It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Just_PJ @adhiyasa
@princeofblacksoshi @littlebro
@danielsastrawidjaya
@hwankyung69
@ularuskasurius @rulli arto
@congcong @Dhika_smg @prince17cm
@rarasipau @catalysto1 @fian_pkl
@marvinglory @chachan
@idhe_sama @totalfreak
@rarasipau @bb3117
@sigantengbeud
@adywijaya @adinu @dewaa91
@nero_dante1 @003xing
@reyputra @masdabudd
@FeRry_siX @seventama
DIAPDETT
"Team 1 Siap."
Gregg menyarungkan pedangnya, dan menganggukkan kepalanya. Wyatt tampak berbicara dengan penuh semangat pada Anabelle yang hanya menatapnya dengan jengah. Dibelakang mereka sepasukan besar tentara sudah berbaris rapi.
"Team 2 Siap..."
Ujar Pixel seraya menyunggingkan senyuman lebar. Rover tampak berdiri di belakangku, samar samar aku mendengar dia masih memberikan komando komando kecil pada para bebek dan kadal di depannya.
"Team 3 Siap..."
DUAR!
Arvyn baru saja memberikan laporannya, saat dia harus melonjak kaget karena Clive, komandan pasukannya mendadak menembakkan senapannya.
"Kenapa? Maaf ada yang ribut tadi saat aku menjelaskan, jadi aku tegur dia, lanjutkan lanjutkan.."
Ujar Clive sambil membopong senapannya yang masih mengeluarkan asap, sementara di belakangnya seorang Karayans muda tampak terkapar tak berdaya dengan tubuh separuh gosong. Tampaknya Clive menembakkan peluru peledak padanya.
Luarbiasa.
Perang belum dimulai, dan sekarang kami sudah kehilangan satu tentara.
Aku harus mempertimbangkan kenaikan pangkatnya sebagai jendral kalau terus begini. Walaupun dengan keahliannya yang luarbiasa, tapi kalau terus begini, semua pasukan kami bisa mati karena melawan perintahnya.
"Team utama juga sudah siap, Lady Kanna akan bersama dengan pasukan Arsais dan Pixel, Mereka akan bergabung dengan Axel di Almekia untuk menyerang Armenia."
Aku menjelaskan pada mereka apa yang harus mereka lakukan. Arsais mengangguk paham.
"Kalau begitu kami akan berangkat sekarang, kemungkinan kita akan memerlukan waktu untuk melakukan merger dengan pasukan di Almekia."
Aku menganggukkan kepalaku, dan mereka segera berlalu pergi.
"Team satu akan bersamaku, dan segera berbelok menuju Southgard setelah mencapai Central, kalian harus memutar melewati Balroq Plains, agar pergerakan kalian tidak diketahui musuh."
"Team 3, kalian boleh tetap disini, menunggu sampai kami berangkat, karena kalian akan bermarkas disini saat menyerang Palatian..."
Arvyn mengangguk, aku membalas anggukannya, kemudian berbalik menatap Yue.
"Okay, kita juga sudah siap berangkat sekarang."
Yue tampak tidak mendengarkan perkataanku, dia menoleh kekiri dan kekanan, mencari cari sesuatu.
"Cardinal, apa yang anda cari...?"
"Aku tidak melihat Keith..."
"Keith...?"
"Ya, Keith, Kemana dia...?"
"............."
Aku terdiam, bingung harus menjawabnya dengan apa, dia tampak begitu kebingungan dan mencari Keith kesana kemari.
"Lord Keith berkata dia ada yang harus dilakukan, jadi tidak bisa online untuk beberapa hari kedepan, apa ada hal penting yang dilupakannya?"
"Tidak, tidak ada..."
Yue melirik ke arahku dengan pandangan datar, kemudian tersenyum pada Clive yang membalasnya dengan senyuman yang terlalu manis untuk seorang laki laki.
"....Terimakasih..."
Ujar Yue lagi sambil melirik kembali ke arahku.
"Oke, kalau begitu saya permisi..."
Clive membungkuk dengan sopan, kemudian segera membalik tubuhnya dan pergi meninggalkan kami.
Aku menghela nafasku, jujur, jantungku sempat melompat saat aku harus menjawab pertanyaannya, tapi untung saja Clive berhasil mencari alasan yang bagus, walau aku sendiri ragu kalau Yue menerima alasan itu.
"Kita berangkat sekarang, pasukan, segera bersiap, berbaris di depan gerbang!"
Yue memberikan perintah pada pasukan kami, yang segera mengabur, menyusun ulang dirinya di ujung gerbang Valerie.
Aku mengikat ulang penutup kepalaku sambil memperhatikan pasukan yang berlalu lalang menyusun dirinya dalam sebuah formasi rapat.
"Rex..."
Aku meliriknya, menatapnya datar.
"Kamu masih marah sama aku..."
Bisiknya samar, dia mendekatkan tubuhnya padaku untuk mempermudah berbisik padaku.
Aku mengangkat bahuku, masih belum merubah air wajahku.
"Entahlah, aku tidak memikirkannya..."
Aku pergi beranjak, meninggalkannya untuk menuju gerbang depan.
Semenjak peristiwa Rio menghajar Christ di Rumah Sakit, Ia berkali kali mengirimiku pesan berisi permohonan maaf dan permintaan untuk bertemu.
Aku tetap tidak menggubris pesan darinya, dan tidak mengambil pusing bila setiap hari harus diganggu dengan dentingan sms yang masuk ke hpku, dan semuanya hanya berisi hal yang sama.
Permintaan maaf.
Jujur saja aku masih tidak berniat memaafkannya.
