It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Makasih ud mantion
Aku dan Kak Ilham kerap menjahili satu sama lain. Kalau aku yang lengah, maka siap-siap kena kejahilannya. Tapi ia juga harus waspada denganku. Aku juga tidak akan berdiam diri melihat ketenangan Kak Ilham, hehe.
Selain itu, aku dan Kak Ilham punya nama ejekan masing-masing. Jika Kak Ilham memanggilku 'Bedul' maka aku menamainya 'Tarjo' (maaf, tidak bermaksud menghina pihak mana pun yaa).
Mama sama Papa terkadang cuma bisa geleng-geleng kepala jika melihat kelakuan kami yang tak ubahnya Tom and Jerry. Tapi jika aku boleh memilih, aku mau jadi Jerry-nya aja deh, hihi.
Mengenai orientasi seksual Kak Ilham, aku bisa menjamin kalau ia 99,9 % adalah seorang straight. Untuk 0,1 % nya sih aku tak bisa jamin, hihih. Apalagi sebenarnya di setiap diri cowok itukan ada kecenderungan menyukai sesama jenis. Minimal mengagumilah. Hanya saja porsi latent homo-nya itu berkembang atau tidak dalam diri anda.
Kalau aku, haha, jangan ditanya. Bukankah aku sudah bilang di awal kalau naluri gay-ku sudah terbawa sejak lahir. Untung saja aku masih punya kesadaran yang sangat tinggi, sehingga setiap lihat cowok keren tidak langsung mimisan. Masih mampu menguasai dirilah. Buktinya meskipun Kakak Ilham keren dan macho, (untung) aku tidak horny melihatnya. Hehehe. Tuhan memang baik padaku. Coba kalau tidak, bisa berabe kan?? Hehe.
Meskipun begitu, bukan berarti aku fine-fine aja dengan keadaanku ini. Aku iri dengan keadaan Kak Ilham yang tidak menyimpan rahasia seperti diriku. Aku juga suka bertanya-tanya faktor apakah yang membuat diriku terlahir menjadi seorang gay? Dari kecil tak ada yang mengajariku untuk menyukai sesama cowok. Malahan sejak dari umur 5 tahunan, aku sudah dicekoki dengan isi Kitab Suci yang menerangkan kalau kaum Homoseksual itu berdosa besar. Tapi hatiku tetap saja tak mampu diajak kompromi. Semakin inginku membuang semua perasaan terlarang ini, semakin kuat pula lingkaran hitam itu mengurungku. Dan akhirnya, aku jatuh lagi. Takluk lagi. Sampai akhirnya aku berhenti di satu titik dimana aku membiarkan semuanya mengalir seperti air. Aku akan menuruti kemana kata hati ini ingin melangkah.
Dengan berjingkat kuhampiri pintu kamarnya. Kucondongkan kepalaku sedikit ke dalam. Kak Ilham tengah berselonjor di ranjang sambil mendengarkan musik dari Ipod.
Aku tersenyum kecil. Pelan-pelan kuraih gagang pintu kamarnya, kemudian kucabut kunci yang tergantung dari dalam. Setelah itu dengan cepat kututup pintu kamarnya lalu kukunci dari luar.
"Rasain !!!"gumamku dengan nada puas.
***
Januari 2007,
Hari masih pagi. Kabut belum sepenuhnya tersapu dari pandangan. Dedaunan masih basah diselimuti embun. Kulangkahkan kaki dengan cepat memasuki gerbang sekolah.
Hari ini aku mendapat tugas piket. Jangan sampai datang telat kalo tak mau dapat sanksi dari guru piket.
Sesampainya di kelas, kutemui baru Wardah, teman piketku yang tengah menyapu lantai kelas. Sementara murid yang lain belum ada yang datang.
Wardah memintaku mengangkat semua bangku ke atas meja agar ia bisa dengan menyapu lantai. Selain itu ia juga sekaligus membuang semua sampah yang ada dalam laci meja. Aku menuruti keinginannya.
Saat aku mengangkat bangku Helen dan memasukkan lenganku ke dalam laci mejanya, aku menyentuh sesuatu. Saat kuperiksa, ternyata itu adalah tas Helen.
