It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku mah suka deh sma cerita ny,, apalagi proses sayang ny boby ke ragil tuh alus pisan,, di antosan lah ending ny cerita Love Monkey ny,, abis ini mau baca yg item sama spatula itu jg ah,,,
ya begitulah adanya anak muda. hahay
alim ah getek
thx komennya
pusing lah. untung ada oskadon, pancen oy ye
@igoigo, @Boyorg, @halaah, @firmanE, @jaydodi, @blueguy86, @mahardhyka, @ajied84, @urth, @tobleron, @dewo_dawamah, @dityadrew2, @yoedi16, @adinu, @redbox, @joe_senja, @alfaharu, @kiki_h_n, @jockoni, @habibi, @pria_apa_adanya, @zimad, @adam08, @dhie_adram, @boljug, @4ndh0, @aDvanTage, @autoredoks, @dollysipelly, @sly_mawt, @trinity93, @pokemon, @fansnyaAdele, @05nov1991, @the_jack19, @co_ca_co, @iamyogi96 @chocolate010185 @adacerita @prahara_sweet @rainbow_bdg, @andy.
ah..lupa lagi siapa ya? @addmmx
Aku kuyu memandangnya. Jadi ternyata selama ini ragil mencintaiku karena kenangan masa kecil? Dan sekarang dia mencintai orang yang salah? Dan didit itu adalah cinta monyetnya ragil?
“dit...” kataku mencoba mencairkan suasana.
Dia hanya diam. Aku tau pikirannya berkecamuk. Tapi kenapa dia tak pernah jujur bahwa orang yang harusnya dicintai oleh ragil itu adalah dia? Dan ragilpun tak pernah ditail menceritakan pengalaman masa kecilnya. Yang sering dia bilang hanya kalung gading dan gelang itu, sedang aku tak mengerti apa yang dia maksudkan. Yang kubilang hanya kelung gading itu adalah pemberian seseorang yang sangat berharga, dan kalung itu tak akan pernah kujual atau kuberikan untyk siapapun, karena itu adalah pemberian didit, sahabatku.
“dit, kenapa lo gak pernah jujur sama gua?” tanyaku.
“kenapa?” dia balik tanya sambil menatap marah padaku.
“lo bilang kenapa? Apa gua tega ngerusak kebahagiaan dia? Apa gua sanggup liat dia sedih kalo tau kenyataannya bukan elo anak kecil yang dia temuin di danau itu? Gua gak mau liat dia sedih bob. Gua pengen liat dia senyum, ketawa, meski itu bukan sama gua, tapi sama lo” katanya dengan nada semakin lirih.
Aku melihat ada keikhlasan yang sakit dari kata-katanya. Matanya mulai memerah. Dan aku bingung harus bilang apa.
“tapi, kenapa lo tega ngianatin dia, hah? Lo selingkuh sama adiknya sendiri. Kenapa bob?” bentaknya sengit.
“dit, biar gua jelasin dulu..”
“jelasin? Apanya yang perlu lo jelasin? Apa ada arti lain selain seorang cowok dan cewek makan di tempat seperti ini kalau bukan dating?”
“dit..”
“udah lah bob. Gua tau lo. Lo dengan keseharian lo gua tau. Maaf bukan berarti gua nyinggung kehidupan lo. Tapi gak mungkin kan lo makan di tempat seperti ini kalo bukan buat orang yang spesial. Dan gua tau lo sayang sama bayu dari dulu bob, dari smp. Dan gua ngerasain sendiri gimana rasanya cinta monyet itu, cinta pertama ini gak mudah dilupain..” katanya lagi.
Bayu hanya sesenggukan menangis. Aku tahu dia sedih mendengarnya. Bayu merasa bersalah, tapi toh ini bukan salah dia. Ini bukan salah siapa-siapa. Bukan salah ragil yang tak pernah cerita padaku, bukan salah didit yang tak pernah mau jujur, bukan salah bayu yang berada di posisi yang sulit. Lalu salah siapa, salahku? Entahlah, kepalaku rasanya berdenyut-denyut.
“dit...boleh gua jelasin?” kata bayu sambil terisak.
Didit memandangnya sebentar lalu mengalihkan pandangan.
“udah bay. Lo gak usah jelasin. Yang jelas gua..kecewa sama lo. Tapi yaudahlah. Nasi udah jadi bubur”
Lalu pikiranku kembali ke ragil. Dia tadi..tidak, dia pergi entah kemana dengan motor didit dan..ragil kan masih trauma pake motor. Dan ketika tatapanku dan bayu bertemu, kita sontak menyebut nama ragi l berbarengan.
“ragil...”
Lalu tiba-tiba kudengar suara sepeda motor berhenti di depan didit. Ternyata tadi didit menelpon cepi untuk menjemputnya kesini.
“ada apa ini teh dit?” tanya cepi yang tak tau apa-apa.
Dia lantas melihat kearahku dan melihat sudut bibirku berdarah.
“bibir kamu teh berdarah kenapa bob?” kata cepi lalu menghampiriku.
Kulirik didit melihatku dan tampak berslah lalu memali ngkan muka.
“gua gapapa.” kataku sambil menepis dengan halus tangannya yang berusaha memegang pipiku.
“ada apa sih?”
Kulirik didit. Biar dia yang ngejelasin semuanya sama cepi. Tapi didit hanya diam saja.
“dit, ada apa sih?”
Didit masih saja diam tak bergeming.
“dit. Kamu nyuruh aku kesini tapi aku dibiarin bingung kayak gini? Bob, bay, ada apa sih sebenarnya?”
“tadi..ragil..’ kataku terbata-bata. Aku bingung harus menjelaskannya dari mana. Dan aku baru ingat bahwa ragil masih trauma naik sepeda motor.
“ragil..”
“ragil? Kenapa dia?”
“ce, kita mesti cepat-cepat kejar ragil. Dia tadi bawa motor didit. kita mesti cepat balik dit. Ayo..” kataku lagi.
Didit memandangku heran.
“iya dit, ragil...” kata bayu terputus.
“masih trauma menggunakan motor” timpalku lirih.
