BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Bukan Lawan Jenis [TAMAT]

134689221

Comments

  • dikit banget... Kalo update, gwminta diseret ya.. :D
  • edited May 2014
    @bladex , @haijin , @yans filan , @rizky_27 , @icha_fujo , @kurokuro , @awanwanku , @adam25 , @hehe_adadeh , @sunnyhoney , @bayu_samudra22 , @bayumukti, @cool_boys , @idans_true , @3ll0 , @fikh_r , @eldurion , @arieat , @4ndh0 , @tsu_no_yanyan , @angelsndemons , @davidliu , @just_pj , @san1204 , @cevans , @eizanki , @ardi_cukup , @kimo_chie , @ncholaees , @gabriel_valiant , @different , @alvaredza , @cmedcmed , @amira_fujoshi , @yo_sap89 , @ramadhani_rizky , @adityashidqi , @codycummingfans , @rehan2014 , @venussalacca , @admmx01 , @_abdulrojak , @dafazartin , @azrielalazam , @boybrownis : THANKS ALL. :* (CIPOK BASAH PERWAKILAN AJAH, *NTAR JONTOR BIBIR GW KALO ATU2 :D)

    ***
    "Bawel banget dah, ah!" gw masih menggerutu sambil menendangi kerikil yang menghalangi langkah gw.

    Kenapa sih gw punya Kakak cowok yang cerewetnya minta ampun? Bahkan Mbak Alina aja nggak segitunya. Kepribadian mereka ketuker kali ya. Gw gak bisa bayangin kalo Bang Albert udah tua nanti...pasti cerewetnya tingkat neraka. Gak ada anaknya yang mau merawat dia karena gak tahan sama omelannya, terus dia dimasukkan ke panti jompo. Tapi karena para petugas gak tahan, dia diusir dari tuh panti, dan terlunta-lunta di jalanan hingga akhir hidupnya.
    Tragis.
    Dramatis.
    Mengharukan.
    Diangkatlah ke layar kaca di salah satu stasiun TV swasta tiap saban hari dengan judul: Azab Seorang Lelaki Cerewet.
    Astaga!!!
    Mikirin apaan sih gw?! Gw gak boleh mendoakan dia begitu, ah! Diakan Abang gw! Keluarga gw! Kami sekeluarga mesti bahagia sampai akhir hayatlah pokoknya.
    Gw menggoyang-goyangkan kepala gw yang pikirannya udah ngelantur kemana-mana.
    Suara gaduh menyelamatkan otak gw dari pikiran ngawur. Gw melihat ke depan. Di salah satu bangku yang sengaja di pasang di tepi jalan dengan posisi membelakangi jalan dan menghadap ke taman, ada serombongan cowok duduk dan berdiri.
    Eh, mereka pake seragam putih abu-abu? SMA? Ngapain mereka. Inikan wilayah kampus.
    Oke, gw tahu sekolah mereka lagi direhab dan untuk sementara waktu mereka semua ngungsi ke kampus gw. Tapi kan nggak mesti harus nongkrong juga di area kita. Mereka sudah punya area sendiri. Anak-anak sekarang berani banget ya. Ckckck...
    Ckckck... Kenapa gw yang sibuk sih?! Urusan merekalah!
    Nevermind.
    Seperti yang gw bilang barusan, itu bukan urusan gw. Gw mau terus jalan dengan pikiran jernih. Sayangnya, entah, magnet dari kutub mana yang narik pala gw, sehingga gw noleh ke arah mereka dan salah satu dari mereka juga noleh ke gw.
    Kita bertemu pandang, dan... Itu anak yang pernah gw lihat pas di kolam renang waktu itu!
    "Waktu itu" yang mana, hayooo? Lu pada pasti udah lupa kan?
    Gw harap lu ingat. Kalo gak ingat, bukan salah lu kok. Yang lihat gw, yang ketemu gw, dan yang ngalamin juga gw. Itu aja gw udah lupa sama tuh anak. Cuma pas lihat muka dia tadi, wajah dia yang udah terkubur, langsung terdeteksi di mesin pencarian di otak gw.
    Itu, anak yang gw lihat di kantin kolam renang sewaktu gw ikutan Kak Fredo ngajarin anak-anak didiknya renang...
    Ups! Kak Fredo! Lagi apa ya dia sekarang? Pernah nggak ya dia mikirin gw? Terdengar berlebihan. Simple aja, apakah pas lagi sendiri, dia sempat ingat gw?
    Jawabannya pun misteri. Dan itu terasa menyesakkan. Entah apakah someday gw bisa nemu jawabannya...
    Semoga.