Aku mengerutkan kening. Kok tas Helen ada di sini?
Aku langsung bertanya pada Wardah. Tapi cewek itu menjawab tidak tahu. Saat ia datang, kelas masih kosong. Jadi kemana Helen? Tak mungkinkan kalau kemarin ia pulang lupa membawa tas?
"Mungkin dia udah datang, tapi sekarang lagi keluar,"kata Wardah.
"Mungkin juga,"timpalku.
Untuk sejenak, aku melupakan Helen. Aku fokus dengan tugas piketku. Setelah bagianku selesai, aku bergegas ke toilet untuk mencuci tangan.
Saat itulah aku hampir saja ditabrak seseorang. Kami berpapasan di depan pintu masuk.
"Maaf,"katanya.
"Mm..aa.. Len...?"aku sedikit terkejut setelah melihat siapa yang hampir menabrakku.
Helen mendongak.
"Dan..."
"Jadi beneran kamu udah datang ternyata..."gumamku.
"Iya. Emang kenapa?"
"Nggak. Kok tumben datang pagi banget? Kamu kan gak ada tugas piket,"terangku.
"Bosan aja di rumah, makanya datang lebih awal."
"Ooh, gitu. Aku cuci tangan dulu ya..?"
Helen mengangguk.
Setelah cuci tangan di toilet cowok, aku menemui Helen yang masih menungguku di depan pintu masuk toilet.
"Eee...ngapain kalian berdua di sini?"tegur Lira yang hendak masuk toilet.
"Apaaaa...??"seruku.
Lira nyengir. "Ntar aku adukan ke Suthe lho...!"
"Hahaha...emang dia percaya? Silahkaaaannn...."tantangku.
"Awas ya, aku aduin beneran lho...!"balas Lira lagi sambil masuk ke dalam toilet.
Aku langsung menarik lengan Helen.
"Ayo!"
Helen menurut saja.
Kami lantas berjalan bersisian. Kutatap Helen yang sedari tadi diam.
Kami tak berucap sepatah katapun sampai menuju kelas.
Kurasakan, saat itu dan selanjutnya, sikap Helen agak aneh...
(..)
Aku berjalan tergesa-gesa melalui gerbang sekolah melewati kerumunan Murid-murid yang juga berlomba paling cepat keluar dari sekolah.
Aku ingin menemui Suthe yang sudah menungguku di depan gerobak penjual "Model".
Saat berdesak-desakan di depan gerbang sekolah itulah aku melihat Alby berjalan di samping kananku. Aku menoleh ke samping kirinya. Berharap menemukan Helen di sana. Tapi ternyata tak ada.
"By, gak pulang bareng Helen?"tegurku.
"Eh Dan. Gak nih. Gak tahu tuh anak kemana sih?"
"Emang dia kemana? Biasanya kalian pulang bareng..."
Alby mengangkat bahunya.
"Ya sih. Tapi tadi dia gak ada di depan kelas. Kata yang lain dia udah pulang duluan,"terang Alby.
Aku mengangguk.
Kenapa sih dengan Helen? Tadi dia meninggalkan kelas paling awal. Datang ke sekolahpun juga paling awal. Akhir-akhir ini dia sungguh berbeda.
Karena penasaran dengan sikap Helen itu, setelah mengantar Suthe pulang, aku memutuskan untuk pergi menemuinya di rumahnya.
Sayang saat aku ke sana, rumah itu tampak sepi. Bahkan kata tetangganya, Helen belum pulang dari tadi.
Tentu saja aku bingung. Dia belum pulang? Ke mana dia? Bukankah dia sudah meninggalkan sekolah sejak tadi??
Ya Tuhan, ada apa dengan Cintaku itu? Lindungilah dia, Tuhan. Jangan biarkan dia kenapa-napa, karena aku sangat mencintainya... Amin.
(..)
