It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Selesai berpakaian dan diakhiri penyemprotan parfum ke seluruh tubuh, aku datang menemui Levy di ruang tamu. Saat melihatku wajahnya tetap tenang. Tak ada guratan marah atau kecewa sama sekali. Justru lagaknya seperti orang sedang bersantai saja.
"Maaf, Vy..."kataku membuka percakapan.
Levy tak menggubris ucapanku. Ia terus saja menatap layar Televisi yang menyiarkan serial kartun.
"Seharusnya kamu telepon aku tadi...,"sambungku mencoba memancing Levy agar ia buka suara.
Tak berhasil juga.
"Aku semalam tidur jam dua pagi..."terangku tanpa diminta.
"Kirain begadang semalaman."
Aku menoleh. Ekspresi Levy tetap sama.
"Aku keasyikan baca bukunya,"sambungku.
"Sudahlah, nggak usah dibahas lagi,"pungkas Levy.
"Kamu boleh omelin aku kok..."
"Buat apa? Emangnya waktu bisa diputar lagi ya, kalo aku ngomelin kamu?"
Aku menggeleng.
"Ya sudah, aku mau pulang. Silahkan selesaikan bacaan kamu itu..."ujar Levy sambil bangkit dari duduknya.
Aku buru-buru memegang lengannya.
"Kamu mau kemana?"
"Pulang."
"Vy..., maafin aku ya. Aku janji nggak bakalan buat kamu kecewa deh."
Levy mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menepuk pundakku.
"Aku pulang dulu,"kata Levy.
Aku menarik nafas dan membiarkannya pergi. Saat ini percuma bagiku untuk menahannya.
***
Aku jadian dengan Sutera atas comblangan Helen. Ini adalah hubungan percintaan pertamaku. Sutera memang pacarku, tapi bukan dia yang pertama memiliki hatiku. Tetap Helen yang mencuri hatiku sejak 5 tahun yang lalu.
Jujur, Sutera hanyalah pelarian bagi hatiku yang gundah karena tak mampu memiliki Helen. Hanya saja aku tak ingin menyia-nyiakan dia. Aku tak akan menyakiti hati perempuan, terlebih-lebih gadis secantik Sutera. Dia juga menunjukkan rasa cinta yang besar padaku meskipun saat itu cinta kami hanyalah cinta monyet.
Sementara itu, setelah statusku berpacaran dengan Sutera, Helen perlahan mulai menjauhkan diri. Hal itu kurasakan, sebab setiap aku mengajaknya pulang bersama, dia hampir selalu menolak. Alasannya tak enak sama Sutera. Seharusnya aku pulang bareng Sutera, bukan dengan dia.
Apa boleh buat, aku terpaksa menuruti keinginannya itu. Apa kata orang nantinya kalau aku terus nempel dengan Helen padahal sudah punya kekasih? Gosip antaraku dan Helen bisa makin berhembus kencang nantinya...
(..)
Semenjak aku menjalin hubungan dengan Suthe, Helen kok semakin menjauh dariku ya? Begitu sedikit waktu yang tersisa untuk kami berdua bisa bercengkrama seperti hari-hari sebelumnya.
Aku mencoba menanyakan penyebab merenggangnya jalinan persahabatan kami padanya.
"Aku gak menjauh kok, Dan. Kamu aja yang ngerasanya kayak gitu. Lagi pula sekarang udah ada Suthe kan? Kamu seharusnya lebih banyak sama dia dari pada sama aku. Ntar gosip miring tentang kita makin berkibar kencang..."kata Helen kasih alasan.
"Bodoh lah sama omongan mereka. Lagian nggak mungkin kan kita pacaran? Aneh-aneh aja..."gerutuku.
"Yahh...namanya mulut orang, Dan. Mana bisa dibungkam?"
"Gak asyik kalo gak ada kamu,"ungkapku terang-terangan.
Helen terkekeh.
"Kamu aneh ih! Hati-hati, ntar ada yang denger lho..! Seharusnya kata-kata barusan kamu tujukan pada Suthe, bukan aku!"
"Soal itu sih aku sendiri udah tahu kali. Gak mungkin juga aku kasih tahu ke kamu saat aku ngungkapin kata-kata romantis ke Suthe?"
Helen tersenyum.
"Kapan-kapan kita jalan-jalan yuk?"
"Gak mau ah! Aku gak mau jadi kambing congek,"tolak Helen.
"Cuma kita berdua kok!"
"Uhm...oke deh kapan-kapan."
Aku tersenyum.
"Ya udah buruan temuin Suthe sana! Ngapain masih nempel ke aku?"
Aku mengangguk dan mengacak rambut Helen gemas.
Helen mangut-mangut sambil memperbaiki rambutnya yang berantakan.
(..)
Aku melirik jam dinding. Sekarang sudah jam setengah sebelas lewat. Sarapan apa?
"Tanggung Ma. Sekalian aja makan siang aja nanti!"jawabku.
"Ya sudah. Semuanya sudah Mama hidangkan di meja makan. Kalo makan jangan lupa sisakan buat Kak Ilham. Mama mau ke rumah Tante Via!"
"Yaaaaaa...!"
Mama pun pergi. Tinggalah aku sendiri di rumah. Terasa sangat sepi. Biasanya kalau lagi sendirian aku biasanya menelepon Levy minta ditemani. Tapi melihat kemarahannya tadi pagi, aku tak punya keberanian untuk menghubunginya. Jangankan menghubungi, membayangkan wajah dinginnya saja sudah membuat jantungku berdebar.