    Chapter 3

    Nggak bisa gw pungkiri, semenjak keluarga gw tau kalo gw ini doyan cowok, mau nggak mau, suka atau nggak, hidup gw ada yang berubah. Yang kentara sekali itu kebebasan gw. Gw nggak sebebas dulu lagi. Kebebasan gw direnggut.
    Mau kemana aja, gw nggak boleh sendiri. Tujuan gw juga harus jelas. Mau ke rumah teman aja, mesti ditanyain dulu jenis kelaminnya apa. Kalo cewek, monggo. Tapi jalo cowok, dituntut dengan penjelasan yang lebih mendetil lagi. Anak siapa, kuliah di mana, jurusan apa, gay apa nggak, dan macem-macem.
    Dan pelakunya itu, the one and only: Albert!
    Yup. Albert, Abang gw yang super duper nyebelin dan overprotective-nya kebangetan dan bawelnya tingkat neraka jahanam!
    Oke, tapi gw yakin, dia nggak sendiri. Biasanya, orang yang turun ke lapangan dalam suatu tindak kejahatan itu adalah pion. Tapi dalangnya cuma ongkang-ongkang kaki di kursi pelaminan, eh, kursi goyang maksud gw. Dengan gaya bersahaja dan seakan tanpa dosa dan kerjaannya memberi instruksi pada anak buahnya.
    Dan gw yakin, mama sebagai dalang dari semua tindakan berlebihan Bang Albert!
    Mama diam-diam terus nyuruh Bang Albert buat ngawasin gw, supaya pergaulan gw tetap berada di "track yang benar". Dan gw sadar kok, sampai saat ini, Mama belum bisa nerima keadaan gw. Begitu juga dengan Bang Albert.
    Perihal Papa, dia tetap melihat gw sama seperti dulu, sebelum gw ketahuan pencinta lelekong cucok. Dan Mbak Alina, ohh... Dia adalah Bundadari bagi gw.
    Hahahaha. Kalo dipikir-pikir, kehidupan gw di rumah ini tak ubah layaknya sinetron. Gw pemeran utamanya, yang tentu aja protagonis, didukung Mbak Alina di pihak gw, dan Mama sama Bang Albert di pihak antagonis. Sementara Papa adalah sosok yang netral di sini.
    Hmmm..., kira-kira apa judul yang tepat buat drama yang tak tahu kapan akan usai ini?
    Cinta Almer mungkin? Wkwkwkwk.
    By the way, kita lupakan sajalah judul-judulan itu. Lagi pula stasiun teve mana yang mau nayangin sinetron bertema gay di Indonesia!
    Oh, iya. Hari ini seperti biasa, gw berangkat kuliah diantar Bang Albert. Dan seperti biasa pula, sebelum gw menuntut ilmu (ngomong-ngomong, gw nggak habis pikir, kenapa sih ilmu dituntut? Emang dia salah apa???), Bang Albert untuk kesekian kalinya ngomong gini:
    "Ingat! Lu ke kampus buat belajar, bukan buat ngecengin cowok. Jaga tuh mata!"
    Oke. Gw udah muak dengar kata-kata wejangan dia itu. Gw pastikan ini hari terakhir gw dengar kata itu terlontar dari mulutnya. Besok nggak lagi!
    Dan besoknya, gw turun dari motor. Gw kasih helm yang tadi gw kenakan ke dia, terus gw ngomong:
    "Bang..."
    "Ya?"
    "Ada pesan Mama."
    "Apa?"
    "Ingat! Gw ke kampus buat kuliah, bukan bukan ngecengin cowok. Tapi kalo cowoknya oke, nggak apa-apa! Oke, bye!"
    Gw langsung ngibrit melintasi gerbang.
    Tapi esoknya lagi, dia sepertinya nggak mau keduluan sama gw. Sebelum gw turun dari motor, dia udah mulai mau ngomong.
    "Ingat--"
    "Ingat-ingat, Ting!" potong gw sambil melompat turun seraya ngasih helm ke dia.
    Mampus lu! Umpat gw dalam hati.
    Tapi tahu nggak, dia rupanya nggak kehilangan akal. Besoknya lagi, dia cari cara lain buat nyampein wejangan itu.
    Pas gw turun, dia nggak ngomong apa-apa. Padahal gw udah siap-siap mau lari sebelum dia selesai ngomong.
    Empet juga sih ternyata dia nyerah dan gw nggak bisa buat dia kesal. Gw pun berjalan menuju ruangan kuliah gw. Tapi saat di jalan, dia telepon gw.
    "Ya, Bang?"
    "Lu ngampus buat kuliah, bukan nyari cowok!"
    Tut!
    "An...jing!" umpat gw.
    Oke, gw benar-benar empet kali ini! Dia berhasil ngelabuin gw.
    Tapi tentu aja gw bukan Keledai yang bakal jatuh ke lubang yang sama dua kali. Besoknya lagi, pas dia telepon gw, nggak gw angkat. Dan gw merasa menang atas dia.
    Hanya saja, saat gw lagi mengikuti jam perkuliahan pertama, hape di saku gw bergetar. Ada satu SMS masuk. Pas gw buka, ternyata dari Bang Albert dan isinya:
    Masih ingat kan pesan Mama? Lu ke kampus buat kuliah. Matanya di jaga. Jangan ngelirik cowok, tapi ngelirik cewek. Nggak perlu kuliah kalo cuma mau jadi homo.
    Grrr...! Oke, gw mungkin gak bisa bales lu secara langsung, Bang! Tapi gw pastikan gw bakal bales lu lewat orang lain! Tunggu!!!
    ***

    Malam Minggu lagi. Kalo gw nggak salah, ini malam Minggu ketiga sejak gw ketahuan gay. Dan malam ini Bang Albert bakal ngajakin gw keluar bareng dia lagi.

    Sumpah, gw males banget. Gw nggak mau berjam-jam ngobrol ngabisin waktu sama teman-teman dia, apalagi sama cewek-cewek yang rencananya mau dia kenalin ke gw.
    Gw kira, pas Minggu yang lalu itu saat Bang Albert nggak ngajak gw pergi, berarti malam-malam Minggu selanjutnya gw sudah terbebas dari cengkeraman dia. Makanya tadi siang gw nggak mikirin rencana apa-apa supaya nggak pergi sama dia. Kalo gw tahu malam ini bakal diajakin lagi sama dia, gw kan bisa pura-pura nggak enak badan. Hufh!
    "Pergi lagi?" tanya Mbak Alina.
    "Ya," jawab gw setengah hati.
    Mbak Alina ketawa.
    Gw merengut.
    "Ya udah, pergi gih. Hati-hati."
    "Mbak nggak malam mingguan?" tanya gw.
    "Mendingan ngelarin tugas deh..." jawab Mbak Alina santai.
    Ha! Gw seketika dapat ide.
    "Oh, iya!" seru gw sambil nepuk jidat.
    Mama, Papa, Mbak Alina dan Bang Albert langsung tertuju ke gw.
    "Gw lupa ngerjain tugas kuliah! Gw kerjain dulu ah!"
    "Eits! Tugas kuliah apaan???" tahan Bang Albert.
    "Eng, itu, Statistik!" jawab gw asal.
    "Alesan lu! Kenapa nggak ngerjain tadi?"
    "Kan, lupa?"
    "Besok! Kayak nggak ada waktu aja lu."
    "Kan nggak baik kalo ditunda---"
    "Halah! Buruan!" Bang Albert bangkit dan narik tangan gw.
    Ah, gagal!
    "Gw tau itu cuma akal-akalan lu doang," kata Bang Albert sambil ngeluarin motor dari garasi.
    "Sok tau lu!" gerutu gw kesal.
    "Lagian lu nggak bosen ngendon di rumah mulu seminggu penuh?"
    "Lebih bosen lagi ngeladenin cewek-cewek yang ntar bakal lu kenalin ke gw!"
    "Karena lu nggak bisa menikmatinya."
    "Makanan kali dinikmati..."
    "Yang ini lebih oke dari yang lalu."
    "Lebih oke apanya?"
    "Semuanya. Lu liat aja ntar! Naik!"
    Gw melompat naik ke atas boncengan masih dengan setengah hati.

    Gw perhatikan, rute yang diambil Bang Albert nggak mengarah ke rumah Mbak Fio. Ke rumah temannya yang mana lagi sekarang?

    "Ke rumah siapa?" tanya gw.
    "Alan."
    "Ohh..." desis gw.

    Rumah Kak Alan ternyata nggak jauh dari rumah Afdal, salah satu teman gw sewaktu SMA.

