BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITA EDISI CERPEN

1161719212230

Comments

  • @3ll0 - Makasih mas,, siap nanti di mention ya,,

    @arieat - udah baca dari awal ya mas,, hehehehe,, lanjutannya senin ya,,

    @GeryYaoibot95 - coooolllllcccccaaaassssssssssss ya mas,, hehehehe,, makasih ya mas sudah mau membaca

    @Just_PJ - gak pake banget kali mas,, masih jauh dari kata bagus banget cerita ku,, hehehehhe,,

    @CL34R_M3NTHOL - maaf mas kalau aku kurangajar,, hehehehe

    @erickhidayat - percikan?? hehehehe,, makasih ya mas sudah mau membaca,,

    @handikautama - makasih mas sudah mau membaca

    @pujakusuma_rudi - makasih mas sudah setia membaca cerita ini.. sukses juga buat mas,,

    @Zazu_faghag - hehehehehe,, kita liat nanti ya bagaimana cinta itu berbicara,,

    @angelsndemons - makasih ya mas,, sudah mau membaca dengan sabar,, hehehehe,,

    @kiki_h_n - hehehehe Dirga baik ko,, hehehehe,, makasih ya sudah mau menbaca cerita ini,,

    @Kim leonard - mungkin hari senin baru bisa update,, maaf updatenya bisa seminggu sekali,, hehehehe
  • pokoknya keren lah :) :D
  • @Rendesyah, aku akan XLalu menikmati cerita bro. Sudut pandang medis nya yg menjadi sesuatu yg istimewa dlm cerita bro.
  • @Rendesyah iya mas masama , klo ini cerita dijadiin film keren bgt nih pasti
  • Siap mas @Rendesyah, ditunggu ;)
  • Hmmmm.. Blum bisa comment soalnya alur ceritanya agak sdikit brantakan dan masih blum kna ama feelnya..,yg psti ditugu klanjtan
  • Lanjut, jangan lupa Mention pak dokter.... Nuhun ^_^
  • SEMBILAN

    Pintu kantor terbuka. Dirga melangkah masuk. Senyuman satpam dibalasnya dengan hangat. Langkah kakinya ringan menyusuri koridor kantor. Mendekati ruangan konsultan, dilihatnya Luna melangkah mondar-mandir di depan pintu. Sesekali ia melongokkan kepala ke pintu masuk. Dan ketika melihat kehadiran Dirga, spontan Luna melambaikan tangan.

    Dirga bergegas mendekat,,” Ada apa Lun?? “

    Luna buru-buru meletakkan telunjuk ke bibir menyuruh Dirga diam. “
    Sssssttttttttttt..........., ada Dini di ruangan konsultan, sedang ngobrol dengan Ka Gulid!! “ bisik Luna.

    “ Lho memangnya ada apa?? Lagian kenapa Dini tiba-tiba muncul?? Apa Bu Lita mengetahui kehadirannya di sini?? “ tanya Dirga heran.

    “ Kayaknya sih nggak. Sepertinya lagi ada masalah. Mukanya sembap gitu!! “ lapor Luna.

    Dirga semakin penasaran mendengar cerita Luna yang sepotong-sepotong.

    “ Rivi tau soal ini?? “ tanyanya.

    “ Kayaknya belum. Si bos belum datang,,”

    Dirga mengangguk. Dibukanya pintu ruangan konsultan dengan hati-hati. Ia masuk sambil tersenyum ramah. Dilihatnya Dini sedang duduk di hadapan Gulid dengan muka sembap bekas air mata. Tapi bukan itu yang membuat Dirga terkejut. Keadaan Dini jauh berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu di Yayasan Cenderawasih beberapa bulan lalu. Sekarang Dini terlihat lebih lesu dan pucat. Yang paling menonjol adalah perut Dini yang sedang hamil besar.

    “ Hai Din?? “ sapa Dirga hangat.

    Dini menatapnya setengah curiga. Melihat itu, Gulid segera menengahi. “ Kamu bebas cerita dengan Dirga, Din. Siapa tahu Dirga bisa membantu mencarikan solusi,,” ujar Gulid.

    Mata Dini masih menyipit curiga.

    Dirga tersenyum hangat. “ Ada sesuatu yang bisa kubantu?? “

    “ Mana bisa dia membantuku Ka ?? Bersalaman dengan ODHA saja dia nggak mau!! “ tolak Dini mentah-mentah. Dirga terdiam.

    “ Apa maksudmu, Din?? Dirga tidak seperti itu!! “ cetus Gulid.

    Dini menatap Gulid tak sabar.” Ka Gulid. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat dia memuntahkan semua makanannya di kamar mandi hanya karena makanan itu dibuat oleh anak-anak yayasan. Aku juga melihatnya mencuci tangan berulang kali seperti ingin menghapus noda paling kotor saja!! “

    Gulid terbelalak tak percaya. Ditatapnya Dirga beberapa saat. Melihat reaksi Dirga yang memilih diam. Gulid pun mengerti tuduhan Dini benar adanya. Tapi ia juga melihat penyesalan di mata Dirga.

    “ Itu kan dulu Din. Dirga juga baru belajar untuk memahami segala hal tentang AIDS. Tapi sekarang ia memiliki empati yang tinggi lho!! “ bela Gulid, berusaha membujuk Dini.

