It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Taman Nasional Gunung Halimun - Salak (TNGHS) adalah salah satu taman nasional yang terletak di Jawa bagian barat. Kawasan konservasi dengan luas 113.357 hektar ini menjadi penting karena melindungi hutan hujan dataran rendah dan pegunungan terluas di provinsi Jawa Barat.
Perjalanan Halimun ini saya bersama rombongan dari grup line BF Traveler - Sightseers dengan total peserta 8 orang, yaitu @pocarisweat @alva07 @erzaldi @adambowie @cedric_me @saldee dan Thi, satu peserta asal Thailand. Berdasarkan hasil perundingan dari grup, kegiatan kali ini hanya trekking ringan di sekitar Cikaniki Research Station, Halimun.
Hari sabtu pagi kami bertujuh berkumpul di KFC Taman Topi Square dan kala itu juga kami kedatatangan tiga member grup lainnya yaitu @senjahari @menjangan dan @alfarros untuk mengantar kepergian kami menuju stasiun Paledang-Bogor. Kami menaiki kereta api Pangrango jurusan Bogor-Sukabumi. Harga tiket kelas ekonomi sangat terjangkau yaitu berkisar Rp 20.000,-. Jadwal keberangkatan kereta mengalami keterlambatan selama setengah jam karena ada perbaikan jalur rel, kemudian sekitar jam setengah sembilan kereta pun datang dan kami berangkat menuju stasiun Parung Kuda.
Setelah 1,5 jam perjalanan kami sampai di stasiun Parung Kuda, kami pun mencari angkutan umum colt L300 untuk disewa dan setelah sekali dua kali tawar menawar kami akhirnya menemukan mobil colt dengan harga termurah, yaitu Rp 450.000,- Harga ini mungkin relatif mahal tapi cukup dimaklumi karena jalan menuju Cikaniki yang berupa jalanan off road bebatuan di tengah hutan. Sepakat dengan harga sewa, kami pun memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu sembari menunggu Thi yang berangkat dari kota Bandung. Pada pukul 11 siang, Thi mengabarkan bahwa dia belum sampai Sukabumi sehingga mengalami keterlambatan yang melewati batas toleransi sehingga kami menyarankan dia untuk menyewa jasa ojek menuju Cikaniki.
Selama sejam perjalanan menuju Cikaniki, jalanan masih melewati kawasan penduduk dan kemudian secara berkala, perjalanan didominasi oleh pemandangan kebun warga dan sesampainya di gerbang TNGHS, hanya hutan lebat yang dapat kami nikmati. Udara sejuk dengan pemandangan serba hijau membuat kami terkantuk-kantuk. Sesekali saya melihat kupu-kupu berwarna hitam dengan aksen biru turqouise bertebangan menghindari jalanan berbatu yang kami lewati dan saya cukup beruntung bisa menyaksikan gerombolan lutung jawa (Trachypithecus auratus) yang berayun di pohon tinggi. Sekitar pukul dua kami akhirnya sampai di Cikaniki Research Station dan menempati kamar yang kami booking seminggu sebelumnya.
Cikaniki Research Station ini merupakan Stasiun Penelitian yang didirikan oleh Jepang sebagai bentuk kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Jepang dalam bidang konservasi flora dan fauna di kawasan Halimun. Gedung stasiun ini berupa cabin yang tersusun oleh kayu dan memiliki fasilitas guest house berjumlah 5 kamar tidur, 1 kamar mandi luar, ruang tengah dan dapur. Kamar yang kami sewa seharga Rp 250.000 dengan kapasitas 4 orang dan kami menyewa dua kamar bersebelahan. Setelah kami menaruh barang, kami memutuskan untuk trekking ke perkebunan teh Nirmala. Perkebunan seluas 997 Hektar ini menghasilkan teh untuk perusahaan Teh Sariwangi. Sejauh 2 km kami trekking sambil menikmati pemandanga kebun teh yang kata Jagawana merupakan lahan "bermain" Kijang (Muntiacus muntjak). Tapi sayang waktu itu kami belum beruntung bertemu mereka dan kami hanya disapa oleh hujan gerimis sehingga kami segera berjalan cepat menuju pendopo untuk berteduh. Rencana awal kami yang ingin menikmati sunrise di kebun teh sirna karena awan mendung yang menutupi matahari. Setelah berteduh kami melanjutkan trekking menuju desa terdekat sambil membeli minuman di warung. Anak kecil di desa ini melihat kami sambil tersenyum dan sesekali melambaikan tangan. Lucu deeehhh~~
Sekembalinya kami ke guest house Thi akhirnya sampai dengan wajah kebingungan, ternyata diahabis kecopetan di bus selama perjalanan dari Bandung ke Sukabumi. Thi yang baru 8 bulan tinggal di Indonesia mengalami kesulitan berkomunikasi dengan kami, sehingga kami pun lebih memilih ngobrol dengan menggunakan bahasa Inggris. Setelah istirahat sejenak, pada pukul setengah delapan kami melanjutkan trekking ke hutan belakang guest house untuk melihat jamur bioluminescence yang dapat menyala pada malam hari. Sambil membawa senter kami "menggerayangi" pekatnya kegelapan hutan. Menurut jagawana, jamur tersebut ada di sekitar 100 meter jalan kaki dan si Thi menemukan sekelompok jamur, tapi tidak menyala dan kami pun mematikan semua sumber cahaya yang kami bawa (senter, hp dan kamera) dan cling! redup tapi pasti jamur tersebut terlihat bersinar. Tapi sayang kemampuan kamera yang kami bawa tidak ada yang sanggup mengabadikan fenomena ini.