    "Oh, ini rumah Kak Alan ya...? Gw sering lewat sini dulu."
    "Ngapain?" tanya Bang Albert.
    "Ada teman SMA gw di ujung sana," gw mengarahkan telunjuk ke ujung jalan.
    "Cowok?"
    "Afdal."
    "Homo juga?"
    "Yup. Teman gw kan gay semua!"
    Kak Alan pun datang. Tapi bukan dari dalam rumahnya, melainkan dari rumah di sebelahnya.
    "Hey, Duo Al!" sapa Kak Alan.
    "Hai, Bro!" Bang Albert salaman sambil saling tabrakin bahu ke Kak Alan.
    "Hai, Kak!" balas gw sambil mengikuti gerakan Bang Albert dan Kak Alan tadi.
    "Ngumpul di rumah Vanya aja ya," kata Kak Alan sambil ngarahin jempol ke rumah sebelah.
    "Di mana ajalah," kata Bang Albert.
    "Yuk masuk!" ajak Kak Alan.
    Kami berdua mengikuti langkah Kak Alan. Dari luar aja, suara ramai sudah terdengar dari dalam rumah. Gelak tawa, obrolan dan musik bercampur jadi satu.
    Gw melirik arloji di tangan. Baru pukul delapan kurang. Setidaknya dua jam gw bakal terjebak di tempat ini!
    Melihat kedatangan kami, yang hadir di sana serentak mengarahkan pandangan ke arah kami.
    Gw menyapu seisi ruangan. Gw mencari sosok Kak Fredo. Tapi kok dia nggak ada ya?
    "Pasukan cuma segini doang?" tanya Bang Albert.
    "Fio sama Fredo nggak bisa datang. Yang lain biasa, ngelayap dulu baru ke sini," terang Kak Alan.
    Jadi Kak Fredo nggak ada?
    Yaaahhh, padahal dia satu-satunya yang gw harapkan bisa menyelamatkan gw dari situasi membosankan dua jam kedepan.
    "Ada urusan apa mereka?" tanya gw.
    "Fio ada acara di rumah camer, sementara Fredo nggak jelas."
    Gw mangut-mangut.
    "Oh, iya, gw kenalin dulu lu sama pemilik rumah, Al," kata Kak Alan sambil melirik gw.
    "Oh, iya, iya," timpal gw.
    "Nih, Vanya. Kalian seumuran kayaknya," Kak Alan menunjuk cewek yang baru aja naruh minuman ke atas meja.
    Cewek itu mangguk. Gw langsung menjabat tangannya.
    "Gw Almer, adik dari temannya Kak Alan."
    "Vanya," tuh cewek senyum manis.
    "Jiah, ribet amat lu, Al. Bilang aja adiknya Albert, habis perkara!" celetuk Kak Alan.
    Gw terkekeh.
    "Emang Vanya udah kenal sama Bang Albert?" tanya gw.
    "Udah muak kali lihat dia," canda Vanya.
    "Tiap ke sini mereka selalu ketemu. Gimana nggak kenal," kata Kak Alan.
    "Ohhh..."
    "Eh, iya, ayo tehnya diminum..." kata Vanya sebelum melangkah masuk lagi ke ruangan lain.
    "Gimana?" Bang Albert nyikut bahu gw setelah Kak Alan menjauh.
    "Apanya? Minumannya? Belum dicoba..." jawab gw.
    "Yang buaattt..."
    "Lu yakin dia yang buat? Siapa tahu pembantunya," kata gw.
    Bang Albert melotot. "Yang nganterin minumannya!"
    "Vanya maksud lu?"
    "Pembantunya!" rahang Bang Albert bergerak-gerak.
    "Lu belum ngenalin gw ke pem---"
    "Lu nggak maukan pala lu berakhir dalam ceret teh itu?" Bang Albert nunjuk ceret di atas meja pake bibirnya.
    "Emang bisa?"
    Bang Albert lirak-lirik ke sekeliling sebelum ngemplang pala gw. Setelah itu dengan tanpa bersalah ia menjulurkan tangan ngambil segelas teh.
    Gw langsung ngernyitin dahi nahan sakit.
    "Gimana?" tanya Bang Albert setelah menyesap sedikit tehnya.
    "Sakit," jawab gw.
    "Lu masih mau main-main sama gw??!"
    "Vanya punya Kakak nggak?" gw balik nanya.
    "Dia punya adik."
    "Cowok?"
    "Cowok sama cewek."
    "Pasti manis-manis."
    "Kenapa?"
    "Kakak mereka gitu."
    "Jadi menurut lu dia manis?"
    "Mungkin. Belum icip."
    "Makanya deketin dulu biar bisa icip."
    "Siapa tahu dia pedes."
    "Cabe-cabean maksud lu?"
    Gw ngakak.
    "Gw nggak bilang loh yaaa...." kata gw.
    "Lu terong-terongan, dia cabe-cabean. Pasti cocok!"
    "Lu bener lagi. Gw demen terong dari pada apem."
    "Apa hubungannya?"
    "Itu istilah coy! Hahaha...!"
    "Kagak nyambung terong sama apem. Apaaann..."
    "Nggak kemakan sama otak lu bang istilah-istilah gw..."
    "Emang para homo itu suka pake istilah-istilah aneh. Freak!" Bang Albert meminum tehnya lagi.
    "Apa kata lu dah."
    "Ayo gabung sana! Tuh banyak cewek-cewek. Gw tantang lu gaet salah satu dari mereka!" Bang Albert mengarahkan pandangan ke sekelompok cewek yang lagi ngerumpi.
    "Keciiilll...!" gw menjentikkan jari.
    "Gw pegang omongan lu!"
    "Yoii, Bro!"
    ***
  • eaas lanjut :D
  • Terus di lanjutttt... :)
  • tokoh almer nya kocak
    gw suka bang albert kaya nya sexy bgt.....
    fredo cakep sih tapi tetep lbh suka bang albert...
  • Yeay update \(^▿^)/
    Al Sdikit sifatnya mirip locky dah :p
  • Bahasa ceritanya segar & enak dbaca, sama ringannya seperti membaca cerpen2 remaja tp ga membosankan.
    Keep writing @Locky ,lanjutkan lg & kalo berkenan mention sy klo ada update ;)

