It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ada deh!!! :P
tunggu aja ya?
@Gabriel_Valiant
@masdabudd
@tio_juztalone
@kimo_chie
@cowok_pat1
@Aland_Herland
@asz_2468
@nega
@rifsipelangi
Jangan lupa komen lo ya!!!!!
#Spesial Edition#
***Lanjut***
Tempat itu…
***Flashback***
“Ahhh, jangan!!!” Aku hanya bisa menjerit layaknya anak kecil seusiaku. Aku sekarang berumur 5 tahun lebih sedikit. Aku hampir setiap hari seperti ini. Dipalak oleh beberapa anak-anak yang satu komplek denganku. Tapi aku tidak pernah menangis.Mereka pasti akan merebut uang jajanku ketika aku ingin pergi ke warung.
Aku tidak bisa berbuat banyak. Mau melawan, aku kalah besar dan jumlah. Mau diam saja, aku nggak bisa beli makanan ringan di warung. Tapi ya sudahlah. Biarkan!
Akhirnya, karena aku tidak jadi membeli sesuatu di warung. Kuputuskan untuk kembali ke rumah. Baru beberapa meter melangkah aku melihat seorang anak kecil yang usianya mungkin sebaya denganku, namun dengan badan yang lebih tinggi dariku. Dia sepertinya anak baru di komplek ini.
Tak kusangka, dia berjalan mendekat ke arahku. Sesampainya di hadapanku ia tiba-tiba mengulurkan tangannya mengajakkku berkenalan.
“Irsyad, kamu?” ujarnya sembari tersenyum tipis. Senyumnya terlihat sangat manis di mataku. Dan namanya pun, seindah senyumnya. Tapi, aku merasa janggal dengan perasaan ini. Aku merasa tertarik dengannya.
Ahhh, sudahlah. Mungkin ini Cuma perasaanku saja. Ku jabat tangannya sembari berkata, “Rizky. Kamu anak baru ya di sini?” .
Ku lihat dia mengangguk kecil kemudian tersenyum lagi. Ku lepaskan jabatan kami yang memang belum terlepas.
“Rumah kamu nomor berapa?” Aku berinisiatif untuk bertanya dimana rumahnya. Siapa tahu aku bisa main-main kesana?
“Blok D no 3, kamu sendiri?” wah, kebetulan banget nih. Rumahku dan rumahnya hanya berjarak 2 rumah saja.
“Wah, deket dong sama aku. Aku di Blok D no 1.” dia sedikit terlonjak di tempat selesai aku berujar tadi. Ku lukiskan sebuah senyum kecil untuknya. Tak lama berselang, angin tiba-tiba saja berhembus menerpa wajah dan tubuhku. Kulihat langit yang sudah berselimut mendung. Pasti sebentar lagi turun hujan
“Emmm, Syad! Kita pulang aja yuk! Kayaknya mau hujan” kurapatkan kedua kaos yang kupakai karena angin semakin lama semakin kencang dan dingin tentu saja. Dia menganggukan kepalanya sebagai tanda persetujuan.
“Ayo!” kuraih tangan Irsyad dan menariknya agar sedikit berlari. Jarak ke rumah kami kira-kira hanya 100 meter. Tapi karena dasarnya kami anak kecil. Jadi wajar saja jika jarak sedekat itu terasa sangat jauh. Setelah kira-kira 5 menit. Sampailah kami di depan rumah Irsyad yang bentuknya tentu saja sama denganku. Ya iyalah, ini kan perumahan.
Kemudian Irsyad berucap salam sembari melambaikan tangannya. Kemudian mendung yang sudah ingin “jatuh” tersebut, akhirnya “menangis” juga. Kupercepat jalanku agar aku tidak basah kuyup sampai di rumah.
***
Aku terbangun dengan perasaan yang sangat senang. Aku juga tidak tahu kenapa. Mungkin ini karena aku bisa saja bertemu dengan Irsyad lagi. Anak itu membuatku aneh. Aku seperti,,,,, Mendambanya. Baiklah, terserah kalian berkata ini bohong. Karena aku anak usia 5 tahun sudah mulai membahas Cinta. Tapi inilah realita hidupku. Kisah yang benar-benar nyata terjadi dalam hidupku.
