BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

TEBING TERJAL

1202123252687

Comments

  • edited March 2015


    Pagi seusai sholat subuh, aku dapati papa Ridwan masih lelap dalam tidur. Jelas sekali capeknya namun masih syukur, papa Ridwan memanfaatkan tidur dengan optimal.
    Lalu aku beresi saja sajadah dan perlengkapan sholat dan aku tata di gantungan dekat jendela kamar papa Ridwan. Selanjutnya ku singkapkan tirai yang menempel.
    Pagi yang indah ...
    cahaya ufuk temaram memenuhi kamar ini

    "Rus dah bangun papa kau ?" tanya nenek dari dalam kamar beliau

    "belum nek, masih capek sepertinya" jawabku

    "Kesini sebentar nak" kata nenek

    "iya nek" aku melangkah ke kamar nenek

    "Rus, sekolah mulai hari Senin yo ? seperti belum sibuk" kata dan pertanyaan nenek

    "iya benar nek, ada apa ?" tanyaku berbalas

    "Ada rapat keluarga" kata nenek senyum-senyum mencurigakan

    ada apa ya, apa ini efek dari lamaran bang iLyas or ?

    "nenek terus terang saja ! aku masih mau sekolah belum mau kawin" kataku dengan lirih

    "wahahah kau tuh ! tidak mungkinlah lah, kau masih kecik" kata nenek

    "habisnya nenek senyum-senyum usai acara bang iLyas" kataku

    "aduuh tidak usah risau oleh perkataan ibu-ibu itu" saran nenek

    "syukurlah, terus acara kumpul keluarga untuk apa nek ?" tanyaku

    "sedikit berbagi hasl dan berbagi perhatian, untuk kita juga Rus, biar mereka tambah rajin bekerja" penjelasan dari nenek dengan ilmu dagangnya

    "iya nek" kataku

    "ngerti kau ? tolong ingat dan fikir" saran nenek

    "iya nek" kataku lagi

    "bagus, meski sekarang seharusnyo kau amati sajo ! hasilnyo setelah kau tamat kuliah" keterangan lanjutan dari nenek

    "iya nek, tapi nenek mutar-mutar ! apa maksudnya ?" tanyaku

    "hahah kau nih ! kau jujur sajo dan nurut, ini kebaikan untuk kau dan papa kau" kata nenek

    "iya nek" persejuanku

    "Kemaren sore akte kelahiran kau sudah selesai" kata nenek


    "alhamdulillah, tanpa itu tidak bisa aku mendaftar kuliah nek" kalimatku

    "bukan hanya itu Rus, kau ngerti bukti hukum dan fungsi usaha ? semoga kau tidak menyesal secara sah menjadi bagian dari keluargaku" keterangan nenek dan aku agak merinding

    "ada masalah nek dengan akte kelahiran dan dokumen asuh anak ?" tanyaku secara hati-hati

    "tidak Rus, syukur nian Bapak kau telah memikirkan jauh hari dengan surat kuasa di atas materai untuk si Ridwan" keterangan nenek

    "Bapak tahu nek apa yang bisa melindungiku" kataku

    "iyo Rus, meski hanya status di atas kertas, tapi tolong sayangi kami yo Rus. Aku selalu meletakkan kepercayaan samo Bapak kau" kalimat nenek

    "iya nek, aku janji" kesanggupanku

    "mulai hari ini, jika kami pergi suatu hari nanti, kau bisa tenang hidup dan berbuat kebaikan" kata nenek sambil memporak-porandakan rambutku. Usapan tangan nenek selalu hangat. Namun aku yakin Allah mendengar do'aku, nenek-papa Ridwan-uwo akan pergi setelah aku siap dan kembali kuat berdiri dengan kaki sendiri.

    Dalam makan pagi bersama papa dan uwo aku mendengar sebuah dialog

    "uni santai sajo ! usaha ini usaha kito, nak ngapo mereka ? si Rusli anak si Mansur, apo yang mereka sangkal ? kurang apo budi baik si Mansur yang sekarang bisa mereka makan ?" kata uwo

    "aku santai sajo tuh uwo ! sekarang belum saatnyo Rusli tampil, tiba waktunya mereka akan lihat kemampuan anakku" kata papa

    "iyolah, sekurangnyo mereka bisa sekarang melihat status jelas si Rusli di atas kertas" kata nenek

    "hmmm mereka sampai bertanya begitu ?" tanya papa

    "iyolah, kalau tidak asutan bini kurang ajar" sumpah serapah uwo

    "sudah-sudah, orang macam itu dibahas, habis hari ! " kata nenek

    "iyo uni" persetujuan uwo

    "betulah ! uang ini uang aku. Aku pakai jasa tante-tante kau bae Rus yang sangat jelas urusan sekolah kau" keterangan dari nenek

    "aku juga paham urusan Rusli di sekolah" kata papa

    "bukan gitu Wan, kalau kito yang ngomong agak kesombongan kesannyo, biarlah si Lani sajo yang berkoar" saran uwo