Pikiranku kemana-mana. Ragil masih trauma dan pikirannya yang kalut membuatku gelisah. Aku lantas mendekati cepi.
“ragil kesini?” tanya cepi bingung.
“ayo bay. Kita mesti kejar dia”
“emangnya kenapa?” sekarang cepi yang bertanya.
“dia..masih trauma naik motor..dan sekarang pikirannya lagi kalut"
“ce, lo tadi papasan sama ragil gak?” tanyaku was-was.
Harusnya cepi tadi papasan sama ragil di jalan, karena jalur kesini hanya ada satu jalan.
“emangnya kenapa?” tanya cepi bingung.
“lo papasan gak?” tanyaku semakin keras.
“mmm..nggak sih. Tapi tadi di jalan, aku liat ada orang-orang berkerumun dan karena didit nyuruh aku buru-buru, ya..aku gak sempet liat. Tapi motornya kayak motor ..”
Mata kami bertiga terbelalak. Tanpa di komando, aku dan bayu langsung menghambur ke ke si Beng beng. Dan aku dengan tergesa-gesa melajukan motorku meninggalkan didit yang juga segera melajukan motornya.
“ayo ce, dit. Plis dit, lo buang jauh-jauh dulu pikiran lo sekarang. Gua takut terjadi apa-apa sama ragil..”
Baru separuh jalan, hapeku bergetar. Aku lantas mengangkatnya.
“haloh, salam alaykum.”
“alaykum salam.”
“ini teh...temennya...ra..gil ya?”
“i..iya pak. Kenapa gitu pak?”
“ini...saya lagi dalam perjalanan ke Rumah Sakit Dr. Slamet. Tadi...tanpa sengaja mobil saya nabrak motor, lebih tepatnya motor yang di depan saya hilang kontrol dan...setelah saya liat panggilan terakhirnya ada nomer ini. Dan smsnya juga kebanyakan dengan nomer ini, jadi saya telpon buat ngabarin bahwa teman bapak tadi mengalami kecelakaan.”
Deg. Ternyata benar. Rasanya aku ingin berteriak dan menampar wajahku sendiri menyadari kebodohanku tadi.
“ba—baik pak, saya menuju kesana” jawabku lirih.
“kenapa bob?” tanya bayu khawatir.
“ragil...sedang dalam perjalanan ke Dr. Slamet” jawabku tak mau menyebutkan kecelakaan, terdengar terlalu dramatis buatku.
Pikiranku berkecamuk. Dan aku diliputi rasa bersalah yang sangat. Aku mengutuki kenapa aku mengajak bayu kesini. Aku mengutuki kebodohanku. Air mataku jatuh. Perasaan bersalah memenuhi dadaku. Bodoh bodoh bodoh...kenapa harus seperti ini? Kenapa dia harus datanbg disaat yang salah?
Tuhan, lindungi dia, lindungi ragilku tuhan. Meskipun aku salah karena mencintanya, tapi mohon dengan sangat, lindungi orang yang kusayang itu.
******
Aku masih menutup mata karena rasanya berat sekali mataku. Kepalaku pun berdenyut-denyut. Telingaku berdenging tapi lamat-lamat kudengar hiruk-pikuk orang-orang yang sedang bercakap-cakap.
“hasilnya belum keluar kang. Nunggu hasil rontgen dulu. Sekarang diurus aja admisntrasinya. Tapi..orang tuanya sudah tau”
“mm..sudah dok”
Dok? Dokter? Aku dimana sekarang? Apa aku sedang berada di rumah sakit? Kepalaku pusing dan aku mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Aku ingat. Tadi sehabis melihat didit memukul boby, aku lantas kabur dengan motor didit. Dan pikiranku berkecamuk. Aku marah, marah sekali. Aku marah sama didit karena dia tak pernah jujur. Aku marah sama boby karena dia telah ngkhianatin aku, dan aku marah sama bayu, karena dia tega nusuk aku dari belakang. Kenapa kalian semua tega ngelakuin ini sama aku? Kenapa? Kalian yang udah jadi orang-orang terdekatku, ternyata kalian semua itu munafik.
Dan aku tak sadar ketika ada mobil di depanku. Yang terakhir kuingat hanya bunyi benturan yang keras. Dan akhirnya semuanya gelap.
“yasudah. Sekarang biar istirahat dulu pasiennya.” Kata dokter.
Lalu kudengar ada orang yang melangkahkan kakinya dan lama-lama terdengar pelan dan semakin menjauh.
“bay, lo cepet telpon mamah”
Dari suaranya, aku tahu itu boby. Tapi..kenapa dia bisa ada disini? bukankah tadi dia sama bayu masih di Bukit Alamanda? Tapi...plis, jangan kasih tau mamah. Mamah pasti sangat khawatir kalo tahu aku dirawat disini.
“mmm..kayaknya ragil bakal lebih senang mamah gak tau. Dia emang orangnya gak mau bikin orang lain khawatir.. Dia terlalu perasa. Dia pasti gak mau mamah khawatir. Dulu waktu kecelakaan motorpun dia gak mau mamah tahu, karena kalau mamah tau, mamah pasti khawatirnya berlebihan, dan itu dulu yang bikin mamah minta pisah sama papah.lagian juga mamah sekarang lagi di bandung” kata bayu lirih.
Bayu?
“tapi bay?”
“gapapa. Aku bisa bayar pake tabungan aku dulu. Tapi aku janji, ntar aku kasih tau papah.”
“bay..”
“plis bob...aku tahu apa yang paling ragil gak mau..ragil udah marah banget sama aku. Aku gak mau dia tambah marah sama aku. Biar kita urus saja dulu sebelum bilang ke mamah. Tapi aku janji, kalau semuanya udah gak terlalu rumit, aku bilang ke mamah.”
Kamu tau apa yang paling aku gak mau? munafik kamu bay. Kamu tuh munafik. Kamu tahu aku sayang sama boby, dan kamu bilang kamu gak ada rasa apa-apa sama dia. Tapi apa? Tadi aku liat dengan mata kepalaku sendiri kamu nyium boby...
