It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kost ada setan , ngerii
gua ga tau mau bilang apa lagi.
yang jelas gua suka
thanks udh di mensong
semangat terus buat bro @JunJun nulis ceritanya
makasih jg buat @3llo yg udah mensyen
@3ll0 nanti mention lagi ya ..
@3ll0 nanti mention lagi ya ..
jhn sampe ceritax tamat dadakan kyk crita laen -_- thanks
====================================
= Audy =
Hari ini gue menghabiskan waktu di salah satu toko buku di jalan merdeka. Berhubung sekarang adalah akhir pekan, suasana di toko buku ini lumayan ramai. Banyak di antara mereka datang hanya untuk sekedar membaca buku gratis, termasuk gue.
Karena banyaknya orang-orang bermental gratisan seperti gue, pihak toko buku sengaja tidak membuka plastik buku-bukunya. Niatnya sih baik, agar gak ada yang cuman baca di tempat doang, tapi tetep aja ada tangan iseng yang ngerobek plastiknya. Gue sih gak berani kaya gitu. Bukan karena takut di suruh ganti, tapi takut di giring ke post satpam doang hehehe
Spot favorit gue kalau ke toko buku ini ada 2 tempat. Yang pertama adalah bagian novel, dan yang kedua adalah bagian komik.
Gue alergi kalau melewati rak-rak buku pelajaran yang tebelnya kaya kamus Zimbabwe. Cukup di kampus aja gue stress dengan pelajaran, di sini gue ingin ngerefresh otak dengan hiburan.
Selain untuk membaca buku gratis, gue kemari juga buat sekalian cuci mata. Lumayanlah ngeliat pengunjung atau karyawan-karyawan toko buku yang cakep-cakep hehehe
Tadinya sih gue mau ngajak Icha jalan-jalan ke mall. Tapi dia bilang udah ada janji. Gue juga males balik ke kostan siang-siang gini, seenggaknya sampai Tyo berangkat kuliah.
Semenjak kejadian di tempat dukun cabul itu, gue dan Tyo jadi jarang ngobrol. Well, sebenernya gue juga sih yang mencoba menghindarinya.
Gue terlalu malu untuk bertemu dengannya. Gimana gak malu, orang gue mewek di pelukannya kaya perawan kampung yang udah di renggut keperawanannya.
Ahh, bisa-bisanya gue melakukan hal itu padanya. Gue tahu Tyo hanya bermaksud menenangkan gue, tapi kan gue jadi berpikir yang enggak-enggak.
Oh, ya. Insiden dukun cabul itu tersebar di kalangan anak kost dengan cepat. Tyo sendiri yang memberitahu mereka.
Kang Leo adalah orang yang paling marah saat itu. Gue dan Tyo di ceramahin hampir satu jam.
Sebagai muslim yang taat, Kang Leo mengutuk keras niat gue dan Tyo pergi ke dukun. Ia beralasan, pergi ke tempat seperti itu sama aja dengan musrik.
Kata Kang Leo, dalam situasi seperti ini seharusnya gue lebih mendekatkan diri pada sang pencipta, bukannya pergi ke dukun.
Jujur, baru kali ini gue melihatnya marah besar. Biasanya kan Kang Leo itu selalu bertutur kata dengan lembut dan sopan.
Baik gue dan Tyo di buat gak berkutik oleh Kang Leo. Tyo bahkan sempat di maki-maki, karena ia adalah orang yang berinisiatif mengajak gue pergi ke dukun, yang hampir saja membuat gue menjadi korban pelecehan sexual.
Kasihan, dia pasti ngerasa bersalah banget. Gue sih gak pernah menyalahkannya sedikit pun, karena gue tahu niatnya itu baik.
Gue beruntung punya temen seperti Tyo. Padahal selama di SMP, kita tidak terlalu akrab, tapi perhatiannya seolah-olah kita sudah bersahabat sejak dulu. Kang Leo juga, meskipun belum terlalu lama mengenalnya, tapi dia sudah seperti kakak buat gue.
Dia bahkan tak segan-segan memarahiku jika gue berbuat salah. Dan gue gak pernah tersinggung sedikitpun meski di marahi olehnya. Ahh, beruntung banget gue bisa mengenal orang-orang itu.