    "seperti biasa saja nek, pimpin pertemuan itu! kalau aku tidak banyak bunyi, mungkin mereka akan diam" kalimatku

    mereka diam

    kembali nenek senyum-senyum

    "napo mamak senyum-senyum ?" tanya papa Ridwan

    "serah akulah, senyum-senyum bibirku sendiri bukan bibir kau" kata nenek

    "tapi Rus, uwo .... agak kawatir, kau hendak kuliah dimano nantinyo ?" kata uwo

    Papa dan nenek berpandangan dengan kalimat tertahan. Aku agak tersentak, kenapa tiba-tiba menyanyakan ini ? rasanya belum pernah pembicaraan ini terlontar. Aku sadar diri, kemampuan boleh ada, namun fisik adalah segalanya. Aku ingin menyusul mas Wiji kuliah di Undip, tapi itu bukan yang terbaik untuk saat ini. Belum tentu saat hari ujian masuk universitas mungkin aku berubah fikiran.
    Dekat dan memperhatikan nenek dan papa Ridwan adalah yang termulia yang inginku lakukan membalas budi baik mereka.

    "dimano nak kau ingin kuliah" kata papa Ridwan harap-harap cemas

    "jangan risau Rus, kemanapun itu, akan kami dukung" kata nenek

    "aku kuliah ekonomi saja di sini ! aku tahu nek apa yang harus aku lakukan" kataku

    "oh Rusli, mokasih nak ! Mamak tahu tidak saat ajal menjemput bang Mansur, dia berkata tolong selamatkan Rusli, dia anak baik" berlinang air mata papa Ridwan

    aku menahan nafas, seketika aku ingat sama Bapak yang sedang sendiri di liang kubur saat ini.

    Nenek dan uwo menutup wajahnya dengan selendang, ada jerit halus dan tertahan dari mulut nenek. Biasanya hanya air mataku yang menetes mengingat kesakitan yang diderita oleh Bapak.


    Satu masalah besar sudah dibicarakan dengan baik. Aku ikhlas dan tetap semangat dengan pilihan hidup yang akan kujalani. Meski mampu untuk jurusan yang keren, aku sadar dengan pilihan jurusan yang akan ku tempuh. Jika masih berjodoh dengan mas Wiji, maka mas Wiji akan datang kembali pada waktu yang tepat. Jika tidak, maka aku tidak akan menyesal dengan kesendirian hingga datang orang lain sebaik mas Wiji tentunya.


    Hari sekolahpun datang, perhatian papa dan nenek tidak berlebihan yang gimana gitu. Pada dasarnya mereka benaran sayang sama aku, jadi bukan hanya status diatas surat yang sah secara hukum. Sebelum ada surat inipun, mereka peduli pada nasibku.


    Pertengahan semester tahun 2014 itu, bang iLyas melangsungkan pernikahan. Saat itu resmi nenek, papa Ridwan, Uwo, dan aku menggunakan pakaian keluarga nenek dan tampil di tengah orang rame. Dengan tidak banyak bicara, nenek tetap menjadi orang yang mereka segani. Maka semakin beratlah terasa pembawaan sikap yang harus kutunjukkan, sudah tidak bisa lagi semau sendiri ! ini berkaitan dengan nama baik nenek dan papa Ridwan.
    Semakin kesini terasa tuntutan dari pekerjaan berharap pada partisipasiku. Pada usaha nenek ini banyak mulut dari pekerja dan keluarganya yang harus diberi makan. Inilah yang selalu memotivasiku mendampingi nenek dan papa Ridwan.
    Tadi bang iLyas memberi pelukan seorang kakak, aku simpulkan bang iLyas sudah tidak bisa diganggu, aku harus bisa memoleskan sendiri embun pagi yang sejuk sebagai obat kakiku. Tidak apalah bang iLyas !, jasa abang lumayan banyak untuk perkembangan pengobatan kakiku.

    Malam harinya sesudah mengaji dengan nenek dan Uwo aku merasakan hangat menjalar pada kakiku. Sambil rebahan di kasur nenek aku memijiti kakiku. Melihat itu, papa masuk dan duduk di samping kasur.

    "Napo kaki si Rusli itu mak ?" tanya papa Ridwan

    "Napo Rus ? tadi di pesta si iLyas, kaki tu baik-baik sajo" kata nenek

    "nek, agak ada aliran hangat di kakiku" kalimatku tercekal

    uwo segera menghentikan bacaan Al Qur'an nya

    "hangat yo Rus ? Alhamdulillah ya Allah" sorak Uwo

    "alhamdulillah apo uwo ?????" papa Ridwan melonjak gembira

    "hangat uwo, rasanya aku kepengen berjalan" kataku

    "berjalanlah nak" kata nenek berlinang air mata

    Aku bangkit dari rebahan dan mencoba menggerakkan kaki yang terjulur dari kasur nenek. Aku tarik nafas dan menatap mata nenek, papa, dan uwo

    "ayo nak, jalan nak" ajak papa Ridwan

    "Bismillahhirrahmaanirrahiiiiiim" kalimatku

    Satu, dua, tiga, dan empat langkah aku kayuh agak tertatih. Namun ini sudah tanpa tongkat. Alhamdulillah ya Allah ........
    Rasa hangat itu semakin menjalar agak terasa geli-geli juga

    "amiiiiinnn ya Allah ..... Rusli sudah dapat berjalan kembali" kata Papa

    "hahahh..... jika sudah datang waktunya, semua akan indah Rus. kau selalu jadi anak yang tabah" kata uwo

    "hahahah tahu nian si ilyas, lah kawin lah ndak bisa mengurus kaki Rusli lagi, semua berakhir baik" kalimat bahagia dari nenek dengan uraian air mata.

