It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@abadi_abdy maksudnyaaaa?
Chapter 2-2
“Sebenarnya buku ini adalah buku kutukan. Barang siapa yang sudah melihatnya walau cuma sekali saja harus melakukan apa saja yang ada di buku ini. Kalian berempat pasti sudah melihat buku ini. Jadi sebenarnya kalian harus melakukan apa saja yang yang ada pada buku ini.” Kami berempat hanya terdiam dan terus memandang Fee yang bercerita dengan ekspresi serius.
“Jika kami semua harus melakukan apa saja yang ada pada buku, kenapa justru kami tak boleh melihat buku itu lagi?” aku semakin penasaran tentang buku itu. Jangan bilang bukunya sama sperti buku pada serial manga death note. Atau semacam buku sihir harry potter yang bias bergerak dan liar.
“Dalam tempo tiga puluh lima hari sebenarnya masa dimana kutukan buku ini masih labil. Jadi jika selama tiga puluh lima hari ini aku dengan kalian setidknya nyawa kalian akan bisa terselamatkan.” Fee mengeluarkan buku tebal itu dari kantong tasnya.
Jadi buku itu adalah buku kutukan. Jadi sebenarnya kami berempat terkena kutukan tidak jelas. Padahal aku hanya berniat untuk member pelajaran tambahan apa muridku. Tetapi kenapa justru sekarang mendapat kutukan. Menyedihkannya lagi itu berbahaya buat nyawa kami.
Kan ini adalah zama modern. Internet sudah masuk kampung. Bagaimana mugkin kejadian seperti ini masih eksis di dunia ini. Lalu kenapa memilih sekolahku untuk jadi tempat kutukannya. Kenapa tidak sekolah lain, atau tempat mistis lain. Paling tidak jika kejadian ini pada sekolah dampaknya akan lebih besar. Lambat laun tak hanya aku dan tiga muridku. Pasti yang lain juga akan kena getahnya.
“Jadi kami semua sudah mendapat kutukan?”
Fee mengangguk pelan.
“Asal pada tubuh kaliam belum ada tanda kutukan maka kalian akan aman selamanya tanpa melakukan apapun. Cukup bersabar hingga waktunya tiba. Maka semua akan selesai. Namun jika sudah ada tanda pada tubuh kalian terpaksa kutukan akan tetap berlaku.” Fee terbang lagi melayang-layang di dalam kelas.
“Makudmu tanda seperti ini?” Fee mengangguk saat aku tunjukkan tanda pada tubuhku yang berupa bercak putih pada kulit.
“Kalian harus menemukan rival kalian agar kutukan ini bisa dihapuskan.”
Tunggu, jangan bilang jika kami harus bertarung agar lolos dari kutukan. Ini benar-benar tak masuk diakal. Aku tak akan percaya dengan kutukan atau apapun namanya. Ini tak manusiawi. Aku tidak melakukan apapun, mendadak secara tiba-tiba mendapat kutukan. Bukankan ini menyalahi HAM. Kita mendapat hukuman atas apa yang tidak kita lakukan.
“Dalam tempo sebulan kalian harus menemukan rival kalian. Petunjuknya ada pada buku ini. Nanti kalian boleh melihatnya.”
“Tahu begitu kenapa tidak sejak kemarin-kemarin kau tidak memberi tahu kami Fee? Kita nyaris mati mendadak dua minggu lagi jika kau cuma terbang dan hingga dipohon jika setiap aku tanya cuma membisu.” Fee menghela nafas panjang.
“Menemukan rival jauh lebih sulit ketimbang kalian akan mati mendadak.”
What? Jadi Fee memang sengaja agar kita semua mati mendapat kutukan daripada terus melanjutkan hidup dalam kedamaian ini. Aku belum pernah woo-hoo! sama orang apalagi ciuman, tapi mendadak disuruh mati. Oh tidak bisa! Aku akan mencincang Fee terlebih dahulu sebelu nyawaku melayang.
Semua mendengus lemas.