Bukan karena dia salah, tapi karena aku mau menutup hatiku.
Masalah utamanya bukanlah karena dia memukul Christ.
Tapi karena aku memang mau menutup hatiku dan tidak mengijinkan siapapun lagi masuk.
Ya, tapi kejadian tadi malam membuatku harus mempertimbangkan semuanya.
Aku melirik ke arah kedua sarung tangan yang sekarang kukenakan untuk menutupi lambang dua Rune dari Keith yang diberikannya sebelum menghilang.
Benarkah semua yang dikatakan Keith?
Apakah selama ini aku mengurung diriku sendiri?
Harus kuakui, sebenarnya hatiku sendiri berteriak, menjerit memberitahuku, bahwa Rio tidak bersalah apapun, dan memintaku untuk berhenti menggunakan egoku.
Sampai hatiku sendiri mengataiku bodoh
mengatai betapa aku begitu egois dengan pikiran konyolku.
Tapi aku tetap menutup mataku, berusaha tidak memperhatikan semua yang terjadi.
Tapi sekarang aku jadi ragu.
Benarkah dengan melakukan semua ini aku bisa mengobati semua lukaku?
Benarkah aku bisa mengobatinya sendiri? Atau memang sebenarnya luka ini tidak bisa diobati tanpa kehadiran orang lain?
Aku sendiri tidak tahu.
"Rex, tunggu..."
Yue mengamit tanganku, menahan langkahku.
Aku mendengus, membalik tubuhku.
"Apa?"
Rio menatapku tepat ke mataku, memeriksa mataku dengan teliti, dan segera menghela nafas.
"Apa dia tersenyum...?"
Aku mengerutkan keningku.
"Maksudmu?"
"Apa dia pergi dengan tersenyum...?"
Aku langsung mengerti arah pembicaraannya, tapi aku memilih untuk membuat garis aman.
"Siapa yang kau maksud?"
Yue menghela nafasnya, dengan lembut ia menarik kedua sarung tanganku, mempertontonkan dua Rune di tanganku.
"Aku adalah pemilik dari induk kedua rune ini, aku bisa mendeteksi mereka, Keith tak mungkin melepaskan Rune ini, kecuali kalau dia..."
Yue menunduk, menatap dua sarung tanganku, tapi aku yakin kalau dia sekarang sedang termenung.
"Dia tersenyum...."
Wajahnya tampak semakin sedih, tapi ia memaksakan senyuman di wajah tampannya, rambut panjang keperakannya bergerai tertiup angin, membelai pakaian putihnya.
"Jadi benar...? Kau bersamanya di saat terakhir? Apa dia merepotkanmu...?"
Yue menatapku dengan pandangan memelas, tampak jelas kalau dia benar benar merasa kehilangan.
Yue meremas kedua sarung tangan di tangannya dengan kuat, dan menggigit bibir bawahnya, tampak menutupi kesedihannya.
Aku mau tidak mau harus tersenyum, dan aku mengeluarkan senyuman terbaik dari hatiku.
Aku menatapnya dalam senyuman yang baru kali ini aku munculkan, aku membelai rambutnya dengan lembut.
"Tidak, tidak merepotkanku..."
"Dia pasti meminta hal yang menyusahkanmu..."
"Tidak..."
"Terimakasih, seharusnya aku juga ada disitu..."
"Dia sengaja ingin pergi saat kau tidak ada, mungkin tidak mau melihatmu sedih...? Ah..."
Yue mendadak memelukku dengan kuat, membuatku nyaris terangkat ke udara. Dari tubuhku, aku bisa merasakan tubuhnya bergetar hebat.
"Dia sahabat terbaikku di game ini, Dia adalah orang yang seharusnya menjadi High Priest, bukan aku, tapi dia berkata, dengan menjadikanku High Priest, dia bisa melindungiku lebih baik..."
Aku terdiam, membiarkannya melepaskan semua pikirannya, Yue berbicara banyak hal, yang tidak semuanya bisa aku cerna, karena pelukannya membuatku kesulitan menahan diriku sendiri.
Menahan perasaan rindu yang selama ini aku tahan, menahan semua gejolak yang selama ini aku tutupi.
Semua perasaan yang aku simpan di balik tembok tinggi itu, semua perasaan yang membunuh dan menenggelemkan hatiku di dalam tembok pelindungnya, sekarang semuanya mengalir, keluar tanpa bisa kutahan, campuran rasa lemas dan senang.
Aku hanya bisa menyimpulkan satu kalimat.
=Aku masih mencintainya=
Bukan..
=Aku memang mencintainya=
=======================================
Logres Castle, Almekia Distric
Axel's View
"Pasukan Lord Arsais Dataaang!"
"Sluuurp Glek! Aghhh Airr! Aiirr!"
Seorang pelayan langsung datang membawakan sepoci penuh air padaku.
Aku segera menelannya, menepuk tepuk dadaku, dan menatap semangkuk besar mie di hadapanku.
Zepon menatapku dari matanya kelihatan kayak mata ikan.
"Lain kali... Kita... ambil tantangan... lomba makan mie... kalau keadaan........ lagi tenang aja...."
TENG!
Sebuah bel berbunyi.
"LEWAT 30 menit! Lord Axel, anda harus membayar mie nya karena gagal memenuhi syarat!"
Aku mendengus sebal, melirik ke arah dompetku, kemudian melirik Zepon yang melet melet di depanku.
"Ada.... apa...?"
Ujarnya dengan suara mendesah desah merdu khas kadal (dia emang kadal kan?)
"Kamu...."
"Ya...? Lord Axel....?"