    Uwo menggendong tubuhku setelah itu dengan candanya seperti biasa, papa Ridwan turut membantu dan nenek kembali mengambil wuduk untuk sholat sujud syukur.
    Setelah kebahagian dengan papa dan uwo ini aku nanti malam sebelum tidur juga akan sujud syukur.


    saat pagi menjelang,

    "nek, uwo, masih hangat jalarannya di kaki, maaf aku berkeringat" kataku

    "bagus itu Rus, rajin-rajin gerakkan kaki yo nak, dan jangan lupa embun pagi hari" kata nenek

    "kito ke taman belakang yo, aku ingin mengusapi embun itu di kaki Rusli" ajak uwo


    Maka pagi itu, kami berada di taman keluarga nenek yang selalu rapi terawat di tepi sungai Batang Hari. Papa Ridwan menyusul dari belakang untuk tidak melewati kekeluargaan di taman itu saat pagi, jarang-jarang malah kami seperti ini, :)

    Alhamdullillah..... sedikit masalah demi masalah meliliti hidupku mulai terkuak. Tentunya masalah lain akan datang bertubi, itulah hidup. Karena hidup adalah manajemen masalah, saat kita sudah tidak mampu memanage nya, datanglah yang dikatakan kematian. Saat yang tepat, dengan angle berkas sinar mentari pagi dan riak sungai keemasan, aku bidik pict yang super indah ini, akan kurimkan untuk mas Wiji, sebuah taman yang ingin dimasukinya ketika dia pernah tinggal di kota Jambi ....
    seperti kataku dulu, jangan kawatir mas Wiji, akan ada taman yang lain untuk mas Wiji di Semarang atau Pekalongan sana, aku yakin mas Wiji akan bahagia selalu, ada atau tanpa diriku.

    Kata-kata balasan dari mas Wiji semakin rapi heeemmm, pertanda dia serius tatkala sudah berkata cinta, sudah tidak kutemukan kata selengek an. Status di FB dan kalimat di Instagramnya jauh berbeda, dan heeeemmmmmmm foto indah yang dipajang disana adalah foto berdua denganku saat umroh dulu.
    Kesan serius, namun aku tetap realstis, dengan segala kemungkinan !

    Ada hari libur nasional dan hari kejepit nasional dua minggu setelah itu, itulah hari yang kutunggu-tunggu
    saat berlomba tingkat nasional dalam olimpiade matematika
    pulau Sumatera diwakili oleh Medan, Palembang, dan Jambi. Maaf Padang dan Pekan Baru :)

    Saat itu kakiku semakin baik, tapi tidak boleh dipaksa seperti yang selalu dinasehati oleh uwo

    "gimana ini nek ? aku ga diizinkan berangkat ga apa, kalau dizinkan aku senang" kalimatku

    "hahah kau ini" kata nenek

    "ayo lah mak, aku ingin libur" kata papa Ridwan

    "Jadi aku kalian tinggal???" sorak uwo

    "tidak, uwo ikut lah" kalimatku ke dua

    "iyo lah, anggap ini hadiah untuk Rusli yang kakinya dijalari hawa hangat" kata nenek


    Siang itu kami tiba di terminal kedatangan 2F di Soeta, dan keluar menuju jemputan dari rekan usaha dagang nenek.

    Menginap di Hotel Milenium yang lumayan dekat ke depdiknas itu yang katanya berlomba di lantai 22 hemmm gedung pemerintah ada juga yang setinggi itu ? cool
    bereslah semua oleh antar jemput orang rantau di Jakarta ini.
    Hingga jam 7 malam perlombaannya, menariiikkkkk sekaliiiiii
    dengan soal yang tidak ku mengerti, wkwkwk
    hanya rasa bahagia saja dan doa dari nenek untuk luck ku
    ku keluarkan segala kemampuanku
    ga aku saja yang pusing
    anak BPK penabur saja juga pusing
    oh ada itu anak santa angela Bandung, iya juga pusing ....
    Menariknya, disini banyak pakar, boleh protes ! aku protes pura-pira soalnya harus begini, dari penerangan ada sedikit celah dan clue
    asik amat ini final perlombaan ! intinya disini hanya wawasan dan pengembangan logika
    karena konseptual sudah diuji di babak penyisihan dan semi final dulu
    menarik deh .... sukar ku ungkapkan dengan kata-kata
    aku lebih berdebar-debar ngasih kejutan sama papa dan nenek

