It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
boleh apply jd anak buah nya bos Punjabi lo bro, motong pas lagi seru seru nya :P
@ all: maap baru bisa posting sekarang soalnya kemarin banyak tugas. Thank buat komenya.
NB: Siapa hayo yang ngebonceng, hehe biar penasaran :P
#plak sok tau
lanjut2.....
Dimana ini? Itu adalah pertanyaan pertama yang muncul dibenakku. Aku terbangun di sebuah kamar yang rasanya tidak aku kenal sebelumnya. Kamar ini berukuran 3x4 m dan sedikit berantakan khas kamar lelaki. Terakhir aku ingat aku sedang berada di night club bersama Mario dan kemudian aku mabuk. Setelah itu, mmm. Oh aku ingat seseorang membawaku dengan motor ketika aku mabuk, apa mungkin ini adalah kamar malaikat penolongku itu. Sedikit berat aku mencoba duduk dan bersandar di tempat tidur, kepalaku masih sedikit pusing. Mungkin efek alkohol yang aku minum semalam masih ada. Aku mecoba melihat seisi kamar ini untuk mencari tahu dimana aku sekarang ini. Sayang sekali tidak ada foto tergantung di kamar ini, paling tidak lewat foto itu seharusnya aku bisa mengetahui pemilik kamar ini. Eh, tapi tunggu dulu. Tas dan helm yang tergeletak di lantai itu sepertinya aku kenal. Hah itu kan! Apa mungkin dia yang menolongku.
“Eh udah bangun Jo!” Kata seseorang yang tiba-tiba saja membuka pintu kamar ini. Ya ampun jadi benar, itu kan.
“Daniel.”
“Muka lo kok kaget gitu sih.”
“Eh ng nggak gw kaget aja kenapa gw ada di kamar ini, trus ternyata kamar ini kamar lo Dan.”
“Kemarin gw liat lo di pinggir jalan Cihampelas, lo mabuk ya?”
“Oh, iya kayanya agak mabuk gw.”
“Agak mabuk dari mana, orang lo teler banget. Lo abis dari night club ya?”
“Iya sih.”
“Lo ngapain ke night club?”
“Kemarin sih rencananya gw cuma mau nemenin temen gw, ya sekali-kali gitu. Tapi gak ada niat ampe mabuk gini.”
“Temen siapa?”
“Oh ada temen kosan gw.”
“Trus kenapa lo ditinggalin di pinggir jalan?”
“Oh itu bukan ditinggalin, kemarin kita kepisah aja. Terus pas mau balik ke dalam, gw gak kuat. Kepala gw jadi pusing banget tiba-tiba.”
“Oh gitu, gak usah coba-coba ke night club dah gak ada bagusnya kok.”
“Iya sih.” Kami terdiam sejenak. “Dan”
“Kenapa?”
“Lo dah nggak marah ama gw?”
“Huh, akhirnya lo tanya juga ya. Menurut lo gimana?” Pertanyaan Daniel ini benar-benar seperti tembakan langsung di jantungku. Sebuah pertanyaan yang aku tahu jawabannya namun aku tidak ingin jawaban itu keluar dari mulut Daniel.
“Maafin gw ya Dan. Lo berhak kok marah ma gw, masih marah sekarang pun juga lo ga salah kok. Emang yang salah gw. Gw terlalu aneh buat jadi temen lo. Temen yang gak normal kaya gw..”
“Udah, gw cuma nanya dikit kenapa dijawab panjang banget sih....... Yah awalnya sih gw marah n bingung aja kenapa lo kaya gitu. Butuh waktu buat gw nerima lo sejak seminggu kemarin. Bukan keadaan lo yang bikin gw susah nerima, tapi karena siapa lo. Lo itu sahabat terbaik yang pernah gw punya, walaupun kita baru bertemen 5 bulan tapi itu yang gw rasain. Mungkin kalo orang lain yang kaya gitu reaksi gw simple aja, toh dia bukan siapa-siapa gw. Tapi ini beda karena ini lo.” Daniel terdiam. Akupun tak berani untuk berkata-kata. Saat ini rasanya seperti penghakiman terakhir buat aku. Melihat wajah Daniel pun aku tak punya nyali.
Sekarang Daniel bergerak mendekat ke arahku dan duduk di ranjang tepat di sebelahku dengan posisi membelakangiku. Aku pun semakin tertunduk tegang karena takut akan kalimat yang akan keluar dari mulut Daniel selanjutnya.
“Tapi sejak ketemu lo kemarin di jalanan, gw akhirnya tahu kok. Gw tahu kalo gw ga bisa jauh-jauhan sama lo apalagi ampe musuhin lo terus-terusan. Ngeliat lo di jalanan kemarin gw langsung aja nolongin lo tanpa mikir tentang kelakuan lo seminggu yang lalu yang sempet bikin kita diem-dieman. Mulai dari situ gw mikir kenapa gw kaya gitu. Jawabannya cuma satu menurut gw. Karena lo sahabat terbaik gw.”