"Ada 5000 potch? Dompetku kosong..."
".............. ada..........................."
"Makasiih....."
=======================================
Aku mengelap sisa mie yang melekat di mulutku dengan lengan bajuku, Zepon bergerak (aku ga bisa bilang dia berlari, soalnya dia merayap dilantai) disampingku dengan gerakan secepat kilat.
Kok bisa ya Kevin sudah datang kesini?
Cepet banget?
Padahal aku pikir masih sempat buat ngeladenin tantangan "Makan Mie Jumbo dalam 30 menit dan dapat Blue Gate Rune GRATIS"
Hufh, yang ada aku malah ngutang deh sama Zepon.
Aku melirik Jendral berbentuk Kadal di sampingku, dia terus berjalan(baca:merayap) sambil melet melet ga karuan.
Sesekali dia melirikku dengan pandangan seakan dia mau menelanku.
Ata memang mukanya begitu ya?
Hmm...
Aku berlari sampai ke pintu keluar, menyambut pasukan yang datang.
"Axeeel!"
Ah!
Arsais melambai sambil berteriak kencang dari kejauhan, dia berlari ke arahku, membuatku jadi ikut latah berlari mendatanginya.
"Axel! Aku kangeenn!"
Aku cuma menggeleng melihat kelakuannya.
Padahal baru satu jam yang lalu kami berpisah di sekolah.
Lebay.
Tapi dia pacarku, jadi daripada bilang lebay, mungkin aku harus bilang dia
Romantis
Aww
X3
Aku memeluknya dengan kencang, begitu pula dengan Arsais, aku sampai merasa badanku terangkat ke atas, karena dia memelukku begitu kuat.
"Aku juga kangen, kamu jalan jauh cape?"
"Iya aku cape, tapi capenya langsung ilang liat kamu..."
"Ah masa sih? Kok keselekku ga ilang ya pas liat kamu?"
Arsais melepaskan pelukannya.
"Keselek? Keselek apaan?"
"Eh, umm..."
"Ah, yasudahlah..."
Arsais kembali memelukku, mendekapku di dalam kedua lengannya.
"Kamu sendirian ga kesepian kan...?"
"Enggak, kan masi bisa ngobrol sama kamu..."
"Lebay deh kalian.."
Rover yang ternyata sudah sampai ke tempat kami berceletuk datar, dan dengan sukses berhasil menghancurkan atmosfir bunga bunga yang sudah tercipta di sekitar kami.
Aku memanyunkan bibirku, sambil menatap ke arahnya.
"Ihh, kenapa sih, ikut campur aja deh!"
Marco mendengus dengan sebal, dia menatapku dengan mata tajam.
"Hush jangan gitu, kan Yujii ikut pasukan yang satunya, jadi, AWW!"
Arsais yang sedang berbisik padaku mendadak dipukul dengan kencang menggunakan sebuah tongkat pemukul besar yang dibawa bawa Rover.
Ohh, jadi dua sejoli kepisah ni ceritanya?
Pantes dari tadi keliatan bete banget.
Aku meliriknya dengan pandangan mengejek, yang segera dibalas dengan tatapan membunuh dari Marco.
"Liat apa kamuu?!"
>.<
Hii, Galak!
Aku menggaruk kepalaku, kemudian menatap ke pasukan di belakang kami.
"Waah! Bebeknya ada disini! AH! Om Tante Vampir! Ahh! Om Kadal! Pasukan om juga ikut tuh! Ehh, rombongan ibu ibu PKK itu juga ikutan ya?"
Arsais segera melotot ke arahku, mencegahku berbicara lebih banyak yang mungkin bisa membuat pasukanku merasa terhina.
Aku menutup mulut sambil membuat tanda silang dengan tangan kiriku, kemudian nyengir lebar ke arah Arsais.
Aku menatap pasukanku sekali lagi, dan baru menyadari sesuatu.
"Umm, Bishop Arsais, itu... pasukannya...."
"Yeah..."
Arsais mengangguk jengah, begitu juga dengan Pixel yang tampak kehilangan harapan.
"Pasukan kita kok... Aneh aneh semua, kita bisa menang ga sih...?"
"Entahlah..."
Ujar Arsais lagi dengan wajah pasrah, tanpa mampu mengatakan apapun lagi.
Gawatt
>.<
Masa kami harus menyerang Armenia, dengan sepasukan Bebek, Kadal, Kelelawar, Anjing, dan Ibu ibu PKK?
Dipikir kami mau ngapain ini?
Buka kebun binatang?
Mau Arisan? (arisan lagi)
gimana bisa menang ini...
T_T
Aku kembali menatap Arsais, meminta pertolongan darinya, tapi tampaknya orang yang aku tatap dengan tatapan memelas wajahnya sudah lebih dulu memelas daripada aku.
"Kita pasti bisa menang kok.. Hohoho~!"
Mistress Sierra yang akhirnya sampai di tempat kami berdiri merubah bentuknya menjadi manusia. Dia segera menguap lebar setelah berubah menjadi manusia.
"Aduh, mataharinya terik banget, aku jadi ngantuk. Masih ada waktu kan, aku mau tidur dulu... Dimana peti matiku tadi..."
Ha?
Tante satu ini bawa bawa peti mati kemana mana?
Dan apa maksudnya kena matahari malah ngantuk?
Kalo ntar dia tidurnya kebablasan, kami gimana dong perangnya?
Ntar parade binatangnya ga lengkap.
Eh! Maksudku...
Nanti pasukan kami jadi kekurangan pasukan dong?
Ya, itu maksudku!
XD
"Oh, teriknya mataharinya, ngantuknya..."
