It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
salam...
salam...
Di blog kok cuman part 1?
sorry gak di post disini soalnya :
1. saya publisnya lewat pc pake proxy hide me. tapi sekarang gak bisa (mungkin udah ke blok)
2. kenapa saya gak publis lewat HP, soalnya jika di kirim lewat hp spasi, garis miringnya jadi berubah.
mungkin itu saja. btw jika ada yg mau baca, silahkan meluncur ke blog saya. Jika ingin lihat fotonya, tinggal klik page potret.
vaacum.wordpress.com
trims...
silakan cek link ini buat yg keblokir http://boyzforum.com/discussion/16740471/bypass-blokir-situs-di-komputer/p1
Fotonya blur n gak jelas.
Aku menggeragap bangun ketika telingaku mendengar getar HP di atas nakas. ‘Siapa, sih, malam-malam gini ganggu istirahat saja!’ umpatku sedikit kesal karena getar itu serta merta tak hilang bunyinya.
Setelah kulihat ternyata BBM dari Farid.
PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!
PING!!!
Gila! Jariku sampai pegel melihat PING!-nya Farid yang begitu banyak. Ketika akhirnya tulisan itu berada di penghujung jalan, aku menemukan deretan tulisan yang membuat tawaku berbunyi seketika.
Farid :
Tentang foto profil anda :
What!? Itu foto kamu sama Ardar? Kapan dan dimana!? Kok aku gak tau sih!!! Atau… fto itu ktika aku sma ayahku go to BEC? Sumpah nyesel!!
Ku balas :
Fajar :
Iya, seru loh rid wkwkwk. Tau gk shabis aku & dia main sabun, kami brdua lngsung mndi bareng. Dan, kmu tau apa yg terjdi selanjutnya?
D
Sengaja kubuat kalimatku menggantung lalu menekan tombol sillent dan menyimpan kembali HP-ku di atas nakas. Haha, pasti dia nge-PING seperti yang telah dia lakukan beberapa menit yang lalu. Berikutnya kuhempaskan kepalaku ke bantal bergambar Naruto, menunggu kantuk menjalar hingga aku pun terlelap.
***
Minggu depan porak. Itu berarti… aku akan bisa melihat Ardar bermain bersama teman-teman kelas. Ahhh, sayang sekali aku tidak bisa ikut. Sudah menjadi ketentuan panitia OSIS tidak bisa mengikuti kegiatan porak padahal cabang yang dilombakan lumayan seru. Ada futsal, voli, bola boy, sama lomba fingerstyle guitar. Sudah pasti list pertama yang akan aku hapus adalah voli. Bagiku, bermain bola voli itu serasa bermain bulu tangkis. Jadi, jika aku tetap mengikuti cabang itu takutnya permainanku akan seperti bermain badminton. Kan gak lucu.
Saat ini pelajaran olah raga. Mungkin sudah bakatnya aku datang telat ke sekolah. Jadi menurutku olah raga itu hampir kulakukan setiap hari berkat keterlambatanku. Setelah sampai di dalam kelas pastinya teman-temanku sudah pergi ke lapangan duluan. Shit! Untungnya aku sudah terbiasa dengan keterlambatanku saat ini. Maksudku, aku sudah biasa mendapat cibiran, omelan, bahkan wali kelasku pun sudah angkat tangan meskipun hebatnya, dia tidak pernah bosan memberikanku petuah tentang kesuksesan.
Aku menyimpan tas lalu mengganti pakaian menggunakan baju olah raga. Sebenarnya baju olah ragaku ilang gak tau kemana. Untung saja ada kakak kelas yang berbaik hati memberikan salah satu baju olah raganya kepadaku. Katanya dia punya banyak. Aku hanya mengangguk tidak peduli sih mau punya banyak atau tidak. Cuman yang jadi masalah, baju ini kekecilan. Jadi, aku malu dong jika harus memakai baju kecil. Lagi, untungnya Ardar lebih berbaik hati membelikanku baju olah raga. Intinya… pelajaran olah raga adalah hal yang paling kutunggu pelajarannya karena aku bisa memakai baju peberian Ardar. Sekarang, aku berlari menuju lapangan setengah terengah-engah. Ternyata baru memulai pemanasan.
“Gerakan kombinasi… mulai!”
Aku mengikuti sie olah raga yang sedang melakukan gerakan kombinasi.
“Sudah selesai?” tanya Pak Dadang, guru olah raga kelas IPS dan beberapa di kelas IPA.
“Sudah, Pak!” teriak kami semua.
“Baiklah, sekarang bapak akan mengetes fisik kalian menggunakan tali skiping ini. Sekarang kalian latihat dulu, jangan sampai tali yang kalian putarkan nyangkut di kaki kalian karena jika itu terjadi, maka hitungan waktu otomatis akan dierhentikan.” Aku menghampiri Ardar lalu mensejajarkan langkah hendak mengambil skiping. Setelah dia memegang pegangan tali itu, beberapa detik kemudian dia mulai meloncat sambil menyuruhku untuk melakukan hal yang sama. Aku mengangguk lalu mulai menirunya. Ternyata… gila! Jika kamu belum terbiasa maka akan terasa sangat sulit sekali. Berbeda dengan perempuan yang sudah terbiasa melakukan hal ini dari kecil.