    Di hotel malam itu

    "nek ayo kita siap-siap" ajakku

    "eh.... kita mau ke Puncak ! ga tahu berbelok ke Bandung juga" kata nenek

    "kita ke Semarang nenek, sudah ditunggu mama Mas Wiji" sorakku

    "Semarang ? asik jugo tuh mak ! aku agak malas bertemu urang rantau makan-makan di Puncak tu" kalimat papa Ridwan

    "nian kita mau ke Semarang ? aku belum pernah ke Semarang ! lah kangen samo brownis mama si Wiji" kata nenek

    sepertinya nenek setuju-setuju saja kami berbelok ke Semarang :)

    Bahagia juga ya rasanya jika bisa melihat lagi tubuh mas Wiji,
    namun kalau sekarang mas Wiji merokok lagi yaaahh urung deh aku meluk tubuh mas Wiji


    Bersambung .....



  • Semoga berkenan :


    bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant, bro @cute_inuyasha , bro @Urang_Tap1n , bro @yadi212, bro @kim_juliant27
  • balaka wrote: »
    waaah akhirnya diupdate juga.
    sibuk apakah kau baang? hehehe

    loh jadi rusli sama wiji udah pacaran yee? apa gw yg lupa?
    perasaan gak ada acara tembak2an. terakhir kan yg ada perpisahan itu yee yg rusli nyanyi?
    hwaaa bang jasri muncul. kangen deeh

    Bro Balaka :) iya ini aku sibuk mencari penghidupan Bro. Kurang detil Bro ulasan dari Rusli, kata dia ungkapan itu hanya lewat lagu yang disuarakannya. Realitanya, mereka dipisah oleh jarak. Jasri yang nyata di depan Rusli, sabar ya Bro
  • yadi212 wrote: »
    pliss e..
    jgn pisahin rusli sma wiji biarlah mereka bersama walau berjauhan bung @turney hehehh

    Kita simak kisah lanjutan ya Bro Yadi, yang pasti orang baik akan dapat pasangan yang baik juga

  • akhirnya kaki si rusli bakalan sembuh :)
  • asik sekali mau ketemuan nie si rusli
  • terharu ketika Rusli bisa jalan lagi syukurlah ... Rusli dan Wiji akan bertemu tak sabar menunggu lanjutannya ...
  • tread depan pasti asyik..
    soalnya rusli jumpa si wiji
  • alhamdulillah rusli udah bisa jalan lg tanpa tongkat. tp harus hati2 tuuh.
    ciyeee yg mau ketemy pacarnyaaa.
    ada typo tuh bang.
    kukirimkan dan realistis
    tp gak ganggu kok.

    oow jd gak ada acara tembak2an? tp mereka udah anggap pacaran? okaay gw tunggu baang
  • komen @balaka juga typo tuh!! :P

    oohhh gw terharu pas rusli bisa jalan, kok gw sedih ya tiap kali ada papa ridwan, gw merasakan sedih dan kesepian yg nyesek banget
  • hahaha. dasar kau @wita
  • ceritanya bagus
    semangat ya bro buat nulis ceritanya :)



  • Berjalanlah kami ke arah perantau Jambi, (rekanan dagang dari nenek) yang menunggu dan menjemput di depan hotel. Ada beberapa nada: seperti nada protes atau nada perundingan :)

    "gimana pula uni ! dah janji ke Puncak malah belok ke Semarang" nada dari seorang Ibu

    "eee baru beberapa bulan yang lalu kita ke Puncak" jawab nenek

    "ambo lah jauh-jauh dari Bandung uni, manalah pula bisa begitu" permintaan dari seorang Ibu yang lain

    "hahahah kalian ini, kalau aku pengen ke Semarang mana pula tidak boleh ? waktuku terbatas, maka aku pengen mengenal kota Semarang" jawab diplomatis dari nenek

    "abang-abang dan ayuk semua, mamak sebenarnyao lah sering ke Puncak dan Bandung. Ke Semarang belum pernah" jalan tengah dari papa Ridwan

    "aaa iyolah, ayo kita berangkat, jalan ke Cengkareng ga bisa diprediksi. Ngobrol bisnisnya di dalam mobil saja" ajak seorang Ibu

    Papa Ridwan dan aku lebih memilih mobil yang agak sepi untuk menghindari kontrak dagang. Nenek dan Uwo di mobil yang lain.
    Sampai di Terminal 2F lagi tepatnya di pintu keberangkatan, pembicaraan itu masih berlangsung.

    "lengkap ya keluarga uni hari ini, tapi yang penting kami bangga sama utusan Jambi berprestasi dan Selamat ya Rusli" hmm wajah si Ibu ini lumayan kinclong dengan bajunya yang blink-blink

    "makasih Tante" jawabku

    Menghadap seorang bapak-bapak ke hadapan nenek

    "uni, sudah dicheck in ! silahkan masuk ke ruang tunggu" ...

    ohhh akhirnya terbebas juga dan bisa menarik udara yang lega !
    dengan bersalaman kami menuju ruang tunggu dan tak butuh waktu lama kami akan memasuki pesawat.