Tante tante berpakaian serba putih dan ungu ini tampaknya tak menggubris tatapan jengah kami, mendadak dia dan para pasukannya sudah mengeluarkan ratusan peti mati, dan menjajarkannya di area dalam Logres.
Orang orang yang ada di dalam segera berlari, menghindari area yang tadinya taman, tapi kalau sekarang lebih cocok dibilang jadi pemakaman kagetan ini.
"Dan mereka tidur..."
Ujar Arsais masih melongo dengan pandangan tidak percaya.
"Ya sudahlah, lagipula mereka kan masih bisa tidur sekitar 3 jam sampai waktu perang dimulai, biarkan saja..."
Pixel tertawa tawa riang menatap ratusan peti mati berwarna hitam mengkilap yang tersusun rapi di sisi jalan masuk menuju istana.
"Jadinya kastilku kayak kastil hantu ya kalo gini."
Dan bisa bisanya dia melucu di saat saat begini!
Kayaknya dari kelima Bishop, ga ada yang waras deh.
Eh, ada satu.
Kevinkuuu(w)
Walau masih agak waras Greg sedikit.
Tapi Greg kan pendiem...
Kayak tembok.
Jadi lebih waras Kevinku(w) deh...
"Baiklah, kalau begitu, kita bisa beristirahat dulu sejenak, nanti dua jam lagi kita mulai Assembly pasukan kita..."
Lady Kanna yang sedaritadi cuma terdiam sambil tak bergenti geleng geleng kayak saykoji karena liat kelakuan orang orang aneh ini (Aku ama Kevin ga termasuk ya) akhirnya angkat bicara, dan tampaknya semua orang akhirnya setuju dengan keputusan satu satunya orang waras disini.
Aku, Kanna, Arsais, Pixel akhirnya memutuskan untuk naik ke balkon di lantai atas Logres, untuk membicarakan formasi dan strategi, sedangkan Lord Zepon kembali ke benteng perbatasan, karena sebenarnya dia tadi datang ke Logres cuma untuk beristirahat, tapi aku bersikeras (Sebenarnya memelas) untuk mengajaknya menemaniku mngikuti tantangan "Makan Mie Jumbo dalam 30 menit dan dapat Blue Gate Rune GRATIS" itu.
***
"Kalian mendengar sesuatu...?"
Pixel mendadak mengangkat tangannya, menahan Marco yang sedang menjelaskan tentang formasi garis depan "Capit naga bulan biru" yang barusaja dibacanya dari novel yang ditemukannya entah di peti harta karun mana.
Semua orang terhening, memasang telinga.
"Sayup, ya aku mendengar... Suara ini, Lolongan serigala?"
Aku mengangkat bahu, masih tidak mendengar yang barusaja dijelaskan Pixel.
Aku menutup mataku, semakin memicingkan telingaku.
Ya.
Aku mendengar samar suara serigala, bukan seekor, tapi dua.
Dua ekor serigala, melolong bersahutan.
Serigala mana ya?
Kok jam segini baru melolong...?
Apa kesiangan bangun ya?
Mendadak keadaan menjadi sangat sepi, seiring dengan semakin mengerasnya suara itu, semua orang yang sedang ramai di bawah menghentikan kegiatannya, mereka semua kayaknya juga mendengar lolongan itu.
Semakin lama lolongan itu terdengar semakin keras dan jelas.
"Suara apa itu...?"
Tak lama kemudian, lolongan itu menunjukkan bentuknya, menjawab pertanyaan Marco.
Langit di daerah central mendadak menghitam, dan dikelilingi oleh awan yang membentuk pusaran.
Sebuah pilar asap berwarna perak membumbung tinggi ke arah awan.
Bukan
Bukan awan.
Sosok itu membelah, menampilkan dua buah kepala yang samar terlihat di kejauhan
Dua kepala serigala.
"Itu, The Beast Rune? Kenapa besar sekali..."
Pixel menatap di kejauhan.
"Besar?"
"Yeah..."
Pixel mengangguk.
"Kami kelima bishop dulu pernah menyegelnya, dan seingatku, dulu dia jauh lebih kecil... Ini, seperti, lima, tidak, sepuluh kali lebih besar..."
Pixel mengerutkan keningnya, semua pasukan di bawah pun terdiam, terkesima dalam ketakutan.
"Tampaknya Rex dan kawan kawan akan mendapat masalah besar. Benar benar besar....."
Arsais masih melihat ke kejauhan dengan wajah ngeri bercampur takjub.
Aku setuju.
Benda sebesar itu, ga mungkin bisa dihadapi dengan mudah!
#tepar
bang apa lagi tuh eightfold rune? waktu aku cari di wiki kayaknya gak nemuin yang satu ini deh. #mungkin terlewat.
btw, aku suka banget ama deskripsi situasi warnya bang kerasa banget, tapi kalau bisa sih lebih dilamain (karena emang aku paling sukanya yang war, hehehe). apalagi waktu ngalahin joshuanya, terlalu simple tiba2 tranformasi greg dan arvin udah ngalahin joshua gitu aja (gak sesengit saat ngadepin yubel), jadi mungkin misal kalau war yang gak nglibatin perasaan terlalu dalam pake silver's view aja bang, biar semua situasi war dapat dijelasin. kalau sebelumnya hanya pake yue's view cuma dapet feel waktu ngadepin yubel. tapi itu sebenernya juga udah oke banget.
udah bisa bayangin secara nyata. tapi yang paling kusuka tetep saat scene cardinal vs arsais lama. masih kebayang2 sampai sekarang.
