Tidakkah sesuatu pencitraan yang berlebihan semestinya membuat kita lebih hati – hati dalam menilai figur tersebut. Bagaimana mungkin kita mempercayai bahwa tidak ada udang di balik batu dari sebuah realitas pencitraan sedemikian banyak media terhadap seseorang tanpa terlebih dahulu kita menganalisa apa sebenarnya tujuan pencitraan tersebut dan siapa pelaku atau sutradaranya.
Begitu kasat mata rekayasa pencitraan yang dibangun secara sistmatis, masif, terencana dan pasti menghabiskan uang yang sangat besar untuk pencitraan Joko Widodo atau Dahlan Iskan. Bahkan untuk Jokowi, nama akrab Joko Widodo, rekayasa pencitraan dirinya perlu diwaspadai.
Pencitraan terhadap Jokowi dilakukan oleh sebuah tim pencitraan yang lengkap, berpengalaman, terdiri dari berbagai kelompok yang bertugas dan bertanggungjawab untuk membentuk citra diri Jokowi sesuai dengan keinginan rakyat atau target yang ditetapkan tim konsultan pencitraan Jokowi.
Berdasarkan pengamatan kami yang sudah lama mencurigai adanya maksud jahat terselubung dari pihak tertentu terkait pengorbitan Jokowi sebagai ‘tokoh nasional, tokoh terpopuler, calon presiden terbaik’ dan seterusnya, terlihat jelas rekayasa pencitraan Jokowi dilakukan melalui cara – cara sebagai berikut :
Ratusan media nasional dan lokal (koran, majalah, TV, radio, media online dll) dikontrak dan dibayar untuk setiap hari memuat berita positif tentang Jokowi. Pada media cetak yang dikontrak dan dibayar tersebut, disediakan halaman atau kolom khusus yang memuat berita positif tentang Jokowi. Pada media online, ditargetkan pemuatan berita Jokowi sampai sebanyak – banyaknya. Detik online misalnya, memuat berita tentang Jokowi bisa sampai 50 kali atau 50 judul per hari dan selalu ditayangkan setiap saat. Begitu tingginya target frekwensi menaikan berita tentang Jokowi, sampai – sampai semua aktifitas Jokowi dimuat dan diberitakan media.
Jokowi akan naik sepeda ke kantor, jokowi lari maraton, jokowi akan mudik ke Solo, Jokowi akan ke Pluit, Jokowi nonton film, Jokowi nonton wayang, jokowi makan banyak sebelum nonton, Jokowi antar makanan ke Megawati, Jokowi bertemu si anu, Jokowi hebat, Jokowi luar biasa, Jokowi berniat, Jokowi tertawa, jokowi dikawal, Jokowi bersedih, Jokowi disambut warga, Jokowi bagi – bagi uang, Jokowi blusukan, Jokowi bermimpi, dan seterusnya… Mungkin hanya ketika Jokowi buang angin, Jokowi buang hajat, Jokowi mimpi basah atau Jokowi sedang cebok, yang tidak dimuat oleh media massa – media massa bayaran dan kontraktor pencitraan Jokowi tersebut.
Sejumlah pengamat dan akademisi kampus disewa oleh sutradara dibalik pencitraan Jokowi untuk memberikan pendapat, penilaian dan kesan baik tentang Jokowi. Sesuai informasi yang diterima banyak staf pengajar dari Fisip UI Depok yang dibayar untuk mendukung pencitraan Jokowi. Mereka ini rutin memberikan pendapat atau komentar positif terhadao sosok Jokowi. Perilaku akademisi seperti ini dulu kami juluki ‘pelacur intelektual’. Menggadaikan rasionalitas dan keilmuannya demi rupiah.
Jaringan internasional digunakan untuk memberikan ‘legitimasi’ pencitraan positif tentang Jokowi. Bayangkan saja, seorang gubernur di Indonesia yang belum membuktikan kemampuannya sebagai pemimpin, belum ada prestasi kerjanya, tetapi sudah dipuja puji melalui pemberitaan berbagai media di luar negeri. Informasi yang kami terima, pemuatan berita tentang jokowi ini adalah hasil dari rekayasa James Riady, Stan Greenberg cs dan jaringan Arkansas Connection yang diduga sebagai otak dari semua rekayasa pencitraan diri Jokowi.
James Riady adalah tokoh konglomerat pemilik grup Lippo yang merupakan teman baik mantan presiden AS Bill Clinton selama puluhan tahun, sejak 1986 sampai sekarang. James memiliki banyak catatan buruk mengenai sepak terjangnya di dunia bisnis dan politik, baik di Indonesia atau pun di dunia internasional. Sejak menganut agama kristen evangelis, kedekatan James dengan tokoh evangelis AS Pat Robertson sudah menjadi pengetahuan umum. Hal tersebut menempatkan James sebagai sosok yang selalu dicurigai umat Islam mengingat Pat Robertson, Menton James Riady dikenal sebagai tokoh fanatik dan sangat membenci Islam/anti Islam.
.
Comments
Ada saja tingkah juru bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul saat menjadi narasumber dalam acara pemaparan hasil survei politik lembaga Political Communication (Polcomm) Institute, di Cikini, Jakarta, Ahad, 9 Maret 2014.
Pada kesempatan itu, dia menantang pembicara dan wartawan yang hadir untuk bertaruh apakah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan. "Mau enggak bertaruh kalau Jokowi enggak jadi calon presiden? Ayo!" kata Ruhut.