    Tapi Dini masih menunjukkan keberatan. Akhirnya Dirga memilih untuk mengalah.

    “ Abang, aku ke pantry saja ya. Mau buat teh,,” ujarnya memberi alasan. Gulid menganggukmengerti. Setelah memberikan seulas senyum, Dirga segera ke luar ruangan.

    Di dalam pantry Dirga terduduk lesu. Terbayang kembali di matanya tindakan bodohnya dulu. Menolak mengambil risoles hanya karena makanan tersebut di buat oleh ODHA. Sampai-sampai ia memuntahkan semuanya di kamar mandi. Bahkan ia mencuci tangannya berulang kali karena takut terinfeksi virus HIV akibat bersalaman dengan ODHA. Kini ia menyadari arti tatapan Dini di toilet saat itu. Ternyata Dini melihat semua yang dilakukannya dan bisa menebak apa yang ada dipikirannya saat itu. Astaga!! Betapa bodoh dan naifnya aku dulu!! Tak henti-hentinya Dirga merutuki kelakakuannya saat itu.

    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    “ Tiba-tiba saja pagi itu dia muncul di kantor dan langsung ingin bicara denganku. Dia minta maaf karena tidak pernah muncul di kantor. Dia juga menghilang dari yayasan. Jadi sampai sekarang Bu Lita belum pernah ketemu dia lagi,,” cerita Gulid malam harinya, saat mereka sedang makan malam, Rivi juga ikut atas ajakan Gulid.

    “ Ada masalah apa sampai dia harus menghilang?? “ tanya Dirga tak mengerti.

    “ Dia hamil tanpa suami, Ga. Keadaan itu sungguh berat buat dia. Apalagi dengan status HIV-nya,,”

    Rivi tekun mendengarkan.

    “ Maksudmu dia belum menikah?? Tapi pasti ada lelaki yang menghamilinya kan?? “ tanya Rivi menegaskan.

    Gulid tersenyum. “ Iya. Sori, bahasaku sedikit kacau,,”

    “ Pacarnya dimana?? Apa dia tahu kondisi Dini sekarang?? “ gantian Dirga bertanya.

    “ Pacarnya baru tahu status HIV positif Dini setelah gadis itu hamil. Sebelumnya Dini nggak mau cerita. Takut diputuskan, katanya,,”

    “ Astaga, kok Dini nggak banget ya?? Itu kan artinya dia menjerumuskansatu orang dengan sengaja!! “ kecam Dirga.

    “ Percaya atau tidak, sebagian besar ODHA masih bertindak bodoh seperti yang dilakukan Dini. Biasanya dilakukan oleh orang yang selingkuh atau pengguna narkoba. Supaya tidak dicurigai pasangan resmi, mereka sengaja merahasiakan status HIV-nya,,” jelas Rivi.

    Dirga menggelengkan kepalanya tak percaya.

    “ Sekarang hubungan mereka putus, pacar Dini termasuk keluargannya membenci Dini dan menganggap Dini sengaja menghancurkan kehidupan lelaki itu. Mereka malah sengaja meneror Dini dan menyebarluaskan status HIV Dini ke mana-mana. Itu juga sebabnya Dini nggak berani muncul di kantor atau di Yayasan Cenderawasih, karena pacarnya tahu dimana Dini bekerja,,”

    “ Bukankah sebagian besar pegawai Yayasan Cenderawasih adalah ODHA?? “ tanya Dirga.

    Gulid mengangguk. “ Tapi Dini selalu meyakinkan pacarnya bahwa dia HIV negatif dan lelaki itu percaya,,”

    Semua terdiam dengan pikiran masing-masing mengenai kejadian yang menimpa Dini.

    “ Lantas apa tujuannya datang ke kantor menemuimu?? “tanya Rivi masih tak mengerti.

    Gulid menatap Rivi sekilas lalu melirik Dirga. “ Dini berharap bisa mendapatkan pekerjaan di Asian Care Center. Pekerjaan apa saja. Dia takut muncul di yayasan. Terlalu lama absen pasti membuat Bu Lita marah dan memecatnya. Lagi pula dia takut lelaki itu dan keluarganya memata-matai Yayasan jika sewaktu-waktu dia muncul,,”

    Gulid menatap Rivi penuh harap. Lelaki itu terdiam sejenak.

    “ Itu keputusan yang sulit, Gulid. Proyek kita tidak bisa mempekerjakan orang atas dasar belas kasih. Hmmm, begini saja. Besok suruh dia ke kantor membawa resume lengkap. Kita lihat saja nanti apa yang bisa dilakukan untuk membantunya,,” putus Rivi.

    Gulid menjerit girang. “ Makasih Riv. Meskipun kadang-kadang kamu kejam, hatimu baik juga!! “ celetuk Gulid.

    “ What?? “ Rivi membelalak galak. Kontan Gulid menutup mulut dengan telapak tangan.

    Dirga tertawa geli. Tak sengaja matanya bersirobok dengan tatapan Rivi. Sorot mata lelaki itu berubah hangat saat menatapnya. Benarkah?? Atau hanya perasaanku saja?? Bisik hati Dirga bingung. Akhirnya Dirga memilih menunduk dan memakan ikan bakar pesanannya.

    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    “ Hei kamu naksir Rivi ya?? “ bisik Gulid usil di telinga Dirga. Spontan Dirga berguling menjauhi temannya yang sedang cengengesan menatapnya.