@idhe_sama kenapa?
belum tau.brp part
@totalfreak ehh?
tumben priki pertamax!
#lirik @yuzz @masdabudd
mnurutmu gmn karakter Christ?
ahahaha mulai sebal sama rio?
pilih yg mana?
war Arsais sama Yue yg mana?
final scene perang pertahanan.Valerie ya?
oke aku.coba baca ulang disitu.
wkakakak
secara.
manusia ama naga
ngadepin 2 transformasi rune.
err
eightfold itu hachifusa.
war yg barusan itu emang buat pengantar
soalnya mau mulai mainin perasaan buat bawa cerita
>_<
dan jujur saja membagi.keduanya susaaahh
T T
but I'll try my best for the next time!
#ciumpipi
#lirik @idhe_sama
cuma pipi ya omm
ah
oia
btw idhe murung udh.brapa hari
maybe bang priki bisa bikin.heppy.lg
ahahaha.. kennykuuw..... #pelukkenny
mandi mandi mandi... >.<
muarrr chheeee.....
#gubrak
"Cardinal, mereka!"
"Aku melihatnya, aku tahu...."
Aku berbisik pada seorang Captain yang dengan panik menunjuk ke arah bayangan keperakan yang melolong membelah kesunyian perjalanan kami.
"Tenangkan pasukan, kita tetap pada rencana awal kita..."
Rex berbisik padaku, aku segera mengangguk, kemudian membalik tubuhku.
"Hanya The Beast Rune, kami pasti bisa menanganinya, lagipula Rune itu adalah Rune liar, besar kemungkinannya dia akan menyerang pasukan Harmonia juga!"
Semua orang menatapku dengan ragu, tampaknya aku gagal meyakinkan mereka.
"Apa yang kalian takutkan? Itu hanya serigala raksasa! Kami pernah menyegelnya sekali, dan saat ini, kita mencetak sejarah itu sekali lagi!"
Rex berteriak sambil mengangkat sabitnya, memunculkan bayangan dewa kematian raksasa di atas tubuhnya.
Orang orang tampak melihatnya dengan takjub, mengalihkan kegugupan mereka menjadi kekaguman.
Aku hanya bisa tersenyum melihatnya.
Sungguh hal yang sampai sekarang bisa membuatku kagum.
Dia bisa begitu mudah menarik perhatian orang, dan auranya, walaupun dia begitu dingin dan terlihat jutek, tapi auranya selalu menarik orang orang untuk berada di dekatnya.
Dia mampu menjadi seorang pemimpin, dan memiliki kualifikasi sebagai seorang pemimpin.
Aku mengangkat tanganku, begitu juga dengan Lazlo, dan segera, Beginning dan Punishment Rune menampilkan wujudnya di atas pasukan.
Penampakan ketiga rune ini tampaknya membuat semangat pasukan kami kembali meningkat.
"Serigala sial itu tidak akan ada apa apanya dibandingkan kita!"
Rex meraung keras, disambut dengan sorakan dari pasukan kami.
"Tunggu apa lagi? Maju! Kita ambil alih L'Entracte!"
Pasukan kami kembali bersorak, Rex mendahului kami, berjalan melewati Gerbang Valerie menuju L'Entracte, kota pertama yang akan menjadi Checkpoint kami di Central District.
"Rex, kamu benar benar mampu menahan The Beast Rune?"
Aku berbisik padanya dari depan pasukan agar pasukan kami tidak mendengarnya.
Rex menaikkan bahunya, sambil terus berjalan dan menatap lurus ke depan.
"Entah, tapi aku punya rencana..."
Sudah kuduga, dia hanya mencoba meyakinkan pasukan kami.
Tapi
Dia punya rencana?
Rencana apa?
"Rencana apa?"
"Bila hanya kita, mungkin tidak akan bisa menahan The Beast Rune. Tapi, kalau ada kelima Bishop, dan semua alliansi kita, serigala besar itu hanya akan seperti anak anjing di hadapan kita."
"Maksudmu?"
Rex hanya melirik ke arahku, dan menaruh telunjuk di bibirnya.
"Aku dan Kanna berpisah bukan tidak ada maksud, Cardinal. PASUKAN GREG! SESUAI RENCANA AWAL KITA! BERTOLAK KE SOUTHGARD SEKARANG!"
Greg segera mengangguk.
"Thunder! Empower our feet, make it move as fast as lightning! Speed of Spark!
Greg membacakan mantra Runenya, kemudian mengangkat pedangnya.
"PASUKANKU MAJU! BERLARI SECEPAT YANG KALIAN BISA! WAKTU KITA TERBATAS! SIAPAPUN YANG TERLAMBAT SAMPAI AKAN KUBUNUH!"
"WOOO!"
Dengan kecepatan kilat satu barisan kami segera berpisah, berbelok, dan menghilang dari hadapan kami.
".........."
"Rex, apa tadi yang dibilang Greg?"
"Yang terlambat dibunuh...."
"....... ternyata bukan salah telingaku..."
Aku menggeleng heran, masih menatap gumpalan debu membumbung yang tercipta karena gerakan kaki pasukan Greg.
"Kita maju! Ke L'Entracte! Bersiap! Formasi Mangkuk! Kita kelilingi kotanya! Bunuh semua penjaga!"
Aku berteriak lantang memberikan aba aba, dalam sekejap pasukan yang tadinya berbaris rata segera melengkung, membentuk mangkuk yang melingkupi kami.
"Bersiap! Mereka menyadari kedatangan kita!"
Sepasukan tentara NPC (Non-Playing Character) Yang memang ada di setiap kota untuk menjaga kota secara otomatis menyadari kedatangan kami, mereka segera berkumpul. Aku menghitung jumlah mereka.
