya
"eeeee ayuk, coba yang setor satu juta lima ratus, lebih satu nol, jadi lima belas juta, kasihan pak kebon nyolah yuk, dari mano lima belas juta itu" ...
"hahaha anak akuntansi" ledek si abang
"itu benaran loh bang, kami biaso teliti dengan jumlah angka nol" ...
"emang angko nol berarti ?????" canda si ayuk lagi
"hahahah ayuk ndak pecayo " senyumku yang segera menyuap sarapan pagi
Si ayuk kemudian pamit untuk memulai cucian, ini waktu untuk dia mencuci pakaian. Biasanya jam-jam segini aku dikusi dengan bang Mustafa segala hal. Hal-hal yang menimpa pekerja. Ada hal baik yang mneimpa, ada hal buruk juga tentunya, atau mencari solusi untuk membuat nenek jadi tenang. Yang terpenting ya ini nenek sebenarnya yaitu mamak dari bapakku serta mammak kandungku dengan pak etek.
om-tante, abang/mas/uda/kakak, uni-mbak, dan rekan seperjuangan merasa kali ya aku meninggalkan mereka ? tidak begitu, aku tidak seperti itu. Mereka yang ga mau aku ganggu, nenek muaro tembesi ok lah tapi beliau juga dapat pengaruh dari bibik dan suami bibik yang jualan di pasar muaro tembesi itu.
"lumayan bagus Rus perkembangan jualan mamak dan pak etek kau" ...
"ya baguslah bang, tanyo aku dak mamak dan pak etek ?" ...
"idak, hahahhaha" kata si abang, santai amat abang ini, mamak kandung loh bang ga cukup dengan hahahahah begitu
"napo abang tertawa ? apa itu lucu ?" ...
"aduuuh maaf Rus, bukan maksud abang begitu" ...
"iyo bang, carikan bang bahan sayuran yang bagus dari kerinci, abang agak bersuara saja, ehhh sayuran mamak segar dan agak murah, insyaallah akan di dengar pembeli. Itu ilmu dagang bang" ...
"kau serius Rus ?" ...
"untuk mamak dan pak etek harus serius lah" ...
"kalau gitu kato keponakan ku yo laksanakan" ...
"masih cukup yang ditabungan abang ?" ...
"lancar Rus kiriman dari pak Ridwan, yo agek aku bilang Rusli ngasih mamaknyo" ...
"mokasih yo bang" ...
"duuh kau nih Rus, moga mereka secepatnyo nerimo kau" ...
"aiiih abang neh, anak kandung yo diterimo lah bang, waktunyo yang belum pas, jadi dak biso kito pakso" ...
si abang termenung
dia memandangiku dalam mengunyah sarapan pagi
mungkin si abang tidak ada pengalaman dibuang oleh mamak kandung. Tapi itu bang, yo jalan hidup sendiri-sendiri.
kami terperangkap oleh suasana hening dan berfikir sesuai dengan apa yang kami masing-masing rasakan.
"boleh dak seskali abang bawa mereka kesini ?" ...
"oooo nanti mereka merasa punya rumah ini, lalu abang diusir pak etek hahahaha" sekarang giliranku guyonin si abang, dari tadi aku terus yang dimainin
"yo.... ndak apo, kini kau yang ketawo" dia tersungut-sungut
"abang mau tinggal di mesjid lagi ? hahahahha" ....
"napo tidak Rus ? ini kan bukan rumah abang" kata dia mantap
"asik jugolah bang, kalau benaran itu ide abang, pasti papa Ridwan pulang kampung, dan meninju pak etek dan papa segera berdamai dengan nenek, wahahah" aku begitu bahagia dengan hayalanku
"banyak mimpi kau nih, masa caronyo kasar begitu, ndak enak samo nenek kau" ...
"hahaha kan aku meneruskan ide abang" ...
"kalau cak itu, lupokan ide itu" ...
"iyo betul itu, aku jugok dak galak mereka kesini senyum-senyum setelah dulu mereka pergi dan membiarkan rumah bapak tak berpenghuni" ...
bang Mustafa mengerlingkan alis matanya dan berfikir.
Aku masih asik dengan sarapan yang enak buatan istri bang Mustafa. Lagian ide aneh memang. Kalo aku sekedar berkunjung dan pura-pura senyum di muaro tembesi ya ok lah,
kalo mereka yang kesini dan mengusik ketenangan itu tidak benar.
Ada harapan anak kecil yang tidak berdosa akan mereka renggut. Ujung-ujung mereka akan berkata usir mereka dari sini, padahal anak anal kecil ini masih akan terus bersekolah.
yah .... om-tante, abang/mas/uda/kakak, uni-mbak, dan rekan seperjuangan makin paham alasanku untuk bertahan di susun ini.
Nenek juga selalu berkata begitu di telpon, tapi selalu bisa aku damaikan.
Hingga bang Jasri selesai spesialisnya dan ada kemampuan untuk mendidik keponakannya. Jika itu sudah sampai masanya, firasatku mengatakan bahwa Nanda juga akan segera pergi menghadap Tuhan dengan tenang menyusul mamak dan ayuk Nisa nya. Hingga saat ini Nanda masih bertahan dan masih bersemangat hidup sambil menunggu abang Jasrinya.
Kalau tidak sabar, maka menitik air mata ini memikirkan nasib Nanda ditambah lagi nasib bang Ulzam. Tetapi aku sadar titikan air mata tidak memecahkan masalah. Aku berusaha senyum, mudah-mudahan mereka juga senyum semua, dan suatu hari nanti keluarga Jambi, keluarga muaro tembesi, dan keluarga muaro tebo benaran tenang tanpa gejolak api dalam sekam.
Dari luar, masyarakat melihat titisan keluarga kami begitu damai, kalau diselami lebih dalam, hmmm masyarakat tidak pernah tahu.
"yo lah Rus, habis setoran agek, kami mau belanja-belanja ke muaro tebo ye sambil ketemu Nanda, kau jadi subuh besok ke Jambi ? " ...
"iyo jadi bang, aku lah janji samo nenek, iyo happy-happy sajolah abang dan anak-anak belanjo" ...
"ayo Rus, kito bersih-bersihkan mesjid" ...