Jika sebelumnya aku kebingungan melihat daftar teman Dandy yang hampir mencapai seribu itu (dan aku tak mungkin mengeceknya satu persatu), berkat temanku itu, aku akhirnya tahu bagaimana mencari orang yang kita maksud dengan hanya mengubah angka pada URL.*
Lagi-lagi aku harus menelan rasa kecewa karena tak ada satu pun nama Helen dalam daftar teman Dandy. Yang namanya mendekatipun tak ada. Jelas sudah Helen tak memiliki FB atau jikapun ia menjadi bagian keluarga besar jejaring FB, Dandy belum menjadi temannya Helen. Atau bisa jadi juga Helen menggunakan nama profil yang tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan namanya seperti yang sekarang ini banyak bertebaran di account FB sehingga aku tak mengenalinya. Tanpa bermaksud menyinggung siapapun, sekarang kan banyak tuh namanya semisal Rusmawati tapi di FB namanya Mhacimoken Putri Bungsu atau Heru Sumanjaya jadi Eru Prajurit Dewa. Uhmm...sebenarnya sih tak masalah. Cuma saat kita ingin mencari teman yang sudah puluhan tahun tak bertemu, dengan nama yang [maaf] alay, bagaimana kita bisa menemukannya? Sementara tujuan kita bergabung dalam jejaring sosial itu salah satunya mungkin ingin mencari teman, sahabat atau kerabat kita yang tak tahu keberadaannya dan lama tak bertemu.
Akh, tak usah hiraukan uneg-unegku. Mungkin ini hanyalah efek karena Helen yang kucari belum juga ketemu, hehe.
Aku berniat OFF dari FB, tapi tiba-tiba melintas di kepalaku wajah misterius teman Dandy itu. Aku ingin sekali menatap wajahnya. Aku pun kembali membuka album foto Dandy. Kutatap wajah tampan yang tak kuketahui namanya itu cukup lama. Sampai kemudian aku memutuskan untuk mengunduh foto itu...
***
* untk bro alfaharu : thx yaah..
@alfaharu : yang pasti Agenda Dandy ya buat meminta Ady melakukan sesuatu buat Helen..
@andilim : oke, di bawah udah dilanjut..
@4ndh0 : ya bro.
Tapi semenjak menatap ekspresi dingin bak patung es itu, aku langsung terpaku. Ketampanannya yang langka membuat aku terpukau. Ada aura tersendiri yang begitu kuat menyeretku ke dalam tatapan matanya yang dingin. Dia...dia mematahkan keangkuhanku !
Aku tertawa lirih mengutuki diri sendiri. Bagaimana bisa aku terpikat pada cowok itu? Hanya melihat gambar tak bergerak itu saja aku sudah terkagum, bagaimana jika ia ada di hadapanku? Mimisankah aku? Haha. Gila. Aku belum pernah merasakan ini.
"Sayang..."
Aku tersentak.
"Melamun?"
"Vy..."ucapku sambil beringsut sedikit dari tempat duduk untuk memberi Levy tempat duduk di sampingku.
"Lagi ngelamunin apa sih?"
Aku menggeleng.
Levy merebut HP yang ada dalam genggamanku.
"Ini foto siapa?"tanya Levy.
"Itu...foto Dandy dan teman-temannya,"jawabku sambil ikut melihat foto itu lagi. Mataku kembali terpaku pada si pemilik ekspresi misterius itu.
"Oh...ada apa dengan foto ini?"tanya Levy.
"Nggak ada apa-apa."
"Kok dijadikan wallpaper segala?"
"Hah?"seruku kaget. Aku sendiri tak menyadari itu. "Masa sih?"
"Ini..."jawab Levy sambil memperlihatkan foto itu kepadaku.
"Haha, aku aja gak sadar..."kataku jujur.
Levy mengernyitkan dahinya.
"Ya udahlah, gak usah dipikirin sayang,"pungkasku sambil menempelkan daguku ke bahu Levy.
Levy memberikan HP-ku lagi. Aku langsung menaruhnya di atas meja. Tak mau kejadian ini memicu konflik lagi.
"Hari ini kamu ada tugas nggak?"tanya Levy.
Aku menggeleng.
"Kita pergi yuk?"ajak Levy.
"Boleh. Ke mana?"
"Ke danau aja gimana? Kita udah lamakan nggak pergi ke sana?"usul Levy.
"Baiklah. Kita pergi sekarang?"
Levy mengangguk.
Kami berdua langsung berdiri dan keluar kamar.