Menurut dia, Jokowi tak akan diusung PDIP menjadi calon presiden lantaran ketua umum partai banteng itu, Megawati Soekarnoputri, sudah menunggu 10 tahun untuk menjadi presiden. "Paling nanti dia (Jokowi) jadi cawapres-nya Bu Mega. Tapi, ya, kalah," ujar Ruhut, sesumbar.
Dia mengatakan, dukungan untuk menjadi calon presiden hanya datang dari segelintir orang yang sebenarnya tak berasal dari internal PDIP. Apalagi, kata Ruhut, mayoritas warga Jakarta juga menolak pencalonan Jokowi. "Kami enggak milih kau (Jokowi)!" ucap Ruhut, berupaya menirukan suara warga DKI.
Sebelumnya, salah seorang sumber Tempo di lingkaran PDIP menyebutkan bahwa Megawati merestui Jokowi sebagai calon presiden. Namun pihak PDIP belum memastikan waktu pendeklarasian Jokowi.
Sumber tersebut pun menuturkan PDIP menggodok berbagai macam skenario untuk menentukan siapa calon presiden yang diusung. Simulasi itu mengerucut pada dua nama, yakni memasangkan Megawati dengan Jokowi atau memasangkan Jokowi dengan tokoh lain sebagai calon wakil presiden. Simulasi ini lantas diuji melalui survei.
PRIHANDOKO
Meski Tersangka, Caleg PDIP Mulai Kampanye Pemilu
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri duduk bersama Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP Bidang Organisasi Idham Samawi saat membuka sekolah partai pertama PDIP di Yogyakarta, Kamis (23/2). TEMPO/Pribadi Wicaksono
TEMPO.CO, Yogyakarta - Penetapan M Idham Samawi sebagai tersangka korupsi dana hibah Persatuan Sepak Bola Bantul tak berpengaruh terhadap pencalonan bekas bupati Bantul itu sebagai anggota DPR RI. Di jalanan dan surat kabar, poster pencalonannya terpampang.
Di perumahan Candi Gebang Kabupaten Sleman misalnya, terpasang dua poster mohon doa dan dukungan bagi Ketua PDI Perjuangan DIY itu sebagai anggota DPR. Satu menempel di pagar rumah warga dan satu lagi menempel di tiang listrik di dekatnya. Dalam poster itu, terpampang foto Idham berwarna hitam putih, berkopyah, dan tersenyum ramah.
Bahkan di koran Kedaulatan Rakyat edisi Minggu Pahing, 9 Maret 2014, terpampang iklan pencalonan Idham berukuran setengah halaman dengan logo PDIP. Ada foto Idham tersenyum lebar, berpeci dengan pose tubuh sedikit miring, mirip pose fotoPresiden Sukarno. Tercetak tulisan “Mohon Doa & Dukungan Drs.H.M.Idham Samawi Calon Anggota DPR RI Dapil DIY”. Di atas iklan itu ada foto dan berita berjudul: Idham Samawi Beringharjo.
Di Koran yang juga didirikan ayahnya H Samawi ini Idham Samawi kini menjabat sebagai penasihat.
Sekretaris PDI Perjuangan DIY Bambang Praswanto menegaskan, penetapan status tersangka tak berpengaruh terhadap pencalonan Idham Samawi. “Aturan di KPU (Komisi Pemilihan Umum) tak ada masalah,” kata pada Tempo, Ahad 9 Maret 2014. Dia menduga, poster itu dibuat pendukung Idham, baik kader atau anggota PDI Perjuangan.
Sebaliknya, kader PDIP Gunung Kidul Ratno Pintoyo mengaku prihatin dengan turut maraknya atribut kampanye dari tersangka korupsi dana hibah Persiba Bantul Idham Samawi. Menurut dia, poster Idham itu tak akan berpengaruh banyak untuk mendongkrak peluang Idham. “Saat ini publik justru lebih menyoroti proses hukum yang tengah dijalaninya,” ujar Ratno yang juga bekas ketua cabang PDIP Gunung Kidul.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas mendesak Kejaksaan Tinggi DIY segera menuntaskan penyidikan kasus Idham Samawi untuk dilimpahkan ke persidangan. (Kejati DIY) harus jalan terus dan penanganan perkara ini bisa lancar," kata Busyro di Yogyakarta, Ahad 9 Maret 2014.
Sementara itu, aktivis Jaringan Anti Korupsi (JAK) Yogyakarta, Zuhad Aji Firmantoro mengingatkan Kejati DIY sudah terlalu lama menangani kasus ini. Menurut dia proses penyidikan bisa menemui banyak hambatan ketika belum tuntas pasca pemilu legislatif. "Kalau salah satu tersangka terpilih, akan lebih rumit prosesnya," kata dia.
ANANG ZAK
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memilih tak banyak bicara dalam dua pekan terakhir. Sempat nongol dalam wawancara penuh curhat di sebuah stasiun televisi nasional, Risma terlihat galau ketika memamerkan ruangan kerjanya di Surabaya. “Semua sudah aku ringkesin,” kata Risma kepada Tempo yang menemuinya, Rabu sore pekan lalu. “Aku sudah siap meninggalkan ruangan ini,” ucapnya.
Hampir seluruh meja kerjanya terlihat kosong. Lemari pakaian yang terletak di kamar bagian dalam ruang kerjanya, yang biasanya penuh, tinggal tersisa sehelai baju dinas warna hitam yang digantung. Tak ada lagi baju formal yang biasa disediakan sebagai pengganti. Selain kemeja hitam, tinggal satu tas kecil berisi mukena. Juga tiga topi model tentara yang dibungkus plastik bening di atas meja rias yang tersaput kabut debu.