"ayo bang" ...
Tak lama kemudian kami sudah berada di depan mesjid, melihat itu anggota masyarakat juga berdatangan untuk membantu.
Kami berame-rame di halaman mesjid dan kami kipaskan debu-debu di karpet, menjemurnya sementara waktu mumpung hujan belum turun.
Yang lain mengepel lantai mesjid dengan leluasa karena karpetnya sedang kami serfis di halaman. Ada juga memenuhkan air pada bak wudhuk.
Bahkan ada juga yang membersihkan kamar mandi.
"mas Rusli" sapa seorang bapak. Bapak ini adalah pekerja yang rajin yang di datangkan nenek untuk membantu membuka kebon sawit dan karet di hutan belakang. Ya baru, saat dulu aku masih berdiam di Padang untuk kuliah.
"oh iya pak" balasku
"jarang ketemu" kata dia khas logat jawanya yang sopan
"yah bapak berkebon, tapi hari ini sepertinya jumat spesial" ...
"hahah bisa aja mas Rusli, kebetulan subuh tadi bapak jual karet ke jembatan gantung" ...
aku mengerutkan kening, karena biasanya ada yang menjemput dan membeli ke kebon
"capek kali pak kalo jauh ke jembatan gantung" pancinganku untuk mengorek sesuatu" ...
"ini ada teman saja yang lagi butuh banyak karet, jadi bapak tolong" ...
ooooo begitu
"berarti hasil minggu ini berlimpah ya pak, alhamdulilah" sindirku mancing juga sih hahaha
"ya bagus hasilnya mas, ini kalo bisa langsung bapak setor" ....
"hahaha jangan pak, di rumah bang mustafa saja ya pak habis jumat nanti" ... hihi secara mereka tahu itu adalah rumah bang mustafa yang merenofasi
"baiklah mas Rusli" ...
"Yo, oh pak, tadi kue-kue lengkap dak si warung samping jembatan ?"...
"kalo hari jum'at yo lengkap kue nya mas" ...
"kalo begitu, ini duit belilah semua untuk kue dan air minum, biar habis kerja bakti nih ada yang bisa kita makan" aku keluarkan beberapa lembar uang
Bapak itu segera memacu motornya dan membeli kue-kue itu.
Aku lanjutkan dengan mencabuti rumput-rumput kecil di halaman mesjid mumpung tanahnya masih gembur oleh air hujan, jadi mudah mencabutnya.
"Rus, dah kering nie lantainyo, kito angkat karpet ?" kata tetangga yang nolong pembersihan ini
"boleh pak, ayo kita angkat rame-rame" saranku
Penduduk lain segera menuju halaman
Hanya sebentar kalau dikerjakan rame-rame. Karpet bersih dari debu, maka penyebab batuk dan alergi berkurang, itu bagus untuk musim penghujan dalam hal kenyamanan beribadah. Terkadang tidak hanya materi dakwah yang harus dipersiapkan, kondisi sarana dan prasarana saat berdakwah juga sangat menopang.
Selesainya kami menjalankan ibadah, kami balik ke rumah masing-masing.
Di dalam rumah, biasanya kalau hari jumat anak-anak kecil dengan bahagia kami pulang sholat dan dilanjutkan dengan makan siang bersama. Ini salah satu didikan bang Mustafa yang teramat baik. Dulu anak nanda dan kak anisa tidak merasakan ini karena mereka tidak punya bapak. Ayuk sudah masak gulai telor dan goreng ikan nila, oh sedapnya ketika dipadu dengan nasi mengepul dan sambel ijo.
Kami makan bersama di meja makan, bahagianya melihat keluarga besar ini, kalau ada nenek sekarang, mungkin akan menyentuh sisi hati terdalam dari nenek
"om ado PR bahasa Inggris, kata anak kak Nisa" ...
"ado pulo anak SD blajar bahasa Inggris" guyon bang mustafa
"oi adolah, pacak bae kau nih, zaman kito yo dak ado, sekarang lain" kata istrinya
"hee bapak pacak omong bule ?" tanya anak yang satu jagoan karena yang lain adalah gadis cantik hahahah
"pacak aku oh yes oh no i lope yuuu" candanya makin jadi
"hahahah" sorak para anak kecil tapi istrinya tersungut-sungut merasa anaknya diajarin ga benar
"dah kalian tuh, belajarnyo minta om Rusli bae" ...
"iyo mak" jawab anak-anak
"agek malam belajarnyo, kito ke pasar dulu" ingatan dari anak bang Mustafa hahahah bisa saja.
"iyo agek malam, ajak bunda Nanda jalan-jalan jugo yo" nasehatku
"iyo om" kompak mereka
Tak lama kemuadian bapak yang rajin tadi di mesjid dan beberapa penduduk yang dipekerjakan nenek sudah masuk rumah untuk setoran. Tapi sebelumnya mereka makan karena belon makan siang. Nanti balik ke rumah hari sudah sore
"yo lah mokasih yo Mustafa dan Ana makan siang nyo, kami mau jalan-jalan ke pasar" kata mereka
"wahaha katanya mau balik pulang ? kalo gitu makan di pasar bae" senyumnya bang Mustafa
"jadi kau dak ikhlas ??" ...
"hahahah ikhlas kok pak, jangan ambil hati, bang mustafa becanda" aku segera mendamaikan dalam tawa, emang lucu mereka ini.
Masih banyak penduduk yang silih berganti untuk setoran
Ada juga yang belum
Ada juga yang nitip
Total seluruhnya adalah 50 pemegang. nenek yang punya lahan mereka membantu kelola, nenek hanya minta 50% mereka 50% banyak di sini pengusaha berani paling hanya 60% 40%, ya beda dengan tingkat kemampuan nenek, secara nenek dikata pengelola kampung halaman jadi tanggapan masyarakat akan beda dibandingin pengusaha pendatang. Banyak dari pengsaha itu nenek yang menolong, toh hasilnya juga masuk ke pabrik pengolahan milik nenek. itu saling menguntungkan secara hukum ekonomi.
Jadi aku masih nunggu beberapa orang lagi berdasarkan kesibukan, bahkan ada juga pas magrib nanti baru datang.