    Di dalam pesawat aku duduk disamping nenek dan papa disamping uwo. Lumayan letih juga pinggul, dari tadi terasa duduk terus,
    duduk mengerjakan soal perlombaan hingga jam 7 malam, di mobil dan pesawat juga duduk (pasti itu ! manapula berdiri)
    maksudku, enak rasanya bila bisa berbaring !
    Namun rasa bahagia ketika bertemu lagi dengan mas Wiji lebih besar dari rasa letih ini.

    Untung cemilan dan minuman yang ditawari awak kabin pesawat biru RI ini lumayan menarik. Ada roti isi abon dan sosis lalu kupinta jus jeruk untuk minumnya. Para orang tuaku meminta kopi hangat.

    Sambil mengunyah cemilan itu nenek berkata sebagai wujud bahagia

    "aku kira acara final kau ini membosankan, ternyata tidak" kata nenek

    "timing nya kali nek, misal tidak long weekend gini sepertinya dugaan nenek terbukti" jawabku

    "jadi long weekend penyelamat" sergah nenek

    "hahahh nenek, siapa ayo yang tidak senang long weekend" alasanku

    "kurang ngerti aku" balas nenek

    wadhuuhh... wkwkwk nenekku yang baik hati dan berkata kritis

    "misal ini hari kerja Senen, setelah itu Selasa. Ayo siapa pula yang mau rame-rame menjemput kita dari bandara dan dari hotel ?. Terus nenek mesan taxi, efek bahagianya tidak sebesar jika kita dijemput oleh rekanan dagang" kalimatku

    "ooo gitu maksud kau, di dusun apo orang kenal long weekend ?" nenek kembali memancing

    "dusun yang mana dulu nek ? hihi nenek ini" rasa nyaman disamping nenek mampu menyemangatiku untuk mengakhiri penerbangan yang tidak terlalu lama ini,
    karena jarak Cengkareng ke Bandara Achmad Yani di kota Semarang ini adalah tidak begitu jauh.

    Saat pesawat mendarat suasana begitu hening, karena sudah malam. Banyak penumpang memilih tidur sesaat termasuk papa Ridwan.
    Terdengar suara uwo membangunkan papa Ridwan.

    Ada barisan orang-orang penjemput sepanjang jalan pintu kedatangan
    Rapi dan tertib,
    Tidak sebejubel Cengkareng
    tapi tidak juga selengang bandara Sultan Thaha kota Jambi.

    Tidak terlihat wajah yang kami hunting dalam barisan itu, hihihi mungkin mas Wiji dan keluarga masih di jalan
    Akhirnya kami menepi di pinggir koridor yang ada bangku-bangku untuk menunggu.
    Aku ga mau lagi duduk dan juga tidak banyak berjalan,
    nenek memangku tas jinjingnya dan bersiap untuk duduk.

    "oh itu mak disebelah sana mereka menunggu" papa Ridwan melihat mas Wiji dan keluarga
    Lalu seketika aku alihkan pandangan pada petunjuk dari papa Ridwan
    mereka juga bengong
    Ku kirim pesan untuk mas Wiji tentang posisi kami yang tidak jauh dari mereka, hihihi dengan prinsip nenek dan papa Ridwan yang tidak pernah ribut-ribut berteriak ditonton orang lain,
    aku gunakan cara yang baik

    Heemm dari kejauhan terlihat mama dan mas Wiji serta Nana. Aku tidak melihat papanya, apa sudah selesai kontraknya di kuala tungkal atau sekarang sudah di perminyakan pantura.

    "selamat datang di kota Semarang Ibu" sambut mama mas Wiji sambil salaman sama nenek
    diikuti mas Wiji dan Nana menuju papa Ridwan, uwo, dan aku.
    Sehingga aku juga menyambut tangan mama mas Wiji.

    "Alhamdulillah syukurlah Rusli sudah tidak bertongkat" seru mama mas Wiji

    "syukurlah, dan selamat ya Rusli" mas Wiji menyalami dan memelukku dengan cara yang sangat wajar dan jauh dari kesan pacaran hihihi
    aku juga malu pastinya jika disaksikan nenek dan papa Ridwan, apa yang akan mereka fikir.

    "Rus, gimana kabar teman-teman ?" tanya Nana spontan

    "hohoho urusan teman-teman ditanya lain kesempatan, sekarang kita ke rumah yang baru direnofasi mama" ajak mas Wiji

    "kami ikut saja" persetujuan nenek dan uwo

    Setelah berjalan dua orang kalau kusimpulkan itu adalah supir
    Mereka mengarah ke parkiran dengan kode tangan dari mas Wiji dan dalam waktu yang tidak terlalu lama datang dua mobil. Yang satunya aku kenal yaitu Rush warna putih hhehe dan ada satu inova warna hitam.
    Kemudian mas Wiji masuk pada mobilnya dan mama mas Wiji masuk pada mobil inova. Nenek, uwo, dan Nana turut serta pada mobil yang dipilih mama mas Wiji dan cukup berimbang. Sehingga tidak perlu berdesakkan untuk sekelas nenek dan papa Ridwan. Ini sudah difikirkan mama mas Wiji.


