BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

KUMPULAN CERPEN KARYA FUUMAREICCHI

15681011

Comments

  • bang @Fuumareicchi sering2 aja bikin cerita yg mellow
  • makasih kembali mas @Fuumareicchi di tunggu cerita selanjutnya...
  • iyah... ada kerabat org makassar @fuumareicchi
  • @fuumareicchi saya suka cerpennya. cerpen bagus itu ibarat rumah tipe 21 tapi dengan taman yg teduh. kecil tp menenangkan.
  • nitip komen icchi..
    #loh?
  • @Sho_Lee‌ thx yah.. ditunggu aja cerpen berikutnya..^^

    @lulu_75‌ udah ada. tapi endingnya masih di utak atik.. semoga cepet kelar yah.. Doa'in ajah..^^

    @Mr_Makassar‌ ada bang. Sodaraku lulus kedokteran Muhammadiyah Makassar. Tinggal disana setelah lulus. Tapi sekarang lagi nunggu penempatan baru kyknya. Mudah2an aku bisa maen kesana yah.. Wanna be my tour guide klo aku beneran kesana?^^ #Kedip

    @topeng_kaca‌ Thx dear. komen kamu menyejukkan.. pengandaiannya itu.. Super..^^ Makasih ya masih setia dengan cerita2 saya.. #Kecup :*

    @octavfelix‌ kenapa ga nitip hati? #Eh *Kabuuuurrrr^^
  • Kecup mesra pake basah untuk Readers tercinta.
    Sengaja biar yang tidur jadi gelisah..
    #JilatKuping Banguuunnn.. Baannguuunn.. Baanngguuuunn..

    @octavfelix‌
    @bayumukti‌
    @tarry
    @angelsndemons‌
    @alvaredza
    @TigerGirlz‌
    @Zazu_faghag‌
    @arifinselalusial‌
    @FransLeonardy_FL‌
    @haha5
    @fadjar
    @zeva_21‌
    @YogaDwiAnggara2‌
    @inlove‌
    @raka rahadian
    @Chy_Mon‌
    @Cruiser79‌
    @san1204‌
    @dafaZartin‌
    @kimsyhenjuren‌
    @3ll0‌
    @ularuskasurius‌
    @Zhar12‌
    @jujunaidi‌
    @edogawa_lupin‌
    @rickyAza‌
    @rebelicious‌
    @rizky_27
    @greenbubles‌
    @alfa_centaury‌
    @root92‌
    @arya404‌
    @4ndh0‌
    @boybrownis‌
    @jony94‌
    @Sho_Lee‌
    @ddonid‌
    @catalysto1‌
    @Dhika_smg‌
    @SanChan‌
    @Willthonny‌
    @khieveihk‌
    @Agova‌
    @Tsu_no_YanYan‌
    @elsa
    @awangaytop‌
    @Lonely_Guy‌
    @ardi_cukup‌
    @Hiruma‌
    @m1er‌
    @maret elan
    @Shishunki‌
    @Monic‌
    @cee_gee‌
    @kimo_chie‌
    @RegieAllvano‌
    @faisalits_‌
    @Wook15‌
    @bumbellbee‌
    @abay_35‌
    @jacksmile‌
    @rezadrians‌
    @topeng_kaca‌
    @wahyu_DIE‌
    @Just_PJ‌
    @nand4s1m4‌
    @danar23‌
    @babayz‌
    @pujakusuma_rudi‌
    @HidingPrince‌
    @Jean_Grey‌
    @nand4s1m4‌
    @tahrone‌
    @alamahuy‌
    @eswetod‌
    @aw_90‌
    @Akbar Syailendra
    @diditwahyudicom1‌
    @PahlawanBertopeng‌
    @ryanadsyah‌
    @Mr_Makassar‌
    @ipinajah‌
    @CL34R_M3NTHOL‌
    @kenan‌
    @soroi‌
    @pangeran_awan‌
    @Richi‌
    @obay‌
    @BieMax‌
    @whysoasian‌
    @wirapratama95
    @DItyadrew2‌
    @ardilonely‌
    @ardavaa‌
    @Needu‌
    @ilhams_Xman18‌
    @AghaChan‌
    @d_cetya
    @doodledeedum
    Oiya colek-colek: @pokemon‌ Mudah2an berkenan..

    Happy Reading Guys..^^

    NB: Buat yang keberatan dimention bilang ya..
  • edited August 2014
    Cerpen ini saya bikin sewaktu saya terlanjur bilang sama @Hiruma‌ mau buat cerpen tentang ayah..
    Nah jadinya begini deh..
    Tapi saya sempet bingung sama endingnya..

    Untungnya ada si Aa' yang ngasih pendapatnya. buru-buru cerpen ini saya selesaikan sehabis dengerin saran Aa'..
    Aa'.. Tararengkyuh cup cup muach ya A'..^^
    buat @Hiruma‌ awas klo ga komen.. udah dibikinin gituh.. becanda.. cukup di like ajah ay.. wkwk..^^

    So, langsung ajah. Yuk kita keemmooonn..
    *******oOo*******

    MY FATHER’S JOURNAL


    10537099_1465878227023201_1470170429558783772_n.jpg?oh=6b8ae584884cbba4407aae58320a278e&oe=544FDBBB


    Satu yang kuingat selalu
    Satu yang kupegang selalu
    Dari satu itu
    Kujaga buah hati kita berdua sayangku

    Aku pernah melafalkan janjiku
    Teruntuk kamu istriku
    Disaat akhirmu
    Untuk menjaga anak kita selalu

    12 April 2012

    Hari ini, tepat 20 tahun yang lalu kamu lahir ke dunia anakku. Tiada yang lebih membahagiakan untuk ayahmu ini selain melihatmu lahir dengan sehat dan selamat tak kekurangan suatu apapun. Seumur hidup, ayah tidak pernah menitikkan air mata. Hanya sekali, ketika kakekmu (ayahku) tiada. Tetapi dihadapanmu, ketika melihatmu lahir tak terasa air mata ayah jatuh berlinangan.

