It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kita simak bagian berikut ini ya Bro Wita. Bagaimana kabar long-weekend nya ?
hwaaahhhhhhh gw lembur terus gegara kejar target yg gak maksimal,,, hiks
hwaaahhhhhhh gw lembur terus gegara kejar target yg gak maksimal,,, hiks
apakah fikri akan berakhir mengecewakan rusli juga? penasaraaaannnnn @Turney
kalo ditinggalin lg kasian rusli
kasian banget rusli ditinggal lg. trus nanti sama ulzam?
Oiiiii ... Pantai, kereta api, dan liburan yang telah berakhir. Sekarang Tito dan Kaka tertidur dalam setengah perjalanan balik ke st Simpang Haru kota Padang. Satu setengah jam yang lalu, mereka masih asik mengomentari jenis pohon dan bentuk rumah yang unik bagi mata mereka. Pemandangan yang terhampar menjadi bahan pembelajaran dan akan diingat bahwa mereka pernah melihat, meski di Jakarta kelak mereka kembali bersosialisasi dengan lingkungan yang padat dengan berbagai bangunan moderen.
Entah aku yang sensitif, entah perasaan ini jadi tajam setelah sering disakiti mulai dari kecil hingga seumur ini, aku pijak lagi tanah kota Padang dengan rasa yang tidak biasanya.
Tanda-tanda apa ini ya Allah ?
Kalau bercermin dari pengalaman masa lalu, ada sesuatu kejadian yang akan menghadang. Tapi ini kota Padang bukan kota Jambi, ga mungkin juga disamakan begitu.
Bismillah.... semua akan lancar.
Di pelataran parkir st Simpang Haru itu sudah menunggu mobil bang Ulzam. Dia senyum berbeda dari biasanya, lebih dewasa dan tampak ikhlas dengan semua kejadian yang menimpa.
Singkat cerita, dia mau menjemput adik-adiknya untuk kembali ke kosannya di Indarung.
Namun Tito dan Kaka tidak mau ikut sama dia, dan dengan berat hati aku menemani mereka hingga ke Indarung. Kalau bang Fikri mau sebenarnya bisa saja kami antar ke Indarung dengan mobil Brio hitam ini, dan bang Ulzam mengikut dari belakang dengan mobilnya sendiri. Tapi bang Fikri berkata lain dari yang ku perkirakan, lah ini kan adiknya si Ulzam, wajar dong dia menjemput adiknya.
"Dek, temanilah Ulzam ke Indarung. Lihat tuh Tito dan Kaka mulai sedih lagi, tadi baru senang-senang" kata bang Fikri
"Indak ado maksud apa-apa ini Fik, ikutlah ke Undarung" tawaran bang Ulzam
"Mokasih Zam, ambo balik sajo ke Pauh" kata bang Fikri
"Yo lah, hati-hati bang. Ntar habis magrib aku diantar bang Ulzam ke Pauh" kataku
"Bye...... uda Fikri" kata dua anak kecil itu
Berlalulah bang Fikri, dan kamipun juga berlalu setelah itu
Agak macet jelang Sawahan dan Lubek, maka dua si kecil ini kembali tertidur dalam dekapanku di bangku tengah
"gue dah mirip supir aja nih" canda bang Ulzam
"Mana mau si Tito aku duduk di depan bang" kataku
"Hehehe, oh ya rewel ga si Tito di Pantai ?" tanya dia lagi
"Tidak, bayak bercerita dia sama bang Fikri sambil duduk-duduk di pinggir pantai" kataku
"Mandi mereka ga ?" tanya dia lagi
"Tidak bang, panas kata mereka" jawabku
"Iya ya, gue kasihan. Sekarang sudah terbiasa sejuk. Semester depan saat mereka bersekolah lagi di Jakarta, ga kebayang gerahnya" kata bang Ulzam
"anak kecil cepat adaptasinya bang, jangan segala dirisaukan" hiburku
"amiin Rus" kata dia
Aku tidak tanggapi, seketika terbayang bagaimana perasaan bang Fikri. Tapi ya sudahlah, aku tidak ngapa-ngapain dengan bang Ulzam ini, tidak juga main perasaan. Hanya berniat membuat Tito dan Kaka tidak merasa kehilangan. Bang Fikri dah paham tentunya tipe Tito dan Kaka.