    “ Aku mengajak Abang nginap di sini bukan untuk menggosipkan bos kita lho,,” sahut Dirga mengelak.

    Gulid tertawa geli,,” Aku menerima ajakanmu untuk nginap di sini justru karena ingin menggosipkan di Dermott Mulroney itu!! Hahahaha!! “

    Dirga mencibir.

    Gulid berbaring telentang sambil memandangi langit kamar Dirga. “ Dulu aku pun sepertimu saat jatuh cinta pada Nuris. Masih malu-malu.........” ujarnya lirih.

    “ Apaan sih Abang,,!! “

    “ Ga, aku tahu kamu sukakan dengan Rivi, walaupun kamu selalu mengelak bahwa kamu suka laki-laki, tapi kamu harus bisa jujur dengan diri kamu sendiri,,”

    Dirga mengalihkan pembicaran,, “ Bang, Nuris?? Pasangan hidup Abang ya?? “

    Gulid mengangguk. “ Dia seniorku, Dia selalu melindungiku saat senior lain ingin mengerjaiku pada masa orientasi mahasiswa baru dulu. Dia begitu baik, sabar dan dewasa. Kupikir-pikir dia adalah pria pertama dan juga menjadi cinta pertamaku,,”

    “ Perjuangan Abang pasti begitu berat untuk mendapat restu orang tua?? “

    Muka Gulid bersendu-sendu,, “ Mana ada orangtua yang ingin memiliki anak seorang gay Ga, kami berjuang meyakinkan keluarga Nuris dan itu berhasil, namun justru keluarga ku yang jijik melihat kami. Ayah menganggap keluarga kami adalah terpandang, jadi tidak pantas seorang anak yang gay mendapat restu dari mereka. Mamah sebenarnya sudah melunak, tapi melihat Nuris yang berasal dari keluarga pegawai biasa ditambah penampilannya yang urakan, selalu memakai jins belel dan kaos oblong membuat Mamah menjadi jijik,,”

    “ Dan Abang tetap mencintainya?? “ tanya Dirga takjub.

    Gulid tersenyum,, “ Aku sudah mencintainya sejak pertama kali dia memanggil namaku di kampus!! “

    Dirga terdiam melihat raut muka Gulid yang mendadak cerah dengan pipi merona.

    “ Setelah tamat kuliah, aku memilih hidup bersama dengan Nuris. Aku tak peduli meskipun keluargaku menolak. Saat itu Nuris sudah bekerja di sebuah bank. Meskipun hidup sederhana, kami bahagia...” Mata Gulid berkaca-kaca.

    “ Bagaimana Nuris meninggal?? “

    “ Ternyata waktu kuliah dulu, Nuris sempat memakai narkoba. Dia berbagi jarum suntik dengan temannya. Setelah hidup bersama, kondisi fisik Nuris semakin menurun dan sering sakit-sakitan. Akhirnya kami memeriksakan diri, saat itu baru ketahuan bahwa ternyata Nuris sudah memasuki tahap AIDS!! “

    Dirga terdiam

    “ Nuris pernah berkata kepadaku,, andai ada 1000 tahun lagi dalam kehidupan kita, aku ingin kamu tau, aku ingin bersama kamu 1000 tahun lagi,, aku ingin kamu tahu itu,, sebelum Nuris pergi selamanya ia meminta maaf kepadaku karena tidak bisa bersama ku 1000 tahun lagi,, Namun aku sudah merasakan 1000 tahun bersama Nuris..”

    Tangis Gulid mulai pecah. Sejenak keheningan tercipta. Hanya isak tangisnya yang terdengar. Dirga diam dengan keharuan yang terasa mencekik leher.

    “ tepat satu tahun setelah kami hidup bersama, Nuris meninggal...”

    Mata Dirga mulai basah, “ Bagaimana dengan keluarga Abang?? “

    “ Sejak aku memutuskan hidup bersama Nuris, mereka tidak mau melihatku lagi. Apalagi setelah mengetahui status HIV ku, mungkin mereka malah bersyukur dan menganggap itu karmaku karena memilih menjadi gay dan hidup bersama Nuris,,” ujar Gulid getir.

    “ Jangan bicara begitu. Hubunganmu dengan saudara yang lain masih bagus kan?? Dengan Reza bagaimana?? “

    “ Hanya Reza yang masih mau mengirimi SMS. Sesekali dia meneleponku atau mengajak ketemu, sedangkan yang lain benar-benar menganggapku sudah mati,,,’ isak Gulid semakin lirih.

    Tak sanggup lagi, Dirga memeluk Gulid erat. Memberi kesempatan temannya menangis dalam pelukannya,,”

    “ Ada seribu cara untuk mengenangmu sebagai hal terindah tapi tak ada satu cara pun untuk melupakanmu sebagai bagian kehidupan, sebab seribu kebersamaan denganmu adalah surga kehidupan yang paling berharga dalam hidupku,,” Gulid berkata dipelukan Dirga,, lalu ia meneruskan ucapannya,, “ Terimakasih karena tetap bersedia menjadi temanku, Ga. Selain Reza, aku tidak punya siapa-siapa setelah Nuris tiada. Dulu hidupku penuh dengan keluarga dan teman. Tapi sekarang hanya ada Reza dan kamu,,”

    “ Ssshhhhh,, sudahlah. Sekarang Abang memiliki aku............,,” bisik Dirga lembut.