    Ayah yang mengadzanimu kala itu. Tiada yang lain. Ayahmu inilah orangnya. Suara ayah adalah suara pertama yang kamu dengar anakku. Dengan bangga ayah memberimu nama Bagas Adipati. Dalam nama itu ayah lantunkan segala doa-doa supaya kamu nanti bisa seperti namamu.

    Ibumu sangat bahagia ketika melahirkanmu. Namun tahukah kamu? Ketika ibumu melahirkanmu dia mempertaruhkan nyawanya untuk bisa melahirkanmu ke dunia. Sejak dulu ibumu menderita lemah jantung. Kehamilan sangat riskan untuknya. Tapi dia memaksa dan dia kuat katanya. Kamu harus menghargai usaha gigih ibumu untuk itu dengan mendoakannya selalu anakku. Ibumu memang pantang menyerah. Dia mampu melewati saat-saat sulit bagi seorang wanita tersebut. Tanpa operasi caesar, murni usaha sendiri. Ayah tidak tega melihatnya dulu.

    Andai ibumu masih disini. Ayah tidak akan menulis jurnal ini. Ayah bisa berdiskusi dan menuangkan isi hati padanya. Ayah teringat disaat terakhir ibumu, dia meminta ayah menjagamu selalu. Ibumu memang sangat sayang padamu. Dia menyelamatkanmu dari mobil yang melintas. Sayang beribu sayang.. Ah sudahlah..

    Andai ibumu masih ada, ayah tidak akan sanggup memandang matanya. Ayah merasa telah gagal mendidikmu. Ayah merasa sangat bersalah. Andai ayah tidak tahu. Andai ayah tidak masuk ke kamarmu saat itu. Ayah sudah gagal sebagai orang tua. Maafkan ayah.

    Saat itu, ketika ayah lewat di depan kamarmu dengan kue ulang tahun ditangan.Ayah pikir tidak ada orang di dalam. Karena pintumu terbuka sedikit. Ini pertama kali setelah sekian lama pintumu terbuka anakku. Dulu kamu tidak pernah menutup pintu kamarmu. Dulu kamu selalu bercerita semua hal pada ayah. Menceritakan hari-harimu di sekolah, juga tentang perilaku teman-temanmu. Namun menjelang SMU semua berubah. Kamu tertutup, seperti pintu kamarmu yang tak pernah terlihat terbuka.

    Karena penasaran mengapa terbuka itulah mengapa lalu ayah geser sedikit pintu kamarmu. Kagetlah ayah ketika baru sedikit saja pintu bergeser, ayah langsung disuguhi pemandangan yang membuat jantung ayah berhenti dan darah ayah mendidih. Kamu sedang berciuman dengan temanmu yang sering datang itu. Tidakkah kau pikirkan itu adalah jam ayah pulang kantor? Mengapa kamu tega menghancurkan hati ayah? Kamu adalah anak kami. Ibumu meminta ayah menjagamu. Bagaimana ayah harus mengatakan semua itu nanti padanya? Terlebih, bagaimana ayah sanggup mempertanggungjawabkan semua itu dihadapan Tuhan?

    Meski ayah kecewa. Ayah marah. Ayah murka. Ayah coba menekan itu semua. Ayah kembali menggeser pintu itu kembali ke posisi semula. Kamu dan temanmu bahkan tidak sadar ayah melakukan itu semua, karena kalian sedang asyik melakukan silat lidah. Ayah tahu anak muda memiliki hasrat yang meletup-letup. Tapi bukan ciuman itu yang membuat ayah merasa hancur. Partner ciumanmu itu yang membuat jantung ayah terhentak, berhenti berdetak. Kenapa lelaki anakku? Tak ingatkah tentang cerita kaum Luth?

    Astaghfirullah. Apa salah ayah? Didikan ayah yang mana yang mengajarkan melakukan itu semua? Apakah ayah kurang perhatian? Apa karena kamu ditinggal ibu terlalu cepat? Apa kamu pernah patah hati dengan wanita? Atau kamu terjerumus oleh temanmu itu? Kepala ayah berat. Terlalu banyak pertanyaan yang melintas. Tapi untung ayah mampu berpikir jernih. Ayah segera memanggil namamu dengan sedikit kencang kala itu. Ayah memandang kosong kue ultahmu kala itu..

    Paling tidak itu bisa menghentikan silat lidah kalian. Ayah memang tidak bisa menjagamu di luar dan di rumah sendiri. Karena ayah harus bekerja. Tapi paling tidak saat ini ayah tahu kalau ayah harus mencegah kamu berbuat lebih jauh dirumah kita. Ini kediaman kita. Perbuatan zinah akan menutup pintu doa kita anakku. Tidak akan diterima amalan orang yang dirumahnya terdapat maksiat.

    Untungnya kamu segera menghampiri ayah. Ingatkah kalau saat itu kamu berkeringat? Padahal kamarmu ber-AC. Entah adegan apa lagi yang kalian lakoni, ayah tak berani membayangkannya.

    Tapi ayah tahu, ayah harus melindungimu. Bukan untuk ayah, tapi untuk kamu. Ayah tidak ingin kamu masuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Ayah ingin kita semua bisa bersama-sama di akhirat nanti. Salahkah ayah mengharapkan itu?