Memimpin Kota Surabaya sejak Oktober 2010, Risma kini dilanda tekanan sejumlah kekuatan politik di ibu kota Jawa Timur itu. Seperti dilansir majalah Tempo edisi #Save Risma, salah satu tekanan justru datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengajukannya sebagai calon wali kota pada tiga tahun silam.
Partai ini menyorongkan Wisnu Sakti Buana, Ketua PDIP Surabaya, sebagai wakil wali kota pengganti tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Risma. Lebih dari sekadar tak cocok, ada kepentingan bisnis di balik penetapan.
Risma menyatakan sama sekali tidak masalah jika harus mundur. “Saya sudah berikan semuanya,” kata satu dari tujuh kepala daerah terbaik pilihan Tempo 2012 ini. “Capek saya ngurus mereka, yang hanya memikirkan fitnah, menang-menangan, sikut-sikutan.” Ketika ditanya siapa yang dimaksud dengan “mereka”, ia tak menjawab.
sumber
Tiga hari pasca ditetapkannya Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2014, proses kampanye sudah mulai dilakukan walaupun masih terbatas pada kampanye terbatas. Kampanye di ruang terbuka akan dimulai pada 16 Maret 2014 hingga tiga hari sebelum hari H Pemilu. Pasal 77 UU No.8/2012 tentang Pemilu Legislatif menyebutkan, Kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Menarik untuk mendalami definisi kampanye sebagaimana tertulis dalam UU Pemilu di atas. Kampanye dimaknai sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat. Pendidikan tersebut dilakukan secara bertanggung jawab.
Jika melihat praktik kampanye yang dilakukan oleh Partai Politik maupun Caleg saat ini, kecenderungan yang terjadi adalah kegemaran partai politik dan caleg untuk mengumbar janji kepada pemilih dan menghindari aspek tanggung jawab pada setiap janji yang diucapkan.
Dengan demikian yang sering terlontar baik dari mulut para politisi maupun melalui slogan-slogan yang terpampang di poster dan baliho-baliho adalah janji-janji surga seperti: pendidikan gratis, kesehatan gratis, pemotongan gaji untuk disumbangkan, dan lain-lain. Hampir tak bisa ditemukan dalam pamflet-pamflet itu janji para caleg jika saat memimpin tidak melakukan apa yang ia janjikan.
Akuntabilitas Politik
Pelaksanaan kampanye partai politik dan caleg cenderung melawan definisi kampanye dalam UU Pemilu di atas. Dengan hanya mengumbar “janji surga” kepada pemilih tanpa disertai mekanisme pertanggung jawaban menjadikan aktifitas kampanye tak lebih dari sekedar bualan politik.
Dorongan untuk mendorong praktek berpolitik yang akuntabel merupakan sebuah keharusan. Pendidikan politik yang dimonopoli oleh partai politik dan caleg jangan sampai bermuatan pembodohan publik. Para caleg dan partai politik harus secara jujur menyampaikan visi dan misi yang realistis sembari membuktikan komitmennya terhadap janji-janji tersebut. Rakyat yang disasari janji-janji tersebut mesti diberikan peluang untuk menagih pelaksanaan janji-janji mereka jika terpilih melalui Pemilu.
Akuntabilitas politik fokus mendorong praktik berpolitik yang membumi. Jika caleg yang berkampanye merupakan incumbent, maka kampanyenya haruslah menjadi kesempatan strategis untuk memberitahukan hasil perjuangannya selama menjadi wakil rakyat. Seorang wakil rakyat yang berniat untuk maju lagi pada Pemilu 2014 ini harus mempertanggung-jawabkan tugasnya kepada konstituen sebelum mengumbar janji-janji yang baru.
Pertanggungjawaban amanat rakyat selama seseorang menjadi wakil rakyat harus diketahui oleh pemilih sebagai dasar pertimbangan untuk memberikan mandat baru baginya pada pemilu mendatang. Jika incumben yang berkampanye sama dengan caleg baru yang hanya bercuap-cuap tentang deretan janji-janji, maka patut diduga caleg incumben tersebut tidak melakukan sesuatu selama menjabat.
F. Budi Hardiman dalam makalah yang dipresentasikannya pada Seminar Publik Formappi 28 Januari 2014 mengatakan bahwa akuntabilitas politis dapat dijelaskan sebagai tuntutan pertanggung-jawaban publik atas tindakan-tindakan politis baik selama pemilihan umum maupun sesudahnya dalam pemerintahan.
Demokrasi yang merupakan sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Kehadiran wakil rakyat dalam tata kelola bernegara tak lebih hanya demi prinsip efektifitas dan efisiensi pengelolaan negara. Dengan menyerahkan sebagian haknya, rakyat tak lantas diabaikan dalam proses pengambilan keputusan terkait kehidupan bersama.
Sebagai ‘yang mewakili’, anggota parlemen harus selalu bertanggung jawab kepada yang diwakili mengenai apa yang dikerjakannya. Untuk itulah, sistem pertanggung jawaban politis tidak hanya terjadi pada saat pemilu. Selama bekerja di parlemen, wakil rakyat secara rutin mengunjungi konstituen untuk melaporkan apa yang dikerjakannya sekaligus menyerap aspirasi baru yang akan diperjuangkan di parlemen.
Akuntabilitas inilah yang selama ini tak pernah menjadi isu penting dalam praktek perpolitikan bangsa. Politik dijadikan sebagai panggung berceloteh para politisi, dan negara ini seolah-olah menjadi milik mereka.