    Thanx ^^
  • edited May 2014
    @bladex , @haijin , @yans filan , @rizky_27 , @icha_fujo , @kurokuro , @awanwanku , @hehe_adadeh , @sunnyhoney , @bayu_samudra22 , @bayumukti, @cool_boys , @idans_true , @3ll0 , @fikh_r , @eldurion , @arieat , @4ndh0 , @tsu_no_yanyan , @angelsndemons , @davidliu , @just_pj , @san1204 , @cevans , @eizanki , @ardi_cukup , @kimo_chie , @ncholaees , @gabriel_valiant , @different , @alvaredza , @cmedcmed , @amira_fujoshi , @yo_sap89 , @ramadhani_rizky , @adityashidqi , @codycummingfans , @rehan2014 , @venussalacca , @admmx01 , @_abdulrojak , @dafazartin , @azrielalazam , @boybrownis @reyhanza @putrazzm @d_cetya @adamy
    @shaany @loud_boy43 @wildanfajriyan @yhanijung @dm_0607 @somewhereouthere @gion_w @reffan_tirung @raka rahadian @permanario
    ***

    Gw mengambil segelas teh lalu beranjak menuju gerombolan gadis-gadis yang ditunjuk Bang Albert barusan.
    "Hmmm, boleh gabung?" tanya gw.
    Mereka serentak menatap gw. Berani bertaruh, beberapa dari mereka menatap gw penuh kekaguman.
    "Boleh..." jawab mereka sambil berpandangan satu sama lain.
    Well, gw tahu apa yang ada di otak mereka. Mereka sedang berkomunikasi lewat tatapan yang bisa gw artikan: "Pasti dong boleh buat cowok sekece lu..."
    I know that. Dan seiring itu juga gw tahu kalo mereka ini pasti setipe sama Reina dan kroco-kroconya itu. Cewek-cewek centil yang gak bisa lihat cowok cakep dikit langsung menggelinjang nggak jelas.
    Salah seorang dari mereka menggeser tubuhnya merapat ke teman di sampingnya, ngasih space gw buat duduk.
    "Thanks," kata gw.
    Ia mengangguk dengan gaya seanggun mungkin. Sepertinya udah curi star duluan buat menarik perhatian gw, hehehe.
    "Kalian nggak minum?" gw mengangkat sedikit gelas teh yang gw genggam.
    "Ntar aja," jawab salah satu dari mereka.
    "Gw nggak ngeteh," jawab yang lain.
    "Oh, iya," jawab yang lain lagi.
    Gw mengangguk-angguk merespon jawaban beragam mereka.
    "Oh, iya. Gw Almer," gw menjabat tangan cewek yang terdekat dari gw.
    "Gita," jawabnya.
    Gw secara bergiliran kenalan sama mereka. Riska, Enno, Yeslin, Meisita, Mila, dan Lala.
    "Emang sering ya ngumpul kayak gini?" tanya gw.
    "Kadang-kadang sih..."
    Untunglah, gumam gw dalam hati lega. Kalo tiap Minggu mereka ngumpul dan gw disuruh gabung sama para betina ini sama Bang Albert, gw mendingan disuruh pijitin Kak Fredo semalam suntuk! Hihihi.
    "Lu adiknya Kak Albert?" tanya Meisita atau Mila. Ntah, gw masih kesulitan mencocokkan nama mereka dengan pemilik namanya.
    "Yup."
    "Kalian berapa saudara sih?" tanya Yeslin. Kali ini gw yakin nggak salah orang. Karena dia satu-satunya yang berwajah oriental di sini.
    "Tiga."
    "Kak Albert, lu dan..."
    "Kakak perempuan gw, Mbak Alina," sambung gw.
    "Ohh..."
    "Emang kenapa?"
    "Nanya aja."
    "Gw kira lu petugas sensus penduduk," canda gw.
    Yeslin tersenyum. Matanya langsung hilang.
    "Lu pada ada yang rumahnya dekat-dekat sini nggak?" tanya gw.
    "Gw. Kenapa?" timpal Enno.
    "Kenal sama Afdal nggak?"
    "Afdal? Afdal H. Sigomuntur yang rumahnya di ujung?" Enno mengarahkan telunjuk ke ujung jalan.
    "Nggak salah lagi!" sambut gw.
    "Kenal. Dia satu SD sama gw dulu."
    "Oh, ya? Dia itu teman SMA gw..." beritahu gw.
    "Ooohhh. Jadi lu SMANDA dulu ya?" celetuk Riska. "Satu sekolahan dong sama gw!"
    "Lu SMANDA?"
    "Iya."
    "Angkatan berapa?"
    "Satu angkatan sama Afdal."
    "Kok gw nggak pernah lihat lu?"
    "Tapi gw sering lihat lu sama Afdal. Tadi pas gw lihat lu, gw udah nebak pasti Almer. Cumaaa, ya gitu deh. Hehehe..."
    "Ya gitu kenapa?" kejar gw.
    "Lu pasti nggak kenal gw. Makanya gw diem aja..."
    "Kok gitu sih..."
    "Almer ini salah satu idola sekolah dulunya," terang Riska.
    Gw senyum aja.
    "Sama kayak Kak Albert, idola juga. Cuma kalo Kak Albert suka tebar pesona, kalo Almer ini orangnya cuek ..." cerita Riska masih berlanjut.
    "Karakter gw sama Abang gw emang kontras," terang gw.
    "Kak Albert itu orangnya ramah sama siapa aja. Temennya juga banyak, merata. Dari yang satu angkatan, adik kelas sampai Bibik Kantin. Kalo lu, gw lihat temenan sama orang itu-itu aja ya..."
    "Basically, gw itu orangnya pemalu, hehehe..." gw kasih alasan.
    "Pemalu atau pilih-pilih teman nih?" celetuk Gita.
    "Nggaklah..." bantah gw. Padahal, emang gw aja ogah punya banyak teman. Sekarang ini sahabat itu kayak Kepompong. Kadang kepo, kadang rempong! Nyusahin!
    "Oh, iya, sekarang Afdal kuliah dimana?" tanya Riska.
    "Dia kuliah diluar kota," Enno yang jawab.
    Gw mengangguk.
    Kemudian Vanya datang dan ikutan gabung.
    "Sorry baru gabung," katanya.
    "Aduhh, lu gimana sih? Masa tamu ditinggalin?" canda Lala.
    "Sorryyy..."
    "La, lu empat saudara ya?" tanya gw.
    "Iya. Kok tahu?!" Lala langsung penasaran.
    "Telletubies."
    "Iiihh. Gw kira beneran tahu."
    Yang lain ketawa.
    "Tapi beneran gw empat saudara. Tinky Winky, Dipsy, Lala---dan gw juga anak ketiga!"
    "Emak lu pas ngandung lu demen nonton Telletubies kali," kata Meisita atau Mila. Gw masih belum yakin.
    "Ngawur! Telletubieskan booming pas jaman kita TK!"
    "Berarti kreator Telletubies yang terinspirasi sama lu," kata gw.
    "Nah, kalo itu bisa jadi!"
    "Mana ada! Kalo boneka Chukky, iya!" bantah Mila atau Meisita.
    "Jahat banget lu, Mei! Masa boneka Chukky sih..."
    Ha! Sekarang gw tahu mana yang Mila, mana yang Meisita. Haha.
    "Udah-udah. Boneka Chukky sama boneka santet gak boleh saling meledek," kata gw.
    "Sial! Enak aja gw dikatain boneka santet! Lu boneka Jelangkung!" balas Meisita.
    "Ah, bisa aja Ondel-ondel," balas gw lagi.
    "Waduhhh! Tolong bedain dong mana yang Ondel-ondel, mana yang Barbie," kata Meisita.
    "Yup, Barbie. Cantik tapi nggak berotak!" celetuk Lala.
    "THIS! Mei banget dah!" kata Mila.
    "Oke, bully aja gw terus," kata Mei.
    "Jeh, dia kalah!" kata Enno.
    "Eh, besok jemput gw ya, No?"
    "Lu tunggu gw di depan ya. Gw nggak mau gedor-gedor pintu kamar lu kayak Minggu lalu!"
    "JANJI!" Vanya membentuk jari telunjuk dan tengahnya menjadi huruf "V".
    "Besok ngumpul di mana?" tanya Mila.
    "Di Pengkolan biasa. Tapi SMS ya kalo udah nyampe. Gw nggak mau nunggu sendirian besok di sana," kata Yeslin.
    "Mau kemana sih?" tanya gw.
    "Jogging," jawab Mei.
    "Mau ikut nggak, Al?" ajak Vanya.
    "Uhmmm..."
    "Boleh, boleh!"
    Gw langsung menoleh ke arah sumber suara.
    "Pas banget tuh. Almer besok niatannya pengen jogging!" kata pemilik suara yang tak lain adalah Bang Albert.
    Hadeeehhh, dasar kampret! Jadi dari tadi tuh orang nguping percakapan kita. Ckckck... Segitunya!
    "Bolehlah..." jawab gw.
    ***