    Ayah ucapkan selamat ulang tahun. Lalu temanmu itu menyusul keluar. Ayah pura-pura tidak tahu dan menyambut temanmu dengan sedikit kaku tidak seperti biasa. Tidakkah kau rasakan itu anakku? Walau kejutan ayah untukmu gagal. Paling tidak salah satu diantara kita ada yang terkejut. Amat sangat terkejut. Itu pertama kalinya kamu berhasil mengejutkan ayah. :’(

    Hari itu ayah merenungi hari-hari yang telah kita lewati bersama setelah ibumu tiada. Walau hati ayah hancur, tetapi kamu tetap anak ayah. Selamanya anak ayah.

    *

    19 April 2012

    Seminggu itu ayah gelisah. Tidur ayah tak nyenyak. Makan pun tak enak. Bayangan kamu bersilat lidah dengan temanmu membuat hati ayah nelangsa. Membuat ayah resah. Ayah bingung harus bercerita pada siapa. Apa yang harus ayah lakukan? Tidakkah kamu perhatikan jika ayah sangat lama berdoa selesai kita jamaah subuh selama seminggu itu?

    Ayah tak henti berdoa. Tak putus memohon petunjukNya. Hanya padaNya ayah bercerita dan menyampaikan keluh kesah. Maafkan ayah jika ayah pernah ada salah dalam mendidikmu.

    Ayah memang tidak langsung mendidikmu. Ayah harus mencari nafkah untukmu. Ayah serahkan pengasuhanmu kepada ibu ayah (nenekmu). Maafkan juga nenekmu jika dia ada salah dalam mendidikmu. Walau hati ayah menangis pilu, tetapi selamanya kamu tetap anak ayah.

    Sejak kecil ayah sudah membekalimu dengan ilmu agama. Kamu lebih dahulu mengenal alif, ba, ta, tsa dibanding dengan a, b, c dan d. Lebih dahulu bisa membaca juzz amma dibanding merangkai huruf menjadi kata. Ayah sendiri yang meninabobokanmu dikala malam dengan cerita-cerita Nabi dan Rasul. Tidak cukupkah itu menjadi bekalmu menentukan benar dan salah?

    Aku ayahmu dan kamu anakku. Hanya itu yang selalu ayah dengungkan selalu setelah ultahmu itu. Kamu anakku dan aku ayahmu. Selamanya takkan pernah berubah.

    NB: Hari ini ayah membeli sebuah jurnal. Untuk menceritakan segala resah dihati ayah. Segala harapan-harapan ayah untukmu. Semoga kamu dapat membacanya kelak dan mengerti betapa ayah sangat menyayangimu. Selalu dan selamanya tak akan pernah berubah.

    *

    30 April 2012

    Ayah ingat selama beberapa lama kita tak saling bertegur sapa. Kamu seperti menghindari ayah. Khususnya setelah ayah beberapa hari lalu (lagi-lagi) secara tak sengaja masuk ke kamarmu.

    Ayah pulang cepat waktu itu. Karena tidak enak badan. Sejak silat lidah itu, badan ayah selalu terasa lemas. Entah mengapa. Akhirnya ayah malah merutuki keputusan telah pulang cepat dari kantor saat itu. Laptopmu dalam keadaan menyala. Film yang diputar disana bisa membuat hancur hati setiap orangtua yang melihatnya. Bagaimana dua orang lelaki bisa begitu.. Astaghfirullah..

    Lalu ponselmu bersiul. Karena penasaran. Ayah geser kuncinya dan hanya membaca notifikasinya hanya sekilas. Itu saja sudah cukup membuat ayah lebih baik pingsan di kantor dan dibawa ke rumah sakit, daripada melihat dan membaca itu semua. Ini menegaskan silat lidahmu. Ayah tidak sedang berhalusinasi saat itu.

    Untungnya kamu di kamar mandi lama. Jadi ayah bisa segera keluar dan pura-pura baru datang. Ayah rasa wajah ayah tidak bisa terlihat lebih pucat lagi dari waktu itu. Apakah kamu sadar ayah disana dan melihat itu semua? Karena itukah kamu tidak lagi bertegur sapa dengan ayah? Atau mungkin ini hanya perasaan ayah saja, yang merasa kamu semakin jauh dan tidak terjangkau oleh ayah. Jarak antara kita berdua, kenapa bisa menjadi seluas ini anakku?

    *

    3 Mei 2012

    Ayah sudah mencari-cari surat dalam kitab suci kita. Mencari ayat mana yang menceritakan keadaanmu. Ayah semakin terpuruk membaca itu semua.

    Tidak ada satupun yang bagus diceritakan disana. Sanggupkah seorang ayah membayang anaknya menjadi salah satu dari yang diceritakan dalam kitab suci? Dalam mimpi burukpun ayah tak berani bermimpi tentang itu semua.

    Ayah ingin sekali bertanya kepada ustad tentang ini semua. Bisakah pahala orangtua menghapus dosa anak-anaknya?Seperti doa anak soleh/soleha untuk orangtuanya.. Sanggupkah sedekah menghapus dosa yang sudah terlanjur menjejak nyata? Banyak lagi pertanyaan-pertanyaan serupa itu. Namun ayah tak berani untuk menanyakan itu semua.

    Hari itu, tak lelah ayah mencari, satu ayat saja yang bisa membantumu. Tetapi nihil. Tidak ada satupun. Ayah sungguh tak berguna.Maafkan ayah.

    *
    27 Mei 2012

    Sudah beberapa weekend ini ayah selalu menyempatkan diri untuk menghabiskan akhir pekan denganmu. Walau kamu selalu melayangkan protes. Terlebih jika ayah mengajakmu di malam minggu. Kamu akan mengerang seakan tersiksa. Akhirnya ayah setuju jika kita pergi dihari minggu saja. Kenapa kita harus tawar menawar hanya untuk jalan berdua anakku?