"Aku pamit dulu ya, sayang,"kataku sambil menepuk pundak Levy.
Levy mengangguk sambil mengikutiku.
Kebetulan di rumah cuma ada Kak Ilham. Mama dan Papa semuanya pergi.
Aku mengetuk kamar Kakak Ilham. Suara Usher terdengar catchy dari di dalam kamarnya.
Cukup lama untuk membuat Kak Ilham membuka pintu kamarnya. Suara teriakan dan gedoranku di pintu saling bersaing dengan hentakan musik RnB-nya.
"Ada apa, heh?"tanya Kak Ilham sambil melongok dari dalam kamarnya.
"Aku sama Levy mau pergi."
"Pergi aja sana!"kata Kak Ilham enteng.
"Tarjo' !"geramku sambil berjalan menjauhi kamarnya.
"Dul, sini dulu!"tahan Kak Ilham.
"Kenapa?"
"Sini!"
Aku mendekat sedikit.
"Sini..."
"Kenapa sih?"tanyaku dengan sikap waspada.
"Kamu kan yang mengurung..."
"Aku pergi Jo'!"potongku cepat sambil berlari menjauh. Aku sudah tahu kemana arah pembicaraannya.
"Bedul!"teriak Kak Ilham.
"Ayo, Vy!"kataku.
"Kak Ilham manggil tuh..."
"Biarin aja! Palingan dia mau balas dendam."
"Balas dendam kenapa?"
"Kemarin aku kurung dia di Kamar, hehe..."
"Kalian masih suka saling ngerjain ya..."
"Kayaknya gak bakalan berakhir deh..."
"Hahaha. Kalian kan cuma dua saudara. Tapi nggak akur pula. Perasaan kalian masing-masing itu gimana sih?"tanya Levy sambil menghidupkan motor.
"Aku sayang banget kok sama Kak Ilham. Dan dia juga aku yakin sangat sayang dan memperhatikan aku. Sering berantem bukan berarti kami saling benci. Kami saling mendukung,"terangku sambil naik ke jok belakang.
Levy mengangguk-angguk.
"Ready?"
"Yeah, i'am ready!"
"Let's gooouu..!"
Motor kamipun meluncur ke jalanan.
***
Sementara itu, wajah danau masih indah seperti hari-hari sebelumnya. Memberikan ketenangan. Airnya yang membentang kebiruan mampu melembutkan hati yang gulana. Desiran bayu yang semilir sanggup meninabobokkan mata. Pepohonan hijau bercampur dengan perdu berbunga kecil terasa sedap dipandang mata. Semuanya terasa sempurna. Apalagi ditambah dengan bermekarannya bunga anggrek Pensil (Vanda Hookeriana) dengan kelopak putih-ungunya yang sangat kontras dengan hijaunya tumbuhan bakung dan birunya air.
Tangkai-tangkai Anggrek Pensil itu menjuntai di atas permukaan danau. Memantulkan kelopak terangnya dengan pongah di atas air. Sesekali ia berayun ditiup angin. Memang indah. Sungguh indah. Tak salah jika keanggunannya berhasil memikat setiap orang. Bahkan keharumannya mampu bertahan hingga 22 hari !! Tidak heran jika pada tahun 1882 Anggrek ini dinobatkan sebagai "Ratu Anggrek" dan mendapat hadiah "First Class Certificate" dari pemerintah Inggris.
Aku tersenyum dalam hati. Aku bangga karena Anggrek tercantik ini hanya terdapat di kotaku. Tumbuhan endemik yang hidup menumpang pada bunga bakung ini sangat langka dan cuma hidup di Cagar Alam Danau Dusun Besar , Bengkulu. Sayang keberadaannya terancam punah oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Untungnya sang Ratu mau dikembangbiakkan di Danau ini, sehingga pengunjung bisa menikmati keanggunannya.
Membahas kata langka... Aku jadi teringat wajah cowok itu lagi. Ketampanannya yang langka, pahatan wajahnya yang sempurna, dan mimik wajahnya yang sulit dijelaskan dengan kata-kata membuat aku semakin sulit melupakan wajahnya.
Akh, aku tidak mungkin jatuh cinta padanya kan? Mana mungkin aku mencintai sosok yang sama sekali belum kukenal?
lanjut
@pokemon : siapa aja? Thx ya..