“Capeknya…,’ ujar Ardar di sampingku. Dia mengeluarkan peluh banyak sekali.
“Keringatmu kok banyak?” Ardar tidak menjawab. Dia malah tertawa sambil mengambil kembali tali skiping yang ia simpan barusan. Aku pun mengambil tali skipingku lalu kembali meniru apa yang Ardar lakukan. Pergerakanku sudah mulai membaik ternyata. Terbukti ketika tali yang kuputar tidak menyangkut lagi dipergelangan kakiku.
“Baik latihannya cukup. Sekarang bapak tes mulai di absen pertama sampai absen ke 4. Ari, Ardar, Anisa sama Anatasya silahkan mulai. Waktu bapak kasih selama dua menit,” ucap pak Dadang tanpa memberikan kami jeda istirahat.
“Semangat Dar, kamu pasti bisa.” Ardar mengangguk lalu menepuk bahuku pelan. Ketika dia melakukan tes, aku mem-foto dia untuk kenang-kenangan. Hasil gambarnya memang kurang bagus karena jika di foto di tempatku berada akan terlihat kecil. Tapi tak apalah. Yang penting orang yang ada di dalam foto ini sangat berharga bagiku.
“Terus… tinggal 1 menit lagi!” teriakku menyemangati dia. Sementara yang lain sudah gagal karena tali itu kebanyakan menyangkut di kaki.
“Bagus!” ucap Pak Dadang ketika Ardar berhasil melewati tes dengan poin tertinggi. Aku melihat dia terengah-engah sambil tiduran di lantai koridor. Andai saja tidak ada orang disini, a-aku… a-aku i-ingin menghampiri dia lalu mengelap keringat yang begitu banyak mengalir.
***
Arrrggghh!!
Ketakutanku ternyata terbukti!
Sudah kuduga, pasti akan seperti ini kejadiannya. Maksudku, sudah pasti aku tidak akan sebangku dengan Ardar lagi. Mungkin kalian bertanya apa sebabnya. Jadi gini:
Salah satu cowok di kelasku gak masuk sekolah sudah 4 hari. Katanya dia lagi ada seleksi buat pertandingan squash. Nah kabarnya dia akan masuk sekarang, tepatnya hari sabtu. Karena bangku yang dia tempati kosong, ditambah temannya—cewek—pindah bangku dengan alasan gak mau sendirian, otomatis aku sama Ardar harus menempati bangku yang kosong. Ketika cowok itu masuk, aku dan Ardar pindah bangku lagi namun sialnya, bangku kami berdua ditempati oleh cewek. Akhirnya, kami mencari bangku kosong yang lain. Dan, disinilah rasa khawatirku terjadi!
Bangku yang kami tempati berada di pojok, jauh dengan teman cowok—mereka ada di deretan paling kiri semua. Secara logika pasti Ardar tidak akan nyaman. Aku hanya bisa diam menatap meja tanpa berani menatapnya. Hingga, perkiraanku ternyata benar. “Jar, aku sebangku sama Yana, ya?”
“Terserah kamu, Ar…”
“Terus kamu gimana?” sejenak aku tidak menjawab.
“Aku? aku sendiri aja. Kesana aja kalau kamu gak mau disini,” balasku dingin. Ardar mengangguk lalu dia pun pergi.
See? Gimana aku gak kesal coba!? Seharusnya jika dia sahabatku, dia akan lebih memilih sebangku bersamaku apapun kondisinya. Aku hanya bisa memandang jendela tanpa bisa berpaling. Mataku berkaca-kaca siap mengalirkan air mata kepedihan. Tapi… aku bisa apa? Aku tak mempunyai hak lebih. Aku hanya ingin menjadi sahabatnya dan berharap suatu hari nanti dia akan menganggap keberadaanku. Karena sejatinya aku sudah lelah berharap. Aku sudah mempunyai komitmen jika Ardar sama Farid akhirnya hanya bisa menggoreskan luka, aku tidak akan percaya lagi sama sahabat. Tidak!
“Itu Fajar duduk sendirian? Kasian, Ar,” sayup-sayup aku mendengar Rian berbicara.
“Iya bener. Hmmm, Jar, pindah kesini. Bertiga aja dari pada kamu sendiri!” seru Ardar sedikit keras. Aku hanya menatap dia tanpa bisa berbicara.
Ku ambil HP-ku di kolong meja, lalu mencari kontak BBM seseorang. Dia adalah temanku di dunia maya. Aku kenal dia gara-gara aku membuat cerita berjudul When the Love Falls.
“Kak, kayaknya saya nyerah.”
“Loh kok nyerah? Km hrus smngat dek!”
