It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku memiliki 3 sahabat. namanya Liz, Jenny dan Kim Kami berempat selalu berangkat sekolah bersama dan bermain bersama. di antara kami bertiga Kim yang paling cantik dan memiliki pacar yang sangat tampan. Aku tahu kalau Liz suka pada pacar Kim, tapi aku tidak memberitahu hal ini kepada siapapun.
Suatu hari musibah terjadi. Saat kami berjalan di pinggir sungai, Kim tiba-tiba terjatuh dan terbawa arus yg deras. Ia meninggal. Kami bertiga sangat kehilangan Kim. Namun walau Kim telah meninggal kami berempat tetap bersama. Saat aku, Liz dan Jenny pergi ke makam Kim, Liz berkata "akhir-akhir ini punggungku sering berkeringat, basah rasanya. dan aku mudah sekali pegal". Aku hanya tersenyum. Seperti yang telah kubilang sebelumnya, kami selalu berempat.
Namaku Susan, aku murid baru di SMA ini. menurut gosip yg kudengar sekolah ini berhantu.Sejujurnya aku tidak terlalu percaya hantu, menurutku cerita cerita hantu dibuat hanya untuk menakut nakuti anak kecil.
Jam menunjukkan pukul 3 sore, sudah saatnya sekolah usai. Bel berbunyi, murid murid berhamburan keluar kelas. Tiba tiba aku kebelet buang air kecil. Kamar mandi wanita ada di ujung lorong. Lorongnyalumayan gelap pikirku. Di pintu kamar mandi ada tulisan dilarang masuk yg ditulis dengan kertas. Hah iseng sekali pikirku.Pintunya agak susah dibuka. Dengan segenap tenagaku, aku bisa membuka pintu kamar mandi. Sepi.. tidak ada siapa siapa. Beda sekali sama sekolahku dulu, kamar mandi perempuan pasti penuh perempuan yg asyik dandan.
Aku segera masuk ke toilet 1. Dan kututup pintunya. Saat mengancing pintu aku mendengar suara wanita "Dek..murid baru ya?". Aku hanya bisa berdiri terpaku
Suatu hari, terjadi sebuah pembunuhan berantai di sebelah rumahku. aku dan keluargaku yang baru saja pindah ke rumah ini cukup terkejut. keesokan harinya, pembunuhan berantai terjadi lagi di sebelah rumahku. kali ini aku melihat si pembunuhnya. aku beranikan diri untuk bertanya pada si pembunuh. dan yang membuatku terkejut, si pembunuh berkata, "aku melakukannya untuk mencari makan. apalagi sekarang semua harga bahan sembako mahal. jadi, harus bekerja ekstra"
Rumah peristirahatan ini nyaris selalu penuh, karena selalu ada saja orang yang tertarik untuk melakukan perjalanan ke kota tersebut. Menurut Ibu pemilik penginapan memang banyak sekali yang berkunjung dan menetap di kota tersebut, karena semua pengunjung penginapan ini adalah orang yang hendak pergi ke kota tersebut.
Bisnis rumah peristirahatan ini sangat menjanjikan, karena ibu pemiliknya sangat ramah, dan makanan yang dijual sangat enak dengan aneka menu masakan daging yang menggiurkan... dengan menu andalan steak dengan resep rahasia keluarga...
Bahkan saat ini usaha sudah mulai berkembang dengan penjualan aneka kereta untuk mencapai kota tersebut.
Sungguh seorang pengusaha yang ulet, karena untuk keperluan makan dan minum saja, ibu ini harus mendatangkan beberapa gerobak air dan aneka macam hasil kebun setiap hari.
Spoiler : cerita ini nyata
'Ok', jadi begini ceritanya. Namaku Sarah. Aku adalah orang amerika yang sudah pernah tinggal di jepang dengan keluarga angkat (sementara) untuk keperluan study luar negeri. Minggu lalu, saudara serumahku, Akane, bercerita tentang sebuah permainan yang dia ingin mainkan yang bernama "Hitori Kakurenbo", atau Hide-and-Seek Alone (petak umpet sendirian), kupikir begitu. 'Anyway', Akane bilang itu menyenangkan dan beberapa perempuan di sekolahnya telah mencobanya, dan itu (juga) cara untuk bermain petak umpet dengan hantu, namun dia tidak mau melakukannya sendiri. Untuk beberapa orang skeptis, permainan itu kelihatan sangat tidak berbahaya, dan lagipula aku juga penasaran. TENTU SAJA, AKU SANGAT MENYESAL SEKARANG. Tidak peduli betapa penasaran ataupun skeptisnya dirimu, JANGAN PERNAH BERMAIN PERMAINAN INI!!!
Singkat cerita, Akane mendapatkan boneka dari '100Yen Store', menamakannya erina, dan aku melihat dia merobek isian boneka dan menggantinya dengan beras. "Sekarang aku butuh dua tetes darah, satu dariku dan satu darimu", gumamnya, mencoba mengingat aturan yang telah diberitahu oleh temannya. Dia menusuk jarinya dan aku menusuk jariku dan kami mengoleskan darah kami ke dalam beras. Dia kemudian menjahitnya dengan benang merah, diteruskan
dengan melilitkannya di sekitar leher boneka. Kami menamai boneka itu Erina, seperti nama bayi bibi dan paman yang baru lahir.
