BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

LITTMANN MEETS HUGO ^^end

13132333537

Comments

  • Emg apa judulnya. Mensen Q,pliss!
  • up bagus nih cerita
  • Udah kelar ya??? Kok kesannya maksa banget dituntaskan ini cerita, bingung...???
    Padahal ceritanya keren, mengingatkan sy sm seseorang yg sekarang juga lagi berjuang menuntaskan koassnya, melalui cerita ini sy sd bisa maklum betapa sibuknya dia...
  • mllowboy wrote: »
    Tulisan ini terinspirasi dari kumpulan artikel dari Buku yg ditulis dr.Yose Waluyo yang berjudul "Doctor; The Ordinary Me", tulisan ini sebenarnya buah pemikiran yang lahir setelah melihat fenomena ketidakpuasan masyarakat terhadap dokter dan ketidakpedulian pemerintah terhadap profesi ini...Pemikiran yg kemungkinan bergejolak di benak seluruh dokter akan tetapi belum dapat diungkapkan hingga akhirnya dr.Yose membuat artikel tersebut...



    DOKTER JUGA MANUSIA



    Sudah menjadi suratan seorang dokter untuk dianggap seorang dewa. Dokter adalah makhluk Tuhan yang tercipta untuk menolong sesama, dokter adalah malaikat yang tidak boleh melakukan kesalahan, dokter adalah penyembuh, bahkan dokter dianggap sebagai penyebab hidup atau matinya seseorang. Tapi mungkin tidak banyak yang sadar bahwa dokter juga manusia yang bisa lelah, dokter adalah juga seperti manusia umumnya yang bisa melakukan kesalahan, dokter hanyalah manusia yang disumpah untuk melakukan yang terbaik sesuai kemampuannya dan bukan bersumpah untuk menjadi sempurna.



    Di sebuah tempat terpencil di kepulauan yang berpenduduk lumayan padat, sebut saja dokter Agus memberi pelayanan di Puskesmas dari jam 8 pagi sampai 4 sore, malamnya dia membuka praktek di rumah sampai jam 10 malam. Suatu ketika saat dr. Agus bersiap tidur, seorang pemuda membangunkannya dan mengatakan bahwa ayahnya sedang sakit keras. Walau masih dilanda lelah, sang dokter pun pergi ke rumah tersebut dan kembali setelah lewat tengah malam. Belum sempat matanya terpejam, jam 3 subuh seseorang mengetuk pintu dan mengaku kalau ibunya sedang sakit. Sesampainya di rumah yang dituju, sang pasien tampak sedang duduk dan menikmati kopi. Ternyata ibu itu hanya tidak bisa tidur. Tidak sebanding dengan kelelahan yang ia alami, kontan emosi dr. Agus naik, karena itu bukanlah sesuatu yang gawat untuk segera di tangani. Malangnya, bukan pengertian yang didapatkan oleh Dokter tersebut, namun cacian dari keluarga pasien.”Ini kewajiban Anda” kata orang seisi rumah itu.



    Di sebuah Rumah Sakit Negeri tampak seorang dokter sedang kebanjiran pasien yang datang tidak ada hentinya malam itu. Seorang pasien datang dengan keadaan sangat parah sehingga sang Dokter merasa perlu melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang tentu harus menekan dada sang pasien, namun sayang pasien tersebut tidak tertolong dan dia meninggal dunia. Tahukah Anda apa yang dihadapi sang dokter selanjutnya? Dia tidak bisa pulang setelah shift usai karena ditunggu keluarga korban tersebut. Mereka merasa meninggalnya korban adalah akibat tindakan yang diberikan dokter tersebut.



    Di sebuah Rumah Sakit Swasta di Jakarta, seorang dokter harus membayar sebesar 2 milyar rupiah karena dianggap salah mendiagnosa.