"Ya?"
"Kamu ngelamun lagi?"
Aku tersenyum kecil untuk menutupi kegugupanku.
"Kamu ngelamunin apa sih...??"tanya Levy sambil menyampirkan lengannya ke bahuku.
"Nggak ada kok, Sayang."
"Aku tuh tahu banget sifat kamu. Kalo kamu nggak lebih banyak diem kek gini, pasti lagi ada sesuatu."
Aduh, gini nih gak enaknya punya pacar yang terlalu cermat. Susah buat ngelesnya. Apa-apa dia tahu. Bahkan terkadang lebih tahu dari aku sendiri.
"Cerita dong Sayang..."
"Sebenarnya aku cuma lagi kepikiran sama Dandy, Vy..."kataku memutuskan untuk terus terang.
"Dandy? Kenapa dia? Bukannya dia udah..."
"Ya, Dandy emang udah tiada. Tapi ada sesuatu yang ia berikan ke aku sebelum ia pergi."
"Apa itu?"
"Catatan hariannya..."
"Diary? Lho, buat apa dia kasih itu ke kamu?"
"Aku juga gak ngerti,"jawabku sambil geleng kepala.
""Terus Diary itu isinya apa? Kok bikin kamu bingung?"
"Well, sebenarnya aku bingungnya karena itu. Apa tujuan dia mewariskan diary itu ke aku?"
"Apakah ada rahasia di dalamnya?"
"Menurutku sih nggak ada..."
"Kalo gitu nggak usah dipikirin dong Say. Mungkin aja dia cuma pengen kasih kenang-kenangan ke kamu. Iya kan?"
"Mungkin..."
Levy lantas mengelus punggungku lembut.
"Kita nikmati aja suasana ini, Sayang..."bisik Levy lembut di telingaku.
"Iya, iya..."kataku berusaha tersenyum.
Setelah perbincangan singkat itu, Levy pamit untuk memesan dua buah es kelapa muda. Ia meninggalkanku sendirian di pinggir danau.
Sepeninggalan Levy, aku bersenandung kecil sambil dibuai semilirnya angin.
Tiba-tiba suara deruman motor memecah kedamaianku. Auman motor yang memekakkan telinga memaksaku untuk menoleh. Siapa sih pemilik motor bising itu?
Dua orang cowok nampak berdiri di depan sebuah kedai. Salah seorang dari mereka sudah nyaman di atas motornya. Sementara yang satu lagi baru saja berjalan menghampiri motor itu. Sepertinya mereka baru saja singgah makan atau apa dari kedai tersebut. Dan sekarang mau melanjutkan perjalanan lagi.
Cowok yang tengah berjalan itu mengangkat kepalanya dan menghadapku.
Aku tersentak.
Dia...?
Cowok itu mengenakan helmnya.
Aku mengucek-kucek mata takut apa yang mataku tangkap sekarang hanyalah ilusi.
Tetap sama. Benar-benar wajah cowok tampan di foto itu.
Aku ternganga dan terpaku.
Benar gak sih apa yang kulihat ini? Aku menepuk pipiku sendiri. Terasa sakit. Berarti ini bukan mimpi.
Aku setengah bangkit dari kursi saat cowok itu sudah duduk di boncengan. Ia menepuk pundak cowok di depannya sebagai isyarat ia sudah siap.
Sang cowok pengemudi memasukkan gigi lalu motor pelan-pelan mulai berjalan.
Aku menelan ludah.
Ini kesempatan yang bagus Dy, gumam hatiku.
Aku berdiri, tapi tetap di tempat. Hanya mampu memandangi motor yang terus berjalan.
Tiba-tiba cowok tampan itu kembali menoleh ke arahku. Ekspresi wajahnya terasa dingin. Tatapannya lembut tapi terasa tajam menembus ulu hatiku.
Aku langsung berlari menuju jalan raya. Aku ingin sekali berteriak untuk menghentikannya. Tapi aku kebingungan harus berucap apa.
Sampai wajah itu berpaling dan motor pun hilang ditelan tikungan, aku hanya mampu berdiri dengan hati yang terasa kosong.