Sampai di rumah kosan bang Ulzam, si kecil terbangun dan merasa gerah sekali. Mereka bersegera masuk kamar mandi dan menyejukkan dan membersihkan diri.
Setelah itu kami bertolak ke rumah makan simpang Raya untuk keperluan makan malam bersama di kosanku.
Sebuah pasan terkirim untuk bang Fikri :
"Dah hampir masuk Pauh nih bang" kalimatku
"Tunggu yo Dek, abang lagi ketemu kawan" kata dia
"OK ini aku bawa makan malam, jangan terlalu telat ya, ada Tito dan Kaka nunggu abang makan bersama" saranku
"InsyaAllah Dek" jawab dia
Kami akhiri perjalanan hari ini, kami berlabuh di kosanku di daerah Pauh. Mobil diparkirkan di halaman dekat kendaraan penghuni lain. Mobil Brio hitamku juga terparkir. Bang Fikri pakai apa ya ke rumah kawannya ? paling juga dijemput !
Masuklah kami ke dalam kamar, .....................
"Ah..... dinggiiinnn" kata Tito yang menapaki kamarku yang seketika sejuk oleh pendingin ruangan
"Bagus kamar uda Rusli" kalimat Kaka
"Iya, kamar uda Ulzam gelap" sorak Tito
"Uda Ulzam butuh tuh gelap-gelapan ngajak cewek" aku sindir dia sesindirnya, belum ketemu waktu yang pas untuk menyindir dia, sekarang baru kesampaian setelah membuat onar kosanku dan membuat Juita menangis.
"elu urus sajalah diri elu" kata dia, semaunya, seenaknya.
"Abang mau mulai ? sudah lama aku ingin gomong ! ini berhubung karena aku sayang Putri saja maka aku diam, mau aku panggilin ibu kos ? apa yang sudah abang perbuat!" ancamku yang agak panas sekali kirain sudah berubah, namun inilah watak aslinya.
"Bilang saja ! elu mau Tito menangis ?" ancam dia
"uhhhh ga tahu diri" kataku
"Yang ga tahu diri, ga boleh makan !!!!!!" hardik Tito dengan mata melotot pada bang Ulzam
"Hahahaha kok melotot dek ? terus uda mati dong mirip uni Putri" kata dia, kurang ajar sekali, kematianpun dianggapnya main-main.
Susah bicara sama orang berhati batu seperti ini nian.
Kemudian aku nyalakan TV untuk kedua anak ini, ga ada film kartun jam jelang magrib ini ya, agak ga tahu juga. Jarang nonton TV. Mereka asik nonton kuis famili-famili gitu kebetulan pesertanya adalah anak-anak.
Aku bersegera mandi, sepertinya bang Ulzam sebelum jemput kami dia sudah mandi karena sudah wangi dan seperti biasa emang ganteng, tapi berprilaku yang tidak biasa, super batu.
Aku buka lemari, untuk sekedar mengambil handuk dan baju ganti.
ohhhhh...... semua pakaian bang Fikri sudah tidak ada !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Ya begitulah, dia yang kebelet ingin pacaran, ingin tinggal disini, sekarang kebelet juga ingin putus ! Sehingga laki-laki dimana saja sama kan ???? apa bedanya ayo dengan mas Wiji.
Aku segera mandi dan menjernihkan fikiran.
Kurang enak dilihat Tito dan Bang Ulzam kalau aku harus resah, gara-gara pakaian bang Fikri sudah lenyap.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku mendengar :
ngeeenngggggg...... suara sepeda motor dan
tok.... tok.... tok....
Pintu kemudian diketok orang, inilah bang Fikri
"Assalamu'alaikum" kata dia
"Ayo uda..... aku lapar ! mari makan " ajak Tito, heheheheheh
"Ayo" kata bang Fikri
Makanlah kami dalam suara azan bertalu-talu, mirip berbuka puasa, heeeeeemmmmmm.
Sholat magrib bersama bang Ulzam dan adik-adikku, bang Fikri yang jadi imam.
Suaranya bagus sekali pada bacaan ayat Al 'ala, sangat merdu hampir menangis sepertinya bagi aku yang paham irama hati seseorang.
Ada apa gerangan bang ???
