It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Shit,!" Umpatku melihat sekelompok orang yang aku yakin teman dari orang yang sedang dalam kendaliku.
"HEI,..!!!" Teriakan mereka membuatku harus mengeluarkan trik terakhir. Bukan aku penegecut tapi realistis, mereka mungkin 10 orang dan aku seorang diri, saatnya untuk...
Berlari menuju Nathan dan langsung merebut ponsel darinya agar reflek dia mengejarku. Tanpa aba-aba pula mereka mengejarku. Kulirik Nathan dibelakangku, dia tersenyum dan aku tidak bisa untuk tidak membalas senyumnya. Aku merindukan hal bodoh ini ternyata.
Kaki kamu tidak berhenti. Mereka terus bergerak mematuhi perintah otak masing-masing untuk menajuh dari kejaran. Pagi yang cukup menguras energi, namun aku menyukainya. Hidup menjadi diriku sendiri. That's amazing.....
"Come on,!" Ujarku menarik tangan Nathan untuk naik dan bersembunyi di atas pagar pembatas gang.
Butuh beberapa menit untuk memastikan mereka tak lagi mengejar kami.
"Hufft.." lega juga ternyata, kupatrikan senyum mengingat hal nekat yang baru saja kulakukan. Kulirik Nathan, dia juga tengah mengatur kembali nafasnya namun saat kamu bertatap muka, senyuman dia berikan. Tidak ada yang lebih berharga melihatnya tetap tersenyum.
"Sepertinya kamu akan telat," ujarku membawa Nathan dalam pelukan.
Nathan membalas dengan tanda 'no' menggunakan jarinya.
"Come on, kita lanjutkan perjalanan." Ujar Nathan langsung menarik tanganku untuk kembali berlari. Sial, ternyata aku butuh energi lebih......
Nathan tepat, kami sampai di sekolah tepat lima menit sebelum bel berbunyi.
"Wait,!" Ujarku menghentikan Nathan yang tengah menggandeng tanganku di areal sekolah. Ada syarat yang belum kulakukan ketika berada di areal sekolah Nathan.
"Aku belum memakai ini," ukarku menunjuk earphones yang tadi Nathan pakai.
Syarat yang Nathan dulu ajukan adalah aku harus memakai earphones saat di areal sekolah. Fungsinya sama dengan saat Nathan tadi kusuruh memakainya. Nathan tidak ingin aku mendengar orang lain membully dirinya. Dia tidak mau aku membawa caraku menghadapi para pembully dilakukan di sekolahnya.
Dia mengatakan jika areal sekolah adalah areal kekuasaannya, jika aku ingin berada disana aku juga harus mematuhi perintahnya. Aturan itu juga yang aku terapkan ketika dia berada di areal kekuasaanku yaitu di luar sekolah. Dia mengatakan jika aku punya cara untuk menyelesaikan masalahku, dia juga punya cara untuk menyelesaikan masalahnya. Aku sering ingin melanggar aturannya, namun Nathan punya mantra andalan "Seorang lelaki tidak akan mengingkari janjinya". Skakmat, aku ikuti aturannya.
"Kakak tidak perlu memakainya lagi." Jawab Nathan.
"Why" tanyaku yang dijawab Nathan dengan menunjuk segerombolan anak di dekat gerbang sekolah.
"Sekarang aku bergabung dengan mereka," jelas Nathan seolah tahu ekspresi bingungku.
"Mereka band kebanggaan sekolah, tidak ada yang berani menghina personel band itu," sambung Nathan.
"Aku belajar keras bermain gitar agar bisa masuk band itu." Lanjut Nathan.
"Itu adalah cara nenyelesaikan masalahmu?" Tanyaku yang sekarang tidak bisa menyembunyikan senyuman bangga. Nathan menyelesaikan masalah dengan prestasi, dia memang yang terbaik.
Nathan mengangguk senang.
"Hug me,!" Pintaku dan Nathan langsung mengabulkannya.
"I'm proud of you." Bisikku mengeratkan pelukan.
"Aku mungkin harus meniru caramu," ucapku yang langsung mendapat balasan berupa gelengan dari Nathan.
"Tetap gunakan caramu, tapi perbaiki yang kurang tepat. Kakak harus tetap jadi kakak, jangan jadi orang lain untuk alasan apapun." Jelasnya saat melepaskan pelukan. Kalimat itu harus terus kupegang teguh.
"I will." Ujarku mantap membuat Nathan tersenyum.
"Jadi sekarang tidak ada lagi yang berani menghina atau membullymu?" Tanyaku.
Nathan menggeleng. Dia menunjuk kumpulan bocah yang sekarang jadi teman bandnya. Mereka menatap kami dan melambai, Nathan membalasnya dengan senyum semangatnya.
"Mereka punya cara untuk membantuku menyelesaikannya jika itu terjadi." Jelas Nathan.
Sekali lagi aku ingin mengatakan jika aku bangga pada adikku, Nathan.
@lulu_75
@melkikusuma1
@liezfujoshi
@kikyo
@hendra_bastian
@hajji_Muhiddin
@sogotariuz
@junaedhi
@abiyasha
@Rama212
@banaaaaanaaaa
@happyday
sorry :-)
Efek baca BF sambil sahur gini..........hihihihiih
Steve pov
Tempat yang sama saat aku bertemu dengannya. Tempat sama juga yang selalu kukunjungi lima hari terakhir. Aku seperti pengecut, hanya terdiam di mobil tanpa berani menyapanya. Disudut tersembunyi ini aku mengamatinya setiap malam.
Jujur dia telah masuk kedalam ruang yang aku sama sekali tak mempersiapkannya pada hidupku. Dia membuat ruang itu sendiri. Segala yang dia lakukan selalu membekas dan tersusun rapi di ruang itu. