It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tapi sedikit kritik: nggak suka ending kalau patrick ML sama bosnya. kayak abis ML, tension dan chemistry mereka ilang.
Started watching it. It has really good writing, I think. Semoga episode2 berikutnya tetap bagus dan menjanjikan.
Marnie (1964)
A late Hitchcock movie I'd never heard of and I am not convinced. All the elements are there but there are long periods of pointless nothing in between bits that I'm wrestling with if they worked or not (some of those goofy zooms and effects oh my). It feels like Hitchcock, but Hitchcock--you know--not being great.
1.5/5
The Salvation (2014)
Akting Mads Mikkelsen masih sekuat dan semengesankan saat main di film "The Hunt". Terlepas dari beberapa aksen 'barbarik' yang menghilang khas film koboy lawas, The Salvation masih enjoy untuk dinikmatin apalagi saat ini jarang sekali ada film bertema western yang cukup baik.
3/5
I changed my mind. Haha. I stopped watching it after a couple of episodes precisely because of the writing. The felt like it was entirely populated by walking costumed editorial statements rather than human beings. The shouting in one episode got so bad that I turned it off and haven't been able to make it past the opening credits of it since.
Mr. Turner (2014)
A movie about the British painter J.M.W. Turner. Unsurprisingly, Mike Leigh avoids the usual cliches of biopics, showing us numerous facets of the artist, brought beautifully to the screen by the great Timothy Spall, and shot beautifully for the screen by the great cinematographer Dick Pope. The film's slow pace and occasionally enigmatic structure feel rather elusive on a first viewing, as isn't unusual for a Mike Leigh film. I'm sure repeat viewings will reveal a lot, as Leigh's films usually do.
4.5/5
Oh, ini bukan film yang berjudul sama karya John Frankenheimer, tapi film karya Mario Bava, sutradara Italia yang kesohor dg genre slashernya (dia adalah salah satu pioner film slasher modern).
BS is, probably, Bava's best effort. Kitchy, cheese-fest with lots of dark overtunes and classic gothic charm. Barbara Steel (i don't need say more), is condemned as a witch during the inquisition and comes back to exact revenge against the descendents of her accusers.
Jika kamu terpesona dg film2 Dario Argento, this is it.
3/5
Teenage Mutant Ninja Turtle (2014)
Apa sih yang ada di pikiran Michael Bay saat membuat film ini? Iya sih, dia bukan sbg sutradara, tp campur tangannya kerasa sangat kuat. Bagain terburuk film ini adalah sang kreator menciptakan tokoh2 yang dari penampilan fisik saja sudah melenceng jauh dr cerita animasi asli.
Hal yang sama, yang dilakukan Bay saat mengubah robot2 mobil Transformers menjadi origami kaleng. Horrible. Sisanya, yah, film ini cuma menyisakan bledug-bledugan doang yang mengikis habis martial arts ninjanya.
1/5
Salah satu penyesalan terbesar saya minggu ini adalah saya sangat telat menonton film ini dan mengabaikannya bertahun-tahun lalu tertimbun dan diabaikan.
One of the most beautiful films i can think of. It's one of those movies where every single frame is a photographic masterpiece. Seperti film-filmnya Tarkovsky atau Malick, di mana kita bisa nge-pause sekenanya, kita bisa ngecrop adegannya lalu dijadikan sebagai wallpaper. Printable banget.
I've raved about this one before, but if you missed that, it's a Mikhail Kolotozov film, the same director that made I am Cuba, one of the great soviet directors.
TCaF adalah film tentang seorang wanita yang kehilangan segalanya karena perang dunia, dan berusaha mengembalikan apa yang terenggut secara kejam dan brutal. Mampu kah ia?
It's a tear-jerker, to be sure, so have plenty of tissues on hand for the climax. Sejak awal, saya tahu film ini akan jadi film yang sedih, tetapi gak nyangka hati saya akan remuk redam di akhir ceritanya.
5/5
Clouds of Sils Maria (2014)
Ketika menonton Demonlover (2002), nama Assayas langsung terpatri kuat dalam benak saya, bahwa saya akan menanti terus film-film karyanya. Dan puncaknya, Summer Hours (2008) mengkonfirmasikan bahwa keputusan saya tidak keliru sama sekali. Maka, meski hujan-hujanan, saya rela pergi menonton film terbarunya, "Clouds of Sils Maria (2014)".
Tidak sepenuhnya puas dengan karya terbarunya ini, ada banyak ganjalan yang saya rasa, Assayas tidak melakukan totalitas dalam mengembangkan plotline menjadi sebuah klimaks yang setara dg film-film dia sebelumnya. Yeah, it's still a great movie. But the connection with the personal me doesn't stand in the same league as Summer Hours.
3.5/5
Man of Steel (2013)
Karena hari weekend saya biasanya mendedikasikan untuk film-film yang "ringan", saya jadi tergoda untuk menonton film ini. Lagian, ada nama Nolan tercantum di posternya. Keputusan yang sangat saya sesali kemudian.
Unwatchable crap. The Nolanization of American Pop Culture continues -- Superman is now a paranoid schizophrenic riddled with guilt over his superpowers. I mean seriously -- WTF? Zack Snyder brings his clueless homo-eroticism to the project, fetishizing Superman's hyper-muscular torso to an extent that won't be a surprise to those of us who remember his horrific 300. Michael Shannon's General Zod is way too indebted to Heath Ledger's Joker to come to life in any interesting way, the list of offenses goes on and on. And on.
0.5/5
Rick ngentotin Carl.
Victory (1919, Maurice Tourneur)
Film yang diangkat dari novel dg judul sama ini sudah saya tonton versi filmnya yang lain tetapi diganti judulnya menjadi Dangerous Paradise (1930, William Wellman). Wellman sendiri dikenal sbg sbg sutradara film Wings, film pertama yang mendapatkan Oscar sbg film terbaik. Victory sendiri, karena dibuat lebih tua drpd versi Wellman (1919 vs 1930), dari segi teknikal kalah jauh.
Meski sisi kritik sosial khas novel Josep Condrad-nya banyak dibabat karena mengedepankan sisi romansanya, Victory tetap tampil gemilang. Sisi komedi slapstik yang menjadi ciri khas film bisu awal muncul kuat di film ini.
Bersetting di Surabaya (yep, banyak cerita novel Conrad yang mengambil setting di "negeri antah berantah" dg sentimen kolonial yang kuat), film ini menceritakan seorang businessman yang diincar musuhnya sampai Surabaya, sehingga dia harus bekerjasama dg penari hotel Soerabaja. Dibumbui romansa dan komedi, mereka melarikan diri sembunyi ke sebuah pulau terpencil (Bali?).
Hasilnya, film ini menjadi sebuah film thriller-komedi yang seru. Kekerasan yang dibalut komedi ini, kelak, akan diwariskan ke darah anak Maurice, Jacques Tourneur, Sebagai seorang sutradara film bisu yang terkenal dg shadow style-nya, Jacques is one of the greatest of all noir film directors.
4/5
ih kan lagi Break.. aku spoiler-free ya.