"Kenapa kau melakukan itu?", tanyaku bingung.
"Warna merah dianggap mewakili pembuluh darah. Kita akan memutuskan 'pembuluh darah' malam ini pukul 3".
"3 pagi atau 3 sore?"
"Pagi, idiot." Dia menyeringai padaku. Dia juga menyiapkan beberapa gelas air garam, dan membuat garis dengan garam melingkari kamar orang tuanya.
"Itu untuk apa?", tanyaku penasaran.
"Harusnya, ini menghentikan roh pergi ke suatu ruangan tertentu untuk menemukanmu."
"Jadi mengapa kita tidak bersembunyi saja di dalam ruangan itu?"
"Nah, itu tidak akan menyenangkan, kan! Aku hanya tidak ingin kamar orang tuaku dihancurkan."
Hancur. Dalam retrospeksi, aku berharap kami tetap tinggal di ruangan itu, bahkan jika keadaan sudah 'tidak menyenangkan'. Atau bahkan lebih baik, kuharap aku tidak pernah melakukan ini tanpa mengetahui sepenuhnya apa yang bisa terjadi.
'Anyway', kami pergi ke kamar mandi pukul 3 pagi. Semua orang di keluarga itu pergi mengunjungi bibi dan paman yang baru-baru ini punya bayi baru Erina. Kami meletakkan boneka itu di dalam bak mandi yang berisi air, dan berteriak bersamaan, "Akane dan Sarah jadi yang pertama! Akane dan Sarah jadi yang pertama! Akane dan Sarah jadi yang pertama!" Kemudian kami berlari keluar dari kamar mandi, mematikan semua lampu dan menyalakan tv di kamar persembunyian kami ke saluran statis (saluran tanpa siaran/semut-semut/bruwet). Akane mengambil pisau dan meninggalkan air garam di atas meja. Kami kembali ke kamar mandi, dan tentu saja, boneka itu ada di sana, di dalam bak mandi, tersenyum tenang kepada kami dari bawah. "Erina, Akane dan Sarah menemukanmu!" kami berteriak. Kami menariknya keluar dari bak mandi, lalu Akane menusuk jantung boneka itu dan memastikan bahwa dia memutuskan banyak benang merah sebelum membuangnya kembali ke bak mandi. "Erina jadi yang kedua! Erina jadi yang kedua! Erina jadi yang kedua! ", Kami bernyanyi kecil, kemudian berlari kembali ke ruang keluarga dengan tv menyala. Kami masing-masing meneguk air
garam, memastikan untuk tidak menelannya, kemudian memegang cangkir kami dengan erat sebelum bersembunyi di lemari. Akane meninggalkan celah pintu sedikit terbuka karena ia ingin melihat apa yang akan terjadi pada tv. Itu mengerikan, ide yang buruk. Sampai hari ini, aku berharap kami meninggalkan pintu itu dalam keadaan tertutup . Untuk lima menit pertama, kami hanya menunggu. Tidak ada yang terjadi, dan aku merasa lega. Kemudian, aku mendengar gelombang statis TV mulai berubah. Tanpa ada diantara kami yang menyentuh remote, tv mulai beralih saluran, cukup cepat untuk membuat sebuah kalimat yang terbentuk dari kata-kata dari saluran yang berbeda.
Aku
akan
menemukan
kalian
Aku meringkuk mundur di dalam lemari, ketakutan. Udara serasa semakin dingin. Akane masih tetap berada di situ dengan mata yang menempel ketat celah lemari, dengan tenang. Aku bisa mendengar langkah kaki dan berdebum.
Dimana
kalian
Langkah-langkah kaki itu berubah dan berhenti di depan lemari.
Apa
kalian
disini
Lalu aku mendengar kata-kata yang paling menakutkan,
Aku
menemukanmu
Akane menjerit dan jatuh terdorong ke belakang. Pisau dapur yang telah kami gunakan untuk menusuk boneka itu menonjol dari matanya, mata yang ia digunakan untuk mengintip melalui celah pintu lemari. Tanpa sengaja dia menelan air garamnya. Untungnya, setakut-takutnya diriku, aku berhasil menjaga air garam di mulutku, juga menggenggam cangkir bodoh itu dengan baik. Aku menunggu sampai gelombang statis di tv kembali normal. Akane menangis pelan, pisau itu masih di matanya, tapi dia merintih, "Kau perlu mengakhiri ritual." Aku melakukan apa yang dia suruh untuk lakukan. Aku berjalan di sekitar rumah, mencari boneka bodoh itu. Dia tidak lagi berada di kamar mandi. Aku menemukannya, duduk tegak di tempat tidur Akane, menyeringai. Aku menyiram dan memuntahkan air garamku kearah boneka itu, kemudian
berteriak, "Aku menang! Aku menang! Aku menang!" dengan keras. Lalu dengan sigap aku meraih boneka itu dan pergi ke bak sampah tetangga dan meletakkannya ke dalam bak bensin sebelum membakar bajingan itu.