Aku masih merasa wajar akan perasaaan ku pada Irsyad. Meskipun sebenarnya sedikit aneh, tapi kuanggap ini bukan hal yang sungguh diluar kebiasaan. Ini “masih” biasa saja.
***
Tak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat. Kini aku telah berusia 12 tahun. Hari-hari ku bersama Irsyad pun terasa semakin indah. Tapi aku tak bias menjelaskannya secara mendetail. Jika kalian bertanya mengapa, kalian akan tahu sendiri nanti. Kami selalu menghabiskan waktu bersama-sama. Apapun itu? Aku selalu bersama Irsyad.
Kepribadianku pun sudah mulai berubah. Aku yang dulunya pendiam tapi sombongnya luar biasa. Kini aku sudah mulai sedikit berubah karena Irsyad. Aku merasa mejadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Dan aku sangat mensyukurinya.
Sekarang aku berada di taman kota. Tempat yang sejuk serta indah. Ditambah lagi, ada seseorang yang dapat menggetarkan hatiku. Ya, Irsyad. Dia telah menempati sebuah ruang di dalam hatiku. Aku memang telah mencintainya.
Jika kalian bertanya kapan, aku tidak bisa menjawabnya. Karena aku sendiri tidak tahu kapan! Baiklah ini terdengar sangat klise. Jadi lupakan. Kini aku dan Irsyad sedang duduk berdampingan di bawah sebuah pohon mangga yang ada di salah satu sudut taman ini. Tempat ini lah yang selalu kami tuju pertama kali jika ke tempat ini.
Di tempat inilah saksi bisu semua hal yang aku dan Irsyad alami. Mulai dari aku yang menangis di pelukan irsyad, gara-gara ponsel pertama ku hilang. Irsyad yang hampir bunuh diri dengan cara memotong nadi di pergelangan tangannya menggunakan pisau hanya gara-gara di putuskan oleh pacar pertamanya. Inilah yang tidak kusukai
dari Irsyad.
Dia berfikiran pendek. Menganggap kegagalan adalah akhir dari segalanya.
Tapi disamping itu semua, dia adalah orang paling perhatian yang aku kenal. Bahkan perhatiannya melebihi Mama dan Papaku sendiri. Ini terlihat berlebihan untuk ukuran perasaan seseorang pada sahabatnya sendiri. Tapi tidak ada hal yang terlalu bagus untuk seorang Irsyad. Dia pantas mendapat semua yang terbaik.
Besok adalah hari kelulusan kami dari Sekolah Dasar. Dan hari ini kami berencana untuk menghabiskan seharian waktu kami untuk berjalan jalan. Tapi tidak hanya itu. Hari
ini adalah hari dimana aku akan mengungkapkan perasaan
ku pada Irsyad. Aku sudah paham akan konsekuwensinya. Mungkin, Aku akan dibenci oleh Irsyad. Mungkin, Irsyad akan menjauhiku. Mungkin, Irsyad akan jijik denganku.
Tapi aku sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang buruk tersebut. Aku sudah mulai belajar bersabar dari sekarang.
“Riz, beli minum dulu yuk!” Irsyad menunjuk kedai minuman yang ada di seberang jalan dari tempatku dan Irsyad duduk saat ini.
“Enggak ah. Kamu aja sana!” Aku sebenarnya sangat haus, tapi entahlah? Aku tidak ingin pergi ke kedai itu. Alasan terbaikku adalah “malas”.
“Ayo dong, anterin aku! Aku haus banget nih!” Owh, ayolah! Kenapa sih Irsyad selalu memelas di depanku. Aku tidak kuat melihat orang dengan ekspresi memelas seperti ini. Mereka seperti tidak makan selama seminggu. Ya, meskipun tidak seburuk itu, tetap saja mirip.
“Okay, aku anterin kamu. Tapi, aku kamu beli’in sekalian ya?” ku kedipkan sebelah mataku pada Irsyad. Bukan berarti aku melakukan ini karena aku tidak punya uang ya! Seperti ada suatu kesenangan jika aku berhasil menggoda Irsyad. Dia adalah pusat happy placeku. Akhirnya aku ikut Irsyad membeli minum yang ternyata harganya sangat mahal. Satu botol Mizone saja harganya 7 ribu. Pantas saja daritadi warung itu terlihat sepi. Karena mahal toh.