"ohhhh gitar uda Rusli bagus" sorak Kaka yang lebih tertarik pada dunia tarik suara dibandingin Tito
Gitar itu diambil bang Fikri
"Nyanyilah uda Fikri, dendang Pariaman" kata Kaka seketika hahahah
"ohh ndak ado dendang Piaman, yang ado Sala-Lauak Piaman" kata bang Fikri
Tito tertawa, karena Tito yang suka sala Pariaman tu.
Terdengar petikan gitar irama minang yang sungguh mengiris perasaan. Kami tergelitik mendengar melodinya yang begitu indah. Jiwa anak sastra main alat musik, terdengar lebih berkualitas.
Jatuah aie mato Den tampuang juo (Jatuh air mata, ku tampung juga)
Jatuah ciek, jatuah duo, jatuahlah tigo (Jatuh satu, jatuh dua, jatuhlah tiga)
Bungo satangkai dirangguik urang (Bunga setangkai direnggut orang)
Duri tasansam, di ujuang tangan (Duri tertusuk, di ujung tangan)
Dek batimbo ameh datang (Kerena bertimba, emas datang)
Lunggalah kabek kito dahulu (Longgarlah ikatan kita dahulu)
Tak badayo Denai manahan (Tak berdaya Aku menahan)
Den lapeh bungo ka jambang urang (Ku lepas bunga ke jambangan orang)
Lenyai.. jantuang Den (Hancur.... jantungku)
Pilu hati Den (Pilu hati ku)
Lenyai.. tulang Den (Hancur... tulangku)
Lintuah hati Den (Lintuh hatiku)
Hilanglah bungo pamenan mato (Hilanglah bunga, hiasan mata)
Tangkai malang oh rantiang hatinyo ibo (Tangkai malang oh ranting hatinya iba)
Paladang bana indak manenggang (Parasit benar tidak menenggang)
Bungo bapaga, nyo rangguik juo (bunga berpagar, dia renggut juga)
Baru kali ini kulihat air mata bang Fikri menyanyikan sebuah lagu. Tentu Tito dan Kaka tidak mengerti makna lagu ini. Aku tidak menanggapi apa-apa, karena lagu ini sindiran untuk bang Ulzam. Dan aku bukan lah barang murahan yang bisa dipindah-pindah tangankan.
Setelah itu bang Fikri pamit, itulah kali terakhir bang Fikri jadi imam dan pelantun dendang yang baik bagi diriku. Senyumnya sangat ikhlas. Dia melambaikan tangan pada bang Ulzam, Tito, dan kaka. Dia mengangguk ke arahku.
................................
"Selamat jalan bang Fikri. Ini bukan yang pertama kali orang menyakitiku. Asal abang tahu, aku juga berjuang bang, untuk mempertahankan abang.
Boleh abang buktikan, bahwa sampai kapanpun aku bukan milik Ulzam. Abang tega, tanpa sepatah-katapun, abang pergi"
Sebuah pesan terakhirku untuk bang Fikri
Hari-hari selanjutnya aku tempuh ujian akhir semester dengan bersemangat. Kalau ini sifat laki-laki ya ini akibatnya. Ingat sekali cara bang Fikri menyatakan niat tulusnya dengan tergopoh-gopoh. Akhirnya juga tergopoh-gopoh. Tapi tetap berucap Alhamdulillah, bang Fikri mengakhirinya dengan cara yang baik tidak bercumbu dengan orang lain.
Om,tante,abang,kakak,mas.mbak dan kawan seperjuangan,
pertengahan bulan Mei 2015 yaitu 14 Mei 2015 liburan kemaren ini datang juga. Saat semua ujian sudah selesai, saat semua nilai sudah diumumkan. Masih seperti semester yang lalu, aku masih menggenggam IP 4. Sehingga tidak ada perlunya aku ikut semester pendek. Ada dia mata kuliah teori yang tidak bersyarat dibuka waktu smester pendek ini, tapi tidak ku ambil. Aku ambil saja saat reguler, tidak masalah bagiku.
Sore harinya setelah kamar ku rapikan dari buku-buku dan debu-debu tak terurus karena fokus dengan ujian semester, aku dapatkan pesan dari nenek kota Jambi.