Sekarang sudah jam 5 pagi. Aku kembali ke dalam lemari, dan mengatakan pada Akane semua telah berakhir, jadi dia keluar dari lemari, pisau masih tertanam di matanya dan kami memanggil ambulans. Setelah operasi, sayangnya, diputuskan dia akan buta dengan satu mata. Akane berbohong dan mengatakan ia tersandung kemudian mengenai pisau setelah bangun pagi untuk membuat sarapan. Hal yang menakutkan adalah, meskipun aku mengakhiri ritual dan membakar boneka seperti Akane katakan padaku, aku tidak berpikir kejadian ini sudah berakhir. Akane berkata masih bisa melihat "Erina" berjalan di sekitar rumah ketika hanya matanya terbuka. Aku terus melihat hal-hal dari sudut pandang mataku juga. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan, kami pikir kami melakukan ritual yang tepat, tapi mungkin itu masih berlangsung.
Beberapa hal aneh telah terjadi akhir-akhir ini, langkah kaki di luar pintu kamarku pukul 3 pagi, saluran tv terganggu dan suara seperti besi dibengkokkan. Aku lalu membakar dupa dan garam di kamarku untuk membuatku aman, seperti halnya Akane. Tapi jika seseorang datang kepada Anda dan menanyakan apakah Anda ingin bermain Hitori Kakurenbo, selamatkan dirimu dari kerumitan (yg akan terjadi) dan jangan melakukannya. Melihat kenyataannya sekarang, kami telah melakukan banyak hal yang salah, kudengar begitu dari desas-desus. Menempatkan darah di dalamnya adalah salah, itu dapat mengutukmu. Kami seharusnya memasukkan potongan kuku ke dalamnya sebagai gantinya, bukan darah. Akane dan aku akan ke kuil dalam beberapa hari untuk mencari pertolongan hari Minggu ini.
Hari ini aku melewatkan kelas untuk pergi ke kuil. Sejak kejadian itu Akane menjadi penyendiri. Jarang sekali aku melihat dia keluar dari kamarnya, dan jika dia keluar, dia tidak mengatakan sepatah katapun, hanya ngemil snack beras di pojokan lalu kembali ke atas. Dia lebih mirip seperti kerang, hanya bentuknya manusia. Dia juga tidak mau pergi ke sekolah, ku pikir dia khawatir akan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Bullying sangat buruk di sekolah di jepang, tapi aku tidak dapat menolongnya sekalipun aku merasa itu adalah salahku juga. keluarganya memintaku untuk tidak mengganggunya, dalam upaya untuk membantu membuatnya merasa lebih nyaman. Mereka bertingkah seolah-olah tidak ada yang terjadi, yang mana bagiku agak 'aneh' tapi kupikir itulah cara mereka untuk mengatasi kejadian seperti ini.
Anyway. Hari ini aku sengaja melewatkan kelas, untuk pergi ke kuil shinto terdekat. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan, karena Akane menolak untuk pergi. Aku sudah merasa mual di dalam rumah , dan melihat hal-hal bergerak keluar dari sudut mataku. Itu semua terjadi di sekelilingku. Tadi malam, jam 3 pagi aku terbangun oleh suara langkah kaki (seperti biasa), tapi setelah suara itu berhenti, sesuatu mulai menggaruk pintu. Kedengarannya seperti seseorang menggores kuku mereka ke kayu. Aku meringkuk di bawah selimut dan melemparkan garam di bahuku. Ketika aku bangun di pagi hari, ada simbol: 死 (kematian) di pintu yang tampak seperti darah. Aku cepat-cepat menyeka tulisan itu sebelum seseorang menyadarinya, dan aku sadar bahwa pintu Akane itu ditandai juga, jadi aku membangunkan dia dan menunjukkan tulisan itu padanya. Dia memberiku setengah senyuman aneh, dan mengatakan kepadaku, "Jadi itu sudah dimulai." Aku begitu terkejut aku melakukan apa-apa selain menatapnya. Saat itu, aku melihat luka irisan yg cukup besar di pergelangan tangannya. "Akane, apa kau terluka?"
Dia menyentakkan lengannya. "TINGGALKAN KAMI SENDIRI."
Suaranya tidak terdengar seperti miliknya, terdengar seperti terpisah dari badan, dan aku bersumpah matanya (yang tidak tertutup oleh penambal luka) berubah menjadi hitam. Aku tidak bertanya apa yang dia maksud dengan 'kami', aku hanya membiarkan dia pergi begitu saja kembali ke dalam kamarnya. Aku membersihkan darah dari pintunya. Aku kemudian mengetuk pintu dan bertanya apakah dia ingin pergi ke kuil hari ini. Meskipun kemarin ia telah berencana pergi, hari ini dia bilang tidak, dan masuk ke kamarnya lagi. Aku pergi ke kuil, dan aku mendapat petunjuk dari beberapa siswi yang lewat (meskipun mereka menatapku sebagai orang asing ).