Ketika rakyat disingkirkan secara sistematis dari panggung politik, kekuasaan pun menjadi lahan persekongkolan jahat tempat dimana korupsi, kolusi, perbuatan asusila, dipamerkan. Politisi-politisi itu seolah-olah kembali “suci” setiap menjelang pemilu. Agar tampak “suci” maka dosa saat menjabat tak perlu dibeberkan ke rakyat, sebaliknya membangun citra sebagai pejuang rakyat diupayakan melalui kampanye.
Kondisi politik tanpa akuntabilitas sudah harus diakhiri pada momentum pemilu mendatang. Rakyat mempunyai waktu untuk memikirkan orang yang serius mau mewakili mereka dalam pemilu 2014. Caleg harus menampilkan jati diri seutuhnya dengan janji-janji yang terukur.
Selain itu caleg harus menawarkan strategi pengawasan langsung oleh rakyat dengan merumuskan mekanisme relasi yang akuntabel. Jika rakyat mendengar politisi mengumbar janji, tanpa menjelaskan bagaimana janji-janji itu diawasi dalam pelaksanaannya, maka caleg tersebut sudah pasti hanyalah seorang “pembual”. Apalagi jika demi mendapatkan suara dari pemilih, caleg harus menggunakan “uang”, maka yakinlah bahwa orang itu hanya akan menjadi pecundang, ketimbang mewakili kepentingan rakyatnya.
"Diam, coba diam satu menit saja," katanya, kepada ribuan massa yang mengikuti deklarasi Bambang-Said sebagai Calon Gubenur dan Wakil Gubenur Jawa Timur, di lapangan UPTD PIPP, Kota Blitar, Sabtu, 6 Juli 2013.
Namun, meski intonasi suara Mega semakin dikeraskan, massa masih saja ribut sendiri, malah semakin bersorak-sorak. Merasa intruksinya tidak didengar, Mega meminta agar semua massa yang berdiri di depan panggung duduk di tanah, namun lagi-lagi mereka tidak menggubris.
Akhirnya Megawati pasrah dengan muka yang sedikit murung. "Biarkan, setiap acara pasti ada pengacau, suruh mereka dibelakang saja," ujarnya.
Kemudian Presiden Indonesia ke-5 itu melanjutkan sambutannya.
Beberapa menit kemudian Megawati kembali marah-marah karena pada saat menyanyikan lagu Indonesia Raya banyak pemuda yang berdiri di depan pentas tidak serius menyanyikannya. "Pemuda macam apa kalian, menyanyikan lagu bangsanya sendiri main-main, gitu kok mau jadi pemimpin," ujarnya dengan nada yang tinggi.
Megawati meminta agar pemuda tidak sembarangan menyanyikan lagu Indonesia raya, selain itu Mega meminta agar pemuda disiplin dan menghargai negaranya sendiri.
Pidatonya Tidak Disimak, Megawati Ngomel-ngomel
Tetapi, lagi-lagi kemarahan Megawati itu, tidak mempengaruhi keadaan. Massa tetap ramai dengan kesibukannya sendiri.
Padahal pemuda-pemuda yang ditegurnya itu belum atau tidak menyatakan dirinya ingin menjadi pimpinan bangsanya. Yang jelas sudah menyatakan dirinya ingin menjadi pimpinan bangsa, ya, Megawati itu sendiri. Tetapi, dilihat dari kejadian ini saja, seharusnya Megawati semakin bisa melakukan introspeksi diri.
Betapa tidak, di momen seperti di acara pengdeklarasian pasangan Cagub-Cawagub Jawa Timur itu saja, di hadapan massanya sendiri saja, suara Megawati tidak dianggap. Apalagi dalam skala nasional.
i artikel saya sebelumnya, Bakal Capres-Cawapres yang Tidak Tahu Diri, saya menulis tentang beberapa tokoh politik yang secara tidak tahu diri merasa layak menjadi presiden/wakil presiden, mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden sampai nekad berani malu mengdeklarasikan dirinya sebagai capres-cawapres di Pilpres 2014. Di antara nama-nama itu, saya tidak mengulas nama Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri secara khusus. Itu bukan karena yang bersangkutan sudah pasti tidak berniat lagi maju nyapres di Pilpres 2014, atau karena yang bersangkutan termasuk layak nyapres lagi.
Tetapi, karena pertimbangan artikel itu akan menjadi terlalu panjang, juga karena mengenai Megawati dengan ambisinya untuk maju lagi di Pilpres 2014 sudah pernah saya tulis di Kompasiana, yakni, yang berjudul Capres Tertua akan Menghalangi Jokowi Nyapres.
Di artikel tersebut terungkap bahwa Megawati yang sudah sepuh ini juga masih berambisi maju sebagai capres untuk ketiga kalinya di Pilpres 2014, setelah sebelumnya sudah dua kali berturut-turut gagal (2004 dan 2009). Meskipun mengaku sudah sepuh, dia mengaku tetap percaya diri untuk bertarung dengan capres lainnya di 2014, termasuk dengan yang muda-muda.
Kesimpulannya, Megawati juga bisa digolongkan sebagai tokoh politik tak tahu diri yang masih berambisi maju untuk ketiga kalinya di bursa Pilpres 2014.
Seperti yang saya singgung di artikel itu, seharusnya Megawati itu introspeksi diri bahwa zaman sudah berubah. Kalau dulu dia sangat dielu-elukan rakyat karena di era Orde Baru itu, Megawati dianggap sebagai representasi dari kelompok yang ditindas rezim Soeharto. Sekarang, tidak lagi demikian. Kini, tokoh negarawan yang dicari rakyat adalah mereka yang mempunyai integritas sekaligus mempunyai kapabilitas yang tinggi untuk memimpin bangsa dan negara ini keluar dari berbagai permasalahan menuju Indonesia yang baru. Di mata sebagian besar rakyat, Megawati tidak memenuhi syarat lagi di era sekarang.