Ketika sedang asyik membaca buku, tiba-tiba mata gue menangkap sosok seseorang yang gue kenal.
"Bukankah itu Icha? Ngapain dia di sini?" gue bertanya-tanya.
Gue memutuskan untuk menghampiri Icha yang berada tak jauh di depan gue. Dia terlihat sedang melihat-lihat buku di bagian buku-buku agama. Aneh, sejak kapan dia tertarik dengan buku-buku seperti itu.
"Hai, Cha!" sapa gue sembari menepuk pundaknya.
Icha tersentak kaget saat melihat gue, buku yang di pegangnya bahkan sampai terjatuh.
"A-Audy..." ujar Icha dengan raut terkejut.
"Heeii, biasa aja kali. Lo kaya ngeliat setan aja,"
Icha terlihat memaksakan diri untuk tersenyum, sementara matanya sesekali melirik ke arah lain. Dia seperti orang yang baru saja tertangkap basah mencuri. Hmm, jadi mencurigakan.
"Ngapain lo disini? Katanya udah ada janji," tanya gue.
Icha terlihat resah dan gelisah, menandakan kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu dari gue.
"Lo datang kesini sendirian atau sama orang lain?" gue kembali bertanya, kali ini dengan nada mencurigai. Dan benar saja, ia semakin merasa terpojok sampai wajahnya pucat pasi.
"Ohh, i-itu... Itu... Gue --" gue menunggu jawaban Icha yang terbata-bata dengan sabar, namun gue malah mendengar suara orang di belakang gue, suara yang sangat familiar.
"Udah dapet belum bukunya, Cha?" tanya suara itu.
Gue menoleh, kemudian mendapati sosok Kang Leo tepat berada di belakang gue.
Gue kaget, begitupun Kang Leo dan Icha, mereka sama kagetnya dengan Audy.
"Eh, ada Audy..." ujar Kang Leo berbasa-basi.
Gue menatap Kang Leo dan Icha secara bergantian. Mereka berdua kemari bersama-sama. Ada hubungan apa mereka? Ahh, jangan-jangan cowok yang dulu di ceritain Icha adalah Kang Leo.
Itu artinya mereka...
"Kalian..."
"Iya, kami memang udah jadian, Dy." jawab Kang Leo yang sepertinya mengerti dengan pandangan gue yang bertanya-tanya.
"Pacaran..." lirih gue.
"Sorry ya, dy..." kata Icha menyesal.
"Kenapa lo harus minta maaf? Itu kan hak lo buat pacaran dengan siapa pun,"
"Gue minta maaf karena sebagai temen, seharusnya gue ngasih tahu kabar gembira ini." ujar Icha beralasan.
Gue berdecak pelan, "Oh, ternyata lo masih nganggep gue sebagai temen ya!" sindir gue padanya.
Gue kemudian menatap keduanya dengan tatapan dingin. "Kalau gitu gue pergi dulu deh. Sorry udah ngeganggu kencan kalian, have fun ya!"
Gue pergi begitu saja. Teriakkan Icha yang memanggil nama gue, gak gue hiraukan.
Dada gue rasanya sesek. Perasaan gue campur aduk sekarang, dan gue gak tahu kenapa. Apa gue marah pada Icha yang tidak menganggap gue temennya? Ataukah cemburu karena Kang Leo berpacaran dengan Icha?
Sejujurnya gue gak masalah kalau Icha beneran pacaran, tapi kenapa harus dengan Kang Leo sih? Kaya gak ada cowok lain aja.
Kang Leo juga, bukankah dia pernah bilang gak akan pacaran karena gak sesuai dengan ajaran agama? Tapi apa buktinya sekarang? Munafik.
Gue merasa di khianati oleh mereka. Gue memang gak punya perasaan khusus terhadap Kang Leo, mungkin gue cemburu sebagai seorang adik yang kehilangan kakaknya.
Tapi gue masih gak habis pikir, kenapa harus Icha dan Kang Leo?! Ahh, hari ini benar-benar menjengkelkan. Rasanya gue seperti istri tua yang menangkap suaminya sedang berselingkuh dengan istri muda saja.
.
.
.