Semakin dekat aku sampai ke kuil, aku semakin merasa sakit. Kepalaku mulai berdebar, perutku mulai sakit. Itu terasa menyiksa. Tapi untuk beberapa alasan, aku terus berjalan. Akhirnya ketika aku melewati gerbang torii, aku muntah di tanah dan langsung pingsan. Ketika aku bangun, delapan jam telah berlalu, begitu menurut pendeta kuil. Dia mengatakan bahwa aku telah dikutuk oleh sesuatu yang kuat. Aku memberitahunya tentang permainan itu, dan dia menggeleng. "Itu terlalu berbahaya. Baru-baru ini, ada gadis-gadis lain, dari SMA Kasukabe, yang juga datang kesini. Kau tidak boleh memainkan permainan itu." Dia berhenti sejenak. "Ritual ini pada dasarnya menjelaskan bahwa jika roh itu menemukanmu (dalam permainan), maka mereka bisa memiliki tubuhmu, sebagai tubuh mereka yang baru." Dia berhenti lagi untuk memikirkan semua itu. "Kau tidak kerasukan. Tapi kau dikutuk, dan hawa yang tidak murni tidak akan membiarkan kau masuk ke dalam kuil."
Dia bilang dia telah menghabiskan berjam-jam berdoa dan membersihkan jiwaku, tapi proses itu telah mengambil waktu yang sangat lama. Dia memberiku jimat khusus, dan mengatakan kepadaku untuk menggantung jimat-jimat itu di sisi lain dari pintu kamarku, untuk mencegah hawa jahat apapun masuk. Setelah berterima kasih, aku bersiap untuk pulang. Aku merasa seperti ada beban berat yang diangkat dari pundakku (secara harfiah), oleh orang ini, dan dia bilang aku sangat beruntung. Aku hanya punya kuas dengan kutukan, tapi karena saya tidak dirasuki, itu berarti beban itu telah jatuh ke Akane. Aku sekarang yakin bahwa ia telah dirasuki. Ketika ia "ditemukan" dan ditikam, tubuhnya menjadi tuan rumah untuk "Erina". Ketika ia membuka pintu di pagi hari, garis garam yang awalnya ada sekarang tidak ada lagi, dan dupa menyembul dari tempat sampahnya. Ketika aku pulang satu jam yang lalu, meskipun masih jam 19.00, tidak ada seorang pun di sana kecuali Akane. Ada catatan di atas meja, dalam bahasa Inggris.
Kepada Sarah
Bayi Erina sakit dan sekarang ada di rumah sakit.
Jangan khawatir. (ayah dan ibu) Pergi untuk membantu.
Love Mom and Dad
Bayi Erina. Akane menamai boneka itu Erina, dan menusuknya. Satu komentator menyebutkan voodoo, 'well'... Bayi Erina, sepupu baru Akane, ada di rumah sakit.
Pintu kamar Akane tertutup, lampunya mati. Dia tidak menjawab meskipun aku mengetuk pintu, hanya untuk memeriksa... Aku pergi di balkon, mencoba untuk mengintip ke kamarnya untuk melihat apakah dia baik-baik saja, tapi tirainya ditutup, kecuali satu mata, mengintip ke arahku. Aku berlari kembali ke kamarku secepat mungkin, menutup pintu, menaruh garam di mana-mana, bahkan di luar pintuku, memegang jimat dan mulai membakar dupa. Aku sudah berhenti melihat hal-hal bergerak, tapi sekarang aku takut pada Akane. Sebagian dari diriku ingin memanggil program studyku dan berpindah keluarga angkat, tapi bagian dari diriku merasa buruk (tidak enak) untuk melakukan hal ini kepada mereka. Aku merasa mempunyai kewajiban untuk tinggal sampai masalah ini selesai, tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan pada titik ini.
Aku berpikir untuk pergi.
Sekalipun nanti aku tidak mengepak tasku, tidak masalah, aku akan mendapatkan barang-barang baru. Aku akan memberitahu kepada CIEE (orang-orang yang bertanggung jawab atas programku) aku tidak bisa tinggal dengan keluarga ini lagi, dan aku ingin pindah. Ini bukan kunjungan pertamaku ke Jepang, sebelumnya pada musim panas lalu aku pernah tinggal di Chiba-shi selama dua minggu dengan keluarga, dan mereka menawarkan aku untuk pergi tinggal bersama mereka. Rumah ini cukup dekat dengan kelasku di Tokyo, mudah-mudahan CIEE mengijinkan, tetapi jika tidak, tidak ada jalan lain kecuali harus kembali ke rumah itu. Meskipun aku yakin mereka akan mengijinkan, mengingat keadaan.
(pikirku)
Mom dan Dad tidak menulis catatan lagi. Aku tahu itu karena pagi harinya aku memberanikan diri keluar dari kamar. Meskipun pintuku bersih (aku menuangkan garam di depannya tadi malam) setiap pintu lain ditandai dengan 死 , atau kematian. Saat aku ingin mengambil sesuatu untuk dimakan, aku melihat sesuatu tampak seperti darah di dekat lemari yang pernah aku dan Akane gunakan untuk sembunyi. Aku membuka pintu dan ... 'well' kuharap aku TIDAK PERNAH MEMBUKANYA. Mom dan Dad ada di situ, masih bernapas, meskipun nafasnya hampir berhenti, terima kasih Tuhan. Tapi mata mereka... oh God, mata mereka tidak ada di tempat yang seharusnya. Aku tidak tahu bagaimana mata mereka bisa keluar, bagian matanya seperti rongga penuh darah, tidak ada kelopak mata, seolah-olah seseorang telah mengambil pisau dan mencongkelnya keluar dengan paksa. Mereka hampir tidak bisa berbicara. Mereka sedang merasakan yang sakit luar biasa. " Akane.... Jangan.. please," bisik Mom. " Jangan khawatir, ini Sarah, aku akan menolongmu," bisikku.