"Tidak lebih dari 1000 orang, Rex..."
"Ya, tentu, karena hanya kota kecil. Kita juga hanya akan menjadikannya CheckPoint..."
Rex melepaskan sarung tangannya, menampilkan dua rune yang sangat aku kenal.
Sword dan Shield.
"Hindari kontak Fisik! Mereka hanya komputer! Anggap saja monster! Jangan ladeni dengan taktik! Habisi semuanya!"
Rex berteriak, kemudian segera melesat maju, memenggal semua orang yang ada di jalurnya.
"Dia sudah menghayati perannya sebagai dewa kematian ya?"
Lazlo mengokang pistolnya, ikut melesat maju.
"Tolong kalian jangan mencontoh mereka, dahulukan keselamatan! Bishops, tolong cast protection sebelum maju..."
Para lelaki berpakaian kuning gading itu mengangguk, dan dalam sekejap puluhan malaikat bersayap enam muncul di atas kami.
"Oke, silahkan maju! Selamat bersenang senang! Aku akan menyerang dengan Rune..."
Aku berdiri di tengah kelebatan pasukan yang bergerak maju, menghabisi para penjaga L'Entracte
Kuangkat tangan kiriku, kuputuskan untuk menggunakan rune biasa karena mantra true rune akan memakan banyak waktu, dan kombinasi Rex dan Lazlo yang mengamuk pasti akan menghabisi pasukan ini dalam waktu kurang dari setengah jam.
"Rage Rune! Dancing Flames!"
Puluhan Naga api bermunculan dari lantai tempatku berpijak, membuat wajahku memanas karena mereka bergerak melewati wajahku, dan maju menerjang mengikuti pasukanku.
Naga itu berkumpul dan berputar, memunculkan tiang tiang api di berbagai tempat dan membakar habis para penjaga.
"Fhew..."
Lazlo mengangkat kedua tangannya, membukanya lebar.
"Bukan cuma kamu yang bisa pakai rune biasa, aku juga..."
"Sejak kapan kamu di sebelahku?"
Anak itu tampaknya tak memperdulikan, ia segera menunjuk dengan kedua tangannya.
"Mother Earth! Cyclone Rune! Gaia's Gale!"
Aku memicingkan mataku, angin yang tadinya terasa begitu tenang segera mengamuk, membawa serta bongkahan bongkahan batu raksasa, menghantam penjaga yang sudah hampir habis dibantai.
"Hufh!"
Lazlo mengangkat dagunya dengan bangga sambil melirik padaku.
Aku menghela nafas dan mengangkat bahuku.
Whatever
Aku menarik busurku dari belakang tubuhku, dan kutarik sebuah anak panah dari selongsongnya.
Aku tersenyum saat melihat anak panah itu.
Anak panah yang diberikan Rex saat dia masih menjadi Arsais.
Aku segera berkonsentrasi, menarik busurku, memanah satu satunya prajurit musuh yang tesisa.
"SELESAI! L'Entracte MILIK KITA!"
Seseorang terdengar berteriak lantang, diikuti dengan sorakan semua orang yang berdiri di sini.
Aku menurunkan panahku, menatap ke sekeliling.
Belum, perjalanan kami masih jauh...
"Berikutnya! Habisi La Petit Huis!"
Rex berteriak lantang.
Dia mengangkat sabitnya dengan yakin, kemudian berlari cepat memimpin pasukannya, menyeberangi L'Entracte, menuju La Petit Huis, sebuah desa kecil yang entah kenapa menarik perhatian Rex sebagai Check Point baginya.
***
Arsais's View
"L'Entracte dan La Petit Huis sudah diambil alih, pasukan Cardinal dan Lord Rex sekarang sedang menyerang pos terakhir di Parissiene."
Seorang penjaga berpakaian biru membungkuk dan melapor pada kami di ruang utama Logres.
Kanna mengangguk paham, dan segera berdiri.
"Sesuai dengan jadwal, sekarang ayo kita bersiap. Panggil Lord Zepon , Kita akan bersiap menyerang."
"Segera, Nyonya..."
Penjaga itu membungkuk paham dan berlari meninggalkan kami.
"Ah! Mau jemput om Kadal ya? Aku ikut! Aku ikut! Ya? Tante Lady Kanna, aku boleh ikut ya? Boleh kan?"
Axel mendadak menjadi bersemangat dan segera merengek pada Lady Kanna.
Kanna hanya tertawa, kemudian mengangguk ke arah Axel sambil tersenyum.
"Yes! Aku pergi dulu! Om Penjaga! Tunggu aku!"
Kanna kembali tertawa melihat tingkah Axel, dan terus melihat tubuh Axel yang berlari menjauh dari kami.
"Anak itu benar benar lucu! Aku jadi ingat temannya anakku!"
Kanna bermonolog, tak perduli ada yang mau mendengarnya atau tidak.
Aku mengerutkan keningku, sedaritadi ada hal aneh yang ingin kutanyakan, tapi terus tertahan karena Axel mendadak merengek untuk bisa menjemput Zepon.
"Lady Kanna!"
Kanna tersentak, menoleh ke arahku.
"Ya Bishop Arsais?"
"Aku ingin berta-"
"AH! UNTUNG INGAT!"
Aku kembali terkejut saat Axel mendadak muncul dan berteriak lantang, membuat suaranya bergaung di ruangan besar ini.
"Astaga Axel! Jangan membuatku kaget! Ada apa?"
Axel mendekatiku, kemudian berjinjit berbisik padaku.