    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    Dirga sedang asyik membantu Fani menyiapkan meja untuk sarapan ketika Gulid muncul dari dapur dengan sepiring telur dadar.

    “ Bi Isah itu benar-benar jago masak ya!! “ celetuk Gulid sambil meletakkan piring ke atas meja.

    “ Iya. Kalau Abang mau belajar masak, di sini saja. Siapa tahu calon berikutnya suka makan!! “ ledek Dirga.

    Gulid tertawa,,” Kayak aku masih punya kesempatan aja Ga!! “

    “ Lho, kenapa nggak?? “ sanggah Dirga.

    “ Yang benar ajalah. Umurku kan tinggal hitungan hari. Mana rela aku membuat pasanganku menjadi sendiri nanti?? “

    “ Kok gitu?? “

    “ Ntar dia cari pengganti diri ku yang lebih ganteng, bisa mati penasaran aku!! “ Kedua bola mata Gulid berkilat jenaka. Sehelai serbet segera melayang menutup muka Gulid.

    “ Dasar!! Udah ah, makan yuk!! “ ajak Dirga

    Gulid menoleh mencari-cari. “ Papamu mana?? “

    “ Sudah sarapan duluan. Tadi ditelepon rumah sakit. Ada pasien yang mau melahirkan pagi ini,,”

    “ Oh iya, Papamu dokter kandungan kan?? “ tanya Gulid menegaskan.

    Dirga mengangguk.
    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    Minggu pagi, di kamar hotel.

    ********************************************************
    Dear Dhio,

    Tatapan hangat itu bagaikan sinar matahari pagi. Sesuatu yang tidak ingin kulepaskan dari hidupku. Jangan salah mengerti. Bagiku, kamu adalah matahariku. Bukankah tidak salah memiliki dua matahari daripada tidak punya satu pun dan hanya memiliki kegelapan malam??

    Tapi, Dhio, untuk pertama kalinya aku merasa takut.

    -Rivi-

    ********************************************************
    Setelah menekantombol “send“, Rivi bangkit dari kursi. Kakinya melangkah mendekati jendela. Diperhatikannya bangunan yang ada di sekeliling hotel. Mencoba memerhatikan arsitektur atau hanya sekedar menikmati pemandangan. Tapi yang muncul di pelupuk matanya justru bayangan lain. Bayangan pipi yang merona merah, gerak-gerik yang selalu enak dipandang mata.

    Rivi menghela napas. Kenapa sekarang?? Kenapa terjadi pada dirinya?? Lama ia termenung dengan perasaan gundah. Dhio, kamu ke mana?? Kenapa tidak online?? Aku butuh ketenangan melalui e-mailmu.

    Terdengar suara yang menandakan sebuah e-mail baru diterima. Rivi buru-buru duduk kembali di kursinya.

    ********************************************************
    My dearest Rivi,

    Jika akhir-akhir ini kamu mampu berdiri tegak dan tetap tegar, tidak ada alasan untuk merasa takut. Aku setuju denganmu. Memiliki dua matahari jauh lebih beruntung daripada hanya memandang kegelapan malam.

    Jadi tunggu apa lagi?? Songsonglah mataharimu. Aku selalu mendukungmu, dear!!

    Penuh Cinta
    Dhio

    ********************************************************

    Hari Senin pagi Dini langsung menemui Rivi dengan membawa surat lamaran lengkap. Pembicaraan dengan Rivi berlangsung cukup lama. Akhirnya, setelah hampir dua jam di dalam ruangan, Dini keluar dengan senyum terukir lemah. Jalannya sedikit susah karena usia kandungan yang cukup tua.

    Gulid dan Dirga menunggu di meja Luna dengan tak sabar, ketika melihat Dini keluar, Gulid bergegas berseru,, “ Gimana Din?? “

    “ Rivi memberiku pekerjaan administratif untuk membantu tugas Luna. Katanya, Luna mulai kewalahan. Nanti setelah melahirkan, aku akan bertugas di bagian pengembangan program, seperti yang dulu pernah dibicarakan dengan Yayasan Cenderawasih. “

    “ Tapi statusmu sekarang tetap sebagai pegawai Yayasan Cenderawasih atau Asian Care Center?? “ tanya Luna bingung.

    “ Asian Care Center. Tapi Rivi juga mau membicarakan hal ini dengan Ibu Lita, supaya tidak ada miskomunikasi jika sewaktu-waktu Bu Lita tahu aku kerja di sini,,” jelas Dini.

    Yang lain mengangguk mengerti. Dirga dan Gulid segera kembali ke ruangan mereka sedangkan Luna langsung menjelaskan beberapa hal yang harus diketahui Dini.

    “ Ga, kamu sadar nggak, sejak pagi tadi Rivi selalu menatapmu,,” bisik Gulid.

    Dirga mengelak jengah,, “ Ini masih pagi Abang. Jangan ngegosip, lagi pula, begitu datang dia langsung masuk ke kantor untuk menemui Dini,,”

    “ Iya, tapi saat dia baru datang, matanya langsung memerhatikanmu. Kamu nggak sadar sih!! “ ujar Gulid setengah menggerutu.

    Dirga tertawa seakan tak peduli. Tapi ada sesuatu yang berdesir di hatinya.