Jam 4 sore selepas sholat ashar aku lepas anak-anak, ayuk, dan bang Mustafa menyeberang sungai nuju tebing SMP untuk lanjut ke kota muaro tebo. Lengkap persiapan mereka terutama payung menyambut hujan yang bisa saja kapan-kapan turun.
"pegangan yang kuat dek, jangan goyang-goyang" kalimatku
"hahah goyang-goyang" mereka tertawa sambil menggoyangkan badan
"eeehh jangan gitu, ntar jatuh" aku agak khawatir
barulah mereka berhenti ketika mesin perahu nyala
"asalamualaikum om" sorak mereka
"alaikum salam, sampai ketemu nanti" kataku
"kami jalan dulu yo Rus" abang dan istrinya juga pamit
aku lambaikan tangan untuk mereka, semoga menyenangkan sore kalian ini. Keudian aku kembali menatap tangga di tebing, sudah semakin kokoh
Ada arti sendiri bahwa aku akan lancar menaiki tebing ini, dulu tebing ini begitu terjal. Hingga aku harus e Padang untuk menghindari efek terjalnya.
Semoga tidak ada lagi tebing terjal yang lain, amiiinnn
Doaku serasa disambut Allah dengan semilir angin menerpa rambutku, adem sekali. Dari atas tebing aku lihat perahu itu dengan wajah penuh senyum di atas nya.
Makin lama perahu itu makin kecil hingga mencapai tebing sana.
Indah sekali.
bapak apa senyum saja dalam alam kuburya ? ini kondisinya jauh lebih baik bapak, dibandingin waktu aku SMP dulu.
Barisan kedondong jantan ini begitu rapat, meskipun tidak diharapkan untuk berbuah, tapi kedondong ini telah kuat memagari agar tanah tebing ini tidak longsor, inilah nasib kedondong jantan, seperti sindiran bagi nasibku, yah kedondong jantan !
Mataku tak lekang menatap pemandangan indah, tampak atap SMP di seberang sana, dimana aku bersekolah dulu.
Bapak dulu juga sering memandangiku dari kejauhan saat aku berjalan berdua Wulan menuju sekolah itu.
Tenyata nasib bapak tak jauh dari nasib anak, maka sebelum ini berakhir aku ingin sesuatu yang berubah.
Sifat mengalah bapak yang santun akan aku poles jadi sifat penuh strategi. Tidak mengajak musuh terang-terangan, tapi aku belokkan musuh untuk menatap kebenaran dengan santun.
Kehandalan ini telah aku asah bertahun-tahun selama di Padang dulu, selama aku dididik oleh dosen-dosen kampus, dan buya di perguruan agama.
"Mas Rusli" lamunanku terkaget
"oh ya Pak" ...
"lagi natap apa ?" ....
"hahahaha tadi bang Mustafa dan anak-anak menyeberang Pak, aku tatap" aku ngeles
"hehe jadi ga enak mas Rusli ga pergi karena nunggu kami" kata istrinya
"hahaha ga apa bu, itulah tugasku dari nenek" kataku senyum
"neneknyo cantik cucunyo ganteng" kata istrinya lagi
Anak mereka seumuran SMA senyum-senyum mandangku, hmmmm awas kau ku tendang, hahahaha. Sebelum itu kejadian hahahah aku ajak aja mereka ke rumah untuk pembukitian setoran.
Kami berjalan dengan santai dalam suasana yang sangat sejuk karena dari pagi oiii mendung saja.
"silahkan" kataku
"asalamualaikum kata mereka ketika masuk rumah" ...
"alaikum salam, ini ga sekolah ?" sapaku
"lagi bantu mamak nimbangin karet kak" jawabnya
"waaahhhh panen besar ya, rata-rata tadi juga begitu, alhamdulilah" ...
"iya alhamdulilah berkat doa mas Rusli" ...
"tapi alangkah baiknya jumat sabtu juga sekolah, SMA mano ?" tanyaku
"hahah dia ini ga niru kak Ruslinyo" kata mamaknya sambil tertawa
"hmm SMA muaro Tebo" ugghhh langsung saja aku teringat bang Sudi anak si etek yang pro nenek muaro tembesi
"iyo muaro Tebo" kalimatku meluntur hilang
"kak Sudi jugo SMA tebo" kata si anak, nah loh habis kau samo si Sudi
"oh yo bang Sudi" basa-basiku
"kakak daj kenal kak Sudi ?" ...
"kenalah dulu waktu SMP aku pernah diajarnya jelang naik kelas" ...
"oh akrab yo ?" sergah mamaknya, si bapak diam aja dari tadi banyak nyimak aja
"dulu lumayan, tapi kakak pindah SMA di jambi samo nenek, dan kuliah di Padang" ...
"iyo kak: jawab si anak
"kuliah kemano dia nanti ini bu ?" ...
"kalau biso cak kakak Ruslinyo" ...
"hihihi yo OK, harus lebih rajin" sindirku, apa iya ??? hahahha
"iyo kak" jawab asal dari si anak
Lalu selelsailah acara setoran itu, bisa aku simpulin iyah panen lagi baik setelah setahun musim kemarau panjang, sekarang petani dapat karunia
untuk pertanian tentu air hujan lebih baik dari pada musim asap kabut bakar-bakar.
Pagi subuhnya, aku diantar bang Mustafa dengan motor lewat jembatan gantung nuju simpang jalan ngarah ke tembesi dan kota Jambi.
Di simpang itu biasa aku ditunggu oleh supir papa Ridwan. Karena supir ini terlalu pro sama papa Ridwan, jadi dia tidak dipakai nenek, nenek mencari supir lain hahahahah, jadi yah dia lebih banyak di proyek dan di suruh papa untuk memantau kondisiku di dusun. Aku tambah pendapatannya dengan antar jemput kebutuhan adm dan yah itu menyerahkan pendapat Buya berupa tulisan untuk koran.
"assalamualaikum Mustafa" kata sang supir
"alaikum salam pak Hamid, hati-hati yo, nih neneknyo lah kangen ngajak bebala" canda si abang
si supir senyum
"Uni tuuuuh cak itulah, lah cukup sabar si Ridwan tu" pendapat dia yang benaran pro sama papa
aku sergah
"ohh sabar ? pak Hamid sudah berapa kali kena amuk ?" ...