Aku meraih garam dan membuat garis di depan dan semua sisi tangga dengan cepat, untuk membuat area perlindungan yang lebih baik. Kemudian ku pikir itu tidak cukup sehingga aku membakar dupa lebih banyak di semua kamar tingkat yang lebih rendah sebelum membantu mom dan dad untuk membantu mereka meraih pintu. Saluran telepon tidak hidup. Persetan jika tetangga tahu dan membuat gosip tak enak, menolong mereka lebih penting daripada menyelamatkan reputasi mereka. Aku benar-benar senang bahwa aku telah melakukan sesuatu dengan garam itu karena saat aku sedang menolong mereka keluar melalui pintu, ada Akane disana. Penutup luka matanya sudah lepas, dan mata kirinya robek keluar. Sepertinya dia sendiri yang melakukannya. Sebelumnya, kelopak matanya hanya ada bekas luka di atas matanya sejak kecelakaan itu. Dia memegang pisau bekas ritual, dan pisau itu berlumuran darah, darah yang ku duga berasal dari mom dan dad, dan aku berusaha sangat keras untuk tidak muntah. Mata kanannya menatap kami, berputar berguling-guling menggila di kepalanya dan dia tersenyum.
"Sayang sekali aku tidak menemukanmu."
Aku ketakutan, panik. Aku menarik mom dan dad dan keluar dari rumah, berlari ke tetangga untuk meminta pertolongan dan memanggil ambulans. Ketika aku meninggalkan rumah itu, jendela bertirai kamar Akane bergetar, dan aku bersumpah aku melihat matanya mengintip keluar. Kemudian aku pergi ke kuil. Pendeta kuil mengatakan kepadaku bahwa aku masih baik-baik saja, bahwa garam dan dupa telah melindungi aku dan aku murni dalam roh. Tapi aku meminta dia untuk membersihkan rumah. Aku bercerita tentang Akane, aku memberinya alamat, dan ia berjanji akan membantu dengan mengunjungi rumah itu.
Aku menelepon bibi untuk memperingatkan dia tentang bayi Erina, tapi dia mengatakan kepadaku Erina meninggal secara tiba-tiba tiga hari yang lalu, tepat tengah malam, dan dia sedikit tidak tega untuk memberitahu mom dan dad. Aku menangis. Aku menceritakan kepadanya tentang segala sesuatu yang telah terjadi, dan memperingatkan dia tentang Akane. Dia mulai menangis juga di telepon, menangis tersedu-sedu. Aku meminta maaf berkali-kali sampai aku tak bisa menghitungnya, tapi dia mengatakan kepadaku untuk tetap di tempat yang aman, dari jangkauan Erina .
Aku kemudian menelepon keluarga lamaku di Chiba, melompat ke atas kereta api ke Tokyo untuk bertemu dengan mereka, dan pindah dalam beberapa jam. Aku tidak yakin apakah pendeta kuil mampu membantu Akane atau tidak, tapi tidak mungkin aku kembali ke rumah di Kasukabe-shi untuk waktu yang lama.
Beberapa dari kalian menjadi takut untuk mengunjungi Jepang setelah membaca ini. Ironisnya, aku akan mendorong hal itu. Namun, apa pun yang kalian lakukan, jangan main-main dengan okultisme di sini. Ini bukanlah papan ouji (sejenis jelangkung). Ini adalah kematian skala penuh, kutukan, penderitaan... Tolong, jangan lakukan permainan seperti ini. Setiap kali aku menutup mataku, aku melihat mata mom dan dad yang bolong, dan aku takut. Takut Akane. Aku terus membakar dupa dan garam di kamarku dan kugantungkan jimat di situ. Aku merasa aman, untuk saat ini. Berapa lamakah aku bisa bertahan sampai dia menemukanku?
大丈夫だよ。
(笑)
心配
しない
みんなは大丈夫だよ
(笑)
すごく楽しかった!面白いゲームだね!
さあ~ つぎの人はだれ?
(笑)
あなたを見つけるよ。
(笑)(笑)(笑)(笑)(笑)(笑)(笑)(笑)( 笑)(笑)(笑)
み
つ
け
た
〜サラ
Translated :
Aku baik-baik saja
(tertawa)
Jangan
khawatir semua orang (di sini) baik-baik saja
(tertawa)
Betapa menyenangkan! Permainan yang menarik, bukan!
Sekarang, siapa orang berikutnya?