Kemudian kami kembali ke guest house untuk mempersiapkan makan malam. Seperti biasa kami memasak nasi sayur sop dengan lauk nugget. setelah itu kami hanya berbincang di ruang tengah membahas kultur di Thailand dengan Thi sebagai main speaker. haha. Jam 11 malam kami beranjak tidur dan aduh nyaman banget kasurnya, ga samper 5 menit ane udah tepar ke alam mimpi. hehe.
Jam 7 pagi kami bangun dan kembali trekking menuju Jembatan Tajuk (Canopy Trail) yaitu jembatan yang menghubungkan satu pohon ke pohon lainnya dengan ketinggian 30 meter dari permukaan tanah. Jalan ini terikat kawat baja ke batang-batang pohon besar yang telah berusia ratusan tahun sehingga disarankan per ruas jembatan hanya bisa dilewati maksimal tiga orang secara bersamaaan. Jembatan ini agak berayun sedikit pada waktu kita berjalan dan juga cukup licin. Cukup mendebarkan juga, tetapi tetap mengasyikkan. Dengan berada di atas kanopi, kita dapat menikmati pemandangan dengan perspektif berbeda. Mungkin sama dengan aneka satwa yang hidup di atas pohon. Canopy trail ini juga melintas di atas Sungai Cikaniki. Oh iya untuk menikmati fasilitas ini wisatawan cukup membayar Rp 25.000,- saja.
Sesudah berfoto-foto diatas kami turun dan melanjutkan perjalanan ke curug macan. Air tejun ini berlokasi di sekitar 200 meter dari guest house dan memiliki ketinggian sekitar 3 meter. pendek memang tapi cukup memuaskan hasrat saya untuk bermain air, haha. oh, ya. kata jagawana, setiap maghrib terkadang Macan Tutul (Panthera pardus) suka minum di curug macan (pola aktivitas yang mengingatkan saya akan macan tutul di Sumber Mani, Semeru) dan sesekali berburu musang di pohon-pohon sekitar guest house (lagi, mengingatkan saya akan, macan tutul yang berburu rusa dekat dengan penginapan Bekol, Baluran) dan sayangnya, saya tiga kali di gagal bertemu macan tutul di habitat aslinya, hanya dua kali di Kebun Binatang ragunan dan Gembira Loka. Lanjut lagi, menurut jagawana macan tutul yang "menguasai" daerah Cikaniki merupakan macan kumbang atau macan tutul dengan variasi bulu dominan berwarna hitam.
Setelah puas main air, kami bersiap-siap mandi dan sarapan dan kembali ke Stasiun Parung Kuda. Pada pukul jam 12 kami berpamitan dengan hutan Halimun. Ah sekali lagi sayang, saya hanya menikmati hutan halimun selama 2 hari 1 malam, karena menurut saya masih banyak yang bisa dijelajahi.
credit photo to adambowie, thanks for the amazing shots haha
mau kasih tips biar ga kecolongan pas ngetrip:
• hp, kamera, dompet masukin tas bagian terdalam
• tas dibekap di dada
• sedia kresek saat ninggalin tenda / penginapan
• masukin barang berharga ke kresek tsb biar aman + ga kena ujan
• kurangi becanda/bengong/ngantuk berlebihan, awareness ilang barang melayang hohohh
bisa aja ombow ih
tambahin satu tips lagi, kalo tiap trip selalu bawa significant other biar bisa bantu jagain barang dan menghangatkan ranjang
Be careful what you wish for!