“Jadi kita bakalan mati ya pak?” Mira sudah mulai sesegukan. “Aku belum pernah pacaran pak, masa sudah mau mati?” Aku sendiri bingung harus melakukan apa lagi. Aku sekarang hanya ingin memukuli Fee saja.
“Lalu apa yang harus kami lakukan dengan rival kami itu?”
“Kalian harus mengambil nafas mereka?” Fee lagi-lagi terbang bebas ke atas kami. Setiap dia kebingungan pasti akan berputar tidak jelas di atas sana.
Mengambil nafas? Apa maksudnya adalah dengan membunuhnya? Jadi kami berempat harus membunuh orang? Bisa masuk penjara kita nanti. Ini sangat menggelikan. Agar terbebas dari kutukan maka kami harus mengambil nafas rival kami. Bagaimana cara mengambil nafas selain membunuh mereka?
Aku tidak bisa menerima ini semua.
“Apa kita harus membunuh mereka semua Fee?” Deva menarik kaki Fee hingga dia kembali duduk disekitar kami.
“Aku juga tidak tahu, yang jelas jika kalian membaca halaman pertama buku itu, petunjuknya cuma agar alian bisa mengambil nafas rival kalian. Entah bagaimana cara dan tekniknya aku tidak tahu.”
Yashin yang nampak frustasi cuma bias membolak-balik buku aneh yang sudah ada pada meja. Ia berusaha mencari sesuatu pada buku. Mungkin dia mencari petunjuk lain. Aku tahu Yashin orangnya agak penakut, apalagi dengan darah. Tangannya terluka saja dia bisa berteriak tidak jelas.
“Jadi harus membunuh nyawa jika harus menukar dengan nyawa. Kenapa jadi seperti ada pada cerita misteri seperti ini. Benarkah semua ini kenyataan. Apa Cuma mimpi saja?” Deva mencubit tangannya sendiri, belum puas dia menampar mukanya sendiri hingga merona merah.
“Lalu kenapa harus kami Fee? Kenapa kami berempat yang harus mendapat kutukan? Kenapa buku sialan itu harus muncul dan membuat kami sengsara. Kenapa harus kami semua? Sangat tidak adil rasanya jika dipikirkan.” Aku mulai bingung dan tak tahu lagi harus berbuat apa. Apa aku harus pasrah dan mati atau aku harus mematikan orang?
“Entahlah aku jadi malas membahas ini semua. Aku pulang saja!” Mira yang tak lagi menangis segera keluar dari ruangan.
Diikuti Yashin dan Deva kemudian.
Aku sendiri masih duduk dan terus berpikir mengenai kejadian mendadak yang tak adil ini. Aku harus mencari celah bagaimana cara agar kutukan setan ini hilang. Paling tidak mengatur waktu agar lebih panjang lagi hingga semua dapat diselesaikan dengan jelas.
Buku kutukan ini terus aku bolak-balik. Namun tak juga mendapatkan cara agar bias membaca tulisannya. Sejak halaman pertama, buku ini ditulis menggunakan aksara yang bisa saja tidak berasal dari masa sekarang. Bukan aksara jawa, aksara jepang atau bahkan aksara yunani. Bahkan ini lebih rumit dari aksara devanagari yang mirip cacing itu. Jika ini berupa kode, maka bagaimana cara membacanya?
“Jika kita semua berhasil menemukan rival dan mengambil nafas mereka, apa yang akan terjadi?” mataku masih konsentrasi dengan buku aneh ini. Tak adakah kamus bahasa aneh untuk ini?
“Aku akan mati.”
“Lalu jika misal. Ini misal lo ya, kita semua mati apa yang akan terjadi denganmu?”
“Mati juga.”
Baiklah, sepertinya aku tidak akan memikirkan nasib dari Fee. Apapun yang terjadi toh dia akan mati. Aku juga akan mati. Tapi apa tidak akan aneh jika ada empat warga sekolah mati dalam waktu yang bersamaan. Juga keempat orang itu sering melakukan aktivitas bersama.