    Mungkin ada baiknya masyarakat tahu kalau ada dokter yang terserang penyakit TBC hanya karena telah menangani pasien TBC, atau dokter yang terkena malaria cerebral selelah ditugaskan di daerah endemik malaria. Seorang dokter muda meninggal dunia karena pecah pembuluh darahnya setelah jaga di Rumah Sakit tanpa tidur yang merupakan hak dasar bahkan untuk seorang bayi. Tahukah masyarakat bahwa dokter itu juga bisa lelah, bisa salah, bisa lalai, dan memang manusia seperti hakim yang tidak selalu benar membuat keputusan, seperti polisi yang bisa salah tangkap, seperti pengusaha yang bisa salah perhitungan, seperti guru yang tidak selalu benar, atau bahkan seorang peneliti yang menjadi benar setelah ribuan kesalahan, toh kebanyakan dari merekapun berurusan dengan manusia ?



    Lihat bagaimana pekerjaan ini adalah pekerjaan yang paling beresiko dan dihantui orang hukum. Pekerjaan ini adalah pekerjaan tanpa asuransi proteksi untuk semua resikonya namun obyek hukum yang empuk untuk dicari kesalahan. Tidakkah orang tahu kalau ilmu kedokteran adalah seni sehingga tidak seperti matematika yang hasilnya pasti. Ilmu kedokteran bukan ilmu fisika yang rumusnya tetap dan konstan. Ilmu kedokteran bukan seperti kimia yang hasil akhirnya pasti. Ini adalah seni yang bisa memandang obyek dari cara-cara yang berbeda, penanganan yang berbeda dengan tujuan yang sama : memberi yang terbaik untuk mengurangi kesakitan pasien sesuai dengan keilmuannya.



    Jadi, masih ada yang mau menjadi dokter ? Untuk menjadi dokter, rata-rata mahasiswa menghabiskan waktu 6 tahun lamanya, jika mereka lanjutkan dengan spesialis yang rata-rata menghabiskan 4-5 tahun, total waktu pendidikannya adalah 11 tahun, setelah itu dokter harus membuat Surat Izin Praktek yang sebelumnya harus lulus ujian kompetensi dan seandainya tidak lulus, mereka harus menunggu 3-6 bulan kemudian untuk ujian kembali. Setelah lulus, surat izin dikantongi kira-kira 6 bulan kemudian. Belum cukup menarik nafas, masih ditambah PTT selama 2 tahun. Bisa kita bayangkan betapa berbelit dan lamanya seorang dokter dari lulus sampai kemudian bisa praktek dan memperoleh penghasilan. Dari segi pendanaan pendidikan sekolah kedokteran terkenal dengan pendanaan yang paling besar, bahkan kini angka 200 juta rupiah untuk uang masuk adalah harga bandrol yang dianggap normal, belum dengan SPP 3-12 juta rupiah persemester ditambah 100-250 ribu per Satuan Kredit Semester (SKS) juga merupakan angka fantastis untuk orang kebanyakan. Kita tidak bisa naif menuntut dokter untuk bekerja sepenuh hati sedangkan hak mereka tidak terpenuhi.



    Beberapa kasus yang menyeret dokter ke meja hijau dan akhirnya harus menjadi terpidana karena salah mendiagnosa sudah sering kita dengar, akan tetapi seberapa sering kita mendengar seorang hakim yang kemudian diperkarakan karena menjebloskan seseorang ke penjara dan kemudian hari diketahui bahwa ternyata orang tersebut tidak bersalah. Sekali lagi hukum dibuat dengan standar ganda dan memojokkan profesi dokter. Selain sebagai makhluk sosial, dokter juga makhluk individu yang memiliki kepentingan pribadi, yah.. Dokter juga manusia. Belum lagi posisi dokter yang selalu dipojokkan oleh masyarakat ketika merasa tidak mendapat pelayanan yang optimal di rumah sakit, padahal sistemlah yang menyebabkan keadaan tersebut terjadi.



    Tidak semua dokter berasal dari keluarga yang mapan, tidak semua dokter memiliki klinik dan tidak semua dokter dapat melanjutkan ke sekolah spesialisasi, tapi semua orang tua dokter mengharapkan anaknya kerja dengan tenang dan gaji yang layak.