    "Cepat amat lu pulang jogging?" sambut Bang Albert saat gw baru menapaki lantai teras.
    "Sekarang udah jam 9. Lu maunya gw jogging ampe tengah hari?" balas gw.
    "Gimana?"
    "Lu nggak tahu jogging itu kayak gimana? Larilah!" jawab gw sambil nyelonong masuk.
    "Lama-lama lu lola beneran deh, Mer!"
    "Kenapa???"
    "Tiap ditanya selalu dijawab nggak jelas gitu."
    "Pertanyaan lu juga nggak jelas," balas gw.
    "Kurang jelas gimana lagi, eh? Masa gw harus ngasih pertanyaan kayak soal ujian BI? Bagaimana kegiatan lari pagi anda dan para gadis itu hari ini???"
    "Kegiatan lari pagi saya dan mereka biasa-biasa saja."
    "Tolong jelaskan kata 'biasa saja' itu seperti apa!"
    "Lari, ngobrol dan ngelawak dikit kayak semalam."
    "Masa dari sekian banyal cewek-cewek itu nggak ada yang tertarik sama lu?!"
    "Ralat ya. Bukan mereka nggak tertarik sama gw, tapi gw yang nggak kecantol sama mereka!"
    "Berarti salahnya di lu!"
    "Ya. Emang. Lu itu salah kasih objek ke gw. Seharusnya lu kasih gw 5 cowok cakep dan dijamin nggak butuh waktu 5 menit, mereka udah gw gaet ke tempat tidur!"
    Sekonyong-konyong koder, kaki kanan Bang Albert udah mendarat di pangkal paha gw. Tendangannya masih level satu, nggak bermaksud untuk menyakiti gw. Cuma pengaplikasian dari rasa gemes aja sama gw, kok. Jadi, please, nggak usah mengkhawatirkan gw ya? Dan tolong, jangan benci Bang Albert.
    Gw baik-baik aja kok... (Wajah sendu ala-ala Nikita Willy di Puteri yang Diputar Ditukar).
    "Jangan bilang lu udah pernah tidur sama cowok!" mata Bang Albert berkilat.
    Seriusan, kali ini marahnya beneran.
    Cuma, yahhh... Siapa takut?!
    Gw mengangguk pelan sambil menunduk dalam.
    "Lu pernah?"
    "I-iiya..."
    "Parah lu! Gw nggak tahu otak lu ada di mana! Gw nggak habis kenapa lu bisa separah itu! Udah sejauh mana pergaulan dunia homo lu?!"
    Gw mengangkat kepala.
    Gw udah nggak tahan lagi dengar semua omongannya!
    Dan gw pun akhirnya...
    Ketawa. "Lu kayak guru BP deh bang... Galak amat..."
    "Jangan apa-apa lu anggap bercanda, Almer!"
    "Woles aja, Bro. Gw kan belum bilang tidur sama siapa?"
    Bang Albert diam, tapi gw tahu dia nunggu penjelasan gw.
    "Kalo gw bilang tidurnya sama lu gimana?"
    Bang Albert mengerutkan keningnya.
    "Lu cuma nanya apa gw pernah tidur sama cowok? Ya pernah. Sama lu, sama Papa, sama Paman---"
    "Jangan membelokkan pertanyaan lu! Lu tahu maksud gw apa!"
    "Sejauh ini sih belum. Tapi untuk the next, boleh juga tuh!"
    "Gw nggak percaya sama lu!"
    "Hah! Atau gimana kalo lu aja yang jadi the first, Bang?" gw ngedipin mata.
    "Gila lu!"
    "Ayolah..., nggak bakal gw kasih tahu siapa-siapa. Nggak juga Papa, Mbak apalagi Mama. Rahasia dijamin!"
    "Lu merayu gw?! Lu... (Bang Albert mengarahkan telunjuknya ke gw) gw aduin sama Papa!"
    "Tukang ngadu..." ledek gw.
    "Lu tahu apa tindakan yang bakal Papa ambil? Gw penasaran kalo Papa lagi murka kayak gimana..."
    Gw menelan ludah. Ketar-ketir juga sih. Gw nggak bisa bayangin kalo Papa marah bentuknya kayak gimana. Kata orang, kalo seseorang yang jarang marah itu, saat dia lagi marah maka akan sangat mengerikan.
    "Ah, lu pasti gak bakal tega lah. Lu kan sayang banget sama gw..."
    "Ngarep!"
    "Gw tahu kok. Lu adalah orang yang paling menyayangi gw setelah Mama, Papa dan Mbak Alina."
    Bang Albert mendengus.
    "I know that..." kata gw sambil melenggang pergi.
    Tapi setelah beberapa langkah gw berbalik. "Oh, iya. Gw cuma mau bilang, nggak akan efektif cara lu nyomblangin gw ke cewek-cewek kalo keroyokan gitu. Mereka bersaing mendekati gw, dan gw bingung mau fokus ke siapa. Think about it!"
    ***

    Beberapa menit menjelang akhir perkuliahan...