“dit...gua..”
Didit. Dia..disini? aku bingung sama apa yang kurasakan sekarang. Didit disini. Tapi kenapa mendengar dia disini aku gelisah. Ada rasa yang aneh dalam dadaku. Apa aku menolak apa yuang sebenarnya tejadi? Ya, aku tak ingin apa yang tadi kudengar itu adalah kenyataan. Didit itu anak kecil itu? Cinta monyetku itu adalah didit? Tidak tuhn, aku yakin boby, ya, boby adalah cinta monyetku.
“dia udah siuman bob?” tanya didit.
“belum. Dit..”
“gua gak bakal maafin lo kalo terjadi apa-apa sama ragil”
Deg.
Jantungku bergemuruh. Kenapa? Kenapa harus seperti ini?
Lalu kudengar suara langkah kaki yang menjauh. Mungkin didit langsung ninggalin kami.
“kenapa harus kayak gini bay?”
“gua..gua gak tau bob. Gua Cuma bisa berdoa buat dia...”
“bay, dia bakal fine-fine aja. gua yakin.”
“dulu waktu masih awal SMP, papah maksa dia buat beli sesuatu pake motor, padahal kita semua tahu ragil belum bisa pake motor. Tapi papah maksa, katanya biar dia jadi seperti lelaki. Tapi...dia malah tabrakan dan...”
“yaudah...kita doakan aja biar dia gapapa. Sekarang kita urus administrasinya dulu.” Kata boby.
Lalu tiba-tiba aku merasakan ada sentuhan lembut di pipiku dan keningku dicium. Dua kali. Dadaku sesak. Stop. Hentikan kemunafikan kalian berdua. Cukup, jangan lagi kalian membodohiku. Aku benci kalian. Aku benci kepura-puraan kalian.
*****
Aku mumbuka mataku. Entahlah sekarang jam berapa. Kepalaku masih terasa berat. Dan seluruh badanku terasa remuk sekali. Kuedarkan mataku, semuanya serba putih. Dan suasananya sudah tak hiruk-pikuk lagi. Mungkin aku sudah dipindahkan ke kamar yang lebih layak.
Aku lantas berusaha untuk duduk dengan susah payah. Dan suster yang sedang mengisi berkas dengan sigap membantuku.
“jangan dipaksain atuh a. Istirahat aja dulu yah”
Aku masih berusaha untuk duduk. Lalu mataku mencari-cari tasku.
“tasku dimana sus?”
“oh..sebentar ya.”
Lalu dia berjongkok dan mengambil tasku dari dalam bufet.
“maaf sus, hape saya dimana ya?”
“sebentar” katanya lalu merogoh kedalam tas ku.
Tak lama dia akhirnya menemukannya dan segera menyerahkannya padaku. Pikiranku tertuju pada satu orang. Ya, aku harus hubungin dia. Aku tak tau lagi harus hubungin siapa lagi selain dia. Dia yang tau aku yang sebenarnya. Dia yang berjanji akan mengulurkan tangan untukku.
Kucari nomernya dari daftarku dan langsung kuhubungi.
“tut..tut..halo..kang wildan?”
“ini ragil kang..aku..boleh minta tolong gak?”
Aku lantas menceritakan apa yang yang terjadi. Beberapa kali aku mengusap air mataku dan aku bicara terbata-bata. Dia hanya diam mendengarkan.
“bener kang? Tapi...makasih kang. Aku gak tau mesti minta tolong sama siapa lagi.”
“kalo masalah ijazah, nanti aku minta tolong sama temanku kang. Tapi...kemana kang? bekasi? Di tempat siapa?” tanyaku “kang aga? Bukannya dia itu kakanya cepi?”
“iya kang. Maaf ya kang udah ngerepotin. Iya. Besok aku siap-siap. Tapi akang kesininya jam sembilanan aja. mereka pasti nengokin aku pas jam besuk. Dan papah katanya besok ada keperluan, jadi besok aku gak ada yang jaga. Mamah? Mamah belum tau. Iya.”
“gak. Aku gak mau pamitan sama mereka. plis kang, aku gak mau. aku gak bakalan sanggup, aku pasti gak bisa ngontrol diri. beberapa hari ini juga waktu mereka jenguk, aku suka pura-pura tidur..”
“makasih ya kang..”
Akupun menutup telponku. Aku bersyukur karena kang wildan mau menolongku. Dan besok, aku akan meninggalkan ini semua. Aku akan mengubur mimpi-mimpiku yang dulu telah kususun. Aku tak tahu gimana nasib akan membawaku nanti. Apakah aku akan sempat merasakan bangku kuliah, buat skripsi? Ntahlah, aku tak mau memikirkannya dulu. Aku akan meninggalkan orang yang kucintai. Ya, walaupun banyak taruhannya, tapi aku sudah bertekad untuk melupakan semuanya.
******
“klotrak klotrak klotrak...”
Aku masih mendengarkan irama dari hentakan kaki kuda yang menarik delman yang sedang kutumpangi. Aku tersenyum sambil memandangi renteng-renteng kopi, minuman segar, dus-dus ale-ale, keresek berisi sayur-mayur, dan chiki-chiki. Kulihat orang yang sedang duduk di depanku juga tersenyum.
“eh...kalahka ngalamun..”
“heheh..nteu atuh kang..”
“mikirin apa ai kamu teh?”
“ah..biasa we kang.namanya ge anak muda..hehe”
“emang anak muda teh mikirin apa biasana?”
“mikirin kedepannya gimana”
“cobaa jelasin ka akang”
“hmm..aku jadi keingetan kata-kata Pak Jejen kang.”
“yang mana Bob?”
“katanya teh gini. Tolak ukur kesuksesan itu teh bukan dilihat dari ranking keberapa seseorang. Bisa saja orang yang waktu perpisahan diberi applause yang panjang karena berdiri di jajaran sepuluh besar juara umum, tapi di dunia kerja nganggurnya lama, atau jadi karyawan kontrak abadi. Tapi orang yang di kelasnya tidur, sering bolos malah sukses di hari tuanya. Benar-benar gak memotivasi pisan lah”
“hahaha, kamu teh yah. Jadi apa yang bisa kamu simpulin?”