(tertawa)
Aku akan menemukanmu
(tertawa) (tertawa) (tertawa) (tertawa) (tertawa) (tertawa) (tertawa) (tertawa)
Aku menemukanmu
~Sarah
Aku pergi ke rumah itu, aku tak tahu kenapa tapi aku seperti ditarik oleh sesuatu, aku bahkan tidak ingat turun dari kereta, aku bahkan tidak ingat apapun setelah menggesekkan PASMOku. Aku tidak ingat apa-apa setelahnya, dan baru saja aku baru mendapati diriku terbangun di kuil lagi. Pendeta kuil mengatakan ia tahu (sungguh aku tidak mengerti) di mana aku berada dan melakukan upacara pengusiran setan. Aku akan mengunjungi Akane dan Mom dan Dad dengan dia. Akhirnya sekarang aku memiliki jimat yang diikat ke bagian tubuhku untuk perlindungan. Aku ketakutan. Satu-satunya hal yang menenangkanku hanyalah pendeta kuil.
Di rumah sakit. Aku benar-benar gugup melihat Akane dan Mom dan Dad. Akane diborgol ke tempat tidur, tapi dia tidak ingat apapun, tentang bangun di malam hari dan membuat karakter 死 di pintu, tapi dia ingat saat menyerang Mom dan Dad. Dia menangis. Dia benar-benar tak berdaya, dia tidak bisa menghentikannya, dia mengatakan kepadaku, tapi dia menerima semua kejadian itu. Dia terus menyebut "Unmei" yang artinya tak kumengerti, tapi setelah mencari artinya, ternyata artinya "iman". Kepala Mom dan Dad keduanya dibalut sepenuhnya. Mereka berterima kasih kepadaku karena telah menyelamatkan mereka dan mereka meminta maaf kepadaku. Serius, mereka mengatakan mereka minta maaf karena telah menjadi orang tua angkat yang buruk dan telah merusak pengalamanku dengan Jepang. Aku menangis, dan memberi mereka pelukan besar. Mereka memiliki hati yang sangat besar. Aku masih menangis. Bagaimana mungkin hal seperti ini terjadi pada mereka? Aku merasa sangat bersalah. Besok, dengan penuh harap, aku akan berbicara dengan direktur program, serta berkonsultasi dengan Kedutaan Besar AS di Tokyo untuk melihat apa yang harus ku lakukan.
Kembali ke Chiba dengan keluarga angkat lamaku, aman dan sehat. Terima kasih semua untuk komentar baik kalian. Aku merasa lebih baik, jauh lebih baik. Aku merasa aman untuk beberapa alasan. Aku berbicara dengan pendeta kuil tentang kutukan pada Akane. Dia mengatakan bahwa jika dia tidak memiliki anak, kutukan itu akan mati bersamanya. Kedengarannya seperti nasib yang mengerikan bagiku, untuk tidak dapat memiliki keluarga sendiri. Aku benar-benar sedih. Aku tidak tahu apa lagi yang harus kukatakan.
Kau
bisa
lari
tapi
tidak
untuk
waktu
yang
lama
Dua minggu terakhir adalah KEGILAAN. Aku sudah mengunjungi kedutaan, CIEE, polisi, kuil... ulangi dan pembersihan lagi bila perlu. Terima kasih kepada semua pengguna yang mengirim pesan yang membuatku nyaman. Itu benar-benar baik guys, benar-benar membantu membuatku tetap waras, jujur??. Sekarang aku kembali ke Amerika. Aku wanita bebas. Singkatnya, inilah yang terjadi.
1. Akane ditahan (kepolisian). Orangtuanya, meskipun bingung, bersaksi melawan Akane. Dia (Akane) bahkan bersaksi melawan dirinya sendiri... melalui pemberbicaraan dengannya, dia berkata meskipun awalnya dia tidak bisa ingat banyak, ada bagian yang dia ingat, tidak berada dalam kendali pikirannya sendiri seperti yang dia inginkan saat ditekan oleh kekuatan yang lebih besar. Dia mengalami percakapan (atau lebih seperti argumen dengan Erina), dan memberitahu Erina bahwa dia tidak ingin terikat dengannya. Untuk membuktikan bahwa dia tidak berdaya, Erina membuatnya menyerang orang tuanya dan mencongkel mata mereka, dan kemudian memotong matanya sendiri. Jika aku berada di rumah, dia akan dipaksa untuk menyerangku juga. Tapi karena aku tidak ada, Erina memaksanya untuk menulis catatan. Dia menangis. Aku belum pernah melihat manusia didorong ke jurang seperti itu (kiasan). Aku sangat sering menangis dalam beberapa minggu terakhir, sampai aku merasa semua air mataku kering.
2. Aku sudah dibebaskan dari program ini karena masalah pribadi (yeah, saudara angkatmu yang kerasukan dan mencongkel bola mata bisa dihitung sebagai masalah pribadi) .
3. AKU KEMBALI KE RUMAH. Terima kasih Tuhan.
Disinilah aku mulai merasa aneh kembali.
PETAK UMPET SEORANG DIRI
Permainan ini sebenarnya digunakan di Jepang untuk berkomunikasi dengan roh yang bergentayangan untuk berbagai keperluan, dan boneka digunakan sebagai pengganti tubuh manusia sebagai media. Dan berikut cara bermain petak umpet hantu dari jepang yang super duper seram dan menakutkan.