    Sebuah SMS masuk dari Bang Albert.
    _Mer, lu dmn?_
    Gw mengernyitkan kening. Apa-apaan sih nih orang pake nanya gw di mana. Emang kurang jelas apa keberadaan gw saat ini.
    Berselang kemudian, karena nggak gw bales, dianya telepon. Langsung aja gw tekan tombol reject, diiringi dentaman musik remix dangdut "Direject" seolah-olah mengalun di kepala gw.
    Gw pun langsung SMS dia:
    _ganggu aja sih lu!_
    Bang Albert: _lu dimn?_
    Gw: _Menurut lu? Dikmps lah._
    Bang Albert: _buruan, gw udh dr tadi nungguin_
    Gw: _gw msh kuliah_
    Bang Albert: _kuliah apanya? jam kuliah lu udh lewat bbrp mnit ini_
    Oh, iya. Emang jam perkuliahan udah habis sih, tapi berhubung materi hari ini dikit lagi kelar dan nanggung kalo dilanjutin minggu depan, makanya sang dosen minta nambuh waktu beberapa menit.
    Gw: _gak percy bgt lu. Dtang aja keruangan gw skrg!_
    Bang Albert: _Bilang ke dosennya jamnya udh abis_
    Gw: _lu aja datang ksn n bilang kdia._
    "Sibuk deh!" gerutu gw pelan.
    "Ada apa?" tanya Nandra.
    "Biasa, Abang gw..."
    "Dia udah jemput?"
    "Iya."
    "Oh my God, Abang lu baik banget sih, Al?" celetuk Gita yang mendengar percakapan kami. Yah, begitulah kuping-kuping cewek-cewek sekarang ini. Peka banget kalo nyuri informasi yang-sama-sekali-nggak-penting-dan-nggak-berhubungan-dengan-dirinya. Tujuannya apalagi kalo bukan buat bahan gosip!
    "Tiap hari antar jemput lu. Kalo lu telat dikit langsung dicariin. Kayaknya dia sosok penyayang dan bertanggungjawab banget ya, Al?" Gita belum berhenti muji Bang Albert.
    "Yup," jawab gw singkat. Gw nggak mau repot-repot meluruskan pandangan Gita itu.
    "Makanya kenalin dong ke gw..."
    "Sorry nih Git, lu tahu kan, kalo orang cakep dan baik itu pasti nggak mungkin sendirian lagi?"
    "Ya ampun! Kejam banget dah ah. Langsung memupuskan harapan lu!"
    Nandra ketawa tertahan.
    "Frontal banget..."
    Gw ikutan terkekeh pelan bareng Nandra.
    ***
    "Gw hampir aja cabut kalo lu nggak buru-buru datang," kata Bang Albert menyambut kedatangan gw.
    "Terus kenapa nggak jadi cabut?"
    "Udah, buruan!" Bang Albert menaiki moge-nya.
    Gw melompat duduk di belakangnya.
    Tit!
    Gw menoleh dan melambaikan tangan ke Nandra yang membunyikan klakson. Di belakangnya tampak Gita senyam-senyum kegenitan.
    "Pacar Nandra ya?" tanya Bang Albert sambil membawa motornya melaju membelah jalanan.
    "Bukan. Teman kita, satu ruangan."
    "Oh, iya, lupa. Kalian kan homo."
    Gw memutar bola mata. Sakarep mu lah!
    Setelah beberapa lama, gw baru nyadar kalo jalan yang ditempuh nggak menuju ke rumah.
    "Kita mau kemana dulu, Bang?" tanya gw.
    "Ada."
    "Ya kemana?"
    Bang Albert nggak jawab.
    "Kita mau ngedate ya?" tanya gw lagi.
    "Ya."
    "Wow! Lu ngajak gw ngedate?"
    Bug!
    Dagu gw menghantam bahu kiri Bang Albert.
    "Adaw!!!" gw langsung memukul bahu Bang kanan Bang Albert. "Apaan sih lu?! Ngerem mendadak..." gerutu gw.
    "Kena apanya?"
    "Dagu gw!"
    "Baguslah. Untung-untung gigi lu nggak patah."
    "Anjrit!!! Lu sengaja?!"
    "Makanya jangan mikir yang aneh-aneh. Ngedat-ngedet, ngedat-ngedet lu..."
    "Gw kan cuma nanya. Lu jawab iya..."
    "Sama cewek."
    Oh God! Again.
    "Emang banyak ya cewek di dunia ini yang sebegitu desperate-nya sampai mau dijejalkan ke cowok yang belum dikenal? Gampang banget sih..." omel gw.
    "Jumlah cewek itu dua kali lipat dari jumlah cowok. Wajar kalo mereka agresif buat cari pasangan sekarang. Apalagi nggak semua cowok itu normal. Banyak juga yang homo kayak lu..."
    Nyesel gw ngomel.
    "Cewek-cewek juga nggak semuanya normal. Ada juga yang lesbi, banyak juga yang nggak mau kawin..." balas gw.
    "Tapi tetap banyakan jumlah cewek dari pada cowok."
    "Iya dah," pungkas gw. "Apa kata lu," sambung gw dengan suara pelan tertelan angin.
    ***
    Bang Albert menghentikan motornya di taman kota.
    "Ayo!" Bang Albert ngajakin gw menuju ke salah satu warung tenda yang berjejer rapi di pinggir taman.
    Sesosol cewek semampai berdiri menyambut kemunculan kami.
    "Hai, Kak...!"
    "Hei...!" balas Bang Albert.
    "Shasa," tuh cewek mengulurkan tangannya.
    "Almer," gw bales jabatan tangannya.
    "Good!" kata Bang Albert.
    "Oh, iya, mau pesan apa? Gw udah pesan duluan," terang Shasa.
    "Gw ikutan lu aja, Bang," kata gw.
    "Ngikut aja lu. Lihat aja dulu menunya," kata Bang Albert.
    "Gw percaya ke lu."
    "Ya udah. Air kobokan satu."
    Shasa ketawa.
    "Ish! Minuman lu di rumah jangan dibawa-bawa dong, Bang," kata gw.
    "Buat lu. Gw nggak mesen."
    "Ya udah. Kalo gitu gw juga nggak mesen. Kan gw samaan kayak lu."
    "Sama kayak lu aja, Sha," kata Bang Albert.
    "Menu gw?" Shasa memastikan.
    "Yup."
    "Oke!" kata Shasa sebelum memanggil waiter.
    "Nah, ini adek yang Kakak ceritain itu, Sha," kata Bang Albert.
    Shasa mangguk-mangguk sambil senyum dikulum.
    "Abang ceritain apa aja tentang gw?" tanya gw.
    "Yang standar lah."
    "Yang baik-baik semua," kata Shasa.
    "Yang jelek-jeleknya nggak?"
    "Nggak. Katanya lu nggak ada kejelekannya," jawab Shasa.
    Wah, ni cewek jago juga speak-nya.
    "Biasanya kalo yang baik-baik yang dibahas, berarti banyak kejelekan yang ditutupi," kata gw.
    "Nah, itu dia. Gw takutnya gitu..."
    "Terus setelah ketemu gw gimana?" kejar gw.
    "Belum bisa menarik kesimpulan sih. Mungkin penilain di mulai setelah lu makan ntar, hehehe..." kata Shasa.
    Hmmm, boleh juga. Kayaknya gw punya ide nih! Hahahay!!!
    "Ya udah, terusin aja ngobrolnya. Gw mau teleponan dulu," kata Bang Albert sambil bangkit dari duduknya.
    "Mau kemana Kak? Pesanannya-"
    Bang Albert memotong ucapan Shasa dengan cara mengangkat telapak tangannya.
    "Cuma pindah tempat duduk aja kok. Biar nggak ganggu kalian..." beritahu Bang Albert.
    Alesan! Gw nggak terganggu kok meski dia telepon sambil teriak-teriak di meja kita.
    ***