"hahahahah tapi lebih serem diamuk uni" ... dia manggil nenek dengan uni = kakak perempuan atau yang ditua kan
"makanya pak Hamid ga usah muji-muji papa, mau kena amuk ? aku sih tenang bae" ...
"wooooy kau nih, bukan cak itu" si supir ngomel komat-kamit wiwiwiiii
"hahahah ya sudah lah, Rusli dak baik begitu" ultimatum si abang
Datanglah tergopoh-gopoh mamak si bang Sudi dan jejeritan suara lengking king king merusak kekompakan kami hihihihi
"ondeeehhh Hamid, baa kok dak ngopi di warung aku ????" ... jiaaah siapa yang mau, dulu etek ini baik loh, ga tahu aja suka nerima asutan
dia tercekal ketika lihat sudah ada aku dalam mobil
"ohhh Rusli, etek kok dak ditegur lagi" ...
aku hanya senyum dan jawab penuh diplomatis
"kan yang etek ajak biacra pak Hamid ? ntar aku dituduh campuri urusan keluarga etek" sambil senyum tapi sangat menusuk, bang Mustafa suiap-siap untuk hal yang tak enak
"dah hebat kau ! tolong bilang ke papa kau, Sudi butuh toko buku yang dulu" ...
dan ini giliran bang Mustafa
"Bukannyo anak etek yang mau mandiri dulu, jauh dari pencemar kampung" ...
semua terdiam
"kalau pencemar kampung, yo terlalu mulut kau ! Waktu di Padang Rusli biaso-biaso sajo, malah belajar jadi imam di Padang Panjang" laporan pak Hamid
mata si etek membelalak
"ndak usah ang ikut-ikut, siapo tu pencemar ?, tadi aku mau ngasih sarapan pagi kini ndak jadi" orang aneh emang, mau ngasih tapi ndak ikhlas
"yo sudah memang mulut etek bilang Pencemar, lagian mereka sudah dibekali bini ku, tenang bae si Ana ikhlas "
dia terdiam
"yolah ndak baik pagi-pagi ribut, aku jalan ke nenek dulu yo tek" aku pamit
dia mendehem
ya sudah aku ga mau ketular aneh wahahaha
"salamualaikum bang" kataku
terlihat dari jauh bang Mustafa membonceng paksa si etek, hahahaha, ngomong ga ya ke papa ? apa iya papa masih mau ngasih anaknya toko buku ? hmmm lalu aku terkaget
"hoyyyy melamun bae kau" ...
"heheh napo pak Hamid dak nunggu di warung etek, makonyo heboh" ...
"duuuh ndak enak aku samo sikapnyo, ado apo sih Rus ? jadinyo lebih baik nunggu sini bae kato Mustafa" ....
"ndak tahu tanyo sajo dia, aku merasa ndak ado masalah kok. Ini bibik muaro tembesi dulu yang cerita-cerita" jawabku
"hmmm masalah keluarga ternyato" ...
"yo Pak, masalah pencemar dulu, hingga pak Hamid ngantar nenek ke Padang, hahahahah" candaku
"oh cak itu" ...
"makonyo lebih baik tanyo etek itu sajo pak" ...
"yolah, eh tapi hari kamis aku temu kawan kau waktu di padang dulu. Anak tu gawe di koran kau ngirim tulisan tiap seminggu" ...
"yo iyo" ...
"yo iyo apo ? masa sama teman wajah kau datar bae ????" ...
"aku lah tahu, ditempon orang koran, yo aku bilang yo kawan" ...
"tunjukkan orang Jambi tu Ramah Rus, sambutlah kawan rantau" ...
"sudah, aku sudah telponan dengan dia hari itu" ...
"telponan ????? terus ????" desak si bapak
yaaaaaaaa terus yaaaaaa RAHASIA apa yang kami telponkan, seperti keinginan bang Fikri hahaha
tunggu sambungannya sambil smile
Ngemeng2 da, kok yang sekarang agak belepotan yo. Berasa kayak bukan uda saja. Semangat yo da nulisnya, sehat selalu
Makasih mas AWi dan mas Kikyo. Sepertinya kalian berdua, mbak gadis, mami, locokol, lulu, saja penggemar Tebing Terjal dan aku duduk manis karena mengingat mas Awi dan mas Kikyo mbaca malam minggu.
Tapi aku kangen sama mas WYATB, mas Arieat, mas Balaka, mbak wati, abang gelandangan dll
Itu abang lah yang ngetik mas Kikyo, karena pola kalimat dan bahasa abang sungguh khas, karena aneh, hahahah
abang lagi flu meler-meler di kota Jambi lagi tugas. Kadang saking cepatnya ngetik huruf yang berdekatan terpencet atau belon terpencet sudah abang spasi hahaha. Atau mengetik kata yang terbalik, letak aneh abang disana ambo jadi mabo dll doni jadi dono karena letak i dan o berdekatan
makasih bang updatannya
masih sibuk ya bang.
semoga senyuman terus ada di bibirmu bukan tangisan ya
Wahaha semoga masih lah ya.
Kebetulan asik sekali hari libur kali ini di siang hari, aku bisa duduk manis di depan laptop untuk merangkai penuturan Rusli dan kawan-kawan yang hampir terlupakan.
Meski tidak lancar, aku jamin kisah ini akan terus mengalir seperti janjiku yang sudah terpatri sebagai bentuk dari komitmen.
Bisa dikatakan sekembalinya Rusli ke dusun, banyak kegiatan yang ditatanya untuk kedamaian warga dusun, anggota keluarga mantan istri pak Ridwan, dan juga keluarga nenek kota Jambi. Tanpa memikirkan kepentingan dirinya dan apa yang jadi hak pribadinya.
Pada cerita terakhir diketahui bahwa kala itu Rusli sudah menuju rumah nenek Jambi untuk berweekend dan untuk beberapa kepentingan lain. Kita semua juga masih menunggu keterangan mengenai apa yang Rusli dan Fikri perbincangkan dalam telpon itu ? hihihi
Udah pada ga sabarkan ?