"Kevin, ada 5000 potch ga? Pinjam, tadi aku minjem uang ama Zepon..."
"??????????????"
Aku menatapnya tidak percaya.
"Kapan kamu utang? Untuk apa memangnya?"
"Mie..."
"...................."
Mie?
Utang untuk beli mie?
Aku kehabisan kata kata untuk menjelaskan isi hatiku saat ini.
Aku hanya menghela nafas, membuka dompetku dan memberikan 5000 potch padanya.
"Okay, Thanks uangnya! Yes bayar utang ama om Kadal! Hei! Om penjaga! Kok aku ditinggal! Tunggu! Ahhh, kemana dia!"
Axel terus berteriak sepanjang larinya, membuat Kanna harus memegangi perutnya dan menaruh kepalanya di meja karena menahan tawa luarbiasa.
"Aduh, anak itu! Aduh...."
Aku kembali mengernyit, mencoba mengingat ingat yang ingin aku katakan.
"Nah, Lord Arsais, tadi anda ingin bicara apa?"
Kanna menatapku dan bertanya.
Aku berpikir sejenak, Kanna terus duduk diam menungguku mengajukan kata kataku.
"Kenapa memanggil Lord Zepon yang ada di perbatasan Armenia? Bukankah kita akan bertemu dia disana? Seharusnya kita memanggil Viktor yang ada di perbatasan Central."
Aku bertanya dengan bingung. Akhirnya aku bisa kembali ingat apa yang ingin kukatakan.
Axel memang luarbiasa, teriakannya tadi tampaknya membuat separuh isi otakku merembes keluar.
Ngomong ngomong.
Betul kan pertanyaanku?
Kami akan menyerang Armenia, tentu saja kami akan melewati dinding perbatasan Armenia kan? Kalau begitu kenapa kami harus memanggil Zepon yang jelas jelas menjaga perbatasan Armenia? Bukankah lebih baik memanggil Viktor, karena nanti juga akan bertemu Zepon di perbatasan kan?
Kanna menatapku dan tersenyum.
"Siapa bilang kita akan ke perbatasan Armenia? Kita akan ke Central!"
"Apa maksudmu? Ini bertentangan dengan perintah Rex!"
Pixel mengerutkan keningnya, tampak tak percaya dengan yang didengarnya.
Kanna hanya tersenyum menaikkan tangannya, mencegah kami mengajukan pertanyaan lagi, kemudian dia berdehem pelan.
"Lord Rex yang merencanakan semua ini...."
Aku dan Pixel berpandangan dengan tak percaya.
"Lord Rex? Dia merencanakan semua ini?"
Aku menatap tak percaya pada Kanna yang hanya mengangguk.
"Tampaknya semua berjalan sesuai dengan rencananya. Wyatt, Greg, Pixel dan Arvyn tampaknya sudah bergerak sesuai rencana."
Kanna merapikan beberapa helai rambut merahnya yang tertiup angin, kemudian berdiri, dan bergerak ke arah jendela di pojok ruangan.
Apa yang ingin di lakukannya?
Kanna melirik ke arah taman belakang, kemudian memberikan isyarat padaku agar aku mendatanginya.
Aku berjalan, masih dengan wajah bingung, Pixel mengikutiku di belakang, tampak sama bingungnya denganku.
"Kamu tahu? Terkadang, rencana rencana kotor adalah hal yang biasa di dalam perang, itu adalah seni, tapi, mereka yang bisa membaca dan mengendalikannya, adalah seniman yang sesungguhnya..."
Ujar Kanna sambil menunjuk ke arah taman, aku terpana memandang pemandangan di depanku.
Sierra yang tadinya tidur sekarang bangun bersama pasukannya, dan saat ini sedang menampilkan taringnya, menghabisi tenda tempat para pasukan Jowston yang berkumpul di satu tempat.
Sierra dan para Vampir anak buahnya mengamuk sejadi jadinya, membunuh pasukan Jowston yang tampak tak siap dengan apa yang sedang terjadi. Beberapa dari mereka baru mengambil pedangnya saat mendadak diterjang, diterkam dan dihisap habis darahnya.
Teriakan ketakutan dan cicitan penuh kesenangan tampak menghiasi adegan pembantaian di depan kami.
Aku melongo, memandangi perkemahan yang luluh lantah, Sieera mendadak melemparkan sabit cahayanya, memenggal kepala seorang prajurit yang baru akan melarikan diri keluar dari kemah.
Aku merinding memandangi adegan ini.
Apa mereka gila?
"Apa... Apa yang sedang terjadi sekarang?!"
Aku menoleh, Pixel nampak sama ngerinya denganku, hanya bisa memandang dengan ngeri
"Hmm, tampaknya sudah selesai, ayo kita turun, kita harus segera menuju Central sekarang, pasukan Harmonia pasti sudah memenuhi Distric samping, benar? Hohohoho"
Kanna tampaknya tidak memperdulikan kebingungan kami, Ia tertawa renyah, seraya pergi keluar dari pintu ruang utama.
"T..Tunggu, kenapa hanya kami yang tidak tahu apa apa?!"
Aku dan Pixel berteriak nyaris bersamaan.
Ah?
Kami berpandangan, saling bertanya dalam hati.
Apa yang sebenarnya terjadi disini?
***
Rex's View
"Apa lagi yang kita tunggu, Rex?"
Yue menatapku yang sedang duduk santai dengan bingung, begitu juga dengan pasukanku yang tampak tak percaya dengan kelakuanku.
Aku merapikan posisi dudukku, kemudian menatap pada mereka.
"Beristirahat, apa lagi? Duduklah kalian, kalian juga perlu istirahat, bukan?"
