It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@andilim di bwh bro.
@kiki_h_n sip
"Dia cantikkan?"
Aku mengangguk.
"Menurutmu mana yang lebih cantik antara Helen atau Sutera?"tanyaku.
"Aku lebih menyukai Kak Suthe."
"Berarti Sutera lebih cantik?"
"Mereka berdua tak bisa disandingkan."
"Kenapa?"
"Mereka berbeda,"jawab Meyda sambil menutup album foto. "Sampai kapan pun Kak Dandy gak akan pernah bersatu sama Kak Helen. Tak kan ada yang membiarkan itu terjadi."
Aku langsung mengerutkan kening.
"Kenapa gak bisa? Apa yang salah dengan mereka?"
Meyda mengusap rambutnya. Alih-alih menjawab pertanyaanku, ia malah menggeleng-gelengkan kepala.
Aku langsung menuntup pembicaraan seputar kisah cinta Dandy dan Helen. Rasanya tak pada tempatnya jika aku memaksa Meyda sekarang. Ia masih berkabung. Tentu saja ia masih sangat sedih jika membicarakan apa pun yang berhubungan dengan almarhum Kakaknya itu. Lain kali sajalah kukorek lagi mengenai masalah ini.
Aku pun pamit pulang. Keluarga yang ditinggalkan Dandy belum sepenuhnya siap menerima kedatangan tamu lama-lama.
***
Saat aku datang, Levy tengah bersantai di kamarnya sambil memetik gitar. Saat itu ia hanya mengenakan singlet dan boxer yang memperlihatkan bulu ketiak dan bulu-bulu pahanya.
Levy gonjrang-genjreng memainkan gitarnya. Aku belum pernah mendengar lagu yang tengah ia mainkan itu.
Aku duduk di dekat kakinya. Sedari tadi ia tak berucap sepatah katapun. Aku menggaruk-garuk kepala kebingungan. Lagakku sudah seperti orang bego aja di sini.
Kulihat jam di layar HP. Kira-kira sudah enam menitan aku berada di kamar Levy -yang entah mengapa tiba-tiba saja seakan menghimpitku. Aku sesak bagaikan kehabisan oksigen menghadapi sikap Levy yang seperti ini. Sialnya, dia nampak begitu menikmati penderitaanku.
"Ada apa?"tanya Levy tanpa menatapku. Sementara jari-jemarinya sibuk memetik senar gitar dengan lembut.
"Nggak apa-apa," jawabku konyol.
"Aku lagi sibuk sekarang. Aku lagi asik main gitar," kata Levy.
Aku menelan ludah.
Jelas sekali ia tengah menyindirku. Kemarin aku yang bilang padanya, "Aku lagi asyik membaca buku," dan hari ini ia membalasnya.
"Apa ada yang ingin disampaikan?"tegur Levy.
"Eng...aku..."
"Kalo gak ada aku masih mau main gitar lagi,"potong Levy.
Aku langsung merebut gitar sialan itu dari tangan Levy.
"Hey, apa-apan nih...?!"protes Levy.
"Dengerin aku dulu!"seruku dengan nada kesal.
Levy menghela nafas. Ia bersandar dengan bantal di kepala spring bed.
"Ayo mau ngomong apa?"
"Maafin aku,"ucapku singkat.
Kami berdua lantas hening.
"Aku mengerti kalo kamu kecewa banget sama aku. Tapi aku pun gak mau semuanya jadi kayak gini,"sambungku.
"Udah. Aku kan sudah bilang gak usah dibahas lagi?"
"Tapi kamu masih marah sih..."
"Siapa yang marah?"
"Ya kamu."
"Aku gak marah."
"Kalo gak marah kenapa dari tadi diem aja?"
"Kamu juga diem aja dari tadi,"balas Levy.
Aku mangut.
"Jadi kamu gak marah nih?"