Ayolah kita serahkan waktu pada Rusli, silahkan Rus
P. O. V. dari RUSLI MANSUR
Selamat libur om-tante, abang/mas/uda/kakak, mbak-uni, dan rekan-rekan seperjuangan. Semoga semua bahagia ya.
Ini aku hadir lagi untuk melanjutkan kisah yang terpenggal beberapa bulan yang lalu karena komitmen yang tinggi dari bang Eton, saking tingginya dia hanya sibuk dengan dunia bisnis di Jambi hahahahha, masih betah di Jambi bang ? ntar ditanyain kapan ke Bukittinggi ???? ada siapa di Bukittinggi ????
Sekitar tiga jam lima belas menit aku habiskan untuk menempuh perjalan menuju rumah nenek. Di pagi jelang siang hari Sabtu itu, aku kembali menapakkan kaki di halaman rumah nenek.
Sebuah rumah besar namun tidak sebesar hati yang menghuninya. Si anak sibuk dengan dengan keinginan pribadi, si mamak sibuk dengan urusan bisnisnya. Sejak sikap papa Ridwan momvonisku begitu kejam aku sudah pahatkan dalam hati bahwa dia bukanlah bapakku. Itu benar sekali, karena Bapak kandungku sudah berpulang waktu aku SMP dulu.
Namun untuk melawan papa Ridwan jelas itu adalah dosa besar. Jadi aku ambil posisi yang sangat aman yaitu agak jauh dari semua ini.
Meski jauh, aku tidaklah mneinggalkan perusahaan nenek, dari dusun di muaro tebo pun aku turut menggeliatkan aliran uang ke kas nenek seperti yang telah dirintis oleh almarhum bapakku.
Waktu merangkak maju, dan urusan bisnis keluarga inipun makin bertambah, makin semarak, dan makin rame. Dulu sebelum aku berangkat ke Padang untuk kuliah, halaman kanan depan masih berupa kebon aneka sayuran, sekarang sudah direnovasi jadi halaman parkir untuk pelaku bisnis dengan nenek.
Parkiran itu begitu penuh, dan tentunya parkiran untuk yang punya rumah akan dijaga oleh pak satpam. Mobil papa Ridwan yang disetir oleh pak Hamid ini menuju parkiran keluarga. Disamping mobil nenek dan uwo, terparkir mobil putih. Aku pernah lihat mobil ini sekitar 4 setengah tahun yang lalu sebelum aku berkuliah di kota Padang. Yaaahhh tapi sudahlah, siapa tahu ini mobil mirip. Ke khawatiran hanya muncul dari perasaan yang terhimpit.
Ya riuh sekali, seperti hari Sabtu yang cerah, namun ini lebih dari biasanya, ada apa gerangan. Berat langkah ini menuju keramaian itu. Setelah itu aku berbelok saja ke samping nuju tangga untuk ke lantai dua, dimana ruang tamu dan kamarku berada. Suasana ini mengingatkan ku pada suatu hal.
“eeeee si Rusli, ditunggu disini, kok langsung ke atas” seru nenek dari tangga dalam lantai satu
“oh yanek, aku agak sedikit capek” alasku
“ya ayoklah kesini, banyak yang mau ketemu. Dari universitas kota Jambi” ….
“Aku tak ada kawan dari universitas itu ! iya nek tunggu ya aku luruskan pinggang dulu” kok bawaanku menjawab jadi ketus
“kesinilah Rus, mereka butuh pendapat kau” …
Akhirnya aku turun juga
“ohhh abang Rusli ternyata masih muda yo” sorak mereka, mmhhhhh agak menjijikan. Apa aku setua itu dalam hayalan mereka wahahahah
“manusia dinilai dari kapabilitasnya, bukan dari umur” nasehat Padang Panjang mulai bergema
Mungkin banyak yang tersindir, aku hanya berkata apa adanya
Ada dua kelompok, satunya masih asik dengan perbincangan uwo, geromblan ini dihandle oleh nenek. Iya ini rombongan mahasiswa. Sejak kapan nenek kenal dengan mahasiswa ? Ini pasti ada sangkutan dengan orang tua mereka yang kenal dengan nenek.
“Kesempatan ini kampus kami dipercaya untuk kegiatan Sumatra” kata salah seorang
“kegiatan apo?” tanyaku
“kegiatan yang kampus abang selalu menang” …
“eeh kampus aku banyak menang, ini kegiatan apa ?” …
“urusan dengan suara dan alat musik” …
“ooo musik kampus ? tapi sekarang abang dah tamat, jadi tak mewakili kampus manapun” jawabku diplomatis
“kami hanya ingin ilmunya” …
Datang saja seseorang dari gerombolan sebelah yang membuat kelabu pandangan mata lalu dia ikut bersuara
“saya pernah nyaksiin Rusli bela kampusnya bermusik kampus” kata si suara itu
Nenek senyum sambil berkata
“nah ini yang datang Rus” kata nenek
Yaaaa tuhan, benar perasaan tak enak tadi, benaran ini yang datang.
Itu adalah mobil papa mas Wiji. Papanya ini masih tugas di ladang minyak prov. Jambi pastinya. Tetapi, apa urusan mas Wiji datang ?
Aku segera tersadar dan menata sikap dengan apik
“Oh mas Wiji, selamat hidup bary ya” …
“dah telambat elu kali Rus” kata dia
“Dulu aku wakilin sama papa, jadi ga ada yang terlambat” aku balas dengan politik tingkat tinggi
Dia terdiam dan kelu tatkala aku sebut kata-kata papa
“ngajak perang amat elu, nih dah gue bawa Anita gue kenalin dengan keluarga elu” …
“hahaha itu urusan pribadi mas Wiji, kok seolah kami yang ingin kenal istri mas Wiji ?” aku sangat bingung dengan sikap dia ini selalu seenaknya. Siapa yang membuka wacana kami ingin kenal sama istrinya ?????