    Di dalam mobil yang dikendarai oleh mas Wiji

    Papa Ridwan membuka pembicaraan

    "bagaimana rasa balik ke daerah asal?" tanya papa Ridwan

    "menarik pa ! butuh adaptasi kembali" jawab mas Wiji

    "Terus kuliahnya sudah mulai ?" tanya papa lagi

    "sudah pa" jawab dia

    "lulus dimana ?" tanya papa Ridwan

    "Di Undip pa jurusan Manajemen" jawab dia

    "reguler ? kamu tidak kasih kabar ke sekolah kan ?" tanya papa lagi dan lagi

    "hehehe tidak lulus smpb pa, lulus jalur usm jadi malu saja kasih tahu sekolah" kata dia

    "lah kan mas Wiji ujian juga meski usm, harusnya kasih tahu saja" saranku dengan pesan damai

    "karena kamu sudah tahu, tolong dicatat ya dan infokan ke sekolah" kata mas Wiji

    "kok anak ku yang disuruh ?" papa Ridwan mencegat

    "hehehe papa benar tuh mas ! sedikit penghotmatan pada sekolah, terus adik-adik juga ada referensi untuk memilh kampus" kalimatku

    "iya Rus, aku infokan setelah acara liburan kita ini" janji mas Wiji

    "baiklah kalau begitu, yang penting rajin belajar ! masa depan orang sukses atau tidak siapa yang bisa memastikan ! itu kuasa Allah" nasehat papa Ridwan

    "iya pa, eh sejak kapan Rusli mulai pulih pa ? dia tidak pernah cerita" kalimat mas Wiji

    "hampir satu bulan !" jawab papa

    "benaran ga pakai tongkat lagi ?" tanya mas Wiji

    "tongkat yang dulu sudah tidak dipakai ! papa belikan tongkat yang simple" kataku

    "Mana ?" tanya dia

    "dalam tas" jawabku

    "oh yang bisa di set ? wah praktis ya" tanggapannya

    "tidak boleh terlalu dipaksa jalan, pas kerasa ngilu tentunya dia perlu tongkat itu" pendapat papa Ridwan

    "iya pa, kita doa in saja Rusli benaran bisa berjalan seperti sedia kala" ajak mas Wiji

    "InsyaAllah dan amiiin selalu" jawab kami serempak

    Sesampainya di rumah mas Wiji dalam percakapan selama perjalanan yang begitu menarik sehingga tak terasa waktu bergulir. Pada dasarnya rumah ini tidak terlalu jauh dari bandara.
    Kalau dulu di kota Jambi, aku kagum dengan dekorasi rumah mas Wiji dengan sentuhan Jawa dan sekarang aku malah bertambah kagum.
    Rumah ini luas dan terkesan lapang dengan dominasi warna putih.
    Atribut Jawanya sangat variatif yang tentunya tersedia dan bisa dibeli secara tunai tanpa kirim mengirim antar pulau antar propinsi.

    "ayo silahkan diminum dan dicicipi hidangannya" pembukaan dari mama mas Wiji dan ku lihat Nana sigap membantu ada adek kecil yang selalu senyum sama Nana. Sepertinya itu adik Nana dengan wajah seketurunan.

    "mokasih" jawab nenek dan uwo

    "tambah sukses ibu sepertinya, lebih banyak proyek ya bu" pancing papa

    "iya pak, karena ini propinsi yang besar" jawab mama mas Wiji

    "hahah iyo jangan dikatoi nian Jambi itu kecil" kelakar uwo sambil mengemil brownis bikinan mama mas Wiji

    "ini yang perempuan kawan sekelas si Rusli dulu ?" tanya nenek

    "iya nek" jawab Nana

    "kok tidak diajak umroh sekalian ?" nenek makin heran

    "oh waktu itu saudara saya datang ke Jambi, jadi Nana yang menemani" jawab mama mas Wiji hemm hihi bilang saja ga cukup pundi-pundi USD

    Hingga percakapan mengarah ke apa rencana mereka besok dalam rangka pengembangan konsep bisnis
    Aku berpamitan untuk alasan sholat isya
    dan aku dipandu mas Wiji menuju bagian tengah rumah
    waw .... ada saung sholat, keren dalam segarnya udara dengan bantuan air yang mengalir dari dinding terutama bunyi gemericik yang ditimbulkan

    "ini pakai pompa ya mas" tanyaku terkesan

    "iya Rus, kamu suka gemericiknya ?" tanya mas Wiji

    "iya" kataku

    "kalau aku pusing Rus, aku kurang suka suara air berisik" kata dia

    "aneh, ga bisa tinggal dekat sungai dong ? katanya ingin berperahu ke makam Bapak" alasanku agak mengundang otakku berfikir

    "itu lain Rus, alami ! aku mungkin suka, inikan buatan ! jauh dari kesan alami" alasan dia

    "hahahah betul juga yah,.. tapi hargailah upaya mamamu mas" saranku

    "OK dan siap " persetujuan dia

    "iya aku mau berwudhuk dulu ya, dan mas yang jadi imam" ajakku

    "Ok Rus, ayo kita sholat. Akhirnya kemana aku terbang kamu sanggup mencari, hebat" kata dia