    “ Kok Cuma ketawa?? Ayo, ngaku aja. Kamu naksir juga kan?? “ Gulid masih belum menyerah.

    “ Hush!! Kalau ngomong beginian, jangan di sini. Nanti banyak yang dengar, bisa-bisa aku dikeroyok,,”

    “ Jangan takut, Ga !! Udah aku duga ada yang tertarik dengan si Dermott Mulroney itu. Luna udah dapat pacar baru. Anak program, katanya sih kerja di lantai atas. The sexy man is all yours, my dear!! “

    Dirga terkikik geli melihat gaya bicara Gulid. Tiba-tiba terdengar suara dehaman.

    “ Which sexy man?? “ Suara hangat itu terdengar ramah tapi justru membuat tengkuk Dirga merinding. Gulid ikut tergagap.

    “ Nggak apa-apa kok. Cuma sedang ngomongin hal lain dengan Dirga..”

    Rivi manggut-manggut,, “ Oh, okay. Kukira kalian sedang ngomongin aku,,” ujar Rivi. Sudut matanya cepat bergerak menyambut wajah Dirga yang seketika memerah. Tahulah Rivi bahwa kedua laki-laki itu memang sedang membicarakan dirinya.

    Hmm, berarti mereka berdua menganggapku seksi, pikir Rivi geli.

    “ Oh ya, kalian berdua keruanganku sekarang!! “ ujar Rivi sebelum menutup pintu ruangan.

    Dirga dan Gulid berpandangan heran.

    “ Jangan harap kebiasaan lama akan terjadi. Sekarang dia pasti lebih memilih keluar dari ruangannya untuk memanggil kita, supaya bisa melihatmu,,” ledek Gulid.

    Dirga semakin merengut, berusaha tidak mendengar kata-kata Gulid. Beriringan mereka menuju ruangan Rivi.

    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    Dirga mendorong pintu pantry, satu jam diruangan Rivi bagai seabad rasanya. Bukan karena Dirga tidak menikmati wajah Rivi yang semakin menarik saat keningnya berkerut. Apalagi sudut bibir lelaki itu saat sedang tersenyum. Tapi tadi bibir seksi itu malah malah mengomel mengenai program mereka yang dirasa Rivi berjalan sangat lambat. Dan faktor kelambatan ini dipengaruhi oleh lambatnya pembuatan beberapa modul oleh konsultan.

    Di dalam pantry hanya ada Dini yang sedang membuat minuman. Gadis itu menoleh sekilas melihat Dirga, raut mukannya seketika dingin. Dirga menghela nafas, ia jadi serbasalah. Sepertinya Dini masih tersinggung dengan perbuatannya waktu itu. Dirga melangkah
    Mendekati meja pantry. Diambilnya sebuah gelas dan sebuah teh celup. Dari sudut mata, Dirga melihat Dini bergegas menghabiskan minumannya dan terburu-buru melangkah ke pintu. Dirga menggigit bibir sedih ketika mengetahui Dini sengaja menjauhinya.

    “ Din!! “ panggil Dirga cepat sebelum gadis itu menghilang. Dini berhenti, tak menoleh.

    “ Aku minta maaf.......” ujar Dirga tergesa.

    Tak ada respons. Beberapa menit berlalu, tapi Dini tetap tak bereaksi. Raut muka Dirga seketika menunjukkan kekecewaan. Pasti Dini tak tertarik mendengar permintaan maafnya. Bukankah kalau dipikir-pikir, tindakannya saat itu memang keterlaluan. Siapa sih yang tidak tersinggung kalau makanan yang dibuat malah dimuntahkan dan orang tersebut justru mencuci tangan berulang kali setelah bersalaman?? Pasti Dini sangat tersinggung.

    Dengan lesu Dirga membalikkan badan membelakangi Dini. Diisinya gelas tadi dengan air panas. Diaduknya perlahan dengan kepala tertunduk. Kesedihan mulai membuat mata Dirga terasa panas. Ia tak menyangka perbuatannya dulu begitu membekas di hati Dini. Padahal ia sama sekali tak berniat melukai hati siapa pun, ODHA sekalipun. Tapi apa mau dikata, batinnya lemah.

    Tiba-tiba Dirga merasa sebuah tangan menyentuh bahunya. Dirga sontak menoleh dan terbelalak kaget melihat Dini masih di situ, berdiri di depannya sambil tersenyum.

    “ Aku juga minta maaf. Sikapku juga tidak lebih baik darimu,,” bisik Dini parau.

    Dirga tersenyum, haru.

    Dini mengulurkan tangan. “ Kamu nggak keberatan bersalaman denganku sekarang?? “ tanya Dini.

    Wajah Dirga merona malu, merasa tersindir. Diletakkannya gelas tadi di atas meja dan dipeluknya Dini.

    “ Aku juga nggak keberatan memelukmu. Aku tidak seperti dulu lagi. Sekarang aku lebih mengerti dan memahami teman-teman ODHA,,” ujar Dirga.