“hmm..kita harus pasrah sama takdir kang”
“sepicik itu?”
“hah?”
“iya, kamu memandang sesuatu dari susut pandang orang kebanyakan”
“jelasin donk kang”
“kamu tahu kenapa sang juara umum bisa berakhir dengan status karyawan kontrak abadi atau nganggur terus?”
“kenapa kang?”
“karena ranking itu belum nunjukin seberapa maju cara berpikir seseorang. Orang pinter, lebih tepatnya yang terpatok pada ranking cenderung memiliki gengsi yang tinggi. Mereka terlalu muluk-muluk dan memasang tarif serta standar yang tinggi. Mereka cenderung menolak dan meremehkan tawaran kerja yang mereka rasa tidak sesuai dengan kecerdasan mereka. kalaupuin dilakukan, itu secara ogah-ogahan, tidak dari hati.”
“...”
“kalau orang yang goblok secara ranking, biasanya lebih luwes cara berpikrnya. Mereka berpikir, karena mereka dipandang sebelah mata, mereka harus do the best, give them all. Dan mereka selalu menikmati hidup, seberapa getirnya itu, mereka syukuri.”
“...”
“tau man jadda wa jada? Golok itu bisa memotong kayu bukan karena tajamnya, tapi seberapa keras tekad kamu untuk memotong kayu itu..”
“..”
“tuh...sekarang malah senyum-senyum sendiri..”
“boby lagi nginget-nginget kenangan pernah tinggal sama akang. Dan boby sedih kang. Padahal boby belajar banyak sekali dari akang. Tapi akang udah jenguk keluarga di kidul kang?”
“udah kemarin. Sekalian pamitan dan juga minta doa restu dari ibu”
“ibu akang pasti bangga ya sama akang. Pulang ke rumah tuh bukannya minta uang uat biaya sekolah, tapi malah ngasih buat belanja sama nyekolahin adek-adeknya”
Dia hanya tersenyum. Dan aku sangat bangga sama orang yang sedang tersenyum padaku itu. Dia dengan segala getar-getir hidupnya, ternyata mampu menghadapi dunia yang pahit ini dengan tetap tersenyum. Walaupun ayahnya entah dimana sekarang, dengan seorang ibu dan banyak adik, seorang anak yang masih duduk di bangku STM, telah menjadi sosok yang sangat kujunjung.
Setelah kejadian di Bukit Alamanda tempo hari, aku merasa tak enak untuk tetap tinggal dikamar kost no.5. sebenarnya didit tidak mengusirku, tapi dengan kediamannya dan sikap dinginnya, aku memutuskan untuk kembali tinggal di kantin. Dan kang jajang, orang yang sedang duduk bersamaku di delman ini, serta ibu kantin yang baik hati itu, menerimaku dengan tangan terbuka.
“kamu tahu, akang bersyukur terlahir miskin”
Aku mengernyit. Dan pertanyaannya barusan semakin melecutkan rasa penasaranku tentang pandangannya mengenai kehidupan.
“emangnya kenapa kang?”
"Kebanyakan orang-orang sukses itu karena mereka memang terlahir untuyk sukses dan kaya secara materi, karena mereka mendapat fasilitas dan dukungan untuk menuju pada yang namanya sukses. Tapi bukankah akan terasa lebih indah, bila kita, orang-orang miskin bisa sesukses mereka yang terlahir mampu?”
“...”
“karena miskin, kita mau bersyukur. Karena miskin, kita mau bekerja keras. Karena miskin, pikiran kita jadi terbuka, jauh lebih sabar, kita terus memutar otak kita. Jadi, nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
“akang...gak heran yah, akang tuh jadi murid kesayangannya pak kepala”
“eh, akang boleh nanya gak?”
“bayar ah.”
“nih, gope, buat permen”
“hahaha. Boleh atuh ai akang. Sok atuh, mau nanya apah?”
“boleh tau gak , kenapa kamu sekolah di stm?”
“hmm..biar ntar bisa kerja di perusahaan jepang. Kayak astra..toyota..katanya gajinya tuh gede kang” jawabku.
Dia tersenyum kecut.
“kenapa ya, setiap orang yang akang tanya alesan dia sekolah di stm, jawabnya pasti gak jauh beda, pengen kerja di ini, itu biar ini, biar itu. Kenapa gak ada yang jawab, aku mau buka usaha sendiri, misalnya reparasi, biar pola pikir masyarakat indonesia itu berubah, dari hanya memakai, ke memperbaiki, dan lama-lama jadi berpola pikir untuk membuat. Selama ini kita jadi pangsa pasar terbesar dunia kan karena pola konsumtifisme masyarakat kita.”
Aku bungkam oleh pernyataannya. Cara berpikirnya memang tidak seperti orang kebanyakan. Mungkin orang lain akan menganggapnya naif. Tapi bukankah naif itu bagi orang seperti kami lebih baik daripada hedonis?
“dan cita-cita akang setelah lulus kuliah ntar, akang mau buka bengkel usaha. Akang mau buka kesempatan lapangan kerja buat orang-orang kaya kita. Orang-orang berpotensi yang terkendala masalah klasik, ekonomi.”
“caranya?”
“emang gak mudah. Dan butuh proses yang gak sebentar. Akang cari relasi orang-orang penting, gali ilmu dan wawasan seluas-luasnya. Ingat, there is a will, there is a way. Ada kemauan, pasti tuhan akan memberikan jalan. Akang jadi ingat, kakak kelas kita juga bisa seperti itu. Dulu akang pernah sharing waktu ada reuni akbar”
“aku mah pasti selalu speechless kalo udah ngobrol ma akang teh. Eh, kapan ke bandung kang?”
“insya alloh hari kamis bob. Katanya nanti ospek mulai hari senin”
“berarti tinggal tiga hari lagi akang disini ya?” tanyaku sedikit kecewa.