Penting! Segala apapun yang terjadi atas permainan ini adalah tanggung jawab Kamu masing-masing secara pribadi.
Alat dan Bahan:
1. Sebuah boneka dengan bagian tubuh lengkap (kepala, 2 kaki dan 2 tangan)
2. Beras (secukupnya untuk mengisi boneka hingga penuh)
3. Jarum dan benang merah
4. Benda tajam (pisau, gunting, pecahan kaca juga boleh )
5. Secangkir penuh garam (usahakan garam alami)
6. Tempat sembunyi
Persiapan:
1. Keluarkan semua kapas dlm boneka, lalu masukkan beras hingga penuh.
2. Potong sedikit kuku Kamu dan masukkan kedalam boneka bersama beras, lalu jahit boneka tersebut dengan jarum dan benang merah.
3. Isi bak mandi dengan air.
4. Letakkan secangkir air garam ditempat bersembunyi.
Langkah-langkah:
1. Beri nama boneka tersebut (apapun asal jangan nama Kamu sendiri).
2. Ketika tepat pukul 3 pagi, katakan pada boneka “___(nama Kamu sendiri) yang pertama jaga.” katakan sebanyak tiga kali.
3. Pergi ke kamar mandi dan letakkan boneka kedalam bak mandi yang berisi air.
4. Matikan semua lampu dirumah, lalu pergi ke tempat Kamu bersembunyi dan nyalakan televisi hingga mendapatkan saluran semut (dibawah akan dijelaskan, kenapa harus menghidupkan televisi).
5. Hitung dari satu sampai sepuluh dengan mata tertutup, lalu kembali ke kamar mandi dengan benda tajam.
6. Ketika sudah sampai, katakan kepada boneka “Aku menemukanmu ___(nama boneka).” Lalu tusuk boneka tersebut dengan benda tajam.
7. Setelah itu bilang “Kamu yang jaga berikutnya, ___(nama boneka).” dan letakkan kembali boneka ke bak mandi.
8. Lari, sekali lagi lari menuju tempat bersembunyi dan bersembunyilah.
PENTING: JANGAN HENTIKAN PERMAINAN DITENGAH JALAN, PERMAINAN INI HARUS DILAKUKAN SAMPAI AKHIR!
Cara menyelesaikan:
1. Masukkan setengah air garam kedalam mulut (jangan diminum).
2. Keluar dari tempat persembunyian dan cari boneka tadi (catatan: jika ritual ini berhasil, maka boneka itu tidak akan ada di kamar mandi).
3. Jika sudah ketemu, siram boneka tersebut dengan garam yang tersisa di cangkir, dan siram juga dengan air garam di dalammulut Kamu.
4. Katakan “Aku menang” sebanyak tiga kali. dan Hal ini seharusnya mengakhiri permainan. Setelah semua selesai, keringkan dan bakar boneka tadi.
Hal penting lainnya:
1. Jangan keluar rumah sebelum permainan berakhir.
2. Matikan SEMUA lampu ketika permainan berjalan.
3. Tetap diam ketika bersembunyi
4. Ingat, jika Kamu tinggal bersama dengan orang lain, orang itu mungkin akan secara tidak langsung berpartisipasi dalam ritual ini.
5. Jangan teruskan ritual lebih dari satu atau 2 jam.
6. Untuk amannya, sebaiknya buka semua kunci di dalam rumah.
7. Usahakan membawa handphone di tangan kalau-kalau terjadi sesuatu.
8. Jika Kamu bersembunyi tanpa air garam kemungkinan Kamu akan bertemu dengan “sesuatu yang mengerikan” di sekitar Kamu.
Keterangan lain:
Alasan kenapa harus menyalakan televisi ketika bersembunyi adalah karena televisi dapat berfungsi sebagai “radar” untuk mendeteksi kehadiran “sesuatu” disekitar.
sampe ngasih tau cara maen petak umpet sendiri.....
ntar kalo yang nyari tante kunti ato gendruwo gimana ????
Itu bukan kepotong mas @mamomento
Emang begitu, itu ceritanya belum selesai.
Namanya juga kisah nyata yg masih berlangsung sampai sekarang
Cintya berlari diburu waktu menuju gedung laboratorium biokimia pangan yang berjarak sepuluh meter dari gerbang kampusnya. Malam ini ada ujian praktikum biokimia pangan. Cintya terlambat lima belas menit. Ia sudah bisa membayangkan dua tanduk di kepala asisten praktikumnya.
Biasanya gadis itu tak pernah berani berjalan sendirian di gedung laboratorium karena ia pernah melihat penampakan disana. Tapi malam ini, keterlambatannya membuatnya terburu-buru dan lupa kalau sekarang ia berlari sendirian di gedung terangker yang ada di kampusnya.
Pintu laboratorium biokimia sudah ada sepuluh meter di depan mata Cintya. Ia harus menuruni sepuluh anak tangga untuk sampai di sana. Langkahnya tergesa-gesa, dan kesialan ditemuinya. Sepatu berhak tinggi milik Cintya menginjak rok panjangnya hingga membuat gadis itu terpeleset dan jatuh berguling-guling menuruni tangga. Ia jatuh tersungkur dan wajahnya membentur keras lantai di bawah anak tangga. Cintya tak mampu melihat apapun. Gadis itu pun pingsan.