    Dini tersenyum. Mukanya yang pucat terlihat bahagia.
  • SEPULUH

    “ Ada hati yang termanis dan penuh cinta,, tentu saja kan ku balas seisi jiwa,, Tiada lagi,, Tiada lagi yang ganggu kita,, Inikah sungguhan,, Sungguh aku sayang kamu,,,,,”

    Dirga tersenyum mendengar suara Gulid yang melantunkan lagu Kahitna dari kamar mandi. Ia berdiri di tengah-tengah kamar Gulid yang tidak terlalu besar. Diatas meja tersusun rapi kemasan obat bertuliskan nama hari. Dirga mengambil sebuah kemasan yang bertuliskan “ Sabtu “. Setelah mengenal lebih baik, Dirga tahu betapa pentingnya keberadaan obat ini untuk penderita HIV. Obat yang harus diminum setiap dua belas jam secara teratur, tidak boleh terlalu cepat atau terlambat. Karena terlambat sedikit saja, maka konsekuensinya akan semakin besar. Obat tersebut menjadi tidak ada artinya. Itu artinya pengobatan harus dihentikan sampai ada petunjuk dokter lagi dan tentunya dengan dosis yang lebih tinggi.

    Harus disiplin. Memang menjemukan.

    Terdengar suara pintu kamar mandi yang dibuka diikuti langkah Gulid.

    “ Kenapa Ga?? “ tanya Gulid melihat temannya berdiri termangu sambil menggenggam sebuah kemasan obat.

    Dirga membalikkan badan,, “ Aku hanya terpikir, betapa meletihkan terikat dengan obat seumur hidup,,” ujarnya.

    Gulid tertawa kecil. “ Kamu bicara seolah-olah umurku akan panjang,,”

    “ Kenapa Abang berpikir sebaliknya?? “

    Gulid mengangkat bahu. Tangannya sibuk merapikan rambut dengan sisir.

    “ Nuris hanya diberi waktu sedikit, kenapa aku mendapat waktu lebih lama?? “

    Dirga terdiam. Ia tidak suka nada bicara Gulid.

    “ Abang, kamu bicara seolah-olah nggak ingin hidup lagi,,” cetus Dirga.

    Gulid menegakkan tubuhnya. Dipandangnya Dirga lama. Sinar matanya tampak aneh.

    “ Kamu mau aku bagaimana, Ga?? Berharap seolah aku akan hidup selamanya?? Berpikir bahwa aku tidak terikat dengan obat setiap hari seumur hidupku?? Menganggap bahwa hidupku bebas dan tidak tergantung pada obat untuk memperpanjang nyawaku?? “ suara Gulid getir dan kering.

    Dirga terenyak kaget. Ia tidak tahu harus berkata apa.

    Gulid mendengus kesal. Raut mukannya terlihat frustasi.

    “ Apakah kamu pernah berpikir bagaimana rasanya hidup dengan lonceng kematian yang selalu berbunyi di telingamu?? Pernakah terpikir bahwa setiap malam saat kamu tertidur, mungkin kamu tidak akan bisa melihat matahari esok pagi?? Bahwa setiap saat dalam hidupmu, kamu selalu bertanya : Masih adakah waktuku untuk melakukan hal ini lagi?? Masih adakah waktuku untuk bertemu dengan keluargaku?? Atau aku akan mati sendirian di kamar kos ini?? Apakah...........” Gulid mulai tergugu dalam tangis pilu.

    Dirga menggigit bibir kuat-kuat menahan keharuan yang menyesakkan dada. Ditariknya bahu Gulid ke dalam pelukannya, Tubuh temannya itu sesekali berguncang menahan isakan.

    “ Ssshhhh, jangan menangis.....” bujuk Dirga. Tangannya membelai kepala Gulid. Bibirnya mengeluarkan gumaman untuk menenangkan Gulid. “ Aku mungkin tidak bisa menjawab semua pertanyaanmu tadi. Tapi aku hanya bisa menjanjikan satu hal. Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri. Aku janji!! “ bisik Gulid ikut terisak. Dipeluknya tubuh Gulid erat-erat. “ Aku tidak akan meninggalkanmu,,” tegas Dirga sekali lagi.

    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    ********************************************************

    Dear Diary,

    Aku sangat menikmati persahabatanku dengan Gulid. Dia teman yang istimewa. Terkadang aku menganggap Tuhan sengaja mengirim dia untuk menjadi teman sekaligus kakak buatku. Darinya, aku belajar banyak hal. Kini aku mencoba lebih berempati terhadap orang lain, apalagi terhadap teman-teman ODHA. Tidak seharusnya kita mencap negatif atau malah mendiskriminasikan mereka. Bukankah kita tidak bisa memilih jalan hidup kita sendiri??

    Diary, aku percaya Gulid orang yang tegar, juga keras kepala, dua hal yang kupikir diperlukan untuk bertahan hidup. Masih banyak yang dapat ditawarkan kehidupan padanya. Gulid tidak boleh menyerah.

    Sampai kini aku masih percaya ajal itu rahasia Tuhan. Tapi siapa bilang “ cepat mati “ hanya dimiliki ODHA?? Kalau begitu, seharusnya saat ini Mama ada disampingku!!

    Beberapa hari lagi proyek ini genap satu tahun. Kami mau ke mana ya??

    ********************************************************

    Dirga menutup buku hariannya. Bibirnya mengukir senyum. Tak terasa sudah hampir setahun ia bergabung dengan Asian Care Center. Rasanya waktu berlalu begitu cepat. Sementara terlalu banyak yang terjadi selama setahun terakhir ini. Persahabatannya dengan Gulid. Hubungannya dengan Rivi yang semakin, hmm, semakin apa ya?? Dirga termenung memikirkan lelaki itu.