Akh, ke mana enaknya ya? Aku gak betah sendirian mendekam di dalam rumah. Aku menutup Agenda milik Dandy dan menatapinya lama. Seakan-akan agenda bersampul cokelat itu bisa menjadi teman bicaraku.
Aku kembali membuka Agenda itu. Kubuka halaman terakhir yang sudah kubaca. Mungkin dengan meneruskan membaca diary ini bisa membunuh kebosananku.
***
Memiliki pacar ternyata hanya mendatangkan masalah baru bagiku. Tujuanku semula ingin memiliki pacar adalah untuk mengalihkan perasaan cinta terlarangku pada Helen. Tapi sekarang semua itu menjadi bumerang.
Sampai saat ini aku tak bisa membuang perasaan cintaku padanya. Dan yang lebih menyakitkan lagi, sekarang aku justru semakin tersiksa dengan perasaanku. Perasaan cintaku makin menjadi-jadi terlebih lagi setelah Helen semakin menjaga jarak dariku.
Akh, aku sangat menyesali keputusanku memilih Suthe, jika kutahu Helen akan menjauh dariku hanya karena statusku itu...
(..)
Maaf oot, heheh
heland => co ;-)
@4ndh0 di bwh ada jwbnny
@adinu hehe.
Kusadari betul memang sosok Alby lebih tampan dariku. Ia salah satu cowok idola di sekolah ini. Bisa saja Alby mampu menarik perhatian Helenku. Meskipun itu sedikit mustahil. Nggak mungkinlah Helen menyukai Alby! Aku gak rela.
Ingin sekali rasanya kutarik lengan Helen dan membawanya jauh-jauh dari Alby jika saja tak ada Suthe di sampingku.
Lagi pula tak ada hakku untuk melarang Helen bergaul dengan siapapun. Hanya hatiku saja yang tak rela melihatnya bersama dengan orang lain. Aku takut kehilangan dia...
(..)
Tiba-tiba aku jadi asyik sendiri membayangkan sosok Helen. Menurut tulisan Dandy, cewek ini berkulit putih mulus, berbibir merah tipis dan berambut halus. Selain itu lehernya juga jenjang. Kira-kira mirip siapakah jika dia seorang public figure? Mirip Luna Maya kah? Ah, tidak! Aku tak suka dengannya.
Hmm...dari pada sibuk menerka-nerka sendiri, kenapa tidak kutanyakan saja langsung pada Meyda? Adik perempuan Dandy itu pasti tahu. Setidaknya Dandy memiliki foto gadis idamannya itu.
Pergi ke sana dulu ah!
***
"Siang Tante..."
"Siang Dy. Masuk,"jawab Mamanya Dandy dengan suara parau. Suaranya habis mungkin karena terlalu banyak menangis.
"Tante sekeluarga baik-baik aja kan?"
"Baik Nak. Om lagi pergi. Meyda ada di dalam. Meey..?"
"Ya Bu..?"jawab Meyda disertai dengan kemunculannya di ruang tamu.
"Kak.."
"Apa kabar Dek?"
"Baik Kak..."jawab Meyda sambil duduk di kursi.
"Duduklah Dy. Tante ke dalam dulu ya.."
Aku mengangguk.
"Oh ya, sebentar ya Kak. Mey ambilin minum dulu,"kata Meyda.
"Gak usah, Mey!"cegahku. Meyda urung berdiri.
"Kakak cuma mau ngobrol aja sama kamu. Nggak ganggu kan?"
"Nggak kok..."
"Ini mengenai buku yang kamu berikan tempo hari."
"Oh...emang kenapa Kak?"
"Kamu udah baca buku itu? Itu agendanya almarhum Kakakmu. Tepatnya sebuah diary,"terangku.
Meyda geleng kepala.
"Hal yang ditulis Dandy itu mengenai cintanya pada seseorang,"tuturku mulai bercerita.
"Kisah cinta?"
"Iya. Hanya saja cintanya itu belum kesampaian. Ia menyukai teman dekatnya sejak kecil."
"Siapa?"
"Helen..."
Meyda terpaku. Sedetik kemudian air matanya langsung keluar. Tentu saja aku heran. Kenapa ia langsung menangis saat mendengar nama itu?
"Mey..."
Meyda langsung mengusap air matanya.
"Oh begitu,"ujar Meyda.
"Kamu kenal sama Helen?"
Meyda terlihat ragu-ragu untuk menjawab. Tapi akhirnya ia pun mengangguk.
"Bagaimana rupanya? Dia benar-benar cantik ya?"
Meyda menatapku sejenak. Aku mengerutkan kening sedikit saat menunggu jawabannya.
"D-dia cantik. Ya, cantik..."jawab Meyda pelan.
Aku melengkungkan tangkup bibirku sedikit. Kok jawabnya kayak gak ikhlas begitu?
"Kamu punya fotonya? Barangkali Dandy menyimpan fotonya..."kataku.
"Gak ada! Mereka gak pernah berfoto bersama,"jawab Meyda cepat.
"Oh..."desisku kecewa.
Kedatanganku ke sini sia-sia saja.
"Tapi kalo foto kak Sutera ada,"kata Meyda.
Sutera?
"Kalo kakak mau lihat Mey ada fotonya. Sebentar ya..."kata Meyda.
Aku mengangguk.
Hmmm...sikap Meyda sedikit mencurigakan. Saat aku membahas topik soal Helen dia terkesan menutupi. Tapi mengenai Sutera dia sungguh antusias. Tanpa diminta pun ia bersedia menunjukkan foto pacar pertama Dandy itu.