Yue menggeleng tak percaya, dia menatapku tajam.
"Istirahat? Parrissiene sudah kita dapatkan, menurut jadwal kita sudah harus sampai ke Central dan memulai agresi berantai kita di seluruh distric sekarang!"
Aku menatapnya datar
Yue tampak semakin tidak sabar dan maju mendekatiku.
"Apa yang sebenarnya kau tunggu?"
Sergahnya lagi, terus menatapku, dengan harapan aku akan segera menjawab pertanyaannya.
Aku berdiri dengan malas, membalas tatapannya dengan pandangan datar.
"Tunggu, aku masih menunggu..."
"Apa? Apa yang kau tunggu? Apa rencanamu...?"
Tak lama kemudian, suara derapan kaki secepat kilat terdengar mendekat, aku hanya melirik, dan kembali menatap Yue.
Dia tampak mencari cari dengan kebingungan, matanya membelalak saat melihat serombongan orang muncul dan datang mendekat ke arah Parrissiene.
"Apa itu? Siapa mereka?"
Yue dengan panik mencoba memuicingkan matanya, mengenali siapa yang sedang mendatangi kami.
"Orang yang kita tunggu datang..."
Ujarku sambil menepuk pakaianku untuk menghilankan tanag yang menempel. Aku berjalan keluar dari gerbang Parissienne meninggalkan mereka, kota terbesar kedua di Central, sekaligus checkpoint terakhir kami sebelum mencapai Central.
"Kalian sedikit terlambat...."
Ujarku, saat mereka memperlambat langkah mereka beberapa meter dari tempatku berdiri.
"Hei! Orang biasa menghabiskan 2 sampai 3 hari untuk berlari memutari Central! Dan kau bilang kami yang melakukannya dalam 3 jam terlambat?!"
Orang berambut kuning yang kuajak biacara melengos dengan sebal, sementara di sebelahnya seorang lelaki berpakaian cokelat dengan penutup mata hitam hanya berdiam sambil mengatur nafasnya. Sekerumunan orang yang ada di belakang mereka juga tampak kebingungan sambil terus merapikan nafasnya, berkali kali mereka menatap dengan bingung, tapi tak seorangpun bertanya.
"A...Apa ini?!"
Yue dan pasukanku yang baru saja keluar mengikutiku terbelalak, lagi lagi mereka harus terkejut.
Ia melotot lebar melihat kerumunan orang itu, hingga matanya tampak seperti akan keluar dari lobangnya.
"Apa... bagaimana bisa kalian ada disini, harusnya kalian ga ada disini!"
Yue bertanya dengan membentak pada mereka, karena masih bingung dengan yang sedang terjadi.
"Ini semua sesuai perintah Lord Rex..."
Lelaki berpenutup mata hitam itu menunjuk ke arahku, otomatis membuat mata Yue berkilat ke arahku.
"Rex! Ada apa ini?!"
Yue bertanya dengan tidak sabar, aku hanya membalas tatapannya dengan wajah datar.
"Benar! Ada apa ini? Jelaskan padaku!"
Seorang lagi dengan wajah panik keluar dari kerumunan dan berdiri di depanku, tampak bingung dengan apa yang sedang terjadi.
Aku menyeringai saat pandanganku bertemu dengan sosoknya, sesekali aku melirik ke arah Wyatt dan Greg yang hanya menatap dalam diam.
"Nah, pemain utama kita, sudah muncul...."
Aku menatap ke arahnya, dia membalasku dengan wajah kusut, kebingungan dan ketakutan terlukis di wajahnya.
Aku memutar kepalaku, saat sebuah pasukan lagi muncul dari arah utara.
"Arvyn?! Kalian ada disini?! Kenapa bisa?"
Yue melongo, saat pasukan Arvyn mendadak muncul di belakang kami.
Arvyn hanya mengangguk saat aku mengangguk ke arahnya, wajahnya tampak santai, datar tanpa ekspresi.
"Arsais? Lady Kanna? Pixel?"
Yue kembali ternganga saat pasukan Arsais muncul dari arah lain, menuju ke arah kami.
Arsais dan Pixel tampak sama bingungnya dengan Yue, karena mereka mendadak harus ditarik kemari.
Orang yang ada di hadapanku ternganga menatap ke sekelilingnya, tampak masih belum sepenuhnya menguasai keadaan.
"Terkejut?"
Aku menatapnya dengan seringai lebar.
"Apa.. kenapa semua ada disini...?"
Dia bertanya dalam kebingungan, ketakutan mulai melingkupinya.
"Aku mau bersih bersih..."
Ujarku, kemudian membalik tubuhku, meninggalkan wajahnya yang masih tampak bingung. Aku menutup mata, mengangkat tanganku.
"Silahkan kalian mulai bersih bersihnya..."
"HABISI SEMUANYA!"
Aku mendengar Kanna berteriak memberikan aba abanya, pasukan kami segera bergemuruh, teriakan kebingungan dan kepanikan memenuhi pasukanku.
Aku hanya menyeringai.
Semua sesuai rencanaku.
=======================================
@Just_PJ @adhiyasa
@princeofblacksoshi @littlebro
@danielsastrawidjaya
@hwankyung69
@ularuskasurius @rulli arto
@congcong @Dhika_smg
@prince17cm
@rarasipau @catalysto1 @fian_pkl
@marvinglory @chachan
@idhe_sama @totalfreak
@rarasipau @bb3117
@sigantengbeud
@adywijaya @adinu @dewaa91
@nero_dante1 @003xing
@reyputra @masdabudd
@FeRry_siX @seventama
DIAPDETT