“Tak adakah cara lain agar semuanya tetap hidup?”
“Sebenarnya mengambil nafas itu adalah fase pertama dari pelepasan kutukan. Ada banyak fase selanjutnya yang harus kalian lakukan. Aku bisa hidup jika sayapku rusak.”
“Sini aku potong!”
“Jangan!”
“Kenapa tidak boleh?”
“Intinya adalah kalian harus menemukan rival kalian semua. Baru setelah kalian berhasil mengambil nafas mereka maka akan aku beri petunjuk selanjutnya. Pokoknya kalian jangan takut. Aku akan selalu melindungi kalian. Asal kalian mau percaya denganku.”
Aku mengangguk.
***
Aku dan ketiga muridku berkumpul pada sabtu sore di kamar kos. Kita semua sengaja berkumpul untuk membahas kelanjutan nasib hidup kami semua. Fee hari ini akan menjelakan bagaimana teknis mengetahui rival kita masing-masing. Itu dulu yang kita pikirkan. Aku dan semua muridku sudah berjanji tidak akan memikirkan bagaimana cara mengambil nafas dari rival. Dan yang paling terpenting adalah jangan sampai kita semua membunuhnya.
“Fee, cepat jelaskan bagaimana cara kita dapat menemukan rival kita berdasarka buku itu. Kau jangan berbelit-belit lagi. Ini masalah hidup dan mati kami.” Kali ini aku benar-benar sudah kesal dengan tingkah Fee. Walaupun nantinya dia juga akan mati, atau jika dia nekat memotong sayapnya dia akan tetap hidup. Tetap kita semua yang dirugikan, setidaknya jika sekarangpun dia memotong sayapnya kita masih mendapat kutukan dan dia menjadi manusia. Nice!, makluk bersayap capung ini adalah bencana.
“Baiklah teman-temanku yang terhormat!”
“Tidak usah pakai bahasa formal Fee!” aku memekik ingin segera memukul perutnya agar bias cepat bicara.
“Ok santai Bro!” dia senyum-senyum dan terus berputar di atas kami.
Aku ambil semprotan air dan membidik matanya dengan itu. “Turun tidak kau makhluk aneh!” dia memicing dan akhirnya mau turun.
“Secara tidak langsung saat buku ini mulai tertulisi dengan cairan merah itu. Energi yang tersipan dalam buku keluar. Bisa berupa cahaya dan partikel lain yang akan mencari tubuh yang cocok. Nah, energi itu sebenarnya adalah kekuatan kalian. Cuma kalian harus bisa menghidupkannya.”
“Maksudmu cahaya yang menerjang kami itu?” Fee mengannguk.
“Dipercaya ataupun tidak, pada sekolah kalian itu terdapat empat titik energi yang hebat sekali. Nah, empat itu akan bertemu pada satu titik. Pada setiap titik itu kalian bisa berkonsentrasi. Nanti energi yang ada pada tubuh kalian bisa terbuka. Melalui insting, kalian akan menemukan rival kalian semua dengan cepat.”
Aku masih mencoba mencerna kata-kata dari Fee. Masih aneh dan ribet.
“Tidak adakah cara lain yang lebih mudah untuk menemukan rival kami Fee?”
“Adak kok!” dia tersenyum-senyum.
Aku gemas dengan Fee! Kenapa jika ada cara yang lebih mudah pakai acara dijelaskan cara susah. Makhluk ini benar-benar menyusahkanku ya. Apa memang sengaja membuatku merasa kesal dan mencincangnya hingga kubuat perkedel.
“Coba kalian meditasi. Memusatkan pikiran kalian hingga kosong. Setelah itu coba tanyakan pada diri kalian sendiri. Siapa rival kalian. Sebenarnya tubuh kalian sendiri yang menyimpan jawabannya.”
“Jadi kita cukup diam dan memejamkan mata?” Mira mencatat pada note yang entah sejak kapan dibawanya.
