It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
***
Kami kissing cukup lama sebelum melerai ciuman. Tapi Rizky sudah bersiap melahap bibir gw lagi. Gw buru-buru menahan bibirnya dengan tangan.
"Udah. Pake acara mau nambuh lagi..." kata gw.
"Aku belum puas."
"Kamu gak bakal puas sama bibir aku," goda gw.
"Makanya biar aku cium lagi."
Gw mendekat dan mendaratkan bibir gw ke bibirnya sebentar.
"Masa cuma gitu doang???" protes Rizky.
"Udah, ntar ada yang lihat."
"Iya deh..."
"Kita balik yuk. Teman-teman mungkin cariin kita."
Rizky mangguk. Kita berdua kembali ke lapangan.
"Dari mana lu berdua?" tanya Nandra.
"Kissing," jawab Rizky santai.
"Orang nanya serius..."
"Tanya aja sama Al."
Nandra noleh ke gw.
"Kissing."
"Sama aja lu berdua," gerutu Nandra.
"Habis dari sini lu mau kemana, Nan?" tanya gw.
"Muter-muter aja sama anak-anak."
"Oh, kalo gitu gw balik duluan aja deh ya."
"Ikut aja dong."
"Gak bisa. Kan gw udah bilang gw sekarang lagi dihukum."
"Dihukum kenapa sih?!"
"Lupakan aja deh soal itu. Gw cabut duluan ya...!"
"Ya udah deh."
"Thanks ya, bray."
Nandra ngacungin jempolnya.
"Aku pulang duluan ya..." gw pamit ke Rizky.
"Aku juga mau pulang. Barengan aja."
"Gak usah. Mereka udah cukup curious tadi kita kabur...."
"Kamu tunggu aku di gerbang ya..."
"Ya udah. Oke."
Gw pamit ke yang lain lalu berjalan menuju gerbang.
Gw nunggu Rizky di halte depan sekolah. Gak berapa lama dia pun datang.
"Buruan naik. Nandra cs juga pulang," kata Rizky.
Gw langsung melompat ke jok belakang. Rizky pun membawa motor dengan cepat membelah keramaian.
"Kita kemana nih?"tanya Rizky.
"Aku harus pulang."
"Masa pulang sih sayang?"
"Kamu kan tahu aku gak boleh pergi. Aku datang kesini aja harus pake taktik dulu..."
"Thanks ya udah datang. Tapi kita makan dulu ya? Habis itu baru aku antar kamu pulang..."
"Iya deh. Tapi gak usah lama-lama ya."
"Iya sayaaangg..."
Gw mencium tengkuknya.
"Geli, Yang..."
Gw terkekeh.
***
Chapter Kesekian
Waktu sudah menunjukkan pukul 14.23 WIB.
HP gw tiba-tiba berdering. Saat gw cek ternyata Rizky.
"Ya...?"
"Sayang, kamu di mana...??"
Gw menepuk jidat. Gw belum ngasih tahu ke Rizky kalo gw sekarang habis kuliah harus langsung pulang.
"Kamu masih di sekolah?"
"Iya. Di parkiran. Motor kamu gak ada..."
"I am so sorry, Honey. Aku di rumah. Kamu pulang aja."
"Kamu di rumah?! Wah, bener-bener..."
"Maaf, Sayang. Aku lupa ngasih tahu kalo---"
"Aku udah nunggu di sini udah satu jam lebih! Masa kamu lupa sama aku?!"
"Ya, aku minta maaf. Ruang gerak aku semakin sempit karen---"
"Pokoknya kamu datang ke sini! Kalo gak aku bakal ngamuk!" potong Rizky.
Gw langsung matiin sambungan. Rizky gak bakalan mau dengerin penjelasan gw. Lebih baik gw jelasin via pesan aja.
Gak berapa lama setelah pesan itu terkirim, Rizky calling gw lagi.
"Ya, Sayang?"
"Masa mereka segitunya sih?! Kamu itu cowok dan bukan anak kecil lagi. Kamu gak bisa terima-terima aja." omel Rizky.
"Aku harus gimana?"
"Pikir dong. Kan tuaan kamu dari aku. Udah kuliah masa gak bisa cari jalan keluar...?"
Gw ngernyitin dahi. Ada apa sama Rizky? Dia kayaknya marah banget.
"Pikiran aku buntu soal ini. Makanya kasih ide..."
"Kamu cowok. Masa mau-mau aja dikurung, dipingit, dilarang pergi kayak anak perawan. Kamu itu bukan napi yang harus ditahan. Itupun ada yang tahanan kota yang masih bebas pergi-pergi. Masa kamu kalah sama mereka?"