Kang jajang memang dapat beasiswa di salah satu politeknik di bandung. Dan karena prestasinya, ada seorang dosen yang mau menampung untuk tinggal di rumahnya. tuhan memang adil. Tuhan telah menjawab setiap doa dan kerja kerasnya, juga do’a-do’a tulus ibunya serta adik-adiknya.
“emangnya kenapa bob?”
“dan boby juga bangga pernah hidup bareng, makan bareng, belajar bareng sama akang. Dan kalo akang ada waktu senggang, akang main atuh kesini, liatin kantin, tempat boby suka gangguin akang waktu tidur”
“hahaha. Insya alloh, kalo sempet akang nginep disini lagi”
“tapi jangan ngorok ya”
“hahaha. Ntar akang bikin alat biar tidur gak ngorok ah..”
“hahah. Bisa aja si akang mah”
“tapi kamu juga jangan sampe ngorbanin waktu belajar kamu...kerja boleh, tapi inget kondisi badan. Pulang sekolah langsung bantu-bantu di bengkel, malamnya kerja di resto. Belajar tetep nomer satu bob”
“iya kang. Boby kan dapet banyak ilmu di bengkel. Dan kalo resto lagi sepi, kan bisa sambil ngerjain PR”
“akang tau kerja di resto kayak gimana”
“hehe. Ya, waktu istirahat kan bisa kang. Lagian kalo gak gitu, gimana boby ngumpulin biaya buat kuliah”
“yaudah. Tapi kok sekarang akang gak pernah liat ragil. Dia kemana ya?”
Aku kembali tertegun. Dan perasaan bersalah masih saja kurasakan. Aku belum sempat minta maaf secara langsung padanya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi waktu itu, karena setiap aku menjenguknya, dia selalu sedang tidur.
Waktu itu, ketika aku nengok dia di rumah sakit, aku terkejut karena dia sudah tak ada. Kami semua bingung. Kata bagian administrasi, ada seorang pemuda yang telah membawanya pulang dan membayara semua administrasinya. Dan dari ciri-cirinya, pemuda itu katanya menggunakan kupluk dan kacamata. Dan kami semua tak ada yang kenal.
Dan kemarin, ketika berpapasan dengan pak unsur di kantor, aku sempat menanyakan kabar ragil, dan beliaupun hanya tersenyum lesu, artinya beliaupun tak tau dimana ragil sekarang. dan kata beliau, bayu juga akan pindah sekolah ke bandung. Aku hanya tersenyum kecut. Aku tahu, bayu pasti diliputi rasa bersalah yang sangat. Dan sekarang, orang-orang yang kusayangi semakin menjauh dan meninggalkan aku sendiri. Tapi aku tahu, tuhan telah menyiapkan rencana lain untukku.
“aku sendiri...gak tau kang sekarang dia dimana. Yang pasti, aku selalu doain yang terbaik buat dia”kataku.
Delman telah sampai di gerbang. Dan mataku menangkap sosok yang sedang duduk membaca sebuah buku di pinggiran lapang basket. Mataku bertemu dengan matanya, tapi dia langsung kembali sama bukunya. Aku menghela nafas panjang. Dit, semarah itukah kamu sama aku? Aku harus gimana lagi sama kamu dit biar kamu maafin aku? Setelah agak menjauh, aku kembali menengok ke belakang, dan ternyata dia sedang menatap ke arahku. Disampingnya sudah ada Cepi alias Cece alias ceuceu sedang membawa 2 botol akua. Dia tersenyum ke arahku, aku balas senyum. Tapi Didit masih memandangku meski tanpa senyum.
Ya, didit masih marah padaku. Dia masih tak mau mendengar penjelasanku. teman-temanku pun bingung, kenapa aku sekarang tak sama-sama didit lagi. Aku hanya tersenyum kecut sambil melihat ke arahnya. Aku tak pedulikan ketika yang lain memberondongku dengan ratusan pertanyaan tentang apa yang terjadi.
“bob...kamu lagi marahan sama didit?” tanya kang jajang tiba-tiba dan membuyarkan lamunanku.
“hah? Hmm..ya..namanya juga masih labil kang. Kita masih sama-sama mengedepankan ego.”
“tapi yang pasti kamu udah minta maaf kan?”
Aku hanya tersenyum. Aku sudah ribuan kali meminta maaf padanya. Dan saat ragil pergi tanpa berita, dia semakin menjaga jarak terhadapku.
“udah kang, tapi mungkin kesalahan aku teh fatal pisan. Jadi ya sekarang aku Cuma bisa berdo’a aja lah. Lagupula semua ada hikmahnya kan? Sekarang aku teh bisa tinggal sama akang di kantin, dan itu teh masa yang peling berharga kang..”
“bob, terlepas dari siapa yang salah, orang yang meminta maaf itu bukan berarti pihak salah dan merendahan harga dirinya. Justru itu menunjukan seberapa dewasanya orang itu. Akang tidak akan berdalih bahwa tuhan itu maha pemaaaf, karena sebagian kita akan jawab, kita tuh bukan tuhan. Tapi akang Cuma gak mau, persahabatan kalian yang akang liat paling layeut (solid), harus berakhir kayak gini” katanya lagi.
“iya kang” kataku lagi.”udah sampe kang, yuk turun”
Dan kamipun turun. Setelah membereskan barang belanjaan milik bu kantin, aku lantas mandi dan bersiap-siap. Untung ujian telah kelar, jadi aku bisa langsung berangkat ke resto.
Ketika bercermin, aku melihat miniatur vespa. Aku mengambilnya, ini adalah hadia terakhir dari ragil. Setelah aku pulang dari rumah sakit dengan perasaan bersalah karena ragil pergi, di depan kamar kost no. 5 aku mendapati dus ukuran sedang dan bertuliskan ‘Untuk Boby’ dan ketika kubuka, isinya adalah miniatur vespa yang dulu kulihat di gasibu. Ternyata dia tahu bahwa aku menginginkan vespa kecil ini. Dan ketika kutengok ke loteng, aku hanya mendapati kambojanya, sedang kaktusku diambilnya.