    "mas tahu itu artinya apa ? jauh lah Jambi ke Semarang" saranku

    "kalau tidak ada sesuatu yang spesial" dia melanjutkan kalimat itu

    aku menatap matanya

    dan mas Wiji kemudian memberikan senyumnya yang terindah kalau tidak malu aku sudah menghambur kedalam pelukannya, kenapa ? karena senyumnya plus rasa sayang dan dia sekarang benaran jauh dari rokok, alhamdulillah so far
    bisa saja dia merokok sekali malam, bisa saja, sekarang saja belum


    Habis sholat yang dipimpin oleh orang ganteng ini aku bersalaman dengan dia dan sedikit menghibur dengan pertanyaan seperti ini :

    " mas bisa merokok ya di ruangan terbuka seperti ini dan disediakan asbak ga apa loh di saung sholat ini" pancingku

    "kalau bertanya ini aku ntar benaran merokok loh" jawab dia

    "hahah jadi benaran sudah berhenti ?" tanyaku

    "hingga saat ini ga tahu setelah kamu tinggalkan aku lagi" kata dia

    "tinggalin ? balik ke Jambi lagi untuk menyelesaikan sekolah ! itu yang tepat penngucapannya" kalimatku

    Lalu terlihat langkah nenek dan uwo yang juga mau sholat

    kami persilahkan dan menunjukkan toilet

    terdengar decak kagum nenek dan uwo pada hal yang mereka lihat sama seperti aku tadi

    Ada empat kamar di rumah mas Wiji, kalau ingin ya inginlah berdua sekamar dengan mas Wiji. Dari tadi aku juga ga masuk kamar dia. Jangan main-main dengan insting uwo, aku ga berani
    maka aku minta sekamar dengan papa Ridwan

    Nenek dan uwo juga sekamar.

    Hmmm sholat sudah, ngemil dengan brownis yang enak sudah, minum teh yang wangi juga sudah dan adem.
    Sekarang kami bersiap masuk dalam alam mimp pada sebuah kamar yang bagus. Aku nilai bagus karena kebagusan dengan kamar di rumah nenek berbeda ya dari segala hal.
    Tapi kamar nenek ga hanya bagus namun istimewa menurutku.


    Pagi harinya setelah kami berpakaian rapi semua nenek membuka pembicaraan

    "Rusli, kami hendak melihat pasar Pekalongan. Tidak cocok untuk kaki kau" kalimat nenek

    "iyo nek" jawabku

    "Wiji mau kemano dengan Rusli nanti ?" tanya papa secara hati-hati

    "paling ke kampus pa" jawab dia

    "jangan pakai motor, tolong" pesan uwo

    semua diam .....

    "kamu bisa dipercayakan ? tunjukin lah" nasehat mamanya

    "iya mas, kami diantar pakai inova saja, mas yang bawa mobil ke kampus" saran Nana

    "dduuhh iyalah, aku yang paling mengkhawatirkan kesehatan Rusli" persetujuan dari mas Wiji

    Ketika mereka berangkat, kamipun bergerak menuju kampus mas Wiji
    Baru terlihat wujud kota semarang, besar, rapi, dan ok
    sepertinya kami sudah di sudut kota, masuk ke jalan layang sepi....... pemandangan gunung kiri kanan
    suhu sedikit turun dan
    mobil berjalan terus
    agak mendaki
    aku kira kampusnya di luar kota, tapi kok
    keluar jalan layang masuk kota lagi dan terlihat deretan bangunan dengan gerbang Undip gitu


    "hahaha menarik kotanya mas" kesanku

    "heran kamu ya ?, jadi sepertinya kota ini dua bagian Rus, semarang bawah itu yang tadi, dan ini semarang atas" kata mas Wiji

    hmmmmm kereeennnn

    Mobil diparkirkan oleh mas Wiji di halaman parkir yang tak jauh dari kampusnya malah banyak kantin keren lagi
    Waktu seleksi olimpiade matematik di Unja dulu ada yang ga ada yaitu kantin keren hehehh
    Aku berharap masuk ke kantin itu, lumayan haus nih
    asikkk, mas Wiji bisa mengetahui tatapan mataku
    kami disambut oleh teman-teman dia
    mulailah bahasa planet mereka dan sering sekali aku dengar kata-kata : wis, piye, orak, dolan, konco_bro, sing, ono, iki, opo
    aduh pengen rasanya sedikit-sedikit bisa bahasa Jawa, kata Nana dulu ini khas Semarang ada beberapa kosa kata yang sering dipakai anak Semarang.