    Apa kamu malu ditemani oleh ayah? Tidakkah kamu rindu dengan ayahmu ini? Maafkan ayah sudah memaksamu jalan dengan ayah. Ayah hanya ingin lebih mengenalmu. Salahkah?

    Hati ayah ringan kita jalan berdua. Ayah senang kita bisa menghabiskan waktu bersama. Kamu sekarang tinggi sekali. Bahkan tinggimu sudah melebihi ayah. Dulu kamu begitu kecil. Bahkan ketika ayah menggendongmu dulu, ayah takut tanpa sengaja melukaimu saking kecilnya kamu anakku.

    Maaf sudah menyita hari minggumu dengan orang tua seperti ayah..

    *

    15 Juni 2012

    Tahukah kamu anakku? Setelah jum’atan tadi, ayah hampir saja jatuh pingsan jika tidak dipegangi oleh anak muda yang baik hati memegangi ayah. Anak muda itu seumuran kamu. Wajahnya cerah bersinar. Seolah wajahnya memancarkan cahaya. Ayah jadi teringat padamu. Semoga kamu juga bisa bercahaya seperti itu anakku.

    Ayah memang kurang menjaga makan belakangan ini. Sudah sebulan lebih ayah begini. Terlalu banyak yang ayah pikirkan. Dan kamu yang paling banyak menyita pikiran ayah. Tidakkah kamu perhatikan ayahmu sedikit kurus belakangan ini?

    *

    17 Juli 2012

    Ayah sempat dirawat tiga hari dirumah sakit karena typhus kemarin. Makan ayah yang tak teratur ternyata berimbas juga pada kesehatan ayah. Bukan salahmu anakku. Ini sepenuhnya salah ayah, karena tidak menjaga makan.

    Jika ada hal yang membuat ayah senang karena sakit, itu adalah kamu yang ternyata masih menyayangi ayah. Kamu terlihat sangat khawatir terhadap orang tua ini. Kamu begitu perhatian menjaga ayah.

    Namun haruskah ayah sakit dulu baru kamu memperhatikan ayahmu ini?

    *

    27 Juli 2012
    Pukul 01:20

    Ayah mimpi buruk tadi. Mimpi tentang kamu anakku. Ayah takut. Karena itu ayah segera sholat malam dan melafazkan dzikir dan melantunkan doa-doa untuk keselamatanmu. Sampai waktu subuh lewat tak putus doa ayah untukmu anakku. Baru setelah fajar menyingsing memperlihatkan semburat cahaya doa ayah selesai.

    Oh ayah lupa. Ayah sudah sempat bertanya padamu. Apakah kamu sudah punya pacar? Kamu hanya menjawab belum mau pacaran. Kita bercanda saat itu. Sudah lama ayah tidak tertawa ceria berdua denganmu anakku. Tidakkah kamu rindu canda tawa diantara kita nak?

    Kamu masih sering berdua dengan temanmu yang ‘bersilat lidah’ itu. Ayah sudah hapal namanya sekarang. Namanya Afdhan. Kamu memanggilnya Dhan dengan intonasi yang menurut ayah manja. Ayah ingin sekali bertanya, Apakah orang tua Afdhan tahu dengan kondisi anaknya? Ingin sekali ayah berbagi cerita dengan mereka jika jawabannya iya. Tetapi ayah takut menanyakan itu semua denganmu. Bukan takut dengan jawabanmu, tetapi ayah takut kamu menjauh. Jika kamu lebih menjauh dari sekarang, alasan apa yang ayah punya untuk bertahan di dunia?

    Doa ayah masih belum putus untukmu anakku.. Cukupkah ibadah ayah untuk kita berdua?

    *

    17 Agustus 2012

    Alhamdulillah. Hari ini kita jum’atan bersama. Tidak ada yang lebih membahagiakan ayah karena ibadahmu masih kamu jaga. Walau kita sudah jarang bicara berdua, tapi kita masih sering berjamaah dikala subuh. Semoga 5 waktumu juga kau jaga anakku. Itu doa ayah selalu.

    Kau menjadi ketua panitia 17 Agustus di lingkungan kita. Ketika ayah melihatmu mengisi acara dengan bermain gitar dan menyanyikan lagu yang merdu mendayu, ayah terharu. Ayah pernah beberapa kali mendengar petikan gitarmu, Namun menyaksikannya secara langsung dan utuh, ditambah suara merdumu. Tiada lagi yang lebih membanggakan ayahmu ini anakku.

    Ayah sadar kamu sudah besar dan dewasa dengan caramu sendiri. Bimbingan ayah yang tak seberapa sering membuat ayah terpuruk dalam malam-malam penuh doa. Mungkin benar ayah kurang memperhatikanmu. Mungkin materi saja tidak cukup untukmu. Namun ayah selalu menunjukkan kasih sayang ayah yang tertuju hanya teruntuk dirimu. Tak bisakah kau rasakan itu?

    *

    26 Agustus 2012
    02:43

    Sudah larut. Sangat larut. Namun mata ayah enggan terpejam, teringat kata-katamu. Tepatnya kata-kata permohonanmu untuk kos di tempat yang dekat dengan kampusmu. Ayah terhenyak saat itu.

    Ayah tahu kampusmu dan rumah kita begitu jauh. Jika dipikir, antara Sunter dan Depok memang banyak menghabiskan waktu dijalan. Ayah tahu itu. Tetapi ayah juga tahu, ayah belum siap jika tinggal sendiri tanpamu disisi. Kamu penguat dan penyemangat ayah dikala pekerjaan ayah terasa berat. Melihat dirimu ketika ayah pulang kerja, lelah yang mendera seolah tak terasa. Haahh.. hati ayah belum bisa menerimanya, tetapi logika ayah memaksa untuk menyetujuinya.