“Riz, gila. Mahal banget yah minuman disana.” Irsyad berbicara sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Pantaslah.
“Yaudah,rejeki orang. Kita balik ke tempat tadi yuk!” ku tarik lengan Irsyad agar mengikutiku. Sesampainya di tempat ini, tempat dimana aku dan Irsyad biasa bermain.
Tempat yang berada di pojokan taman yang “katanya” terlihat angker. Karena, disini ada satu buah pohon mangga yang konon sudah berusia lebih dari seratus tahun, namun tidak pernah sekalipun berbuah. Karena itulah banyak orang yang menyebut pohon mangga keramat.
Setelah melepas dahaga, aku dan Irsyad berbicara tentang hal apa yang akan kita lakukan saat liburan nanti. Aku tidak pernah sanggup memikirkannya, karena aku tahu. Semua rencana itu akan sia-sia.
Percuma, Tidak berguna. Ku edarkan pandangaku ke sekeliling taman ini. Sudah cukup sepi karena hari sudah menjelang senja. Dan aku rasa ini adalah saat yang tepat untuk mengutarakan perasaan ku pada Irsyad.
“Syad, aku mau ngomong sesuatu.” Baiklah tuan Nervous, kenapa kau datang di saat yang seperti ini? Irsyad kemudian menatapku sejenak dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Ngomong aja. Kayak aku bakal larang kamu aja!” oke, aku makin gugup sekarang. Mulutku terasa terkunci rapat. Kakiku bergetar. Telapak tanganku dingin.huh, Tarik nafas…. Keluarkan…..Tarik nafas…….. Sekarang saatnya……..
“Irsyad, Aku cinta sama kamu!” kutekankan kalimat tersebut dengan sungguh-sungguh. Irsyad menolehkan kepalanya dan menatapku Tajam. Baiklah, aku yakin aku akan menerima resiko terburuk sekarang.
Tapi sepertinya Irsyad tidak akan melakukan sesuatu. Hingga akhirnya,,,,,
“PLAKKK”
Satu buah tamparan mendarat tepat di pipi sebelah kiriku. Belum sempat aku merasakan sakitnya, Irsyad beranjak pergi menjauh dariku. Aku hanya bisa terdiam. Terdiam merasakan semua rasa sakit ini. Aku sengaja tidak mengejarnya.
Aku tidak sanggup melakukannya. Dan akhirnya, sebuah tetesan bening menjalar melalui pipiku.
“Irsyad, maaf!” aku hanya bisa berujar lirih. Seluruh nyawaku seakan melayang. Melayang bersama angin yang berhembus. Inilah alasan mengapa aku tidak pernah mau menjelaskan secara detail persahabatan antara Aku dan Irsyad. Karena aku akan menangis dalama diam, tangisan yang akan meluluh-lantahkan hatiku. Tangisan yang akan membuatku tidak nafsu makan selama berhari-hari. Karena Irsyad lah hidupku.
Dialah nafasku. Dialah jiwa dalam ragaku.
“Irsyad, You are my life”
***End Of Flashback***
“Riz, kamu kok nangis? Kamu kenapa?” Ku seka air mata yangmengalir dari ujung mataku.
“Gak papa Ver, Kita nggak usah ke taman kota ya? Aku lagi gak mood nih?” Kuberikan sebuah senyuman palsu pada Verdi. Aku akan terus berusaha menutupi semuanya dari Verdi. Entah sampai kapan.
***To Be Continued***
Gays awas lo yang gak mau komen. aKusumpahin tititnya kempes. :q :O
Udah ah. NIh baca…. Kalo cuman mau bilang lanjut juga gak papa…
YANG PENTING HARUS KOMEN
hehehehe
aduh, gak bisa bang. Laptop ku lagi di servis.
Silahkan dibaca:
@Gabriel_Valiant
@masdabudd
@tio_juztalone
@kimo_chie
@cowok_pat1
@Aland_Herland
@asz_2468
@nega
@rifsipelangi
***Lanjut***
Yang ada di fikiranku hanya ada Verdi dan Irsyad. Kenapa Tuhan? Kenapa harus mereka? Kenapa tidak orang lain saja yang aku cintai? Kenapa harus sahabat-sahabat ku. Aku benci pada diriku sendiri! Aku benci dengan kepribadianku. Hingga tiba-tiba Verdi mengelus punggung ku dan menyeka air mata ku.
