It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@mamomento!!!!!! Arrrrrgggghhhhh!!!! I LOOOOOOOOVEEEEE IT!!!!!!
Buat penulis lain yang belum mendapatkan cinta dariku, maafkan ya? hahahahaha. But, seriously, cerita ini keren mampus! Apalagi pas baca part sepatunya itu, dapet bange feelnya. DIbanyakin dong sepatunya
You have such a great way in describing the feeling of 'dead things' Gilak!! Aku aja mungkin nggak bisa bikin cerita begini. Ayo, teruskan!!!
Tapi, diperhatiin lagi ya EYD nya, masih ada beberapa yg salahs ecara EYD. Mungkin nggak penting sih, tapi, bakal lebih enak lagi dibaca kalau EYD nya juga bener
Aku mau lagi!!
gw bisa membayangkan kalo cerita ini dijadiin film, gw bkal bikin film semi-bisu, sebagian besar cuma pake instrumental orkestra dan di beberapa scene (kyak saat lian lg curhat ama patung) bru pake dialog.
OH GOD, kalo ini dijadiin film pasti masuk CFF dhe, judulnya "balada si patung adul dan sepatu busuk"
Idem sama si master !
@mamomento nitip mention dong. Cerita ini trmasuk di dftar cerita2 super woow dlm cerita terbaik yg ku bca.
ihiy ntar ceritanya si kumis sama si adul rebutan si ikal. ahahahaha..
hihihi
kirain bakal ngebosenin (mskipun emng ngebosenin dikit kan ya) hayo ngaku! ngaku!!
untuk cerita ttg Alvan bentar lg kok sabar ya. penasaran kan penasaran kan...
@Zhar12 : wah maaf kalo trnyata menyinggung salah satu mantannya. maaf ya nama lelaki paling tampan-mu ini ak pinjem buat cerita. *muka kalem*
hahaha
@Abiyasa : wah, jadi malu nih, bang. di puji2. semoga ceritanya sampai akhir sesuai dgn ekspektasi yaaa.. semoga gk ngecewain.. hoho
*terima cinta bang abiyasa sampe tumpeh2*
@hwankyung69 : wah ide bagus tuh dipilemin. masalahnya ada gk tu yg mau pilemin cerita macem gini ._.
judulnya jg cucok bgt booooook *kelingking nyetril*
mksudnya masuk OFF apa ya btw? gk ngerti hehe
@adzhar : makasih makasih *sungkem* *lho*
iya nih ada bang Abiyasa sama totalfreak jadi harus sedia karpet merah. kalo @Irfandi_rahman mah cemplungin ke ciliwung aja biar menyatu sama habitatnya *melet ke irpan*
titip mention yah? hehehe.. oke deh tpi resiko tiap update cuma seupil ya
@Irfandi_rahman bawel bgt yak. ini lg mau posting lanjutannya pak. wek *anggap ini mention*
@rendifebrian bangun tidur dasar kalong. ni udah posting ya. lunas! khusus yey, yey hrs komen. baca tanpa komen ibarat eek tanpa cebok *anggap ini mention*
Tidak ada perkembangan berarti dari hubungan Alvan dan Lian. Dan sekarang aku berada di titik jenuh untuk menanti kelanjutan cerita cinta keduanya. Lian mulai jarang mengunjungi taman, sedangkan Alvan selalu duduk diam di bangku taman sambil menuliskan sesuatu dalam buku bersampul coklat. Warna yang sama dengan warna pelapis kotak yang selalu dibawanya sejak hari ulang tahun Lian. Bukankah itu hadiah untuk Lian? tapi kenapa Alvan membuka hadiah itu? Ah, membingungkan.
Alvan duduk terdiam. Matanya menerawang menatap langit biru yang... tidak terlalu cerah sebenarnya. Kedua tangannya mendekap jurnal berwarna coklat yang selalu menemaninya di taman. Alvan meletakan jurnal itu di depan dadanya seolah ia berharap suara detak jantungnya dapat terekam secara sempurna dalam jurnal itu.
Tubuh Alvan terlihat lebih kurus jika dibandingkan saat pertama kali aku melihatnya. Dan sesekali dalam beberapa minggu ini perempuan berwajah menyebalkan yang selalu menunjukan ekspresi berlebihan sering terlihat menjemput Alvan di taman ini. seolah wanita itu sedang mengawasi Alvan. Tapi mengawasi dari apa? dewi cinta? Omong kosong, Alvan telah terkena perangkap dewa cinta Lian jauh sebelum wanita itu muncul—setidaknya itu yang kutahu.
Begitu juga saat ini, aku merasakan aura tidak menyenangkan di sekitar taman. Dan kemudian aku ketahui setelah nenek lampir titisan jenglot itu muncul menampakan wajahnya yang menunjukan ekspresi menyebalkan.
“Van, pulang yuk,” ajak perempuan itu. Tidak ada yang salah dengan nada suaranya. Hanya saja aku tidak menyukainya. Sekarang aku baru tahu kalau aku bisa membenci seseorang tanpa sebuah alasan.
Alvan masih tidak menjawab. ia masih menikmati irama detak jantungnya seolah ia sedang mendengarkan irama lagu yang selalu dinyanyikan oleh Lian.