"Kamu ada masalah apa sih? Kok bisa sesewot ini? Biasanya kamu kalem banget..."
Rizky gak jawab.
"Karena kamu kelamaan nunggu di sana ya? Aku minta maaf."
"Aku maafin. Tapi ternyata apa? Bukannya kita bisa ketemuan, malah kamu dan aku gak bisa ketemuan lagi gak tahu sampai kapan."
"Kita bisa aja ketemuan. Aku bisa aja nyamperin kamu. Tapi itu melanggar aturan mereka. Kalo aku sampai melanggar aturan mereka, berarti mereka yang menang."
"Aku gak ngerti. Bukannya kalo kamu manut aja sama keinginan ortu kamu, itu berarti kamu yang kalah?"
"Nggak. Aku yang kalah."
"Tahu ah. Jadi kamu gak bisa datang kan? Gimana jadwal les kita?"
"Soal itu aku juga minta ma---"
"Aku maafin. Mulai hari ini sampai waktu yang gak ditentukan, kamu gak bisa nge-les aku lagi kan?!"
"Iya... Tapi aku janji bakal nyelesain semua ini secepatnya."
"Selesai atau justru kamunya yang dikurung di dalam benteng kayak Rapunzel."
"Loteng, Ay..."
"Bodoh amat."
"Ya udah. Aku ke sana sekarang. Kamu tunggu di sana."
"Gak usah. Aku mau pulang."
"Kalo gitu aku ke rumah kamu."
"Gak usah. Jangan langgar aturan ortu kamu. Kamu sendiri kan yang bilang kalo kamu ngelanggar berarti mereka menang."
"Nevermind ketimbang kamu marah-marah..."
"Habis dari sini aku mau latihan karate."
"Aku nemenin kamu ke---"
"Aku gak mau ketemu kamu sekarang."
"Ya udah, sekali lagi maaf."
Rizky gak menjawab permintaan maaf gw. Ia mematikan sambungan teleponnya.
Gw menghela nafas berat. Gw maklum sama kemarahan Rizky. Kekesalannya mungkin sudah sampai puncaknya. Kalau gw ada di posisi dia mungkin sudah ngamuk juga. Tapi mau gimana lagi, gw ikutin aja dulu permainan Papa-Mama sampai gw menemukan 'amunisi' baru buat menyerang mereka...
***
Dua hari berlalu.
Rizky kayaknya benar-benar marah. Setelah ngomel-ngomel mengungkapkkan kekesalannya di telepon dua hari yang lalu, dia gak pernah menghubungi gw lg. WA gw juga cuma di read doang. Telepon gw juga gak diangkat. Hal ini bikin gw gak tenang. Gw belum pernah mendapati kemarahan Rizky yang sedemikian rupa. Jadi gw gak bisa nebak apa yang ada di pikirannya sekarang. Sepertinya hubungan gw sama dia terancam.
Gw melirik jam di dinding. Sekarang hampir pukul dua belas. Sejak hubungan gw sama dia lost kontak, mata gw susah banget dihinggapi kantuk. Tapi gw harus paksain buat tidur. Tapi malam ini, saat gw baru narik selimut tiba-tiba ada panggilan masuk.
Brondong Mateng calling.
Gw deg-degan. Kenapa dia telepon semalam ini? Pasti ada hal yang penting. Jangan-jangan dia mau mutusin gw...
Gw langsung angkat.
"Halo, Sayang..." sapa gw gemetaran.
"Aku ada di depan rumah kamu."
"Hah?"
"Coba kamu keluar."
Gw bangkit dan menuju balkon. Ternyata benar. Rizky ada di sana. Ia melambaikan tangan ke arah gw.
"Kamu ngapain di luar malam-malam gini?"
"Di sini dingin, Sayang..."
"Makanya ngapain ke sini malam-malam?! Pulang sana!"
"Buka pintunya."
"Rizky! Jangan aneh-aneh ah..."
"Buka pintunya. Aku mau masuk."
"Mana bisa."
"Bisa. Kamu cari cara gimana aku bisa ada di kamar kamu malam ini."
"Gak bisa. Kamu tahu ini berbahaya? Pulang sana."
"Aku suka bahaya."
"Sayang..."
"Almer!" suara Rizky terdengar galak. "Kamu gak bisa ketemu aku. Jadi aku yang datangin kamu."
"Tapi gak gini caranya."
"Kamu punya cara lain, eh?"
"Tapi nggak cara ini juga."