  • Hahahahahhaha, ngakak guling2 baca cerita @locky.. :)) slm kenal ya, new reader nih, mentions ya klo update... Thank u... :)
  • Makin curiga nih sama Fredo keknya dia beneran ngincar si bebet nih..
  • edited May 2014
    Setelah ditinggal Bang Albert, gw dan Shasa terpaksa ngobrol. Gak lucu dong kalo cuma diem-dieman. Lagipula gw gak akan pernah mau membuat kencan-kencan yang dibuat Bang Albert ini jadi siksaan buat gw. Kalo sampai itu terjadi, pasti dia bakalan senang dan terus-terusan nekan gw dengan cara ngejejelin cewek-cewek buat gw. Harusnya gw yang bikin dia kapok buat nyomblangin gw.

    Saat kita ngobrol itu, menu pesanan pun datang. Aha! Ini saatnya menjalankan ide gw tadi.

    "Bang, pesenannya udah dateng nih..." beritahu gw.

    Bang Albert noleh lantas mangguk.

    "Makan yuk!" kata gw ke Shasa.

    Shasa mengangguk.

    Gw langsung meneguk air putih sampai setengah gelas. Kemudian dengan sedikit melupakan etika, gw makan dengan lahap menu gw kayak orang kelaparan belum makan dari TK. Gw nggak menyediakan waktu sedetikpun buat ngobrol sama Shasa. Gw terus makan biar dia ilfeel sama gw.

    "Laper banget kayaknya..." komentar Shasa.

    Gw mengangkat muka dan melihat ke dia yang natap gw dengan ekspresi geli.

    Lho, kok geli sih? Seharusnya kan jijik!
    Gw nyengir.
    "Belum makan berapa hari? Hehehe..."
    "Dari TK."
    "Hahahaha..."
    "Hmmm, kalian udah makan duluan nih?" tegur Bang Albert yang udah balik lagi ke meja kami.
    "Iya..." jawab gw sambil ngunyah.
    "Lu nggak pernah kasih dia makan ya, Kak?" tanya Shasa sambil senyum.
    Bang Albert natap gw dengan pandangan kesal.
    "Cacingan kali!" jawab Bang Albert.
    "Nggak diperiksa ke dokter? Hehe..." ujar Shasa menganggap jawaban Bang Albert tadi sesuatu yang lucu.
    Hadeeehhh, kok nih orang malah reaksinya nggak sesuai yang gw harapin sih? Seharusnya bete woy!!!
    Tiba-tiba keindahan menyelinap datang mengikat penglihatan gw. Bagaikan hujan yang datang membasahi tanah yang kerontang, demikianlah keindahan itu datang menyergap. Keindahan itu berupa sesosok tampan rupawan yang selama ini gw impikan, tak lain dan tak bukan ialah Kak Fredo.
    "Heiii...!" sapanya dengan suara lembutnya yang memanjakan gendang telinga.
    "Cepat juga lu datangnya, Bro!" kata Bang Albert dengan suara superbass-nya yang bisa memekakkan telinga.
    "Dari rumah gw ke sini kan nggak jauh..." jawab Kak Fredo. "Hi, Al!" ia kemudian menyapa gw sambil melempar senyum manis.
    "Hai..." jawab gw sambil menelan ludah.
    "Lagi kencan nih?" tanyanya.
    "Ngg---"
    "Iya. Gw yang ngajak mereka kesini. Kenalan dululah..." potong Bang Albert.
    Kak Fredo mangguk-mangguk. "Kalian cocok..." komentarnya kemudian.
    Gw dan Shasa cuma senyum doang.
    "Lebih cocokan juga kalo kita berdua yang kencan, Kak..." gumam gw dalam hati.
    "Ya udah kalo gitu kita menyingkir ke mana nih, Bro? Masa ganggu mereka sih?" tanya Kak Fredo.
    "Nggak kok!" jawab gw cepat. Gw nggak rela dia pergi secepat itu.
    Bang Albert menatap gw tajam.
    "Nggak mau makan dulu? Menu lu kan udah dipesen..." kata gw ke Bang Albert.
    "Iya..." kata Shasa.
    "Kalo udah makan terserah deh mau nyingkir kemana..." kata gw pura-pura acuh tak acuh.
    "Oke deh. Habis makan kita janji bakal pergi," kata Kak Fredo sambil senyum.

    Hufhh, demi apa, gw tetap mau lu stay di sini Kak!
    Ngomong-ngomong, berhubung ada pujaan gw di sini, gw nggak mungkin makan kayak tadi. Sekarang gw makan ala para bangsawan saat lagi perjamuan makan malam.