Bertemu langsung dengan macan tutul jawa bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Di salah satu gunung di Jawa Barat, rombongan saya diikuti oleh macan tutul ketika turun gunung. Alih-alih bergembira, yang ada malah teror mencekam.
Saat itu kami turun gunung jam 2 pagi karena mengejar sebuah acara yang akan dilakukan di pagi harinya. Jam 2 dini hari berkemas dan langsung turun. Baru jalan kaki setengah jam berjalan, kebetulan teman saya menengok ke belakang menunggu teman yang di belakang, dia melihat 2 sorot mata menyala di kegelapan. Dengan menaksir ketinggian bola mata yang bercahaya dari garis tanah, kami yakin itu bukan kucing hutan biasa. Lebih tinggi ketimbang anjing kampung biasa. Satu-satunya hewan yang mungkin memiliki tinggi mata dan siluet besar spt itu dan berada di hutan gunung tsb hanyalah macan kumbang.
Dan yang membuat saya mencelos adalah makhluk tsb terus mengikuti kami dalam 3 jam berikutnya. Setiap menengok ke belakang, selalu tampak sorot mata dan siluet sosok besar yang bergerak di antara pepohonan. Kadang jauh, kadang berada cukup dekat hampir 10 meter. Saat itu yang bisa kami lakukan hanya berjalan dg kecepatan konstan (namun tak lari, hewan buas secara insting akan mengejar makhluk yang berlari, lagipula berlari hanya akan membuat formasi berpencar dan memudahkan dia memilih korban), sebisa mungkin terus bersuara, berjalan berdua-berdua sisi kiri kanan dan bergerombol dalam posisi berdekatan. Macan tutul tsb baru menghilang setelah pagi mulai cukup terang.
Karena gunungnya terkenal mistis, teman saya sibuk merapal doa dg cukup nyaring karena menyangka itu makhluk supernatural (konon banyak pendaki yg sering melihat penampakan). Saya malah sibuk dan berusaha dg sia-sia mengingat, bagaimana para pemburu damar di novel Harimau! Harimau!-nya Mochtar Lubis bisa lolos dr intaian harimau yg menghabisi mereka satu-satu. Saya membaca novel tsb ketika masih SD, dan mendadak lupa akhir ceritanya spt apa karena stress dg kondisi kami saat itu yg sama persis dg suasana thrilling yang ada di novel. Haha.
Yang saya ingat dr novel tsb adalah salah satu tokohnya yg bernama Balam menganggap harimau yg mengincar mereka adalah harimau jejadian yang dikirim Tuhan untuk menghukum mereka. Ketika saya menceritakan hal tsb pada teman-teman saya yg ketakutan, mereka malah mengancam saya untuk dilemparkan ke macan tutul yang mengikuti kami. Sial. Haha.
Diceritakan sekarang terdengar konyol, tetapi saat dialami langsung, sama sekali tak menyenangkan. Macan tutul adalah predator paling efisien, mereka bisa memanjat dan berenang shg kemungkinan selamat akan kecil. Sementara teman-teman saya yg lain berspekulasi liar bahkan dg kemungkinan kejadian supernatural, dugaan saya lebih taktis. Mungkin si macan tutul memang mengincar kami sebagai mangsa, atau tertarik dengan bau ayam mentah sisa yang tak habis dimasak--dan ini juga yg membuat saya teringat novelnya Lubis. Di novel tsb si harimau tertarik dg aroma darah rusa buruan.
Dan oh, sebagaimana keluarga kucing lainnya, macan tutul punya jaringan organ reflektor di belakang retina yg disebut "tapetum lucidum". Ini yang membuat organ mata mereka bisa menyala dalam gelap. Khas hewan nokturnal. Jadi, kalau kamu dtg ke air terjun waktu siang hari, akan sia-sia jika ingin melihat macan tutul, haha. Setidaknya kemungkinannya akan sangat-sangat kecil.
PS: majalah National Geographic USA edisi Desember 2015 ini membahas ttg macan tutul loh.
atau si cantik amur dan si kurus arabian.