Fee mengangguk.
“Tapi jangan senang dahulu. Untuk mencapai titik fokus di tubuh kalian memerlukan waktu yang lumayan lama. Bisa jadi seminggu lebih kalian baru bisa berkonsentrasi. Ini masih belum menanyai jiwa kalian tentang bagaimana rival kalian. Mungkin sebulan.”
Aku mendeguk pelan. Ini sama sulitnya dengan metode tadi. Bahkan kemugkinan berhasilnya nyaris nol besar. Masa iya aku harus mati mudah karena kutukan. Ini sama sekali tidak seru. Lebih baik bantai-bantaian di medan perang.
“Tidak ada yang lebih udah lagi Fee?”
“Tentu saja ada!” jawab Fee mantap.
Spontan aku melempar buku Kalkulus tebal ke arah perut Fee. Dia memicing dan menggerutu karena kesakitan. Jadi mahkluk bersayap itu punya syaraf sakit juga. Aku lempar lagi remot TV kearah kepalanya. Kali ini dia berhasil menghindar.
“Ih sabar napa Bro Brian!” Fee manyun. Mukanya sangat masam. Namun justru ingin membuatku kembali melempari benda ke tubuhnya.
“Cepat cerita!”
“Iye! Sebenarnya caranya sangat sederhana. Rival kalian itu adalah orang yang menjadi orientasi seksual kalian. Dalam artian, jika kamu cowok maka orang yang jadi rivalmu adalah cewek, begitu sebaliknya. Atau apa sajalah yang penting desiran kalian. Itu Fase pertama. Fase keduanya adalah kalian harus mencari orang dengan aura bersilangan dengan kalian.”
“Maksudmu Fee?” Mira mencatat terus hingga detil.
“Bro Brian, kau mempunyai aura warna putih. Berarti kau harus mencari orang dengan aura hitam. Mira, kau aura biru, carilah orang aura merah. Begitu juga dengan Deva. Tapi jangan orang dalam kelompok ini. Mengenai Yashin, kau adalah tipe khusus dari teman semua. Jadi, kau akan mengetahui rivalmu jika dua orang dari tiga ini sudah mengethui rivalnya. Nanti akan ada orang beraura ungu sama dengamu. Itu rivalmu.”
“Lalu bagaimana cara melihat aura?”
“Bukankah kemarin kalian memanggilku dengan empat kata?”
Kita semua mengangguk.
“Gunakan salah satu dari itu untuk menuntun kalian mengetahui aura dari rival kalian. Itu fase kedua. Fase terakhir adalah kalian harus menyentuh kulit orang itu. Setelah itu kalian boleh mengambil nafas mereka bagaimanapun caranya!”
“Begitu saja?” Fee tersenyum dan terbang lagi.
“Mir, sisa berapa hari kita harus melakukan misi agar tak terhindar dari kutukan busuk ini.?” Deva mendengus sambil memandang Fee sinis.
“Sembilan hari!”
“Untuk mempercepat prosesnya, coba katakana desiran kalian!”
“Deva?” Fee sok-sokan mencatat.
Deva nyengir kecil. “Tentu saja cewek.”
“Mira?”
“Cowok dong Fee?”
“Yashin?”
“Hmm…” Yashin agak berpikir.
“Woy bro!”
“Cewek lah. Tapi kadang suka lihat cowok mancung” Mukanya langsung terlihat merah.
“Ingat semuanya! Tidak boleh bohong!”
“Bro Brian?”
Aku melirik semua mata yang melihatku.
“Cepatlah Pak!”
“Baiklah, desiranku adalah…”
@bi_ngung ahahahah tu tuh si yashin...
@touch hi.mi.tsu :P
@?
ayo dilanjut.. tanggung tuh..
tege2.a nulis cerita keren kyak gini
hhihi
baca.a gw mpe bela2in plng kerja shift 3.., g peduli mata ngantuk hhehe
dtunggu lnjutan.a
(MAKSA)