“bingung aku mas, aku tak ingin kenal tuh sama istri mas, nenek dan uwo kali mas” kalimatku
yang langsung disambut oleh uwo
“iyolah Rus, anggap saja nyambung silaturahmi yang baru dengan bertambah anggota keluarga” jawab uwo sambil berjalan mendekat ke arah kami duduk
Nenek terdiam
“heheheh tadi kato papa kau, istri kau yang ingin tamasya ke Jambi, bukan kami jadi alasanyo” kali ini nenek lebih rasional
Para mhs itu berpandangan, urusan mereka seakan disambar oleh keluarga yang mengacau. Lalu salah satu mhs itu kembali berkata
“Jadi bisa atau tidak bang ?” …
“bisa” jawabku untuk menjauh dari kegiatan mas Wiji dan keluarganya, aku akan membantu mhs ini serta urusan mesjid Raya kota Jambi akan aku utamakan jelang magrib ini jelang makan malam bersama yang diharapkan nenek
Setelah itu urusan kembali ke pihak masing-masing
Aku jugabenaran butuh sekedar dan sejenak istirahat meluruskan pinggang setelah agak capek dari muaro Tebo.
Aku tidak akan terpancing oleh si perusuh. Kecurigaan nenek yang kupertaruhkan. Biar nenek selalu percaya, bahwa aku tak ada urusan apa-apa dengan mas Wiji seperti yang dituduhkan papa Ridwan.
Selama ini rasa sayang nenek selalu di atas perasaan curiganya.
Seharusnya tak perlu curiga juga, siapa yang berhubungan dengan orang ini ? kalau bukan anak kandung nenek ini.
Keinginan egois ini ternyata tak kulaksanakan tatkala mau naik tangga, aku menatap seorang gadis yang duduk sendiri sambil semyum melihat suaminya dan mertuanya asik ngobrol dengan uwo. Aku surut
dan sekedar melihatkan bahwa orang Jambi itu adalah sopan.
“selamat siang mbak Anita, apa kabar ?” …
“ohh ini cucu nenek ya ? kamu cakep bangat” …
“panggil aku Rusli” …
“ya, kamu temanan dengan Wiji ?” …
“tidak mbak, mama dan papa mas Wiji adalah rekanan bisnis nenek dan papaku” …
“oh iya, papa kamu datang loh ke pernikahan kami, kenapa kalian tidak ?“ …
Banyak kehendak kau nih ! dah syukur ada yang lihat
“dah ada papaku itu wakil keluarga, lagian mbak tahu sendiri kesibukan keluarga kami. Tidak mudah untuk pergi ke Semarang ninggalin segudang urusan disini” …
Hahahah sama saja dengan mas Wiji ternyata emang jodoh ya dapatnya dengan sifat yang rada-rada bikin keki orang lain, agak nyesel juga nyapa dia ini, mendingan aku naik ke lantai dua tadi sekalian
Lalu aku berlalu dengan berusaha membuat fikiran jadi ringan.
Setengah jam kemudian saat mata terkantuk-kantuk, aku tersadar oleh percakapan beberapa orang
“sini pak rendangnya, dan sayur urap nya tolong tata ke piring ini” …
“baik mas” …
Seberkas suara bang Ulzam, sejak kapan bang ulzam jadi pengusaha restoran hahahhaha
“napa senyum Rus?” sapa dia
“tahu aja abang ada tamu rusuh datang, jadi harus disambut hidangan mewah” …
“jiah ngapain ? aku sih sama nenek mau nyambut kamu” …
“wkwkwkwkw dari muaro tebo bae kok disambut-sambut, aneh” sorakku
“hmmm jadi elu ga merasa jadi orang yang spesial ?” ledek bang Ulzam
Tuk tuk tuk tuk
Terdengar langkah kaki seseorang menuju lantai dua ini
“kalian tuh norak tahu ga ???? pake cekikikan” ….
Kami terdiam sambil mencibir
“apa yang kalian anggap lucu?” …
“itu urusan kami berdua, ga usah kebanyakkan kepo ! tuh ada yang lagi merana di Serpong hingga tega musuhan dengan mamaknya” sindirku
Bang Ulzam senyam dan senyum serta senyim apa lagi tu
“papa elu aja yang ga bisa move on” sambar dia dengan sangat kejam
Bang Ulzam sungguh sangat berubah dalam rasa sakit yang ditanggungnya dia hanya berkomen dengan sangat sabar
“Ji, jangan enak uang saja, kalau ga mau jangan ambil uang dari dia” kalimat bijaksana dari bang Ulzam
“emang ada sumber uang yang lain ? elu mau ga ngasih sedikit keuntungan usaha elu?” …
“elu mah Ji, seberapa pun uang ga cukup bagi elu” …
“dah paham elu gue gimana, jadi jangan banyak komen” …
“maaf ya mas, tapi perkataan mas yang barusan sungguh tidak berpendidikan, kalau mas ga segera pergi dari sini, akan ada keributan di rumah orang” nasehatku secara halus biar aku kembali tenang seperti bayanganku dari muaro Tebo tadi.
“gue bisa saja pergi, tapi papa gue masih ada urusan disini, jadi gimana dong?” balasnya dengan santai
“nanti akan da lagi yang main tangan, gimana ya kabar wajah bang Jasri ?????” sidiranku makin kejam
“hahahahha elu Rus ? elu mau tahu kisah kami berdua ? itu murni bukan tangan gue yang mukul, tapi tangan papa elu” ….
Wajah kami berdua penuh tanda tanya? Apa benar seperti kecurigaanku ? bang Jasri sudah kenal dengan mas Wiji jauh sebelumnya seperti yang kutulis setahun yang lalu. Bang Jasri dapat bukti dengan mudah untuk menjatuhkan was Wiji di mata keluarga nenek. Sampai sekarang, sejak bang jasri dipukul, bang Jasri menghilang ke Palembang alasan emang lagi kuliah spesialis dokter
“ga usah bawa-bawa orang yang ga salah Ji” saran bang Ulzam
“tapi yang barusan gue ceritain itu benar, tanya deh papa elu Rus” kata dia lagi
“santai saja Rus ga usah dengarin, sudah makan nanti mereka juga akan pergi, sudah kenyang harus tahu diri” bela bang Ulzam agak melucu huhuhu
“Zam, sepertinya hanya elu yang tamu asing ?” ledek mas Wiji
“eeh jangan salah elu, sekarang gue dah jadi bagian dari keluarga sini” …
“kalo elu yang ngomong gue ga percaya” …
“elu tanya aja sama uwo” jawab bang Ulzam
“pasti itu, habis tu elu gue tendang dari sini” …
“ga usah ditendang, habis nih kami mau ke suatu tempat” kata bang Ulzam lagi
“kemana ?” ….