    Ayah tahu ini salah satu bentuk proses pendewasaan diri. Juga demi efisiensi waktu disaat kuliahmu mendekati akhir. Hanya saja, hati ayah resah. Sanggupkah ayah menjalani hari-hari seorang diri tanpamu menemani?

    Walau dengan berat hati, sepertinya keputusan ayah memang harus merelakan kamu pergi. Ayah persilakan kamu untuk kos sendiri. Dengan catatan dan wanti-wanti ‘Jangan lupa 5 waktumu’. Hanya itu.

    *

    9 September 2012

    Akhirnya niatmu terealiasasi. Tanggal 1 kemarin kamu segera pindah ke tempat tinggalmu yang baru. Karena semester baru akan segera dimulai. Teman lelakimu si Afdhan itu, ikut datang membantu pindahanmu. Ternyata dia tinggal ditempat kos yang sama denganmu. Karena diakah kamu kos disana?

    Tempat kosmu lumayan nyaman. Ayah berbicara kepada pemilik kos dan menitipkanmu pada mereka. Tidak lupa memberi nomor handphone ayah dan telpon rumah kita. Berpesan jangan lupa menelpon ayah jika kamu kenapa-kenapa. Syukurlah pemilik kosmu ramah. Alhamdulillah..

    Kita tak saling bicara. Hanya membongkar dan menaruh barang-barangmu di kamar. Kamu terlihat canggung. Ayah tak bisa mengutarakan apapun. Hati ayah masih belum bisa melepasmu tinggal sendiri. Apalagi dengan si Afdhan yang menemani.

    Akhirnya, kebekuan yang ada diantara kita terpecahkan oleh pamit ayah. Ketika pamit itulah kamu memeluk ayah erat. Ayah masih ingat kata-kata yang kau ucapkan kala itu.

    ‘Makasih ayah udah ijinin Bagas ngekos. Ayah jaga diri di rumah. Jangan lupa makan. Bagas ga mau ayah sakit lagi kayak dulu. Bagas bakal sering-sering hubungin ayah. Lagi juga weekend kan Bagas pasti pulang..’

    Kata-katamu itu menguatkan ayah. Janjimu untuk sering menelpon ayah juga pulang kala weekend, itu yang membuat hati ini sedikit lega. Tepatilah anakku. Ayah akan selalu tunggu kabar darimu..

    *

    21 September 2012

    Janjimu memang kau tepati. Namun hanya selama seminggu itu terjadi. Seminggu berikutnya mulai jarang-jarang. Amat sangat jarang. Itu pun dalam seminggu hanya 2 kali kamu sms ayah. Terkadang ayah yang lebih dulu menghubungimu. Bahkan weekend kemarin kamu tidak pulang nak. Rumah terasa kosong anakku. Andai kamu tahu..

    Banyak yang ingin ayah utarakan. Banyak yang ingin ayah tuliskan. Tapi ayah tak tahu harus mulai dari mana. Ayah rindu..

    *

    7 Oktober 2012

    Maaf. Lagi-lagi ayah jatuh sakit. Ayah tidak menepati janji ayah untuk makan teratur. Typhus itu menyerang lagi. Dokter mewanti-wanti, jika ayah tidak menjaga pola makan bukan tidak mungkin liver ayah diserang.

    Ayah hanya bisa mengangguk dan tersenyum dengan kata-kata dokter. Menurutmu anakku, bisakah ayah tersenyum ketika pulangrumah dalam keadaan kosong? Bisakah ayah tenang ketika ayah tahu kamu satu tempat kos dengan partner silat lidahmu itu?

    Ayah tahu kamu sudah dewasa. Sudah tahu mana benar dan salah. Ayah pikir kekhawatiran ayah pun tiada guna. Kamu telah memilih jalan hidupmu. Ayah hanya membuat derita untuk diri sendiri.

    Karena cemas kamu memutuskan untuk tinggal di rumah beberapa hari. Kamu rawat ayah dengan telaten sekali. Teman lelakimu si Afdhan itu selalu menemani. Ayah sadar kenapa kamu bisa dekat dengannya. Dia humoris dan tulus. Dia membantumu merawat ayah.

    Hari ini ayah putuskan untuk berdamai dengan diri sendiri dan menerima bagaimanapun keadaanmu. Walau kau belum tahu kalau ayah sudah tahu hubungan kalian berdua. Paling tidak teman lelakimu adalah orang yang bisa diandalkan.

    Jauh dilubuk hati, ayah selalu berdoa agar kamu kembali dan belajar mencintai seorang wanita sebagaimana mesti. Semoga.. Suatu saat nanti..

    *

    28 Oktober 2012

    Ternyata berdamai dengan diri sendiri dan menerima keadaan yang sudah terlanjur terjadi lebih menyehatkan anakku. Pikiran dan hati ayah mulai terasa ringan. Walau tidak bisa dipungkiri, harapan ayah itu masih dan akan selalu ayah sematkan dalam hati.

    Ayah, kamu dan Afdhan jalan-jalan ke pantai dibilangan jakarta utara tadi. Kita menjelajahi dunia fantasi. Ayah ingat, dulu kamu girang sekali. Kamu lompat-lompat tak henti, juga berlarian kesana kemari. Semua wahana ingin kamu datangi dan naiki. Tak hentinya kamu tertawa. Bahkan setelah pulang ke rumah pun euforia itu masih ada. Masih kau tunjukkan secara nyata. Senyum dan tawamu, juga celotehan cerita-cerita yang kamu lalui hari itu terasa hangat dihati ayah.

    Sekarang pun sama. Kamu terlihat bahagia. Terlebih dengan Afdhan yang menemani. Ayah kenal pancaran mata itu. Binar-binar penuh bintang bertaburan hinggap di mata kalian berdua. Ayah bisa merasakan cinta disana.