Ardar terus memanggilku untuk sebangku dengannya. Bukannya menjawab, aku malah larut dalam keadaan melankolis bersama teman curhatku, teman yang sudah kuanggap sebagai kakak-ku sendiri.
“Da saya mah apa atuh, kak. Keluarga suka berantem, punya orientasi menyimpang, sudah gagal bersahabat selama tiga kali, dan sekarang gagal lagi? Apa kak? Apa yang harus saya pertahankan di dunia ini. Esensi hidup adalah sebuah tujuan. Dan, tujuan saya rasanya sudah menghilang. Saya pengen tenang kak…”
Apakah ini hanya terjadi padaku, ataukah apa yang kulakukan memang lumrah. Tapi yang jelas, jika aku sedih, maka semua orang yang ada di sekitarku akan terkesan jahat. Masalah kecil di hidupku serasa besar padahal sebelum aku mempunyai kesedihan aku tidak apa-apa. Aku merasa sendiri dan tak ada orang yang perhatian terhadapku. Namun untungnya kakak-ku itu memberi motivasi. Dia curhat tentang masalah hidupnya dan sepertinya, masalah dia lebih rumit dari pada permasalahanku. Akhirnya aku mengambil tas lalu beranjak pergi menuju bangkunya Ardar. Dia lagi mengerjakan PR matematika. Ketika melihatku datang, dia menggeser kursinya lalu kami pun duduk bertiga. Aku dan dia kembali mengobrol tentang apapun itu. Dia meminta untuk menuliskan nama pacarnya di jari tangan. Aku pun mengabulkan permintaanya lalu menyuruhnya balik menuliskan orang yang kucinta. Aku menuliskan inisial nama dia dan Farid.
Aku menuliskan : I LOVE YOU F & A
Ketika ditanya siapakah orang itu, aku menjawab Fania Aulora. Padahal arti sebenarnya Farid dan Ardar.
***
Seharusnya hari ini aku rapat OSIS untuk acara porak yang akan dilaksanakan besok. Tapi aku malah lari ke pasar minggu dimana tempat itu akan penuh oleh orang-orang yang menikmati liburan. Pasar ini sedikit berbeda dengan pasar pada umumnya karena pasar ini buka di hari minggu saja. Barang yang diperjualkan bukan sayuran—meski ada—tapi kebanyakan makanan jadi sama pakaian yang berjajar di pinggir jalan. Akses untuk motor di tutup karena banyak keriapan orang yang sangat bejubel.
Aku mulai berlari dari rumah. Dimulai melewati gunung berbatu, menanjak seperti naik gunung, lalu turun hingga aku pun sampai di pasar minggu. Pasar itu terletak di salah satu kepolisian, jadi meskipun pasar, tapi kebersihan sangat di jaga karena tempatnya memang mengambil di tempat polisi. Hal yang menjadi tujuan kebanyakan orang datang kesana adalah menikmati lapangan besar untuk berlari. Banyak perempuan maupun laki-laki datang kesana sekedar olah raga atau mencari pacar. Kalau aku… tujuannya apa ya? Yah, munafik jika aku datang kesana tidak melirik pria keren, apalagi berbadan tegap. Siapapun pasti akan meliriknya.
Setelah sampai di lapangan aku mulai berlari. Di target sih 5 keliling, tapi jika stamina masih kuat maka 10 keliling.
Jika dilihat-lihat, ternyata banyak siswa sekolahku yang lari disini. Mungkin sekitar 10-15 orang. Ada anak Badminton sepertiku, KIR, PASKIBRA, parkur, sama futsal.
“Baru berapa keliling?” tanya Sandi, teman eskul babmintonku.
“Baru 6…,” balasku sambil memperlambat laju lari. Jika aku tidak lari dulu dari rumah mungkin aku kuat lari 10 keliling. Tapi rasanya aku hanya bisa lari 8 keliling.
Setelah selesai aku beli aqua di dekat pagar. “Jar… Fajar…!” aku celingak-celinguk mencari orang yang memanggilku. Setelah ketemu orangnya, ternyata dia Husen, teman SD-ku. Dia sedang memakan coklat dingin dengan temannya.
“Udah lari belum?” tanyanya.
“Udah. Kalian belum?”
“Iya belum. Niatnya mau ngajak kamu, tapi ternyata sudah.”
“Haha gak papa kali. Ayo kita lari lagi,” balasku sambil tertawa. Pada akhirnya aku lari kembali entah untuk ke berapa kalinya. Setelah selesai kami duduk di atas lapangan. Disana kami bebas memandang sekumpulan orang yang sedang berlari, main bola, atau pacaran. Disini juga aku bebas melihat pria. “Jar… tolong fotoin dong. Nanti giliran. Tapi jangan muka, malu aku kalau muka.”
“Oke…”
“Tapi mending sama kamu. Ren, tolong fotoin aku…”
Lagi, andai saja orang yang bersamaku ini adalah Farid dan Ardar.