    Dibanding awal perkenalan, hubungan mereka sekarang jauh lebih akrab. Sesekali Rivi mengajak Dirga dan Gulid makan malam bersama. Setelah makan berdua Rivi di Ikan bakar waktu itu, Dirga tidak pernah makan bareng Rivi lagi. Mungkin Rivi segan. Tapi bukankah itu berarti Rivi tidak serius tertarik pada Dirga?? Kalau memang tertarik, pasti Rivi sekarang sudah melancarakan pendekatan, atau Rivi adalah pria normal, sehingga Rivi menganggap keakraban mereka sebagai hal yang wajar. Dirga mengeluh sedih membayangkan kemungkinan itu, sedangkan hatinya sudah mulai terpikat.

    Aduh sebenarnya Rivi naksir atau tidak sih??

    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    “ Hahahahaha,, mene ketehe si Rivi naksir atau nggak?? “ Gulid tertawa ketika pertanyaan yang sama dilontarkan Dirga ke dirinya. Segumpal kertas segera mendarat di kepala Gulid.

    “ Serius dong!! Aku nanya serisu nih!! “ gerutu Dirga kesal.

    Gulid semakin tertawa lebar,, “ Yah, aku kan nggak tahu, Rivi sih nggak pernah ngomong ke aku. Kenapa kamu nggak tanya sendiri?? “

    Dirga mendelik mendengar usul Gulid. “ Waduh, Abang, maaf ni kalau aku harus tanya langsung. Emangnya aku cowok apaan?? “ tolak Dirga angkuh.

    Gulid bangkit dari kursinya dan mendekati Dirga. Tangannya menjawil dagu Dirga dengan genit,, “ Duh,, Dik Dirga sampe segitunya,,!! “ ledeknya sebelum ketawa ngakak.

    Dirga menjulurkan lidahnya. Kesal.

    “ Eh, kamu pernah pacaran atau belum sih?? Kamu benaran sukan laki-laki juga Ga?? “ tanya Gulid tiba-tiba.

    “ Belum,, aku gak tahu abang,, dari dulu sebenarnya aku suka dengan laki-laki sama seperti abang,, tapi aku tidak berani mengungkapkan rasa itu,,”

    “ Ga kamu serius?? “

    “ Ia serius Abang,,,”

    “ Papah kamu tahu?? “

    “ Tahu Bang, tapi Papa sangat percaya suatu saat aku pasti bisa berubah,, itu alasan kenapa aku juga belum berani pacaran,,”

    “ Seandainya ada laki-laki yang menyatakan sayang dan suka kepada kamu, apakah akan kamu katakan ke Papa mu?? “

    “ Pasti Abang, Papa sudah berpesan, mau siapapun dia nanti yang mendapatkan aku, Papa menyuruhku untuk mengenalkannya,,”

    “ Kamu bersyukur Ga, punya orang tua yang mengerti,,”

    “ Iya bang, aku selalu bersyukur Papa mau nerima aku apa adanya,,”

    “ Jadi kamu serius nih, belum pernah pacaran?? “

    “ Harus berapa kali sih bang aku bilang belum,,”

    Gulid manggut-manggut,,” Hmm,, Susah juga ya, Berarti kamu belum pengalaman membaca bahasa tubuh laki-laki,,” sahut Gulid pesimis.

    Dirga semakin melotot mendengarnya.. “ Abang mau membantuku atau mengejekku terus?? “ sentaknya kesal. Ternyata curhat soal Rivi dengan Gulid adalah kesalahan besar.

    Gulid tersenyum lebar. Geli melihat Dirga yang gusar. Di raihnya bahu Dirga. Kemudian Gulid memasang tampang serius.

    “ Sini, dengar Papa ya Nak!! “

    Dirga menggeliat melepaskan diri. Dipandangnya Gulid dengan tatapan mengancam. “ Abang mau membantuku atau tidak?? Atau aku nggak mau ngomong dengan Abang lagi!! “

    Gulid terdiam. Dilihatnya kali ini Dirga benar-benar serius. Akhirnya dengan susah payah menghilangkan senyum, Gulid menghela napas. Berusaha keras untuk serius.

    “ Sejujurnya, aku nggak tahu, Ga. Rivi kan nggak sedekat itu dengan kita atu dengan siapa pun di kantor ini. Obrolan kita juga nggak pernah menyerempet hal yang pribadi, tapi aku yakin Rivi itu gay,,”

    “ Abang yakin darimana Rivi gay?? “

    “ Dari tatapan matanya Ga,, tatapan mata tidak pernah bisa bohong,,”

    Dirga mendesah lesu. “ Iya juga sih Abang, jangankan untuk mengetahui hal itu, statusnya saja aku belum tahu. Jangan-jangan dia sudah memiliki pasangan,,” ujar Dirga.

    “ Kayaknya sih belum. Lihat saja, belum ada cincin di jarinya,,” sanggah Gulid.

    “ Cincin kan bukan patokan, bisa saja dia nggak suka pakai cincin,,”

    Gulid mengangguk setuju.

    “ Terus aku harus bagaimana dong?? “ tanya Dirga akhirnya hampir putus asa.