    Kebahagiaan itu berbeda untuk setiap orang. Tetapi bagi ayah, bisa melihat senyum dan tawamu ayah sudah merasa sangat bahagia. Selamanya kamu anak ayah. Biarlah ayah bertanggung jawab dihadapan Tuhan nanti.

    *

    30 Desember 2012
    23:06

    Lagi-lagi ayah menghabiskan waktu di rumah sakit. Kali ini bukan typhus anakku. Ayah sudah menepati janji ayah untuk menjaga makan. Namun entah mengapa beberapa hari kemarin dada ayah sering terasa sakit. Seperti ditusuk-tusuk. Lalu puncaknya ketika ayah tanpa sengaja menemukan buku catatan yang sudah lusuh di kamarmu. Ayah tak kuat. Jantung ayah mendadak seperti dicengkram dan diperas. Ayah taruh buku catatan lusuh itu pada tempatnya kembali dengan susah payah. Ayah tak ingin kamu tahu kalau ayah telah membacanya. Lalu detik berikutnya ayah tak ingat apa-apa lagi.

    Ketika tersadar, ayah sudah berada di rumah sakit ini dengan kamu yang menemani. Kamu bilang hari sabtu kemarin ketika kamu pulang, kamu sudah menemukan ayah tergeletak tak berdaya di kamarmu. Lalu dengan segera kamu membawa ayah ke rumah sakit.

    Saat itulah ayah teringat. Maafkan ayah sudah membaca buku catatan itu. Tetapi paling tidak, ayah tahu kenapa kamu sampai seperti ini. Ayah tidak menyangka pamanmu tega melakukan itu. Maafkan atas ketidaktahuan ayahmu ini anakku. Jika saja dulu ayah tahu dan segera bertindak, mungkin semua tidak akan menjadi seperti ini. Bukankah saat itu kita masih saling terbuka. Saling bercerita. Tapi kenapa kamu pendam itu semua seorang diri? Maaf. Sekali lagi maafkan atas ketidaktahuan ayah dan kebejatan pamanmu (adikku). Ayah sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Pamanmu sudah meninggal karena kecelakaan 2 tahun lalu.

    Aahh.. sejak itulah kamu menjadi tertutup anakku. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa pamanmu.

    Harapan ayah sedikit terbit kala itu. Keadaanmu bukan buah keinginanmu. Kamu begini karena ulah pamanmu. Harapan ayah yang dulu masih ada. Semoga.. Suatu saat nanti..

    *

    17 Januari 2013
    01:23

    Hari ini ulang tahun ayah. Kamu menyempatkan datang disela-sela kesibukan kuliahmu. Bukankah kamu sudah mendekati UAS? Terima kasih sudah datang anakku. Kehadiranmu adalah kado terindah untuk ayah.

    Seperti biasa, seperti yang sudah-sudah. Afdhan juga datang menemanimu. Melihatmu bahagia walau dengan partner yang salah, tetap membuat ayah merasa bahagia. Paling tidak ayah bisa melihat cinta dimata kalian. Sudahkah ayah bilang ayah sudah pasrah menerima keadaanmu?

    Hanya saja sebagai orangtua, harapan ayah yang dulu selalu terselip dalam doa-doa ayah dimalam-malam panjang penuh asa. Semoga.. Suatu saat nanti..

    Tenang anakku. Ayah bertanggung jawab atas keadaanmu dihadapan Tuhan nanti.

    Hari ini, ayah titip dirimu kepada Afdhan teman lelakimu itu. Ayah tahu dialah pusat kebahagianmu sekarang. Kamu dan pasanganmu (kata ini agak berat untuk ditulis) sempat kaget dengan kata-kata ayah. Namun ayah sudah bilang ayah mengetahui tentang kalian. Walau kalian tidak mengetahuinya.

    Kamu terlihat lega ayah bisa menerima keadaanmu. Kamu bahagia sekali hari ini. Walau dihati kecil ayah harapan itu masih dan akan terus ada. Semoga.. Suatu saat nanti..

    *

    12 April 2013

    Hari ini ulang tahunmu. Tepat setahun setelah ‘kejutanmu’ dulu. Jurnal ini pun seminggu lagi akan segera ultah. Sayangnya hari ini kamu tidak datang karena sibuk dengan kuliah dan tugas akhirmu.

    Waktu cepat sekali berlalu anakku. Kamu sudah besar. Sudah tahu apa yang kamu mau. Bimbingan ayah untukmu sepertinya sudah lama tak diperlukan lagi. Hanya satu yang bisa ayah lakukan untukmu. Mendoakanmu selalu.. Semoga.. Suatu saat nanti..

    *

    19 April 2013

    Terima kasih sudah menemaniku selama setahun ini. Menumpahkan segala keluh kesah. Dan menceritakannya padamu mengurangi beban hati di dada.

    Teruntuk kamu Jurnal Merahku, selamat ultah dan sampai jumpa.

    Maaf aku tidak bisa lagi bercerita. Semua resah, gundah gulana dan beban dihati telah menjauh pergi. Hanya tersisa harapan-harapan serta doa-doa saja. Sewaktu-waktu aku akan mengunjungimu lagi. Tapi tidak akan sesering dulu. Dulu pun tidak terlalu sering ya? Hahaa..

    Terima kasih sobat setia.. Sampai jumpa..

    NB: Tolong aminkan doaku sobat.. Semoga.. Suatu saat nanti..

    *

    EPILOG

    Kami duduk berseberangan di sudut ruang meja sebuah kafe. Tergeletak di atas meja diantara kami, ada jurnal merah milik ayahku. Aku baru tahu. Aku baru sadar ayah memiliki jurnal merah ini. Afdhan tetap terlihat tenang. Seluruh ingatanku dulu berkelebatan ketika memandang jurnal merah itu.