Kusimpan lagi beng beng junior lalu kulangkahkan kakiku ke luar. Dan aku tersenyum melihat bunga kambojaku telah berbunga. Ya, kamboja putih berbalut kuning ini tumbuh subur. Iya gil, kamboja mu tumbuh subur, dan samapai sekarang pun aku masih sering menyempatkan mengunjungi hutan kota, hanya untuk menyiramnya dengan sebotol akua. Lalu bagaimana kabar kaktusku disana? Apakah ia tumbuh subur pula? Kamu gil, seorang kamu yang mampu menghadirkan rasa nyaman itu. Dan disini, sampai saat ini, aku tetap sayang sama kamu...
Aku lantas segera berjalan ke parkiran, dan ketika aku sampai di lapangan basket tempat didit dan cepi belajar, aku melihat mereka berdua sedang menelpon seseorang. Dan aku diliputi rasa yang aneh. Lalu kuputuskan untuk mendekati mereka.
“kang, kapan atuh akang teh pulang kesini?”
“kapan-kapan yah. Ni teh lagi persiapan Midtest. Ntar lah kalo udah pekan bebas”
“didit kemarin ngajak aku main ke papandayan tau gak kang. Kita main ke kebun setoberi. Ah akang mah gak ikut...”
“wah..asik atuh. Mana didit?”
“iya kak?” kata didit.
“kamu teh mesti bisa atur waktu dia yah. Dia paling gabisa nolak ajakan kamu. Jadi kamu yang bisa batesin. Kamu teh masih suka ikutan bimbel sama dia?”
“masih atuh kak. Kak, kapan atuh pulang..?”
“...”
“kak, aku teh kemarin alhamdulilllah pisan lah, dapet juara dua di speech contest sepriangan timur..”
Perasaanku berkecamuk. Itu suara...ragil? tanpa pikir panjang aku langsung rebut telpon dari tangan didit.
“masa? Hebatlah. Aku teh mesti ngasih hadiah apa ya?”
“...”
“dit?”
“...”
“haloh?”
“gil...” kataku itu dengan suara tertahan
“...”
“ngomong gil. Kamu...dimana sekarang? gil...aku kangen sama kamu gil. Please gil. Kamu maafin aku gil. Aku..” katanya terisak
“...”
“aku limbuang tanpa kamu gil...kenapa kamu hukum aku kayak gini?”
“....”
“gil..aku tahu hukuman ini pantas untukku. Gimana kabar kaktusku gil? Apa dia sudah berbunga seperti kamboja? Ya, kamboja punya kamu tumbuh subur. Bunganya udah ada tiga. Aku rawat dia gil. Aku gak mau dia mati gil. Aku gak mau lakuin kesalahan lagi.”
Dan aku lantas menangis sesenggukan setelah telpon diujung sana ditutup. Dan kulihat mereka berdua hanya diam.
Dadanya sesak oleh rindu. Tapi dia hanya mampu diam. Bukan karena berhenti mencintainya, tapi karena satu hal yang hanya dia sendiri yang tahu.
Kadang kita selalu meremehkan sesuatu dan menganggap kesempatan itu masih ada. Tapi satu hal yang kupegang sekarang, tak semua hal itu memiliki kesempatan yang kedua. Dan kita harus melakukan hal dengan sungguh-sungguh, tak ada kesia-siaan yang kita lakukan.
Hidup mungkin memang harus berjalan seperti ini. Adakalanya hidup itu tak semanis mimpi-mimpi kita. Ya, karena ini adalah hidup, bukan fairy tale yang akan happy ending. Tapi seberapa pahitpun hidup, kita harus jalani. Ya, kita harus jalani, karena skenario tuhan adalah indah.
******
Aku masih membagikan buku-buku bacaan pada beberapa anak yang sedang duduk di bedeng-bedeng kumuh. Kupandangi wajah-wajah lusuh dan sebagian tampak beringas itu.
“anyeng, ieu teh dibacana naon?” tanya seorang anak pada temannya.
(anjrit, ini dibacanya apa si?)
“piraku sia teu ngarti goblog. Ieu teh bahasa inggris. Dibacana teh...ai lap yu. Hahaha”
(masa lo gatau. Itu tuh bahasa inggris. Dabacanya tuh, ai lap yu. Hahaha)
“koplok siah.”
(dasar lo)
Aku hanya tersenyum memandangnya. Lalu kudekati mereka.
“kunaon? Mana-mana-mana nu teu ngartos teh?”
(mana sih yang gak ngerti tuh?)
“ieu kang, dibacana teh naon?”
“tah, mun aya nu di tengahna teh hurup O dua, dibaca jadi U. Ieu kan ROOM, dibacana RUM.”
(mun = lamun = kalau)
“oh kita kang. Ah, si dudeng mah belegug nya kang? Piraku maca nu kieu patut teu bisa”
(oh, gitu ya kang. Ah, si dudeng mah dodol. Masa baca yang begini aja gak bisa?)
“da aing teu gableg buku ai sia”
(habisnya gua gak punya bukunya si)
Aku hanya bisa tersenyum. Bahasa kasar memang susah sekali dirubah dari anak-anak jalanan ini. Dan akupun tidak bisa frontal pada mereka. Butuh proses dan waktu untuk merubahnya. Tapi seenggaknya mereka harus terbebas dulu dari buta aksara dan buta bahasa, karena mengharapkan pemerintah turun tangan secara langsung sangat lah naif. Pemerintah memang menggratiskan biaya pendidikan, tapi nyatanya semakin kesini biaya pendidikan semakin ke langit, tak terjangkaw.
Lalu datanglah seorang gadis. Rambutnya dikucir dan kaosnya tampak sedikit lusuh. Dia berjalan ke arahku sambil tersenyum-senyum. Anak-anak lain menggodanya dan dia hanya mengepalkan tinju ke arah mereka.
“udah makan?” tanyaku sambil menggerakan tangan ke mulut.
Dia hanya bisa mengangkat jempolnya sambil mengangguk.
“sama apa makannya?” tanyaku sambil menggerak-gerakan tangan kananku ke mulut dan ke tangan kiriku yang kumaksudkan piring.