    Mas Wiji memperkenalkanku sebagai adik nya
    dan beberapa pertanyaan lain berupa guyon mengenai ketidak percayaan mereka pada jawaban mas Wiji.
    aku berusaha untuk tidak over dan tidak sok akrab gitu.
    Dia melihatkan kesehariannya, semua
    siapa teman akrabnya dan siapa yang sering menghabiskan waktunya.
    Hingga jam itu tidak terlihat ada cerita tentang teman yang ceweknya. Lagi pula dia baru beberapa bulan untuk memulai kuliah belu terlalu banyak cerita.
    Satu jam setengah aku habiskan waktu di perpus dan mainkan beberapa info dari inernet di HP sementara mas Wiji ada satu kelas.
    Setelah itu kami makan siang dan kembali ke jalan menuju Rumah.
    Kami berhenti disuatu part yang agak tinggi dan rindang oleh pohon beringin yang rindang ada pinggang pembatas pinggir jalan sering dijadikan tempat duduk oleh pelancong. Ada atap rumah kecil-kecil terlihat dari kejauhan.

    "makasih selalu Rus, mau menemani langkahku. Kamu ga apakan pacarannya ga seperti orang kebanyakan" kata dia

    "hahah mas Wiji. Ada kesempatanpun pacaran cowok seperti apa ? ya santai saja mas" jawabku

    "kamu ga tahu cara pacaran cowok ? benaran ?" tanya dia

    "benar mas" kataku lagi

    "aku juga ga tahu heheheh" jawab dia

    "ya jadi santai saja kan ? hati yang perlu dijaga mas" kalimatku

    "bagiku dekat denganmu walau hanya HP adalah waktu pacaran sesungguhnya" jawab dia dengan sebelah tangan merangkul rusukku dan sebelahnya lagi mengusap pahaku

    aku agak merinding

    "dah lumayan ya kaki ini sekarang, cepat sembuh ya kaki" dia mengusap dengan pola merangsang

    "amin mas" kataku

    "kalau ini sudah sembuh giliran perut dan dada yang perlu dibentuk Rus" kata dia

    "iya mas moga pas kuliah semua ada kesempatan" persetujuanku

    "betul, lihat ini Rus, kalau dilatih akan kuat" kata dia sambil mengangkat T-Shirt di sebelah perutnya

    Tampaklah puser mas Wiji yang penuh dengan rambut dan seketika aku melihat bongkahan dibalik resleting celana jeansnya. Bongkahan itu seperti sengaja dipamerkannya.
    Aku jadi kaku
    beginikah ya Tuhan pacaran itu ?
    Terakhir diambilnya lengan tangan kiriku dan diarahkannya di atas bongkahan resleting celana jeansnya itu sehingga siku tanganku seolah menekan organ intimnya yang masih terbungkus dalam balutan celana jeans. Dia berbisik

    "gimana Rus, besar dan paded ga ?" tanya dia

    "belum mas, masih terasa daging lembek" jawabku

    "belum keras maksimal itu Rus" kata dia lagi

    "hahahah.... mas Wiji, sudah ya mas ! nanti digrebek ormas bahaya kita mas" saranku

    "hehhe, perut kamu aku suka Rus, jangan jadikan berotot ya biarlah seperti itu agak mulus tapi kuat" perimintaan dia

    "iya mas, dulu sebelum sakit aku rajin sit-up kok, insyaAllah jadi kuat" kataku

    "ini begitu mulus Rus, rawat baik-baik ya" kata dia sambil mengelus-elus perutku dan mampu membuat sesuatu mengeras. Hari itu aku tahu mas Wiji suka memandangi dan meraba bagian perutku.

    Jam setengah tiga, kami kembali memasuki rumah mas Wiji dan belum ada tanda rombongan itu pulang, kerena mereka akan balik jam 5 nanti.
    Setelah itu aku diajak ke kamar mas Wiji, aku tidak khawatir karena tidak ada nenek, uwo, dan papa Ridwan. Kamar ini lebih bagus dari kamar mas Wiji di kota Jambi dulu
    Sekarang ada foto besar difigura secara moderen, itu foto kami bersama waktu di Mekkah dulu umroh bersama dan dalam foto itu aku dirangkul oleh mas Wiji. Para orang tua mengelilingi kami. Aku senyum=senyum melihat foto itu.
    Melihat bantal dan kasur, tubuh yang sudah melakukan perjalanan panjang ini mulai limbung, aku memilih tidur siang dalam pelukkan mas Wiji serasa hanya sesaat ketika aku terkejut oleh suara azzan sholat ashar jam tiga lebih begitu. Lumayanlah lebih 40 menit tertidur, aku bergegas ke kamar mandi mas Wiji. Sementara mas Wiji masih tertidur pulas.
    Setelah sholat di saung sholat, aku bangunkan mas Wiji. Agak lama juga ..... hingga harus meletakkan kepala diatas perut mas Wiji. Wangi dan hangat sekali dengan irama teratur.
    "Bangun mas, ayo ! papa dah datang tuh !" aku bangunkan lagi mas Wiji
    Mendengar itu dia tersentak dan bangun seketika

    Bersambung ....


  • Pertemuan :

    bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant, bro @cute_inuyasha , bro @Urang_Tap1n , bro @yadi212, bro @kim_juliant27 , bro @ken89
  • ken89 wrote: »
    ceritanya bagus
    semangat ya bro buat nulis ceritanya :)

    Terima kasih Bro, selamat datang ya

Sign In or Register to comment.