"Nggak ada kan?! Dua hari aku diamin kamu. Hasilnya apa? Kamu gak ngelakuin apa-apa. Kamu gak rindu sama aku?!"
"Aku rindu banget sama kamu. Buktinya aku selalu WA dan telepon kamu. Kamunya aja yang gak balas. Kamu selalu ada di pikiran aku..."
"NATO. Buruan buka pintunya."
"Gak. Gak bisa."
"Aku datang semalam ini, kedinginan dan kamu suruh aku pulang? Oke. Cukup tahu ya."
"Kamu gak bilang sama aku mau kesini. Tiba-tiba aja datang..."
"Udahlah. Sepertinya cuma aku yang memperjuangkan hubungan kita. Dari dulu selalu aku." Rizky matiin HP-nya. Ia menurunkan HP dari telinganya, natap gw dengan tatapan kecewa dan berbalik pergi...
Judulnya ganti lagi wkwkwk
Semangat Almer... Kejar dan perjuangkan cintamu tanpa harus membangkang orang tua... Yakinkan keluargamu bahwa Rizky tidak seperti yang mereka bayangkan.
Ah, kenapa jadi kayak gini sih? Gerutu gw sambil berjalan menuju keluar kamar. Gimanapun caranya gw harus menemui dia. Gw gak bisa bikin dia marah lebih lama lagi.
Ruang keluarga terlihat gelap. Begitu juga ruang tamu. Kayaknya penghuni seisi rumah ini udah pada tidur. Paling nggak sudah berada di kamar masing-masing. Kayaknya keberuntungan sedang berpihak ke gw. Biasanya jam segini Papa masih nangkring depan TV. Meskipun begitu gw tetap melangkah dengan sepelan mungkin.
Gw menghela nafas setelah sukses membuka pintu tanpa suara yang berarti. Gw langsung berlari menuju gerbang. Gw buka dengan tergesa-gesa. Gw harus bisa mengejar Rizky.
Gerbang terbuka. Gw berlari menuju ke arah Rizky pergi. Gw harap dia belum jauh atau belum naik kendaraan (dalam hati gw juga bertanya-tanya Rizky pergi tanpa motor. Motornya kemana???).
Sekelabat bayangan terlihat baru aja berbelok dari pengkolan. Gw harap itu bayangan Rizky. Gw berlari menuju ke arahnya sambil teriak "Rizky!!!"
Sosok itu berhenti dan menoleh. Tebakan gw benar. Dia Rizky, brondong gw.
Rizky berdiri dengan cool. Kedua tangannya berada di kantong celana.
Awalnya gw pengen meluk dia kayak di film-film. Tapi gw kesal karena dia udah bikin gw mengambil resiko keluar semalam ini, jadi gw keplak kepalanya.
"Aww...!"
"Benar kata keluarga gw, lu bawa pengaruh buruk buat gw!"
Rizky mangut-mangut sambil ngelus kepalanya.
"Ini kamu bisa keluar..." gerutunya.
"Karena gak ketahuan."
"Nah, itu gak ketahuan."
"Kalo ketahuan gimana?"
"Ngapain dipikirin? Kan gak ketahuan..."
Gw mendengus.
"Brrrr...." Rizky mengelus-elus kedua lengannya.
"Ayo."
"Kemana?"
"Ke rumah. Itu kan yang kamu mau?"
"Ya dong!" Rizky tersenyum lebar.
"Hhh... Gw salah mencintai orang kayaknya..." gerutu gw.
"Apa? Kamu ngomong apa?"
"Kamu gak dengar?"
"Nggak."
"Bagus!"
"Aku dengar."
"Terus kenapa nanya?"
"Sensitif banget sih? padahal baru tiga hari gak disentuh..."
Gw gak meladeni omongannya.
Kita berdua memasuki rumah dengan amat pelan. Akhirnya berhasil masuk ke kamar gw dengan selamat.
"Hhh...gw gak pernah kepikiran akan nyelundupin orang ke dalam rumah..." desah gw.
"Kayak difilm-film ya..."
"Lu berhasil masuk. Sekarang tinggal lu pikirin gimana lu keluar besok!"
"Besok ya besok juga mikirinnya. Sekarang mari kita bersenang-senang..."
"Bersenang-senang pala lu peyang!"
"Biasanya kalo di film-film gitu. Kamu bawa pacar ke kamar dan berakhir di ranjang."
"Jadi tujuan kamu ke sini cuma itu?!"
"Kalo bisa sih gitu..."
"Pulang lu! Pulang!" gw mendorong-dorong bahu Rizky.
"Becanda, Sayang... Kamu kok dari tadi marah-marah mulu..."