Beberapa menit kemudian, Cintya tersadar dari pingsannya. Ia melihat koridor laboratorium yang ada di depannya begitu sepi dan dingin. Kabut malam yang berarak pelan membuat tempat itu begitu angkuh. Pelan, Cintya bangun dari lantai. Ia merapikan pakaian dan rambutnya. Tak ada luka di wajah, tangan, ataupun kakinya. Cintya juga masih bisa berjalan. Jatuh dari tangga sedikit membuat kepalanya pusing tapi tak membuatnya lupa kalau ia harus mengikuti ujian biokimia pangan.
Cintya buru-buru mendatangi ruang praktikum biokimia pangan. Setelah membuka pintunya, isi ruangan itu sepi tak berpenghuni. Cintya lalu melihat arlojinya. Ia yakin kalau malam itu adalah hari Kamis, 12 Desember 2010 pukul 7 malam. Tapi kenapa tak ada seorang pun di dalam kelas biokimia? Cintya bingung dan belum menemukan jawabannya. Gadis itu lalu mendatangi salah satu meja di dalam ruang praktikum. Ia melihat banyak kertas ujian tergeletak rapi di sana. Kertas itu bergerak sendiri dan ada yang menorehkan tinta di atasnya, namun yang menulis tinta tidak terlihat (seperti kertas ujian hantu).
Cintya melangkah mundur karena ketakutan. Tiba-tiba saja seperti ada orang yang menabrak pundaknya dari belakang. Cintya terdorong dan terjatuh ke lantai. Ia melihat secarik kertas ujian melayang di depannya dan mendarat satu kaki di ujung sepatunya. Ada tangan asing yang meraih kertas itu lalu menghilang. Cintya merasakan gapaian tangan itu menyentuh sepatunya. Ia semakin ketakutan. Ujian praktikum malamnya berubah menjadi ujian alam gaib.
Cintya bangun dari lantai dan berlari menuju pintu. Tapi langkahnya terhadang oleh kemunculan Andini, teman Cintya yang tewas bunuh diri (menjatuhkan dirinya dari lantai lima gedung kuliah) lima hari yang lalu. Cintya shock dan menjerit ketakutan. Andini menarik Cintya dan membungkam mulutnya tapi Cintya terus memberontak dan mendorong tubuh dingin Andini. Ia seperti menyentuh mayat beku saat memegang kulit Andini. Andini berusaha mengajak Cintya keluar dari ruang praktikum namun Cintya menolak.
Saat Cintya melangkah mundur, kembali ke meja praktikum, seperti ada banyak orang yang berlarian menabrak tubuhnya dari belakang. Cintya kembali terdorong dan terjatuh ke lantai.
Pintu ruang praktikum terbuka lalu tertutup dan terkunci dari luar dengan sendirinya. Cintya nyalang kebingungan. Tatapannya beralih ke Andini yang masih berdiri menunggunya di samping pintu. Cintya heran kenapa arwah Andini menganggunya.
Lalu terdengar suara teriakan yang gsangat keras dari arah tangga di luar ruang praktikum. Cintya bangun dari lantai dan berlari membuka pintu. Andini tersenyum pelik melihat ketakutan Cintya. Ia tak berhasil membuka pintu nya karena terkunci dari luar. Andini lalu menepuk pundak Cintya. Cintya diam menunggu apa yang akan dilakukan Andini. Pintu yang terkunci itu didorong Andini dengan telapak tangannya dan langsung terbuka. Andini menyuruh Cintya untuk segera keluar.
Di luar ruang praktikum, Cintya melihat ada nenek-nenek tua berpakaian Belanda, berdiri membungkuk memegang alat pel. Nenek itu tersenyum lebar saat berpapasan dengan Cintya. Wajah nenek itu sangat menyeramkan seperti hantu. Cintya menggelengkan wajahnya dan langsung membalikkan badan. Cintya berlari menuju tangga yang tadi dilaluinya.
Samar-samar, ia melihat teman-temannya yang tadi tak dilihatnya, berkerumun di depan tangga. Cintya buru-buru menghampiri mereka. Cintya penasaran, apa yang sedang dilihat teman-temannya. Satu per satu pundak teman-temannya direngkuh Cintya tapi tak ada yang menolehnya. Setelah menerobos kerumunan teman-temannya, gadis itu akhirnya melihat dirinya sendiri terbaring bersimbah darah di bawah anak tangga. “Tidaaak……!” Cintya berteriak histeris lalu lari dari kerumunan teman-temannya.
Ia kembali ke lorong gelap di depan ruang praktikum. Di sana Andini dan Nenek Penjaga Sekolah tersenyum melihat tingkah Cintya. Gadis itu memegangi kepalanya dan terus berteriak. Mereka lalu berdiri di depan cermin lebar yang terpajang di tembok ujung lorong. Cintya melihat wajahnya seperti wajah Andini dan Nenek Tua Penjaga Sekolah. Mata gadis itu berlinangan air mata. Andini lalu merengkuhnya dan berkata, “Selamat datang, Cintya!”