    “ Ya nggak gimana-gimana. Tetap aja seperti biasa. Lama-lama juga ketahuan. Pasti suatu saat Rivi akan ngomong,,”

    Dirga memandang Gulid pesimis,, “ Abang yakin?? “

    “ Tenang aja. Apalagi tipekel Rivi, pasti dia akan ngomong kok,,” sahut Gulid pasti.

    “ Oke kalau begitu,,” ujar Dirga akhirnya, mulai tenang.

    “ Tapi itu kalau dia naksir lho,,” sambung Gulid.

    Dirga mendelik.

    “ G U L I D!!! “

    “ Hahahahaha,,,,,”

    ^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

    Suasana riuh di ruang rapat membuat ruangan kecil itu serasa hampir roboh. Seluruh karyawan Asian Care Center sedang membahas evaluasi setahun proyek. Masing-masing berebut ingin bicara dan memberikan ide. Rivi duduk di ujung dan tekun mendengarkan semua usulan.

    “ Kita ke Wasur saja. Terus buat acara outbond di sana!! Usul bagian program.

    “ Bosen ah. Masa ke Wasur?? “ celetuk yang lain.

    “ Buat acara barbekyu aja!! “ usul bagian admin.

    “ Barbekyu di mana?? “

    “ Hmmm...Barbekyu bukan ide jelek kok,,” Timpal Rivi setengah bergumam.

    Yang lain spontan saling melempar pandang.

    “ Rivi dan barbekyu kok mengingatkanku pada brokeback Mountain,,,” bisik Gulid usil.

    Dirga mengangguk sambil terkikik geli membayangkan Rivi dengan jins ketat sibuk membakar daging.

    “ Oke ada usul lain?? Gulid?? Dirga?? Luna?? “ mata Rivi menyapu pemilik nama-nama tadi.

    Luna menggeleng. Gulid dan Dirga mengerutkan kening.

    “ Sebenarnya ide barbekyu itu menarik juga. Tapi diadakan dimana?? “ ujar Gulid akhirnya.

    Semua mulai berpandangan, menimbang-nimbang dan melemparkan tanggung jawab.

    “ Di rumahmu saja!! “

    “ Wah, rumahku di Jayapura. Aku kan kos,,”

    “ Kamu saja deh!! “

    “ Nggak bisa. Rumahku kecil dan istriku baru melahirkan,,”

    “ Kalau kamu?? “

    “ Jangan, Suamiku pencemburu. Juga pelit,,”

    “ Rivi, tidak bisa menyewa tempat di tepi kolam renang di hotel?? “ seorang staf program melemparkan ide.

    Rivi menimbang-nimbang ide tersebut.

    Gulid menjawil lengan Dirga,, “ Ga, daripada di hotel, gimana kalau di rumah mu?? “

    Dirga terdiam memikirkan usul itu. Memang sih, sudah lama ia tidak membuat acara di rumah. Papa pasti nggak keberatan. Sekali-sekali rumah ramai kan nggak apa-apa. Akhirnya Dirga mengangguk.

    “ Bagaimana kalau rumah ku saja?? “ Dirga menawarkan diri.

    Serentak semua mata kini menatap Dirga. Termasuk Rivi. Senyumannya mengembang sangat manis ke arah Dirga.

    “ Buset!! Liat tuh senyuman Rivi!! “ bisik Gulid dengan bibir terkatup.

    “ Diam!! Dia masih ngeliatin tuh. Kalo begini, tiap malam barbekyu di rumah pun aku rela,,” balas Dirga lirih.

    “ Oke karena Dirga sudah bersedia, berarti kita akan mengadakan barbekyu di rumah Dirga!! “ putus Rivi sambil sesekali melirik Dirga.

    Semua bersorak setuju. Kemudian diputuskan bahwa Gulid yang akan mengorganisir acara dan konsumsi ditangani oleh Luna dan Dini.

    “ By the way, Rivi bisa sekalian silaturahmi dengan papamu tuh,,” bisik Gulid saat mereka keluar dari ruang rapat.

    “ Silaturahmi kepalamu!! Emangnya dia mau melamarku?? “ cibir Dirga. Tak urung mukanya merona gembira membayangkan kemungkinan itu.

    Gulid tertawa,,” Terserah deh. Tapi kudoakan semoga itu terjadi,,” Mata Gulid mengedip nakal.

    Gulid ikut tertawa.
  • Nah... Ini gaya yang aku tunggu... Gaya romantiknya terasa, indah sekali tapi pas banget porsinya. Indah sekali...
  • =)) (*)´¨) 
    ¸.•´. ¸.•*¨) ¸.•*¨)
    (¸¸.•´(¸.•. =)) ĥǻĥǻĥǻĥǻ =)) dirga2 lucu.
  • Makin suka. Ya ampun Dirga kyk anak perawan yg lugu. hihi
    Msh bingung dgn hubungan rivi n dhio.

    Lanjut mas...
  • Seru...lanjut!
  • aku setuj dengan daniel.msh bingung dng status hubungan dhio dan rivi.
    tapi kalo bnr status hub mereka pacaran .sumpah dmi tuhan rivi luar biasa nya menyebalkan, satu pengalamn itu ckp knpa hrs selingkuh lagiiiiiiiiii ahhhhhh
    tapi klo mereka g pcran trs status mereka apa ? dokter dan pasien
Sign In or Register to comment.