    Ayah.. maafkan bagas. Bagas tidak tahu betapa ayah sangat menderita dulu. Beban dihati ayah, kenapa tidak ayah katakan pada Bagas? Bagas sungguh anak yang tidak berbakti. Tidak mengerti kegelisahan hati ayah selama ini. Maafin Bagas yah.. Sungguh.. maafin Bagas..

    Ini bukan mau Bagas. Bagas juga tidak pernah mau jadi seperti ini. Tapi semua terlanjur terjadi. Bagas juga tidakmenyalahkan om Indra yah. Walau semua berawal dari dia. Kalau saja om Indra tidak melakukan semua itu sama Bagas dulu.. Bagas tidak mungkin begini yah..

    Bagas masih ingat. Waktu itu Bagas SMP kelas 8. Om Indra datang pas lebaran. Pas lebaran kedua, Ayah pergi ke rumah saudara nenek yang paling tua di Suryalaya, Bandung. Waktu itu aku tidak ikut. Karena demam tinggi paginya. Mukaku sampai terlihat merah.Ayah suruh om Indra menjagaku. Berdua di rumah. Saat itulah mimpi burukku datang yah. Aku tidak pernah menyangka kalo om Indra tega berbuat begitu padaku.

    Malam itu panasku sudah turun. Tetapi efek obat tidur dari obat yang kuminum sebelumnya masih terasa. Selepas waktu isya itu aku tertidur hingga tengah malam. Aku terbangun karena merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku. Terasa sekali sentuhan dan tekanan dibagian dada dan selangkanganku. Mataku terasa berat untuk terbuka. Hanya bisa menggumam tak jelas. Dalam rabaan itu aku mengeras. Aku sedikit sangsi, ini nyata atau mimpi. Karena rabaan itu terasa semakin gemas menelisik dada, puting dan selangkanganku, kupaksa untuk membuka mataku. Disanalah kulihat om Indra tersenyum genit padaku. Aku mengerjap tak percaya.

    Kepalanya diatas perutku, tangan kirinya meremas dan sesekali memelintir putingku. Lalu tangan kanannya masih saja terus meraba dan menyelusup masuk celana dalamku. Aku semakin keras, tapi otakku segera mencerna. Ini salah. Ini tidak benar. Melihatku yang tidak melawan om Indra tersenyum puas.

    ‘Jangan om. Sadar om..’ Akhirnya berhasil keluar juga kata-kataku kala itu. Namun om Indra seakan tidak peduli semua itu. Dia semakin gemas menggerayangiku. Bahkan dengan penuh kata-kata manis penuh tipu penuh rayu dia berkata ‘Nikmatin aja Gas, om cuma mau buat kamu enak’. Memang enak, tetapi ini salah ini dosa. Aku sudah berusaha menghindar. Om Indra tak patah arang. Dia merangsek, terus menarik tubuhku mendekat padanya.

    Akhirnya pertahananku runtuh juga. Kekuatanku tiada daya dihadapannya. Tipu rayunya terus dia lancarkan seiring godaan-godaan penuh raba penuh tipu daya. Mencoba mengaburkan logikaku dengan menerbitkan gejolak nafsu yang memang terpanggil itu. Tubuhku merespon setiap rabaannya, jilatannya, ciumannya. Aku merasakan nikmat dunia yang berlumuran dosa kala itu. Tak hentinya om Indra memeras setiap air mani yang terpancar dariku. Aku tidak menghitung. Yang kutahu, aku begitu lelah seolah setiap sari pati hidupku diperas olehnya.

    Esok paginya aku baru tersadar. Om Indra sudah menunggu, duduk disampingku. Saat itu dia mengucapkan kata-kata maaf atas perbuatannya semalam. Dia khilaf. Dan memintaku untuk merahasiakannya. Aku melihatnya seperti benar-benar bersungguh-sungguh. Jadi aku memaafkannya saat itu. Lagipula, aku juga menuruti nafsuku yang dibangkitkan secara kurang ajar olehnya. Tapi sudahlah, dia sudah meminta maaf pikirku. Aku tertipu.

    Sayangnya itu akting belaka. Aku terpedaya oleh om Indra yang pandai berpura-pura. Beberapa kali lagi disaat kesempatan-kesempatan itu tercipta, dia melakukan hal yang sama bahkan lebih jauh. Amat sangat terlalu jauh. Jika dulu dia penuh bujuk rayu, kali itu dia melakukannya dengan tanpa perasaan. Awalnya dia manis bahkan mengirimku dalam kenikmatan tertinggi. Dia mengendarai tonggak kejantananku dengan kelihaian seperti mengendarai kuda pacu. Aku terjerat dalam nuansa penuh tipu. Namun om Indra tidak merasa cukup. Dia menuntutku melakukan hal yang sama. Ketika aku menolak, dia beringas. Dengan penuh dominasi dan ancaman, keperjakaanku direnggut secara paksa. Aku ternoda.

    Puas karena berhasil menaklukanku, om Indra semakin gencar melakukannya lagi dan lagi. Aku hanya berhasil menghindarinya beberapa kali. Dia tak hilang akal, selalu menemukan cara untuk menjerat, menjebak dan mengancamku. Aku takut untuk mengadu. Aku melalui hari-hariku dalam lesu. Aku menangis pilu.

    Ketika om Indra meninggal karena kecelakaan, aku pikir aku bisa tenang. Aku salah. Aku merasa kosong. Aku jijik membayangkan diriku saat itu. Bagaimana bisa aku merindukan sentuhan-sentuhan durjananya itu? Pasti ada yang salah dengan otakku. Sejak itu aku menutup diri. Karena telah mengharapkan sesuatu yang salah dan penuh dosa. Mungkinkah pelecehan yang kuterima bisa mengubahku menjadi seperti orang yang melecehkanku? Aku tidak mau. Aku normal. Aku malu.