    Mulai sekarang tampaknya pemerintah benar-benar harus bijak menyikapi riak yang terjadi di masyarakat, riak yang sebenarnya disadari betul oleh pemerintah tapi begitu lambat direspon. Jangankan dengan tulisan bahkan sebuah demo besar sekalipun. Kita semua sadar bahwa setiap dari kita memegang peranan vital masing-masing dalam memberi kontribusi bagi bangsa dan negara. Mungkin setelah ini kita tidak patut lagi bertanya kenapa harga konsultasi seorang dokter begitu mahal, kenapa harga obat meningkat, kenapa pelayanan dokter tidak begitu optimal dan mengapa sering terjadi malpraktik. Karena dokter selalu dituntut untuk manusiawi ketika kita berbicara tentang kewajibannya, tapi tidak dianggap manusia ketika menuntut haknya.





    Sebagai penutup, poin-poin di bawah ini, mungkin bisa menjadi renungan..



    Profesi kesehatan,adalah profesi yang sangat mulia. Profesi yang menurut banyak orang,diminati hanya oleh orang-orang kaya,yang sudah tidak berminat akan gaji dan harta duniawi,dan bertekad menghabiskan sisa hidupnya untuk kemanusiaan. Hanya sedikit manusia yang mampu benar-benar menjadi tenaga kesehatan,sesuai tuntutan profesi yang dianggap mulia itu,mungkin hanya satu diantara beberapa juta manusia yang sanggup.



    Hanya sedikit manusia,yang mungkin mau membayar ratusan juta untuk masuk ke fakultas kedokteran (karena tidak diterima di jalur masuk yang murah),yang tidak berpikiran untuk mendapat pendapatan yang layak dengan biaya sekolahnya.



    Hanya sedikit manusia,yang setelah masa kuliah yang panjang dan melelahkan secara fisik dan mental,bisa bersabar untuk tidak segera bekerja mencari nafkah karena direpotkan segala urusan birokrasi.



    Hanya sedikit manusia,yang bisa tidak mengeluh,setelah lulus dari fakultas favorit dengan ujian masuk tersulit,tapi masih dianggap tidak kompeten dan masih harus melalui berbagai pembuktian kompetensi yang bukan hanya menghabiskan waktu yang tidak sebentar,tapi juga biaya yang tidak sedikit,sementara teman-teman smanya dulu yang memilih jurusan yang ujian masuknya lebih mudah,sudah bekerja dan bisa dibilang lebih mapan.



    Hanya sedikit manusia,yang mampu ditempatkan ke tempat antah berantah,dengan alasan kewajiban kemanusiaan,dengan gaji yang digembar-gemborkan besar(meskipun kenyataannya tidak sampai 30% yang menerima gaji sebesar itu) tapi disuruh berpuasa dulu karena gaji itu baru akan turun entah setelah bulan kesekian.



    Hanya sedikit manusia,yang mampu bersabar menjadi tumbal pemerintah,yang tidak sadar bahwa pengobatan murah untuk rakyat itu harusnya dicapai dengan mensubsidi honor tenaga kesehatan,bukannya menginjak-injaknya jadi serendah mungkin dan kemudian setelah ditunggak lama masih dibayar sebagiannya saja.



    Hanya sedikit orang,yang mampu ikhlas menerima tudingan malpraktik, meskipun tidak ada yang pernah tahu seberapa berat dia bekerja tanpa tidur,sebelum akhirnya dia melakukan kesalahan yang mungkin sebenarnya manusiawi untuk seorang manusia biasa yang bisa lelah,tapi tidak boleh dilakukan seorang tenaga kesehatan yang haruslah seperti malaikat yang tanpa cela.



    Hanya sedikit manusia, yang mampu menahan lelahnya dan dibangunkan tengah malam,karena setiap orang sakit,meskipun itu hanya gatal-gatal,adalah pasien darurat yang harus ditangani saat itu juga.