Hal ini terbukti dari dua kali pilpres, Megawati gagal terpilih menjadi presiden. Selain dinilai tidak mempunyai kemampuan untuk memimpin bangsa ini, Megawati juga sudah semakin lama semakin berkurang wibawanya di mata publik.
Hal ini tak lepas pula dari ambisinya yang terus duduk sebagai Ketua Umum PDI-P sejak zaman Orde Baru sampai sekarang, ketika parpol tersebut masih bernama PDI (tanpa “P’ = Perjuangan). Ditambah dengan ambisinya yang masih terus ingin menjadi presiden dari PDI-P, tanpa mau melakukan introspeksi. Seolah-olah tidak ada kaderisasi di PDI-P.
Hilangnya wibawa Megawati itu, bukan hanya terjadi di masyarakat di luar PDI-P, tetapi juga di masyarakat simpatisan PDI-P sendiri. Kata-kata Megawati sudah mulai banyak yang tidak didengar lagi.
Semua hasil survei mengenai siapa capres yang paling dipilih rakyat seandainya pilpres diadakan sekarang, selalu saja menghasilkan nama Jokowi di urutan pertama. Tak heran, karena secara faktual saja terlihat begitu besar rasa cinta dan dukungan publik terhadap Gubernur DKI Jakarta ini. Ini juga tak lepas dari peran besar media massa, terutama media online, yang juga sama-sama menyukai sosok mantan Walikota Solo yang benar-benar merakyat ini.
Melihat potensi itu beberapa partai politik pun mulai mengambil ancang-ancang untuk mendekati Jokowi dengan jurus-jurus politik hipokritnya. Padahal, ketika pilpres 2014 nanti berlangsung (April 2014), Jokowi belum genap dua tahun menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Tentu saja fenomena ini bisa menjadi godaan besar bagi Jokowi untuk melupakan komitmennya ketika berkampanye sebagai calon gubernur DKI Jakarta bahwa jika terpilih dia akan ke mana-mana, melainkan tetap menjalankan jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta sampai habis masa jabatannya di tahun 2017.
Godaan-godaan tersebut juga berpotensi merupakan jebakan besar bagi Jokowi kalau dia sampai tergoda mengikuti desakan-desakan tersebut. Reputasinya yang selama ini begitu sangat bagus, justru bisa hancur berantakan seketika. Kesan serakah dan haus kekuasaan akan bisa segera melekat pada dirinya, disertai stempel-stempel negatif lainnya sama dengan pejabat-pejabat negara bermental bobrok lainnya, yang omongannya tidak bisa dipegang.
Oleh karena itu mereka yang benar-benar mencintai Jokowi sebaiknya sekarang juga menghentikan desakan-desakannya kepada Jokowi untuk nyapres di pilpres 2014. Biarkan Jokowi bersama wakilnya Ahok menyelesaikan masa jabatannya mereka sampai tuntas membenahi Jakarta semaksimal mungkin sesuai kemampuan maksimal dari mereka.
Bentengi pula Jokowi dari parpol-parpol dan capres-capres-nya yang mendekati Jokowi untuk kepentingan Pilpres 2014 itu, dengan menjadikan Jokowi sebagai capres, maupun cawapres dari parpol mereka. Sebab sesungguhnya mereka itu hanya mau memanfaatkan Jokowi demi kepentingan politik mereka sendiri. Tidak lebih daripada itu.
Apabila kita mau bersabar, membiarkan dan mendukung sepenuhnya Jokowi menyelesaikan masa jabatannya sebagai Gubernur DKI itu sampai tuntas di 2017, dan Jokowi dapat menjalaninya dengan sangat baik, maka itu akan menjadi bekal yang luar biasa kuatnya, ketika Jokowi maju sebagai salah satu capres 2019. Bukan tak mungkin dengan pembuktian nyatanya sukses membenahi Jakarta, di pilpres 2019 itu Jokowi akan memecahkan rekor SBY, dengan memenangi pilpres di tahun itu dengan hanya satu kali putaran saja dengan perolehan suara sekitar 90 persen, seperti ketika dia memenangi pemilihan walikota Solo untuk periode kedua.
Syukurlah meskipun digoda oleh hasil-hasil survei itu, dukungan media dan masyarakat, sampai saat ini Jokowi menyatakan tetap memegang komitmennya untuk menyelesaikan masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dia berjanji akan tetap fokus membenanhi aneka masalah maha rumit dari Ibukota ini.
Kekhawatiran Jokowi tergoda untuk menanggalkan komitmennya dan ikut-ikutan nyapres membuat salah seorang pendukung setianya sampai merasa perlu berbicara langsung dengan Jokowi, mengingatkan Jokowi supaya jangan nyapres, tetapi tetap dengan jabatan Gubernurnya sampai tuntas.
Orang itu, seorang pria berusia 55 tahun, bernama Sukedris, Rabu siang (17/04), di Balai Kota DKI Jakarta, memaksa bertemu langsung dengan Jokowi untuk menyampaikan pesannya itu secara langsung. Setelah menunggu Jokowi keluar dari Gedung Balaikota, sampai lebih dari satu jam, Sukedris berhasil menerobos petugas keamanan, dan diizinkan Jokowi untuk berbicara langsung dengannya.
Kesempatan itu pun tak disia-siakan Sukedris, dengan menggunakan bahasa Jawa, dia berpesan kepada Jokowi untuk tidak terbuai dengan ajakan sejumlah orang terkait pencalonannya sebagai presiden pada pilpres 2014.