“kalo kami kasih tahu, yang ada elu ikut” …
“heh sudah sudah ! tuh urus istri di bawah sana ! istri ditinggal, ngobrol sama anak bujang orang” sindirku
Dia bergidik dan merasa salah tingkah.
Akhirnya makan siang sambutan keluarga ini berakhir juga, tapi masih dilanjutkan dengan ini ono ini ono, padahal sudah waktunya aku dan bang Ulzam ke rumah sakit untuk periksa kondisi bang Ulzam.
Akhirnya kami minta pamit, dan mas Wiji sadar diri bahwa dia ada istri sekarang, jadi ga bisa seenaknya pergi-pergi sama orang lain.
Dengan tidak begitu mulus, aku yang nyetirin bang Ulzam hahahah yah ga semahir bang Ulzam nyetir. Tapi dia bahagia dalam senyumnya. Bang Ulzam masih seganteng yang aku harapkan yang di awalnya selalu menggantungku dengan tabiatnya memainkan cewek. Hahahha dia masih jadi salah satu yang menarik perhatian mataku. Tidak ada kaitanya dengan belas kasihan pada penyakit yang dideritanya.
Jam 15.30 hingga jam 16.15 bang Ulzam diperiksa dengan sangat teliti oleh dokter yang dipercaya keluarga nenek. Aku dengan seksama melihat perkembangannya dan mencermati setiap detil pemeriksaan.
“Pak Ulzam, ini sudah berpengaruh pada sel darah, mohon hati-hati dengan pola makan. Tidak usah mengkonsumsi kacangan yang memicu alergi” nasehat dokter
Ini adalah konsekwensi dari penyakit hypersensitivity oleh kelainan genetik seperti yang diderita adiknya yang bernama Putri telah mendahului kita semua.
“tenang dok, ada seribu penjagaan kalau saya bersama Rusli dan Uwo nya” …
“hahah ya Rus, jaga Ulzam ! gimana kondisi nenek kau ? masih darah tinggi oleh papa kau ?” …
“hmmm dah agak damai dok, itu bukti mamak sayang sama anak” kalimat ku yang cukup bijaksana dan tangan bang Ulzam mengelus pingganggku hingga gelinya ke suatu tempat hahahha.
“nah apa lagi bang kegiatan kita ?” … tanyaku dalam perjalanan meninggalkan RS itu
“apa sajalah, asal kamu ganinggalin aku Rus” …
“hahaha ga ada yang akan ninggalin bang Ulzam” hiburku
“ya sudah kita istirahat dulu di rumahku llau jelang magrib kita sambut undangan nenek” …
“iya itu nanti lah, eh bang apa mas Wiji tadi jujur ?” …
“masalh apa ?” ….
“pemukulan bang jasri” ….
“Iya dia jujur” …
“kok abang ga cerita ?” ..
“kalau aku cerita waktu itu suasana keluarga kamu sungguh panas” …
“siapa bang yang cari gara-gara ?” …
“aku, aku yang lapor ke dia, bahwa aku sudah buka usaha di Jambi, Jasri juga ikut ngompori ” …
“hahaha ga mungkin dengan alasan itu dia begitu marah” aku lebih memancing
“wadaw Wiji kan dah aku bilang ga marah, papa kamu Rus yang jadi tahu sesuatu bahwa Wiji memang bukan untuk dia” …
“hmmmmm” aku mikir
“kalau iya Wiji yang mukul, masa sambutan nenek kamu ga berubah ??” ….
“bingung juga ya bang, tapi papa juga ga pernah dididik untuk mukul orang, aku gapercaya” …
“jadi kitaperlu bertanya pada Jasri kan ?????, atau nenek kamu ????” ….
Betul itu akhirnya kesimpulan itu kembali datang, nenek ke Jakarta jugatak pernah melaporkan apa hasil pertemuannya dengan papa
“mau tahu ga Rus ada satu SMS nenek kamu minta tolong sama aku” …
“kapan itu SMS nya kok abang ga cerita?” ….
“Tigahari yang lalu” …
“mana-manabang aku ingin lihat” …
“lihat apa ? kalau lihat yang itu nanti malam baru boleh” …
“abang porno, bukan lihat punya abang, lihat SMS nenek” …
“Oh sms nenek, kirain mau lihat burung tidur” …
“adoooh makin ngawur, ayo mana” …
“apa ?” …
“sms” …
“iya yang jelas lah, kalau sms ini dia” ….
Sekita mataku fokus pada layar HP bang Ulzam
“Zam, nenek tahu kamu teman Wiji dari kecil, nenek minta tolong sedikit bicara jangan ganggu lagi Ridwan, sekarang Om kau mulai menata hidup di Serpong”
Gitu sms nya, ….
Nenek pasti pusing, mikirin papa, mas wiji, sekarang tambah lagi bang Jasri
Kalau nenek tenang dan tidak kesetrum lagi, artinya papa memang mengaku memukul dengan tendensi papa membela mas Wiji. Maka nenek akan menyelamatkan semua orang dengan mas Wiji tidak mengganggu papa lagi. Kala aku renungi papalah yang banyak mengalah, namun urusan hati memang tidak bisa dipaksa.
Satu lagi, apa alasan nenek menerima keluarga itu?
Kenapa nenek ngundang bang Ulzam sudah jelas alasannya, karena nenek tidak leluasa ngobrol sama mas Wiji, maka bang Ulzam akan banyak membantu.
Mobil ku arahkan nuju daerah pemancar namanya dimana bang Ulzam berdiam. Sesampainya disana, pertama bang Ulzam dulu yang mandi, maka aku rapikan kamarnya dan debu-debunya aku vacum. Semua itu memacu sistem imunnya jadi reaktif jadi perlu direm, itu langkah yang harus diterapkan.