"Si Ridwan lagi di Jambi. Sampai hati kau Rus merusak nama baik. Setelah samo Wiji, kini kau pacaran samo siapo ? Aku kasih kau kesempatan untuk menjelaskan ini, kalau tidak kulaporkan samo keluargakau di muaro tembesi" pesan nenek kota Jambi.
Bagai disambar petir,
Kok ini dibahas lagi ? bukannya sudah cerita basi ?
Sekarang pak Ridwan yang terhormat yang melapor pada orang tuaku di Jambi. Masih mengucap syukur, dia tidak diserang HIV akibat gonta-ganti pasangan.
Aku balas secepatnya dengan HURUF KAPITAL biarlah hancur sekalian keluarga itu, hidupku juga sudah hancur ..........
"BUKANNYA SI PAK RIDWAN YANG TERHORMAT PACARAN DENGAN SI WIJI. SILAHKAN BERKUNJUNG KE JAKARTA TANYA SAMA PACARNYA SEKARANG OM ALEXANDER. AKU BUKAN ANAK KECIL LAGI " kalimatku
LIma menit kemudian berderu-deru telpon masuk, ada nomor keluarga muaro Tembesi, ada nomor bang Jasri, dan lain-lain.
Gemparlah !
Bang Jasri ada disana sebagai saksi hidup, syukuuuuuuriiiiiinnnnnnnn, kalau perlu panggil segala klub motor kota jambi tuh ! panggil tuh para cukong sawit dan karet !
Aku ambil kartu dari HP ini, aku cabut ! besok akan ku ganti, sehingga tak satupun yang dapat menghubungiku.
Aku tidak selemah yang mereka kira, do'a Bapakku selalu ada untukku. Bapak yang sudah memasukkan hormon cinta sesama jenis pada tubuhku, karena ditubuh Bapak juga ada hormon itu. Silahkan salahkan semua, sampai ke aib Bapak sama pak Ridwan terhormat akan ku bongkar, pastilah dia yang malu !
Terbukti memang pak Ridwan ini ke kanak-kanakan ! tidak pikir panjang ! padahal masa depanku masih panjang. Seumur hidupku, tidak akan ada kata maaf untuk dia.
Aku tutup mobil Brio Hitam ini dengan cover yang akan aku tinggalkan untuk waktu lama. Kemudian, langsung aku bergerak ke pool bus Jambi, tidak ada lagi yang akan ku urus di kota Padang ini. Hingga usai lebaran Idul Fitri nanti, masuk semester 3. Entah lanjut kuliah atau tidak ini, belum juga jelas nasib ku.
Aku akan ke rumah yang di Bangun Bapak di tepi sungai di Muaro Tebo. Aku tidak akan kemana-mana dulu. Setidaknya ada pusara Bapak tempat aku mengadukan penderitaan hidup ini. Mereka sebegitu banyak ingin mengadili diriku yang sebatang kara di dunia ini, aku tidak ada keinginan untuk melihat pengadilan itu. Saat ini yang perlu diadili adalah si Pak Ridwan. Mengapa tiba-tiba kasus ini diungkit lagi, ada apa gerangan dengan si Wiji ? marah ya ga dapat servis dari si Wiji yang muda yang garang ? Hanya pak Ridwan itulah yang tahu jawabnya mengapa tidak puas dengan om Alexander.
Untuk sementara itu dulu ya om,tante,abang,mas,kakak,uda,mbak dan teman seperjuangan. Jika ada info perkembangan suasana di Jambi nanti aku bercerita lagi ya. Seperti kata orang bijak, hubungan dalam dunia sesama jenis ini sangatlah sulit, makin DIDAKI MAKIN TERJAL.
Inilah Akhirnya
Sedih atau senang hanyalah permainan hidup di dunia. Ada kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat :
bro @balaka , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant, bro @cute_inuyasha , bro @Urang_Tap1n , bro @yadi212, bro @kim_juliant27 , bro @ken89 , bro @sky_borriello , bro @NanNan , bro @PeterWilll , bro @chioazura , bro @Ndraa , bro @ularuskasurius , Bro @RereLiem28 , Bro @SteveAnggara , Bro @Asu123456 , bro @boy , bro @andrean20 , bro @Raenaldi_Rere , bro @Rifal_RMR , mbak @Watiwidya40Davi , bro @kvnandrs6