“Saya menangkan Anda (Jokowi), pertama dan kedua juga menang (dalam Pilgub DKI). Saya enggak minta apa-apa. Doa saya, semoga Anda selamat semuanya. Saya dengar dari PDI-P, Jokowi mau jadi presiden, tapi saya enggak bolehin. Saya sudah berdoa, tapi enggak usah dikasih apa-apa. Yang penting Bapak terus maju untuk provinsi ini. Jangan mau Bapak dicalonkan PDI-P atau Gerindra,” kata Sukedris (Kompas.com).
Di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 17 April 2013, Sukedris memohon langsung kepada Jokowi agar jangan tergoda nyapres di pilpres 2014 (Sumber: Kompas.com)
Setelah itu, Idris berjabat tangan dan pergi meninggalkan Jokowi. Saat diminta tanggapannya terkait permintaan Idris, Jokowi hanya tersenyum. Ia tetap memegang perkataannya yang sering ia lontarkan dalam banyak kesempatan. Jokowi ingin fokus membenahi Jakarta.
“Jawaban saya, ya, sama saja. Konsisten jawaban saya, enggak ada bedanya. Saya mau fokus, mau kerja ngurus taman, rumah susun, MRT, monorel, Pluit,” kata Jokowi.
Namun, sebenarnya kita yang tidak menghendaki Jokowi tergoda ikut-ikutan nyapres, tidak perlu khawatir secara berlebihan. Setidaknya, hampir pasti dari pihak PDI-P, parpol-nya Jokowi, tidak akan memajukan Jokowi. Kenapa? Karena rupanya Bu Ketua Umum sendiri masih belum kapok untuk nyapres, setelah dua kali berturut-turut gagal. Hal ini tercermin dari setidaknya dua kali pernyataan di dua tempat dan waktu yang berbeda dari Bu Ketua Umum sendiri, Megawati Soekarnoputri.
Di Solo, Minggu, 14 April 2013, saat menyampaikan pidato politik deklarasi pemenangan pasangan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko yang diusung PDI-P dalam pemilihan kepala daerah Jawa Tengah pada Mei mendatang, Megawati mengatakan, meskipun dia telah sepuh, tetapi tetap masih punya semangat untuk ikut nyapres di pilpres 2014. “Saya memang sudah tua, sudah sepuh,” tapi, kata Mega, untuk urusan semangat, dia siap diadu dengan orang-orang muda. “Untuk semangat boleh bertarung,” ujarnya. Dia juga bilang, sampai sekarang tetap semangat berkeliling Indonesia (Tempo. co).
Sebelumnya, pada Minggu, 27 Januari 2013, ketika menghadiri peringatan ulang tahun PDI-P ke-40 di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Megawati melontarkan kehendaknya untuk ikut meramaikan bursa capres di pilpres 2014, meskipun usianya sepuh.
“Jangan salah ya, calon presiden tua seperti saya juga siap bertempur,” kata Megawati ketika itu (Tempo.co).
Menurut Mega, rakyat tidak melihat usia tua atau muda pada seorang calon. Pernyataan calon presiden tua layak jual sudah untuk kesekian kali dinyatakannya. “Pernah juga salah satu stasiun televisi mewawancarai saya soal usia calon presiden tua. Saya katakan kalau rakyat memilih, mau apa?” ujar Mega.
Saat ini Megawati telah berusia 66 tahun (lahir 23 Januari 1947), berarti jika benar-benar maju di pilpres 2014, usianya sudah 67 tahun lebih. Bisa dicatat MURI, sebagai capres tertua dalam sejarah Republik ini.
Megawati lupa bahwa jangankan ketika sudah sepuh, ketika masih jauh lebih muda saja dirinya “tidak laku” sebagai presiden di mata mayoritas rakyat. Maka itu, dua kali ikut nyapres (2004 dan 2009), dua kali gagal. Kok belum kapok-kapok, ya? Masih mau ikut lagi untuk yang ketiga kalinya? Apakah mau membuat rekor MURI sebagai capres tertua dalam sejarah Indonesia, plus capres terbanyak yang gagal?
Atau, mungkin Megawati masih penasaran. Kenapa sampai dia bisa gagal dua kali itu? Apakah karena faktor SBY? Ketika SBY tidak mungkin ikut nyapres lagi di pilpres 2014, berarti lawan politik utamanya itu sudah tidak ada lagi. “Mungkin saja, ya, tanpa SBY, saya berpeluang lebih besar untuk menang?” Barangkali itu yang ada di pikiran Megawati, yang membuatnya dia cenderung memutuskan akan ikut lagi di pilpres 2014. Dia lupa, bahwa kemungkinan besar di pilpres 2014 itu akan muncul lawan-lawan pesaing capres yang jauh lebih tangguh daripada SBY, yakni para capres muda. Apalagi saat ini rakyat sudah jauh lebih pintar dan kritis daripada di era reformasi dulu.
Ketika Megawati berhasil menjadi Wakil Presiden di tahun 1999, mendampingi Abdurrachman Wahid (Gus Dur), sesungguhnya itu lebih karena faktor masih panas-panasnya euforia politik reformasi pasca jatuhnya rezim Soeharto pada 21 Mei 1998. Soeharto adalah ikon pemerintah yang otoriter, diktator, dan koruptif, sedangkan Megawati dipandang rakyat sebagai ikon dari mereka yang ditindas rezim Soeharto.