Setelah bang Ulzam selesai dengan pakaian rapi dia membuka percakapan:
“mandilah Rus” …
“di rumah nenek saja bang” sangkalku
“oh iyagabawa salinan” kata dia
“bang tadi aku iyakan mau bantu anak mhs sini musik kampus” …
“oh musik kampus nya sekarang di kota Jambi ?” …
“terus ?” …
“gausah saja Rus” …
“hahahha napa ???” ….
“nanti mereka kalahin kampus kita” …
“hahaa sesekali orang Jmabi mennag napa bang ???” …
“kalau itu permintaan pacarku ya ok lah” …
“relaya Jambi menang ?” …
“rela, asal selesai dari penyakit ini” …
“ammmiiiiiin bang” …
“makasih Rus, jangan khwatir Rus, galama lagi kamu akan bebas dan aku akan tatap kamu dari atas langit” ….
Aku kaget setengah mati
Kok ini yang diucapkan bang Ulzam ?
Apa ini tanda-tanda ?????
Ya Tuhan, tolonglah bang Ulzam
“berfikiran positif ya bang” semangatku masih untuk bang Ulzam
“kalau ada yang nyanyi suara merdu, aku senang sekali sore ini” …
“hahahha, abang mau lagu apa ?” tanyaku
“lagu apa saja pasti bagus kalau pacarku yang nyanyi” …
“pacar ? bisa saja ! oklah kebetulan di dusun aku belajar kord lagu hanya untuk bang Ulzam” …
“asikkk, tunggu abang siapkan HP dulu, hit recorder bulan ini” canda bang Ulzam
Mulailah aku alunkan lagu yang begitu indah untuk bang Ulzam agar bisa bertahan dan ingat bahwa aku akan sellau hadir dalam penantiannya, segeralah terbebas dari sakit.
Ku mulai dengan begitu damai dan senyaman mungkin bagi telinga bang Ulzam baik dari dentingan gitar ataupun vocalku.
If you wait for me then I'll come for you
Although I've traveled far
I always hold a place for you in my heart
If you think of me If you miss me once in awhile
Then I'll return to you
I'll return and fill that space in your heart
(belum jugamasuk Reff, bang Ulzam sudah meneteskan air mata dan menekur begitu dalam ketika jiwanya bergetar oleh usikan notasi dari pita suaraku)
Remembering
Your touch
Your kiss
Your warm embrace
I'll find my way back to you
If you'll be waiting
(selesai Reff, jiwa bang Ulzam entah melayang kemana, mungkin sudah membayangkan haribaan Tuhan Yang Maha Esa dalam kasih Nya)
If you dream of me, like I dream of you
In a place that's warm and dark
In a place where I can feel the beating of your heart
Oh I've longed for you, and I have desired
To see your face your smile
To be with you wherever you are
Oh I've longed for you and I have desired
To see your face, your smile
To be with you wherever you are
Remembering
Your touch
Your kiss
Your warm embrace
I'll find my way back to you
Please say you'll be waiting
Together again
It would feel so good to be
In your arms
Where all my journeys end
If you can make a promise If it's one that you can keep,
I vow to come for you
If you wait for me
And say you'll hold
A place for me in your heart.
A place for me in your heart.
A place for me in your heart.
Tidak ada air mata yang menetes dalam tembok pertahanan yang maha berat. Jika aku tidak menagis maka bang Ulzam akan kuat. Iya bang, a place for me in your heart, akhirnya aku dapati itu setelah abang selama ini menyia-nyiakannya. Dadaku menerima tetesan air yang begitu damai keluar dari kelopak mata bang Ulzam, dan dua tangannya mengusapi pinggang dan punggunggku.
“makasih Rus, Jangan tinggalin gue” lirih bang Ulzam
Tidak ada kata yang terucapa hanya sebait doa dan harapan dalam hati Iya bang Ulzam, tapi abang juga harus ingat your touch, your kiss, your warm embrace. I'll find my way back to you. Please say you'll be waiting dan tidak menyerah pada penyakit.
bro @balaka , mba' @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @Urang_Tap1n , bro @yadi212, bro @kim_juliant27 , bro @ken89 , bro @NanNan , bro @Ndraa , bro @ularuskasurius , Bro @RereLiem28 , Bro @SteveAnggara , bro @boy , bro @andrean20 , bro @Raenaldi_Rere , mbak @Watiwidya40Davi , bro @kvnandrs6 , bro @abyyriza , bro @DItyadrew2 , @Mami100C , bro @raka rahadian , bro @alvin21 , bro @rama_andikaa , bro @gelandangan, bro @susukucing , bro @bagastarz , bro @omega_z , bro @arieat , mbak @gadismanis2010 , @Akang_Cunihin , bro @touch , bro @hendra_bastian . bro @new92 , bro @prasetya_ajjah , bro @gravitation , bro @Otsutsuki97S , bro @restu648 , bro @Adiie , bro @teknikteknik , bro @WYATB , bro @bi_men , bro @be_double , bro @2mocin , bro @akhdj , bro @dodielycious , bro @Dannamaku84 , bro @ngehaha , bro @vanilla_latte25 , bro @rulli arto , bro @cabemerah , bro @kikyo , bro @yansah678 , bro @jksty , bro @asik_asikJos , bro @handikautama , bro @Adieestu , bro @abbyy , bro @marul , bro @joenior68 , bro @lucifer5245 , Bro @ebi_ura , Bro @soratanz , Bro @rk_sendiri , Bro @marobmar, bro @adhiasmoro1 , sista @febyrere , bro @Black_Red , bro @Rajin , bro @ramadhani_rizky , bro @andy_nugraha , bro @jjk_mod_on , bro @siluetz , bro @arhies , bro @eljo , sista @Rhein.a , bro @Yangmerindu , bro @awi_12345 , bro @Riyand , bro @cevans , bro @dimaspranata42 , bro @eshanadhikajaya13 , bro @Arrrrdi , bro @QudhelMars , bro @dimaspranata42 , bro @Wpeee , bro @vELo , bro @banaaaaanaaaa , bro @locokol . bro @Yadim6595 , bro @R11_4DI , bro @LostFaro , bro @Satria91 , bro @Abdulloh_12 , bro @abuabutoska