Gw melirik jam di dinding.
"Sekarang udah jam dua belas lewat. Aku mau tidur."
"Ntar dulu dong sayang. Kangen-kangenan dulu napa?"
"Ya udah. Kita bersih-bersih badan dulu terus kita rebahan di tempat tidur, okey?"
Rizky tersenyum lebar.
Kita berdua masuk ke kamar mandi bareng. Cuci kaki, tangan dan muka terus langsung naik ke ranjang.
"Ayo tidur di sini," ajak gw.
Rizky melompat dan menghempaskan tubuh ke samping gw.
"Kamu udah makan belum?" tanya gw.
"Udah..."
"Nggak mau makan lagi?"
"Nggak..."
Gw mengelus rambutnya.
"Maaf ya tiga hari ini bikin kamu bete. Aku tuh sayang banget sama kamu..."
"Kamu sih pasrah banget..."
"Aku bukan pasrah. Aku bisa aja melawan Mama-Papa. Tapi apa yang bakal aku dapatin dari itu? Aku sama mereka berantem. Aku nggak mau itu. Kalo aku melanggar mereka, justru kamu juga yang kena imbasnya. Mereka nyangka kamu yang ngehasut aku untuk nentang mereka. Mereka tambah nggak suka sama kamu."
"Tapi masa kamu gak boleh kemana-mana lagi, Sayang?"
"Tapi kita kan masih bisa teleponan, skype, WA, video call..."
"Gak puas. Aku pengen kayak sekarang. Bisa nyentuh kamu (Rizky nekan bahu gw), meluk kamu , cium kamu (Rizky ngecup sudut bibir gw)..."
Gw tersenyum.
"Lagi pula jadwal les aku gimana kalo kamu gak bisa pergi? Masa lewat skype juga?"
"Untuk sementara kamu belajar sendiri dulu."
"Sampai kapan?"
"Nggak tahu."
"Akh!"
"Btw, kalo aku tadi gak nyusul kamu gimana?"
"Aku bakal kecewa banget."
"Salah kamu sendiri sih sebenarnya datang tengah malam. Kalo keluarga aku tahu, kamu makin dibenci. Kamu sadar nggak sih? Hubungan kita kemungkinan gak akan pernah direstui."
"Yang penting sekarang aku udah ada di dekat kamu."
"Cukup untuk malam ini aja. Besok-besok kalo kamu gini lagi, aku gak akan perduli."
Rizky nyengir.
"Oh, ya, kamu tadi kesini naik apa? Motor kamu di mana?"
"Diantar teman. Motor aku di rumah lah."
"Dasar. Udah, bobok yuk?"
"Nggak main dulu?"
"Main apa lagi sih...???"
Rizky mengangkat kepalanya. Ia menopang kepalanya dengan tangan. Ia menatap gw dan mengedipkan matanya.
"Apa?"
Rizky mendekatkan wajahnya. "I wanna taste your lips, Beb..."
Gw mencibir.
"Pliiisss..."
"Nggak."
Rizky natap gw dengan mimik memohon.
Gw dorong tubuhnya hingga terlentang. Lantas gw tindih tubuhnya. Sebelum Rizky bisa berbuat apa-apa, bibir gw sudah berada di atas bibirnya. Gw memagut tangkup bibirnya dengan rakus.
Kami berciuman lebih lama dibandingkan dengan ketika di belakang bangunan SMANDA tiga hari yang lalu. Bukan hanya lebih lama, tapi juga lebih panas. Gw bisa mendengar dengusan nafas kami berdua di tengah sepinya malam. Kami berdua tahu ciuman kali ini gak akan ada yang memergokinya. Tapi gw tetap merasa deg-degan. Takut ada telinga yang mendengar. Akhirnya setelah cukup lama, gw melerai ciuman itu. Terlebih lagi, jemari Rizky mulai meraba-raba tubuh gw. Gw belum mau melakukan lebih jauh lagi.
Gw rebah di samping Rizky. Nafas kami berdua terengah-engah. Tapi sepertinya Rizky belum puas. Gantian Rizky yang menindih tubuh gw.
"Ky, udah..."
"Sayang..."
"Gak boleh lebih dari tadi."
"Tapi aku pengen ini..." Rizky tiba-tiba mendaratkan tangannya selangkangan gw.
"No!" gw langsung menepis tangan Rizky.
"Kamu keras," katanya.
"Kamu juga. Keras banget," kata gw. Gw bisa merasakan bagian bawah tubuh Rizky yang mengeras dan menekan paha gw.
"Iya. Makanya ayo kita---"
"Aku mau. Tapi nggak sekarang."