Memang, sebenarnya pada waktu Pemilu 1999 itu, Megawati-lah yang seharusnya menjadi Presiden, karena parpol-nya, PDIP meraih suara terbanyak di Pemilu tersebut, yang secara logika politik ketika itu ketua umum parpol pemenang Pemilu-lah yang berhak dipilih sebagai presiden. Tetapi karena waktu itu sistem pemilihan presidennya masih dipegang DPR, lewat manuver politik Poros Tengah pimpinan Amien Rais, DPR berhasil menjegal Megawati, dan memilih Gus Dur-lah sebagai Presiden. Ketika Gus Dur dilengserkan pada Juli 2001, otomatis Wakil Presiden Megawati naik menjadi Presiden.
Meskipun demikian, tetap saja faktor euforia politik reformasi 1998-lah yang membuat Megawati bisa naik sampai ke jenjang tertinggi di Republik ini. Sekarang, sikon-nya jelas sudah sangat berubah. Kharisma Megawati sebagai tokoh politik korban penindasan rezim penguasa sudah hilang sama sekali. Apalagi ketika menjadi Presiden pun dia dinilai tidak berhasil. Saat ini Megawati hanya bisa mengandalkan kharisma ayahnya, Presiden pertama RI, Ir. Soekarno. Tetapi, jelas itu sangatlah tidak cukup.
Apabila Megawati benar-benar maju sebagai salah satu capres di pilpres 2014, apabila gagal lagi untuk yang ketiga kalinya, setidaknya dia bisa menghiburkan dirinya sendiri karena telah memecahkan rekor sebagai capres tertua, dan sebagai capres paling banyak gagal dalam sejarah RI. ***
RMOL. Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani marah setelah mengetahui soal spanduk bertulisan "Jokowi Yess! Megawati No!" bertebaran di beberapa lokasi strategis di Jakarta.
Setelah mendengar kabar tersebut, Puan langsung memerintahkan kadernya untuk mencopot spanduk tersebut.
“Kami sudah menugaskan teman-teman di DPC Jakarta Timur untuk menurunkannya. Sekarang kita lagi cari siapa yang pasang,” tegas Puan di sela Rakernas III PDIP di Ancol, Jakarta, (Sabtu, 7/9).
Puan jelas tidak nyaman dengan kemunculan spanduk tersebut. Apalagi, sampai saat ini PDIP belum memutuskan siapa yang akan diusung PDIP. “Tidak ada instruksi partai karena PDIP belum membahas sampai ke sana,” ucap Puan.
Ketua DPC PDIP Jakarta Timur William Yani kaget dengan keberadaan spanduk tersebut di daerahnya. Dia memastikan, yang memang spanduk tersebut bukan pihaknya. “Kami cukup kaget mendengarnya. Padahal kami kader partai tidak begitu,” ujarnya.
Spanduk tersebut jelas mengadu domba internal PDIP. Makanya, begitu mendengar adanya spanduk itu, dia langsung meminta anggota DPC untuk segera mencabutnya. “Sudah diinstruksikan untuk dicabut segera,” ujarnya.
Spanduk tersebut dipasang di titik-titik cukup strategis. Ada empat tempat yang terpantau media. Yaitu di flyover Simpang Lima Senen, flyover Matraman, di JPO Jalan Pramuka, dan flyover Kampung Melayu. Warnanya yang kontras dan dipasang menggantung di flyover membuat keberadaan spanduk ini gampang dilihat. [zul]
Talking Sedikit Humor Tentang Megawati (Jangan marah, ya??)
Suatu ketika, Wapres Hamzah Haz berkunjung ke Singapura dan bertemu dengan Lee Kuan Yew. Dia kagum dengan kemajuan Singapura dan pada kesempatan ini langsung bertanya pada Senior Minister Lee, "What is your leadership philosophy, Mr Lee ?" (Apakah filosofi kepemimpinan Anda, Tuan Lee?)
Setelah berpikir sejenak, Lee Kuan Yew menjawab dengan suara datar, "Kelilingilah dirimu dengan orang-orang yang pandai."
Lantas Hamzah Haz bertanya lagi, "Bagaimana memilih orang-orang yang pandai ini?"
Jawab Senior Minister sambil mengerutkan kening, "Ujilah dengan pertanyaan yang tepat."
Untuk menunjukkan maksudnya, Lee Kuan Yew menelpon Perdana Menteri Goh, "Goh, saya ada pertanyaan. Siapakah orang ini? Ayahnya ayahmu, ibunya ibumu tetapi dia bukan adikmu dan bukan kakakmu. Siapa gerangan dia ini ?"
"Ah, itu sih gampang Senior Minister. Itu kan saya sendiri," jawab PM Goh.
"Bagus," sambutnya, sambil senyum-senyum Senior Minister Lee meletakkan gagang telpon, "That’s how you do it, bung Hamzah."
Sesampainya di Jakarta, saking penasarannya, Hamzah tancap gas ke Istana mencari Ibu Mega yang kebetulan sedang beristirahat. Dengan tergesa-gesa dan tanpa mengindahkan protokoler, Wapres kita ini bertanya pada Ibu Mega, "Ibu Mega, saya ada pertanyaan mendesak. Siapakah orang ini? Ayahnya ayahmu, ibunya ibumu tetapi dia bukan adikmu dan bukan kakakmu. Siapa gerangan dia ini ?"
Ibu Mega diam sejenak. Akhirnya setelah beberapa saat ia menyahut, "Jawabannya saya berikan minggu depan !"
Dua minggu berlalu, Ibu Mega tanya kiri-kanan pada seluruh jajaran kabinet kepercayaannya. Ternyata tidak ada satupun yang bisa menjawab dengan memuaskan.