“Dan”
“Apapun itu, bukanya yang namanya sahabat harus bisa nerima sahabatnya apa adanya.”
Kalimat terakhir dari Daniel barusan adalah kalimat yang aku tunggu untuk keluar dari mulut Daniel sejak seminggu yang lalu. Tapi entah kenapa ketika kalimat itu benar-benar keluar sekarang rasanya seperti tamparan keras di pipiku.
“Dan, ...... jadi apa lo mau maafin gw, apa lo masih mau jadi temen gw kaya dulu?”
Daniel pun berdiri dan bergerak ke sudut kamar. Dia masih belum menjawab pertanyaan ku. Dia nampak termenung sejenak namun tiba-tiba saja dia berbalik dan melempar handuk ke arahku.
“Ya iyalah, FX Jonathan Adiaro. Sejak awal pun gw gak pernah mikir buat mutusin persahabatan kita kok. Udah sono lo mandi mulut lo bau alkohol.” Iya mengatakan kalimat barusan diakhiri dengan senyuman termanis khas Daniel. Entah kenapa, tapi kali ini senyuman itu lebih manis dari biasanya dan rasanya seperti menyiram ku dengan air yang sejuk setelah selama beberapa menit sebelumnya aku benar-benar tegang mendengar pernyataan Daniel. Aku pun membalasnya dengan senyuman termanis yang bisa kuberikan untuk Daniel. Aku harap senyuman ini bisa mewakili rasa bahagia ku saat ini.
“Ah masa sih, udah gak bau alkohol kok. Lagian kan masih pagi males mandi gw.”
“Pagi dari Hongkong sekarang udah jam 12 siang tau.”
“Hah, iya bener. Gila gw tidur mpe siang gini. Yodah gw mandi dulu ya. Eh btw, gw ga ada alat mandi Dan.”
“Itu di kamar mandi ada semua kok, tenang aja semuanya serba cair jadi lo bisa pake. Oh iya kalo sikat gigi buka aja yang baru ada di plastik item di atas bak mandi.”
“Hehe, asik dapet paket mandi gratis.”
“Jangan lama-lama ya, gw mau ngajak lo nonton neh.”
“Hah nonton apaan? Di bioskop?”
“Iya ntar juga lo tahu, buruan gih.”
“Iya bentar ah.”
Aku pun mengecek HP ku sebelum bergerak ke kamar mandi. Banyak sekali panggilan masuk dan SMS. Sebagian besar dari Mario, dan sisanya dari mamaku. Mungkin mereka khawatir terutama Mario karena aku menghilang tiba-tiba semalam. Aku pun mengirim SMS ke Mario dan mamaku untuk mengabarkan bahwa aku baik-baik saja. Kemudian aku pun bergerak menuju kamar mandi setelah menanyakannya lokasinya pada Daniel. Maklumlah walaupun aku dan Daniel bersahabat, tapi ini kali pertamanya aku ke kosan Daniel. Sebelumnya dia lah yang rajin mampir ke kosanku, mungkin memang karena kosanku lebih dekat dengan kampus jika dibandingkan kosannya.
“Jo” Tiba-tiba saja Daniel memanggilku tepat ketika aku akan keluar dari kamar.
“Apaan katanya disuruh buru-buru mandi?”
“Happy birthday ya!”
Hah aku melihat HP ku, 11 Desember, ternyata benar hari ini adalah hari ulang tahunku. Ternyata masalahku dengan Daniel yang aku hadapi selama seminggu terakhir benar-benar menyita perhatianku. Bahkan aku hampir lupa hari ulang tahunku sendiri. Tapi aku senang karena hari ini akhirnya menjadi sangat spesial. Ucapan happy birthday pertama untukku keluar dari mulut Daniel, orang yang sangat berarti buatku.
“Thanks ya Dan”
.................................................................
“Keren banget lah filmnya.”
“Ah tapi akhirnya agak gantung ah.”
“Yeh itu kan karena emang filmnya bakal dilanjut lagi.”
Perdebatan kecil pun mewarnai acara nonton film kami hari ini. Hal ini tidak aneh untukku, karena memang kami sering memperdebatkan akhir film-film yang kami tonton sebelumnya bersama teman-teman kami yang lain. Hanya bedanya kali ini aku hanya berdua dengan Daniel.
“Yuk ah keluar.”
“Bentar Jo, nunggu sepi dulu lah.”
“Oh iya deh.”
Orang-orang pun berhamburan keluar. Aku mengamati satu per satu para penonton yang keluar dari ruangan ini. Kebanyakan adalah remaja yang sedang asik membicarakan tentang film yang barusan ditonton, persis seperti apa yang aku lakukan dengan Daniel.
“Happy birthday to you, happy bithday to you .......” Tiba- tiba saja terdengar suara nyanyian selamat ulang tahun dari arah belakang kursiku dan Daniel. Aku pun menoleh ke belakang. Ternyata Marko, Nadia, Karin dan April ada dibelakang kami. Mereka sekarang sedang menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku dan membawa kue tart untukku. Kaget. Itulah perasaan pertamaku saat itu. Namun, kemudian perasaan itu berubah menjadi rasa senang dan haru yang luar biasa. Teman-teman yang spesial untukku datang hari ini untuk memberikan surprise dan merayakan ulang tahunku bersama.