“Riz, kamu kok masih nangis? Kamu ada masalah ya? Mau cerita?” Aku semakin benci pada diriku sendiri. Kenapa Verdi memperlakukan Aku seperti ini? Aku akan semakin jatuh ke dalam cintanya. Cinta yang aku yakini bertepuk sebelah tangan. Cinta yang pasti akan berujung pada sebuah kata. PERPISAHAN.
“Ver, aku emang lagi ada masalah. Tapi apa masalah itu, aku belum bisa kasih tahu kamu sekarang.” Kuseka air mata yang masih menggenang di pelupuk mataku. Ku lengkungkan bibirku menjadi sebuah senyuman. Palsu tentu saja! Verdi pun ikut membalas senyumanku dan menepuk-nepuk pundakku.
***
Ku lepas semua pakaian yang menempel di tubuhku dan mulai menyiramkan air ke seluruh tubuh ku. Aku merasa sangat kotor. Mencintai sahabatnya sendiri? Bahkan, tidak hanya sekali. Tapi aku kembali mengulanginya untuk yang kedua kali. Ku benamkan kepalaku ke dalam bak mandi yang penuh dengan air dan berteriak sekencang mungkin.
“ARRRGGGH” Aku tidak peduli kalau Verdi mendengar teriakanku. Aku sangat ingin melepas semuanya. Melepas semua rasa bersalah, rasa sakit, dan semua perasaan lain yang menggangu hati ini. Aku tidak bisa terus-menerus seperti ini. Ini sama saja dengan bunuh diri.
Ku sabuni setiap jengkal tubuhku. Ku arahkan pandanganku ke arah cermin yang ada di dalam kamar mandi ini. Tubuh ini, tubuh yang menurut mantan pacarku adalah tubuh patung dewa yunani. Bukan bermaksud sombong, tapi itulah kenyataannya. Di usiaku yang memasuki angka 14 tahun. Tubuhku terlalu besar dan berotot untuk ukuran anak seusiaku. Jika dalam keadaan biasa, perutku akan terlihat datar. Tetapi, jika aku sedang melakukan sit up. Maka, kotak-kotak indah itu akan muncul dengan sempurna.
Tapi yang aku sangat heran adalah, kedua lengan dan dadaku tidak bisa mengikuti perkembangan otot perut ku. Ahhh, sudahlah. Mungkin memang belum waktunya. Kupandangi sekali lagi pantulan tubuhku di cermin. Ku siramkan air ke seluruh tubuhku dan kemudian mengeringkannya dengan handuk yang tergantung.
Kulilitkan handuk tersebut ke pinggang dan mulai melangkah keluar. Kuputar knop pintu kamar mandi dan membukanya perlahan.
Verdi sedang tidak ada. Katanya sih lagi pengen keluar sebentar. Cari angin. Hello! Emang dia kira di dalam rumah enggak ada angina pa? Tinggal buka jendela, Beres!
Kupakai baju yang di beri Verdi sebelum pergi “cari angin” tadi.
Ternyata ukurannya terlalu sempit. Lengannya terlalu kecil untuk ukuran lenganku. Tapi tak apalah. Yang penting aku pakai baju. Daripada tidak?
***To Be Continued***
komen ya!!!!!
Moga aja gak anoying!
Soalnya setiap real story pasti ujung2nya stock di putaran kata2 yang sama n kejadian yang gak terlalu penting!
Eh kamu uda singgah di lapak live story gw kan?
Sama ya!
Bedanya kamu bungkus dengan narasi yang apik,
Lha gw,
hahahaha
Keep read,n gw bakal rajin2 main kok di mari! Okeh?
thanks ya. Jadi makin smangat.
okay.....
cerita ini kayaknya gak bakalan gw lanjutin deh. Pusing deh mikirin hidup gw sendiri.
Tapi, tenang aja kok guys. Aku bakalan buat pengganti cerita ini dengan cerita yang lebih cetar membahenol dari cerita ini.
Cerita nya ber ikhwal dari Love Of Siam. Kenapa? Karena ending tuh film gantung banget. SUMPAH. Gw gedek sendiri ma tuh sutradara ma produser.
Owh ya, nanti gw kasih spoiler nya deh.
JUDULNYA?
The Eternity Of Love