Bambang Kesowo mengajukan usul, "Eh Ibu, kita lupa tanya Pak Kwik Kian Gie. Dia kan selalu bisa menjawab pertanyaan yang paling susah sekalipun."
Mega mengangguk, ia setuju kalau itu adalah usul terbaik. Ia kontan mencari Kwik Kian Gie dan menanyakan hal itu melalui telpon dan dengan ringan dijawab, "Ya tentunya saya sendiri dong, Ibu Mega."
Legalah Ibu Mega ini dan langsung memanggil Wapres Hamzah Haz ke Istana. "Saya tahu jawabannya, pak Hamzah", ujar Megawati dengan nada sangat bangga. "Jawabannya ialah … Pak Kwik!!"
"Wah, salah Bu Mega." kata pak Hamzah dengan terperanjat, "Jawaban yang benar ialah: Perdana Menteri Goh!!"
Jika anda puas, silahkan klik gambar ini ==>
Mega dan TK kerap berseberangan. Soal capres 2014, TK mengimbau Mega untuk memberikan kesempatan kepada tokoh muda untuk maju. Mega diminta legowo, meski popularitasnya masih cukup tinggi.
"Lebih baik kaderisasi. Ibu mikir dulu untuk maju ke depan. Usia sudah 68 di tahun 2014. Kaderisasi lebih penting ketimbang maju sendiri," ujar TK yang juga suami Mega, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (24/10/2011).
Terkait haluan politik partai, TK mendorong PDIP mempertimbangkan posisi mendukung pemerintahan. Langkah PDIP untuk melakukan evaluasi internal dinilainya penting, terutama pascakekalahan PDIP dalam Pemilu 2009.
Ketua Fraksi PDIP yang juga Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo enggan berkomentar isu perselisihan Mega dan TK. Saat dikonfirmasi, Tjahjo memilih diam.
kudu bnyk mikir...
soalnya gada bedak ama lipstik nya
@NanoB
@IMT17
Menurut Hifdil, Badrodin, yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Pemeliharaan dan Keamanan, tak layak mendampingi Sutarman. Pada 2010, namanya pernah disebut sebagai salah satu perwira polisi yang memiliki rekening gendut. Ketimbang memilih Badrodin menjadi wakilnya, Sutarman seharusnya mengusut tuntas dugaan kepemilikan rekening gendut komisaris jenderal itu.
Majalah Tempo pernah mengungkap pembelian polis asuransi Rp 1,1 miliar di PT Pudential Life Assurance oleh Badrodin. Pembelian ini janggal lantaran dananya berasal dari pihak ketiga. Badrodin pun tercatat pernah menarik duit Rp 700 juta dan menerima transfer rutin Rp 50 juta saban bulan. Badrodin sudah membantah tudingan itu.
Penunjukan Badrodin juga bertentangan dengan komitmen Sutarman saat dipilih menjadi Kepala Polri. Saat itu Sutarman berjanji menegakkan integritas dan wibawa Kepolisian RI. Dia juga akan membebaskan institusi kepolisian dari praktek korupsi. "Salah satu kegagalan pemberantasan korupsi adalah menempatkan orang yang salah di posisi yang besar," kata Hifdil.
Hifdil merasa heran dengan pernyataan Sutarman yang menyebut Badrodin adalah jenderal terbaik. Menurut dia, pernyataan tersebut justru menimbulkan sentimen negatif dari publik. "Apakah tak ada yang lebih baik, yang tak terlibat kasus? Kalau dia yang terbaik, bisa dibayangkan bagaimana buruknya institusi kepolisian ini."
Pada Jumat, 28 Februari 2014, Sutarman menunjuk Badrodin sebagai wakilnya. Ia menggantikan Komisaris Jenderal Oegroseno yang akan pensiun. Sutarman mengklaim Badrodin merupakan perwira tinggi Polri terbaik. Sutarman menyatakan kepolisian sudah memberikan klarifikasi dan tak menemukan bukti bahwa Badrodin memiliki rekening gendut. “Jadi, tidak ada masalah,” kata Sutarman.
Teguran itu terjadi pada 30 Oktober 2008 kepada Zainal Abidin dan Hery Kristiyana dari Direktorat Pengawasan Bank 1 Bank Indonesia. Keduanya menolak pengucuran FPJP kepada Bank Century lantaran bank itu tak memenuhi syarat seperti yang disyaratkan Peraturan Bank Indonesia. Teguran Miranda sekaligus menjadi sikap tegas dari salah satu petinggi BI untuk membantu Bank Century.
Sehari setelah kejadian tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah Siti Chalimah Fadjrijah membuat disposisi agar Bank Century mendapat pinjaman. Siti menyebutkan Bank Century harus dibantu supaya tidak terdapat bank gagal. Jika terdapat bank gagal, katanya, perbankan dan ekonomi akan rusak.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Budi Mulya bersama-sama Gubernur BI Boediono, Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom, para Deputi Gubernur BI lainnya dan Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Raden Pardede beserta sejumlah pihak melakukan tindakan melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dalam kebijakan pengucuran FPJP Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. (Baca: Boediono Minta Media Tak Asal Tuding Soal Century)
Pada akhir September 2008, rasio kecukupan modal Bank Century tinggal 2,35 persen, jauh di bawah syarat kesehatan bank yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 8 persen. Pemilik Bank Century, Robert Tantular, dan Direktur Bank Century, Hermanus Hasan Muslim, sempat meminta bantuan likuiditas ke BI karena ada sejumlah deposito nasabah dalam jumlah besar yang akan dicairkan, tetapi bank tidak memiliki dana yang cukup. (Baca: KPK Jamin Kasus Century Tak Berhenti di Budi Mulya)