Dari raut wajahnya aku bisa melihat bahwa perempuan itu sedikit kesal dengan perlakuan Alvan yang mendiamkannya. Diulurkan tangan kanannya menggapai jurnal yang berada di dada Alvan. Belum sempat tangan perempuan itu menyentuh jurnal yang berada tepat di atas dada Alvan, Alvan sudah bergerak. Ia berdiri, bangkit dari kursi taman dan berjalan meninggalkan taman. Perempuan menyebalkan itu mengikuti Alvan, mensejajarkan langkah mereka, kemudian bergelayut manja di lengan Alvan.
Hah! Seandainya aku bisa terlepas dari badan kaku ini. Akan aku cincang wanita itu!
Anyiiirrr !! Kali ciliwung! Cie yang tanggal 10 tinggal deketi ciliwung susah suwiiittt wkwkwk.
Nyang nggak komen berasa berak nggak cebok, idiiih gimana rasanya? Mbak mamao pasti sering! Pastikan? Hayo ngaku! Itu muka kek eek kering tuuuh cie cie *lupakan* ngakak kerass!!!
Lian masih tidak pernah mengunjungi taman. mungkin ia terlalu sibuk dengan berbagai macam kegiatannya di luar sana. Sedangkan mengunjungi taman dan menulis dalam jurnal coklat miliknya sudah menjadi sebuah rutinitas tetap bagi Alvan. Tidak ada yang spesial. Hanya datang, duduk di kursi taman dan menulis, tak jarang perempuan menyebalkan itu datang untuk menjemput Alvan. Melihat wajahnya benar-benar ingin membuatku melemparkan kutukan kepadanya seperti cerita Roro Jonggrang yang dikutuk menjadi batu—kalau tidak salah.
Satu hal yang aku benci menjadi patung adalah aku tidak bisa melakukan segala hal dengan bebas seperti para anak adam. Ya, aku ingin bebas seperti anak adam. Bebas berekspresi, bebas melakukan hal-hal menyenangkan, dan bebas menyukai seseorang. Setidaknya mereka memiliki tubuh yang lentur dan mereka bisa merasakan kehangatan tubuh orang yang mereka cinta. Tidak sepertiku yang memiliki badan kaku dan tidak peka terhadap suhu maupun sentuhan. Ya, aku ingin seperti mereka.
Satu minggu ini tidak satu pun Alvan atau Lian datang mengunjungi taman ini. hei, apa mereka para anak adam tahu? Kalo aku juga bisa merasa kesepian? Seperti malam ini, ketika tidak ada satu pun anak adam yang berada di Taman ini. lima puluh tahun aku berada di taman ini, aku paling benci malam hari. Karena malam hari adalah waktu dimana semuanya sunyi. Tidak ada suara teriak anak kecil, suara para penjual menjajakan barang dagangan, suara kendaraan pun hanya terdengar samar. Biasanya di saat seperti ini, aku akan berusaha memejamkan mataku dan mencoba untuk tertidur.
Alvan terlihat semakin kurus. Wajahnya juga terlihat pucat. Apa kehilangan Lian berdampak sangat besar baginya? Entah kenapa aku merasa kasihan kepadanya. Meskipun di hari-hari sebelumnya aku tidak menyukainya karena ia selalu membawa si nenek lampir bersamanya.
Hari ini semua gerak gerik Alvan terlihat lemah. Seolah semua daya yang dia punya sudah tidak ada lagi. Dia berjalan ke arahku. Pelan sekali. Sepertinya ia lupa bagaimana cara berjalan dengan langkah yang tegas dan mantap seperti biasa yang ia lakukan.
Aku terlalu fokus memperhatikan postur Alvan, sehingga aku tidak menyadari jurnal berwarna coklat berada di tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya berpegangan kepada salah satu bagian dari tubuhku. Ia terdiam beberapa menit—seolah-olah ia sedang mengumpulkan tenaga.
“Sampaikan ini kepadanya,” ujarnya lirih. Suaranya yang menjadi favoritku itu seolah membelai daun telingaku.
Terlepas dari pesonanya aku menyadari suatu hal. Hei, aku hanya patung. Aku tidak bisa bergerak dari tempatku berdiri. Bagaimana caraku untuk menyampaikan ini kepada Lian. Ya Tuhan! Alvan ini bodoh atau apa? Dia menggantungkan harapannya kepada seonggok patung? Bukankah dia memiliki kemampuan lebih dari pada sebuah patung sepertiku? Kenapa ia tidak menggunakan kekuatannya untuk menemui Lian? Alavan adalah laki-laki dewasa yang memiliki suara menggoda. Ia adalah laki-laki tolol yang bergantung kepada sebuah patung!
“Alvan,” panggil seseorang. Seketika Alvan menolehkan kepalanya dengan antusias ke arah suara tersebut berasal. Tapi wajahnya kembali terlihat lemas ketika orang yang memanggilnya adalah nenek lampir—astaga, sampai detik ini aku belum tahu siapa nama perempuan menor yang selalu mengikuti Alvan.
“Lebih baik kamu istirahat,” kata nenek lampir itu dengan suara yang dibuat-buat. Membuat telingaku gatal.
Alvan hanya mengangguk lemah dan meletakan jurnal tersebut di salah satu sisi tubuhku dan meninggalkannya di sini. Ia berjalan lemah menjauhi taman. dari sudut mataku aku bisa melihatnya nenek lampir itu membantu Alvan berjalan dengan merangkulkan tangan Alvan ke pundaknya yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pundak milik Alvan—apa segitu besar depresi yang diderita Alvan hingga ia tidak memiliki kekuatan untuk menyangga tubuhnya sendiri?
Kasihan
@Irfandi_rahman minta di bully ni anak -,-"