"Kapan?"
"Halalin aku dulu..." gw mendorong tubuh dia supaya turun dari tubuh gw.
"Gampang. Tinggal restu dari ortu kamu. Aku siap nikahin kamu kapan aja."
"Itu tugas kamu dong buat minta restu mereka."
"Iya. Ntar aku minta restu. Tapi tolong, 'lemasin' aku dulu."
"Gimana caranya? Ntar malah tambah keras lagi."
"Awalnya bakal keras. Tapi kalo udah keluar bakal lemas kok."
"Keluarin aja sendiri. Kamar mandi sana!"
"Buat apa aku punya kamu dong kalo mesti main solo?"
"Udah, Ky! Jangan minta yang macem-macem. Aku nggak suka!" bentak gw.
Rizky langsung diam.
"Lepas jeans kamu. Ambil celana pendek di lemari biar lega."
Rizky berdiri. Tanpa sungkan ia melepas jeans di depan gw hingga menyisakan boxer.
"Boxernya boleh dilepas juga?"
"Bodoh ah!" gw menarik selimut sampai ke kepala.
"Aku lepas ya, Sayang. Siapa tahu kamu berubah pikiran. Jadi kita bisa langsung start aja..."
Gw menutup kuping. Gw gak boleh tergoda sama Rizky.
"Kamu sebenarnya pengenkan???" Rizky ikut masuk ke dalam selimut.
"Plis, udah deh, Ky..."
"Kamu kenapa sih gak mau?"
"Aku gak mau kita ngeseks secepat ini. Hubungan kita masih terlalu dini. Lagian aku belum pernah ngelakuinnya..."
"Aku juga belum pernah. Palingan cuma onani doang..."
"Tapi kenapa kamu berani banget pengen ngelakuinnya?"
"Karena itu kamu. Aku pengen ngelakuinnya sama kamu. Aku pengen ngerasain seks pertama sama orang yang benar-benar aku sayang."
"Dasar brondong cabul."
"Halah, kamu mah munafik. Kalo aku sodorin punya aku* kamu gak bakal nolak."
"Aku gak munafik. Aku juga butuh seks. Tapi belum untuk saat ini."
"Punya aku* gede lho, Sayang. Gede, keras, berurat, cairannya banyak, semburannya deras, sodokannya mantap."
"Lu masih mau tidur di sini apa nggak?!"
"Tuh, kamu marah. Itu tandanya sebenarnya kamu juga tergoda..."
"Kan aku udah bilang aku bukan gak tertarik, tapi aku belum mau. Kamu itu luar biasa seksi. Aku pengen banget menyusuri setiap inci tubuh kamu. Tapi tolong, jangan sekarang..."
"Apa bedanya sekarang atau nanti?"
"Beda dong. Nanti kamu bakal tambah matang. Kejantanan kamu pasti bakal bertambah..."
"Anjing! Aku makin terangsang, Sayang..."
Gw langsung mendekap tubuh Rizky. "Ke kamar mandi gih. Keluarin di sana."
"Di sini aja. Sambil liat muka kamu."
"Ntar kena seprai."
Rizky gak menggubris omongan gw. Dia kayaknya udah horny tingkat dewa. Ia melompat bangun dan turun dari ranjang. Ia masih pake boxer. Ternyata tadi ia cuma menggoda gw doang dengan bilang mau melepas semua bawahannya.
"Kamu mau kemana?"
"Kamar mandi."
Gw langsung menahan dia.
"Apa lagi?" tanya Rizky.
Gw kasihan sama dia. Selain itu sebenarnya syahwat gw udah naik ke ubun-ubun. Yang terpikir sama gw sekarang adalah untuk menyalurkan syahwat ini. Persetan gw udah melakukan hal di luar batas.
Dengan tangan bergetar gw memelorotkan boxer Rizky selutut hingga sesuatu di dalamnya berayun keluar...
note:
punya aku* : Rizky menyebut kata k*nt*l.
Btw, ini scene yang paling males buat gw tulis. Gw sebenarnya pengen bikin cerita yang tanpa bumbu seks sama sekali. Tapi saat dua cowok lagi dimabuk asmara berdua di kamar tapi gak terjadi apa-apa sementara omongan mereka nyerempet ke selangkangan mulu, kayaknya mustahil deh gak terjadi apa-apa. Terlalu 'suci' kayaknya bagi Almer kalo bisa tahan godaan. So, gw minta maaf kalo ada yang kecewa pasangan ini akhirnya nyerah juga sama syahwat.
Ahhh, gw merasa ternoda. Xixixix.