Dia lantas menggerakan tangan kanannya seperti menggigit sesuatu sambil menarik ke kanan.
“ayam?”
Dia mengangguk sambil memainkan matanya.
“wah...asik..mau beresin asongan dulu?”
Diapun kembali mengangguk. Lalu dia berjalan ke sudut bedeng dan tampak merapikan wadah yang berisi permen, rokok, dan beberapa keperluan kecil lain seperti tissue. Dia tersenyum ke arah anak-anak yang sedang antusias membaca lalu matanya mengernyit kearahku.
“tadi aa baru dapet sumbangan buku dari temen-temen aa” kataku.
Dia lagi-lagi tersenyum. Ya, dia hanya bisa tersenyum tanpa bisa bicara. Tapi senyumnya telah mewakili apa yang ingin dia katakan.
Awalnya aku memang susah mengerti maksud gerakan tangannya. Tapi lama-lama aku faham juga. lalu tiba-tiba hapeku bergetar.
“halo salam alaykum kang...”
“alaykum salam bob. Gimana kabarnya bob?”
“alhamdulillah kang. Akang gimana kuliahnya?”
“ah, nyakitu tea we baruleud. Eh bob, denger-denger, katanya kamu teh sekarang udah pacaran ya?”
“hah, kata siapa kang?”
“uluh...meni gak bilang-bilang sama akang..”
“hehe. Atuda akangnya meni lupa sama boby teh, meni gak pulang-pulang kayak bang toyib”
“akang teh lagi sibuk ai boby..pan sekarang teh lagi uas. Tapi pas kemaren nelpon sama si ibu kantin, katanya kamu sekarang teh sibuk pisan cenah. Sibuk bobogohan (pacaran). Dan katanya teh, pacar kamu tuh...mmm..tuna wicara. Kok bisa sih bob?”
“hehe. Ya..boby ge gatau kang. Cuma waktu itu teh kan habis pulang PKL, boby ketemu sama anak yang lagi ngamen, ngobrol kan boby teh sama anak ituh, e, dateng tetehnya. Boby teh bingung, da si tetehnya teh lagi ngapain, Cuma ngegerakin tangannya sambil melotot ke arah budak yang ngamen tadi, gak ngomong. Eh ternyata dia teh, tuna wicara..”
“terus?”
“ya..boby ikut ke tempat tinggal mereka dan..ya..akang tau lah kayak gimana.”
“tapi yang akang bingung mah, kok bisa bob?”
“hehe. Atuda gimana lagi kang. Soalnya dia teh ngingetin boby sama seseorang.”
“siapa?”
“mmm..mamah kang” jawabku pelan.
“oh. Eh, namanya teh siapah?”
“namanya teh alisya, tapi di panggilnya teh teh Icha.”
“hmmm..terus akang dianggurin atuh sekarang teh?”
“hahaha. Ya enggak atuh. Akang mah tetap di hati boby kok”
“terus ragil?”
“juga”
“bayu?”
“tetep”
“icha?”
“oge. Hahaha”
“ih dasar nya. Tos atuh ah, akang mah mau nyari yang lain sajah. Mau nyari om-om.”
“idih...jangan nakal atuh kang, nya.”
“huah..da bobyna oge udah ada yang memiliki atuh sekarang mah.”
“atulah kang...pokokna mah akang ulah baong (jangan nakal). Titik”
“hahay deudeuh. Eh bob, akang mah mau nyari ragil aja yah, kali aja dia mau sama akang. Da dulu teh akang semept mendam perasaan ke dia teh, ya kira-kira lima meter lah.Hahaha”
“akang...jangan... pokokna, kalau akang pulang kesini, boby mah mau balas dendam sama akang. Boby bakal bikin akang ampun-ampunan lah. hahaha”
“yaudah atuh yah, akang mau lanjutin lagi belajarna. Stres pisan lah mun teu heureuy sama kamu teh. Sok nya, kade, kamu teh kudu bisa ngatur waktu. Tos ah, pulsana seep. Samolekum”
“alaykum salam..”
Aku tersenyum geli setiap ditelpon sama kang jajang. Aku memang sempat cerita ke kang jajang tentang semuanya. Dan syukurnya dia tidak menghakimiku. Dia masih mau berteman denganku dan mau mengerti semuanya. Dan dia pun telah kuanggap seperti kakakku sendiri.
Aku bersyukur telah mengenalnya. Dan akupun bersyukur karena tuhan telah menghadirkan gadis yang sekarang dengan telaten mengurus beberapa anak jalanan ini. Dia dengan segala keterbatasannya, dengan segala kesederhanaannya, dengan segalanya yang mengingatkan aku pada sosok yang sangat aku rindukan, telah kembali mewarnai hidupku. Dia membuka mataku pada dunia yang baru. Dunia yang ditinggalkan zaman, dikhianati kemajuan teknologi, dihempaskan penguasa yang lalim, dicemooh masyarakat karena cover yang tidak sejalan dengan kelumrahan.
Kupandangi lagi bedeng ini. Bedeng yang menawarkan cinta yang benar-benar, bukan karena iming-iming lembaran rupiah. Bedeng tempat aku mengikrarkan janji hidup, untuk hidup dengan memberi, bukan menerima sebanyak-banyaknya.
*****
Aku masih melajukan si beng beng dengan kecepatan standar. Dan aku merasa seseorang memelukku dengan erat. Kutengok sebentar, dia tersenyum. Rambutnya berkucir kudanya berayun-ayun karena ditempa angin dan gerakan meliuk-liuk si beng beng menghindari lubang.
Dan akhirnya aku memarkirkan si beng beng di danau ini. Dia lantas turun dan kulihat matanya berbinar. Dia edarkan matanya kesemua penjuru. Dia rentangkan tangannya dan memejamkan matanya merasakan sejuknya angin. Aku tersenyum, lagi dan lagi.
“ini tempat yang aa ceritain waktu itu. Indah kan?”