    Di SMU aku bertemu orang itu. Dia sahabatku sejak kelas 10. Dia seperti bisa membaca resah gelisahku. Sampai akhirnya sebelum kelulusan dia menyatakan perasaannya padaku. Aku tak menyangka dia begitu. Sama sekali tidak pernah membayangkan sosoknya bisa tak terduga seperti itu.

    Awalnya aku menolak. Karena aku tahu aku tidak begitu. Aku teringat om ku dulu. Aku takut dia serupa itu. Menginginkanku hanya untuk bersetubuh. Tapi orang itu tak patah arang. Entah bagaimana dia membacaku. Dia tahu ada yang salah denganku. Dan dia ceritakan kisahnya dulu. Awal mula dia bisa mempunyai rasa yang berbeda. Ternyata kisahnya hampir sama sepertiku. Bedanya, ayah tirinya yang melakukan itu. Ketika mengetahui itu, aku merasa mendapat teman berbagi suka duka. Aku memang menyukainya, juga nyaman didekatnya. Hanya ragu serta malu untuk mengaku. Tapi Afdhan membimbingku. Iya, Afdhan nama orang itu.

    Sejak lulus SMU, kami resmi menjadi sepasang kekasih. Kami tidak buru-buru. Bahkan kami baru melakukan hal yang dewasa itu selang 1 tahun kami resmi menjalin hubungan. Bersamanya aku bahagia, dengan dirinya kutemukan arti cinta. Dia menguatkanku. Walau tahu ini salah, aku bahagia.

    Aku kaget ketika ayah menitipkanku pada Afdhan. Mengapa ayah sampai berkata begitu? Akhirnya ayah mengaku kalau ayah mengetahui keadaanku. Aku takut, aku malu. Tapi ayah menenangkanku. Ayah memberikan support untukku. Berkata bisa menerima kondisiku. Aku terharu. Sungguh.

    Dengan restu ayah, aku menjalani hari-hari dengan Afdhan penuh kelegaan. Tiada lagi kepura-puraan di depan ayah. Walau tahu ini salah, aku bahagia.

    Ingatan itu berhenti disitu. Di sudut sebuah kafe ini, kami masih saja diam. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku tahu ayah telah memberi restu. Tapi harapan dan doanya terngiang-ngiang selalu. Dalam kata-kata itu, aku malu. ‘Semoga.. Suatu saat nanti..’.

    *

    “Assalamu’alaikum ayah.. Bentar lagi kan puasa, jadi Bagas sengaja datang kesini hiks hiks..”

    “Huss.. Malu Gas, udah bangkotan kok nangis. Om jangan khawatir, Afdhan masih selalu jagain Bagas kok yah. Janji Afdhan ke Om akan selalu Afdhan tepati.”

    “Ayah baik kan? Hiks hiks..”

    “Huss.. Gas udah. Jangan cengeng gitu ah. Kasihan si Om nanti disana ga tenang liat kamu nangis terus. Sekarang kita doa’in ajah biar ayah kamu tenang disana dan amal ibadahnya diterima di sisi Allah..”

    “Amin..”

    Ayahku meninggal tahun lalu. Subuh di hari Jumat, ketika kami sholat subuh berjamaah di rumah. Karena aku telah tinggal lagi bersamanya setelah kuliahku selesai.Di rakaat terakhir aku sedikit jengah, karena ayah tak kunjung bangkit untuk duduk tahiyat akhir. Karena penasaran aku mengangkat kepala dan intip ayah. Ternyata ayah tergeletak tidak dalam posisi sujud. Aku segera bangkit dan memeriksa kondisinya. Nafasnya tidak ada. Panik, aku berlari meminta tolong tetangga. Percuma, Aku tahu itu. Hanya saja aku sulit untuk menerimanya, ayah telah tiada.

    Saat itulah aku tahu ayah memiliki jurnal setelah membereskan barang-barangnya. Dalam jurnal itu, tertulis semua resah hatinya. Dalam jurnal itu, tersimpan semua harapan dan doa-doanya. Dalam jurnal itu, aku selalu dibawanya. Betapa dia cinta dan sayang padaku. Karena jurnal itu, aku putuskan untuk berubah.

    Disinilah kami, aku perlihatkan jurnal itu pada Afdhan. Kukatakan niatku untuk mengikuti harapan dan doa ayahku. Afdhan sempat tersentak tapi dia menerima dengan lapang dada. Dia mendukung keputusanku untuk berubah. Sejak saat itu kami berubah status menjadi sahabat saja. Afdhan selalu mendampingiku disaat-saat terbaik dan terburukku.

    Bahkan Afdhan juga yang menegur jika aku sempat terselip dalam lubang yang sama atas dirinya. Itulah cintanya. Mendukungku untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai harapan ayah. Semoga.. Suatu saat nanti.. Dalam kata-kata itu aku terus berdoa. Untukku juga dia. Semoga.. Suatu saat nanti..

    My Father’s Journal – Tamat
  • aduh mas @Fuumareicchi cerita sedih dan menyentuh sekali ..., ayah dengarkanlah walau hanya dalan mimpi...
  • bueeeh :O

    di kira becanda doang, ternyata beneran dibikinin
    makasih ya :)

    bagus ceritanya, simple, padat, ga melebar kemana2 :)
  • Kak, ya ampun speechless! Selalu keren seperti biasanya (y)
    mkin suka deh sama kak rei.
  • hiks hiks hiks :'( takut
  • hiks hiks hiks :'( takut
Sign In or Register to comment.