    Bener aja. Habis makan, Bang Albert dan Kak Fredo ninggalin kami.
    "Kemana kita?" tanya Kak Fredo.
    "Kemana ya? Ke...ke rumah Ben aja yuk?"
    "Oke."
    "Mau kemana?" tanya gw. "Gw ntar pulang gimana..."
    "Eng..." kita berpadangan.
    "Gw bawa motor kok..." timpal Shasa.
    "Lu bawa motor, Dek? Naaahh, lu sama Shasa aja..." kata Bang Albert nampak puas.
    Good. Perfect!
    Sempurna.
    Semprulnya!
    "Yuk cabut yuk!" kata Kak Fredo.
    Siaaaalllll....!!!

    ***
    Sepeninggalan Bang Albert dan Kak Fredo, gw berusaha menciptakan perasaan senang. Ngapain coba gw harus tersiksa sama keadaan.
    "Sha, kok lu bisa temenan sama Abang gw?" tanya gw.
    "Emang kenapa?"
    "Kan nggak sebaya. Biasanya kalo temenan itu sebaya. Contohnya gw, kebanyakan temen-temen gw itu yang seumuran..."
    "Ya, lu benar. Kebanyakan teman gw juga seumuran sama gw. Tapi gw punya sepupu. Dia temenan sama Abang lu dan dikenalinlah ke gw..."
    Gw mangguk-mangguk.
    Lama-lama, ngobrol sama Shasa asik juga. Kita ngobrol banyak. Ngalur-ngidul ngomongin apa aja. Dari zodiak, hobi sampai rutinitas sehari-hari. Gw nyambung dan nyaman ngobrol sama dia.
    Habis makan, atas kesepakatan bersama hasil dari ngobrol tadi, kita berdua lanjut ke bioskop. Nonton film terbaru yang kebetulan sama-sama belum kita tonton. Di bioskop sesekali kami berdua bisik-bisik mengomentari alur cerita.
    Kelar nonton, nggak kerasa waktu udah sore.
    "Mau kemana lagi kita?" tanya gw.
    "Udah sore, Al. Pulang yuk?"
    "Oke..." kata gw sambil mangguk.
    Akhirnya kitapun pulang. Karena dari tadi pake motornya Shasa, jadi dia ke rumah gw dulu buat nganterin gw.
    "Nggak mampir dulu nih?" gw menawarkan pas nyampe rumah.
    "Lain kali aja, Al. Gw langsung balik..." tolak Shasa.
    "Oke. Tapi tunggu bentar ya..." tahan gw.
    "Kenapa?"
    Gw nggak jawab, melainkan langsung menuju garasi dan mengeluarkan motor gw.
    "Yuk!" kata gw.
    "Lu mau kemana?" tanya Shasa keheranan lihat gw pake motor.
    "Anter lu."
    "Idih! Gw kan bawa motor."
    "Nggak apa-apa. Ayok!"
    "Aneh deh lu! Terus kita bawa motornya satu-satu?"
    "Terserah. Lu mau gonceng bareng gw tapi motor lu ditinggal di sini?"
    "Ide bagus!"
    Gw terkekeh. "Yuk ah!"
    Shasa geleng-geleng kepala.
    Kita berduapun mengendarai motor masing-masing dengan santai menuju rumahnya Shasa.
    Hmmm, ternyata kalo semuanya dibawa enjoy, hasilnya nggak seburuk yang gw kira...
    ***
    "Heh! Dari mana lu???" tanya Bang Albert sepulang gw anter Shasa.
    "Dari tadi."
    Terdengar suara ketawa renyah.
    Oh God! Ada Kak Fredo. Bisa-bisanya mata gw luput dari sosok tampan itu???
    "Serius," jawab Bang Albert.
    "Habis nganterin Ajinomoto balik," terang gw sambil lepas helm.
    "Shasa?"
    "Ajinomoto."
    "Serius lu? Kok... " Bang Albert nunjuk motor gw.
    "Tadi kita ke rumah dulu pake motor dia. Habis itu gw anterin dia..."
    Bang Albert mangguk-mangguk.
    "Kayaknya gw mencium aura-aura...hmmm..." celetuk Kak Fredo.
    "Aura Kasur," timpal gw.
    "Kasih," ralat Kak Fredo.
    "Gimana? Demen lu sama dia?" tanya Kak Fredo.
    "She's a nice girl, you know."
    "Kencan selanjutnya kapan?"
    "Nape lu yang excited banget sih, Bet?" celetuk Kak Fredo.
    "Tau deh. Macam wartawan gosip aja..."
    Bang Albert nyengir.
    ***
    Malam harinya...
    Tiap malam pasti gw sempetin buka FB. Itu tuh udah kayak rutinitas bagi gw. Sama halnya dengan nggak pernah absennya gw nyambangi forum gay tempat gw suka baca-baca cerita selama ini.
    Ternyata ada notif dari Ina. Masih ingatkan sama dia? Ina temennya Reina. Reina adiknya Mbak Fio. Mbak Fio temennya Bang Albert. Bang Albert---oke stop. Bukan itu pointnya.
    Gw cuma mau kasih tahu kalo ternyata dia ngeliat gw sama Shasa tadi siang.
    (Via Facebook)
    Ina: Ciee yang tadi jalan bareng pacarrr...
    Kebetulan si Ina-nya masih OL, langsung dah gw bales.
    Gw: cieee, yang punya pacar. pamer nih ye. Cakepan mana dia apa gw?
    Ina: ??? Gw ngomongin lu!
    Gw: kok gw?
    Ina: tadi gw lihat lu jalan sama cwe.
    Gw: lu nyuntit gw???
    Ina: GR!
    Gw: hahaha. Temen itu.
    Ina: temen apa 'temen'?
    Gw: temen. Eh, gmn kabarnya, Bik? Kapan ngumpul lagi? Pengen denger rentetan suara lu yang kayak petasan. Wkwk.
    Ina: enak aja kayak petasan. Lu kayak bom molotov. Gw baiiikkk. Ayoo! Kapan mau ngumpul???
    Gw: ya kapan? Kabarin aja. Ajak Reina sama Nike juga.
    Ina: sip2. Ntar gw kabari.
    Gw: oke.
    Gw senyam-senyum sendiri jadinya setelah chat sama Ina. Kalo gw ingat-ingat pas gw ngobrol sama dia, Reina dan Nike itu seru juga. Pas ngobrol sama Vanya dan kawan-kawan juga seru. Ah, entah kenapa, hari ini bawaannya gw enjoy aja gitu deket sama cewek. Apakah ini tanda-tanda kalo gw bakal jadi straight?
    Oh My Gay!!!
  • Si Al modus... Lanjut lg dunk yg puanjaaaaang..
  • Kereeeen kalo update mention nyaaaak
  • hahaha kocak..
    lanjut !
  • hahahaha modus bgt dah si al :D
Sign In or Register to comment.