Dia mengangguk cepat. Aku memang pernah berjanji padanya untuk mengajaknya kesini, ke tempat dimana aku bertemu dengan ragil, ketika ragil mencari-cari didit kecil. Dan kulihat dia berjalan ke pinggir danau dan menciduk airnya lalu membasuh wajahnya. Air danau ini memang masih jernih, karena sekelilingnya masih hijau dan cukup jauh dari keramaian kota.
Aku mengedarkan mataku mencari sesuatu yang berwarna. Ya, aku melihat ada bunga yang aku tak tahu apa namanya. Aku lantas berjalan untuk memetiknya. Dan ketika aku sampai di tangkai bunga itu, mataku menangkap ada dua orang yang sedang asik bercanda sambil duduk bersila dan diatas pahanya ada buku.
Aku pandangi wajah itu. Dia tampak ceria sekarang. dan dia mengenakan jaket kulit itu. Jaket kulit yang ke berikan tahun lalu di ulang tahunnya.
Aku masih ingat, tiga bulan setelah kenaikan kelas, aku dan dia tak lagi sekelas. Dan tepat tanggal 3, dia akan berulang tahun yang ke 18. Dan resto waktu itu pindah lokasi ke tempat yang agak jauh, akhirnya aku harus mencari pekerjaan lagi. Setelah aku mencari kesana kemari, akhirnya aku diizinkan kerja paruh waktu untk bantu-bantu di sebuah warung di daerah Ceplak di Jalan Siliwangi yang menjual pecel ayam dan pecel lele.
Dan setelah gajian, dan kubongkar celenganku, aku langsung pergi ke Sukaregang untuk mencari jaket kulit. Sukaregang memang terkenal sebagai sentra industri kulit. Bahkan katanya banyak jaket-jaket bermerek di luar negeri yang ternyata buatan garut. Dan disana dijual dengan harga yang sangat fantastis.
Setelah sampai di toko jaket, aku lantas memilihkan jaket yang pas untuknya. Aku sedikit membuang nafas ketika membayarnya, karena harganya lebih dari tiga bulan gajiku (waktu itu gajiku sekitar 150 ribu sebulan). Tapi demi sahabatku yang sangat kurindukan itu, aku tersenyum senang. Setidaknya jaket itu akan menggantikan keberadaanku.
Dan tengah malam saat ulang tahunnya, aku mengendap-endap ke kamar kost no.5. kutaruh bungkusan berisi jaket kulit dan kutuliskan, ‘untuk didit’. Itu saja. tak ada ucapan dan do’a-do’a. Aku tak mau dia berterima kasih atau apa. Aku hanya ingin memberikan apa yang dia mau, tanpa perlu dia tau.
Dan besok maghribnya, ketika aku sedang bekerja di warung pecel, aku tersentak kaget karena aku mendengar suaranya yang sudah sangat ku kenal.
“kita makan disini aja dit”
Itu pasti cece. Mereka memang semakin lengket. Dan ketika aku berdiri untuk merapikan piring-piring yang telah kucuci, dari sudut mataku aku melihat didit kaget menyadari keberadaanku, tapi dia hanya diam saja. akupun sama, aku tak bicara apa-apa.
“jaketnya bagus ya dit” puji cece.
“mm..iya lah. makasih ya jaketnya.” Kata didit.
“kok bilang makasih sama aku? Emang aku yang ngasih apa?”
Dia hanya diam. Sedang nafasku tercekat.
“lagian juga aku mana ada duit. Orang kang aga belum ngirimin uang bulanan” katanya lagi.
Dia masih diam. Akupun juga diam. Dan aku tak mengharapkan dia datang kearahku dan memelukku, lalu memintaku untuk kembali menjadi sahabatnya. Tidak, itu hanya ada di film-film, tidak ada di kehidupan nyata. Dengan dia memakainya saja aku sudah sangat bahagia. Biar dia tidak kedinginan saat malam. biar jaket itu menghangatkannya, saat dia butuh aku.
Dan titik-titik hujan yang jatuh menyadarkanku. Kulihat mereka berlarian ke pinggir untuk berteduh. Aku tersenyum. Tuhan telah menggantikan kehadiranku disisinya dengan kehadiaran seoarng Cece. Seoarang yang tentu lebih baik daripada aku. Sekarang didit ikut bimbel, dan sering terlihat bersama cece untuk belajar karena cece juga sedang sibuk persiapan ujian. Prestasinya pun meroket. Ya, akhirnya kamu menemukan orang yang tepat dit. Bukan orang sepertiku yang hanya bisa jadi benalu untukmu. Yang selalu saja merepotkanmu.
Lalu segera kupetik bunga itu dan langsung berlari ke arah icha yang ternyata tidak berteduh. Dia malah asik menikmati air hujan. Kuulurkan tanganku dan dia berbinar-binar menerima bunga dariku. Terima kasih tuhan. Kaw pun telah menggantikannya didit dengan kehadiran kang jajang, orang yang mengajarkan aku esensi tentang hidup, walaupun kami terpisah oleh jarak. Dan kaw telah gantikan seorang bayu yang sekarang tak pernah memberi kabar padaku, dengan kehadiran seoarang gadis yang sederhana ini.
Dia memang bukan cinta monyetku, cinta pertamaku, tapi aku akan lakukan yang terbaik, untuk membuatnya bahagia.
Aku memang tak terlalu muluk mengharap semuanya akan berakhir indah. Toh happy ending itu hanya berlaku di dunia dongeng. Ini dunia nyata. Dan happy ending itu tergantung kita menyikapi hidup. Ketika kita memandangnya dengan senyuman, kita akan tahu bahwa setiap skenario tuhan itu indah. Indah tak terperi.
END
makasih buat @kiki_h_n yang udah ngajak" w jalan-jalan dan juga berburu kuliner di kota bandung.
selebihnya, tulisan sampah ini emang banyak banget kurangnya (EYD apalagi, haha). maksih udh nyempetin baca, disela" waktu bete.
semoga pesan dari cerita ini sampe ke pembaca semua.
udah ah ya, billingnya jalan terus kayak kreta. hahaha
ditunggu pisan komentarnya...
yg gak ke mensyen, mohon maaf ya..