    Hanya sedikit manusia,yang mampu bersabar saat menerima pasien,yang mungkin sudah membayar berpuluh-puluh atau bahkan ratusan juta ke pabrik rokok untuk membeli penyakit,tapi tidak mau mengeluarkan sepeser pun untuk membayar pengobatan,malah menuduh tenaga kesehatan itu adalah makhluk penghisap darah yang mencari keuntungan dari penderitaan orang lain,tanpa sadar pihak mana yang sebenarnya mengambil keuntungan dan membuat dia sakit seperti itu.



    Hanya sedikit orang, yang mampu bekerja di klinik swasta, dengan honor ribuan bahkan ratusan rupiah per pasiennya, tapi dapat dituntut ratusan juta apabila terjadi alergi obat(yang kalau dilihat komponen katanya adalah “alergi” yang berasal dari kekebalan tubuh pasien dan “obat” yang diproduksi oleh pabrik obat,tenaga kesehatan sendiri bisa dibilang hampir tidak punya peran dalam alergi obat tersebut).



    Hanya sedikit orang,yang bisa menerima keadilan media,dalam memberitakan kasus dugaan malpraktek secara besar-besaran,sementara saat teman sejawatnya meninggal tenggelam saat bertugas ke pedalaman,hanya ditulis di kolom kecil yang pasti tidak menarik perhatian.



    Sedikit sekali orang yang mampu untuk menjadi tenaga kesehatan ideal di Indonesia dengan segala kondisi yang sudah saya paparkan tadi, tapi sayangnya, kebutuhan tenaga kesehatan di Indonesia sangat besar sehingga banyak orang berlomba-lomba ingin menjadi tenaga kesehatan,dan kaget begitu mengetahui konsekuensi seperti yang saya sebutkan di atas.



    Jadi bila anda memutuskan ingin menjadi tenaga kesehatan, pastikan anda mampu menerima semua konsekuensi itu tanpa mengeluh. Semoga Indonesia bisa semakin baik di masa depan.



    Semoga tulisan ini dapat membuka hati saudara-saudara kita yg kritis terhadap dokter..

    dan semoga pemerintah juga bisa terbuka matanya dan peduli kepada kami..



    Sumber :

    - http://nasional.kompas.com/read/2009/01/17/02314622/tiga.dokter.ikut.tenggelam.di.perairan.papua

    - Forum Kaskus, TS ID “Lunzuh”

    - http://m.kompasiana.com, Pikasa Retsyah Dipayana

    setuju bgt
  • edited October 2013
    Nice story, nggak muluk2 tp intinya sampai.. Balik pada realitas aja kalo kaya dan miskin nggak bisa disatukan.
    Btw ceritanya bagus pak dokter, aku jadi merasa balik ke bangku kuliah pas mata kuliah Anfis tp dlm cerita ini Anfisnya menyenangkan neda sama zaman kuliah. Haahahhahaha
    Kalo komik coba baca dr. Koto atau Nurse Aoi sama Team Medical Dragon kereeeeeen....
  • @anju_v makasih untuk masukannya. ceritanya sejak awal ditujukan untuk ngilangin mumet.
  • aaa love this story.
    Elmo nya keyen banget ga pake galou sampe mblou >.<
  • dokter elmo masih koas apa ud internsip nih? almamater mana nih klo blh tau...
  • @deeone wah ini sih data pribadi ya.
  • @mllowboy telat tahu ada cerita ini,,hehehehe,,selesai juga bacanya,, cerita yg cukup menarik,,selamat hari dokter ya,,
  • kalo nebak2 kmu anak usakti apa untar deh. hehe. \m/
  • @rendesyah pas banget ya. met hari dokter juga

    @deeone nice try. wkwkwkwkwkwk may be yes may be no
  • kirain mau dilanjutin.. :(
  • @yuzz ini maaf ya. kalo gak keberatan bisa baca ceritaku yang lain http://boyzforum.com/discussion/comment/1860433#Comment_1860433

    gue ucapin banyak terimakasih karena sudah membaca ceritaku ini ya
Sign In or Register to comment.