Aku : “Gila kalian di sini juga.”
Marko : “Kaget ya cui”
Nadia : “Tapi seneng kan pasti”
Aku : “Thank ya temen-temen.”
Daniel : “Udah-udah make a wish dulu trus buruan tuh
ditiup lilinnya.”
Aku : “Iya deh bentar ya”
Setelah sejenak berdoa untuk membuat permohonan di hari ulang
tahunnku ini aku pun meniup lilin sebagai lambang pertambahan usiaku itu.
April : “Wish nya apaan Jo?”
Aku : “Rahasia donk.”
April : “Halah paling biar cepet dapet jodoh, hahaha”
Karin : “Gila ngeliat kalian dari belakang romantis banget
kaya pasangan yang baru kasmaran.”
Daniel : “Sialan.”
Aku : “Kalian udah dari tadi di belakang.”
April : “Iya lah orang pas kalian dateng aja kita udah di
belakang tapi nggak persis di belakang sih. Tiga baris di belakang kalian.”
Aku : “Kenapa gw ga sadar ya? Pantes aja aneh banget si
Daniel ngajak nonton tapi nggak ngajak kalian.”
Marko : “Kan biar surprise, tapi berarti akting lo meyakinkan
Dan, soalnya si Jo nggak curiga.”
Daniel : “Iya donk gw kan calon artis.”
Marko : “Artis dari Hongkong. Hahahha”
Kamipun tertawa bersama dan larut dalam suasana yang sangat membahagiakan buatku. Hari ini benar-benar hari ulang tahun yang spesial buatku, karena semua teman-temanku datang untuk
merayakannya bersamaku.
Karin : “Eh pindah keluar dulu yu gak enak udah diliatin
bapanya yang mau bersih-bersih tuh.”
Marko : “Oh iya bener ya, yu. Ntar lo dilempar sapu ama tu
bapak.”
Akhirnya kamipun membereskan barang-barang kami. Aku kira juga sebaiknya kami melanjutkan acara kami di luar. Setelah keputusan bersama diambil akhirnya kami pergi ke salah satu restoran seafood langganan kami. Yah aku yang traktir pastinya. Tapi untunglah restoran ini tidak terlalu mahal, sesuai dengan selogannya : kualitas bintang lima harga kaki lima. Di restoran ini kami menghabisakan waktu hingga pukul 9 malam dan akhirnya kami pun pulang karena sudah larut. Daniel seperti biasa mengantarkanku pulang. Kebiasaan yang sudah seminggu terakhir ini tidak kami jalankan bersama. Di sepanjang perjalanan kami bercerita tentang hari ini, hari ulang tahunku yang terasa amat spesial. Tanpa terasa akhirnya sampai juga aku di depan kosanku.
“Thank ya Dan.”
“Sip lah...... Eh Jo.”
“Apa?”
“Nih gw ada hadiah kecil buat lo.”
“Hah apaan?”
Daniel pun membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Ternyata dua buah hand band, satu berwarna hitam dan satu lagi berwarna putih.
“Nih, lo mau yang item apa putih?”
“Wah keren banget Dan, gw yang putih ya?”
“Sip brarti gw yang item ya.”
“Oh satu lagi buat lo ya?”
“Iya, ini lambang persahabatan kita. Lo pake terus ya handbandnya.
Pokoknya selama handband ini melingkar di tangan kita. Berarti kita harus percaya dan inget terus ama persahabatan kita.”
“Thank ya Dan.”
“Oke gw pulang ya”
“Sip”.
Daniel pun berlalu dengan motornya. Sejenak aku terdiam memikirkan kata-kata Daniel sejak tadi pagi hingga barusan. Aku baru menyadari, persahabatan ini begitu besar artinya untuk Daniel. Selama ini aku selalu berpikir bahwa dengan dekat bersama Daniel bisa membuat ku senang karena aku menyukainya. Cuma perasaan dan nafsuku yang aku pikirkan. Tapi ternyata bagi Daniel aku adalah sahabat terbaiknya. Malu rasanya aku pada diriku sendiri. Bodoh sekali orang seperti aku yang telah menodai dan bahkan hampir menghancurkan persahabatan karena nafsu sesaatku. Maafin aku Dan sahabatmu yang bodoh ini. Tapi mulai sekarang aku berjanji untuk mengubur perasaan cinta ku ke Daniel. Aku akan berusaha untuk benar-benar menjadi sahabat yang baik untuk Daniel. Sebagaimana yang telah ia lakukan untukku.
:-bd updatenya!
setelah kejadian minggu lalu itu, dan Daniel belajar menerima kondisi Jo; +10poin buat Daniel; kado handband +10poin lagi, wkwkwk
buat Jo yang bersiap mengubur perasaan nya; wuah perjalanan berat. gluck Jo, kamu bisa! >:D<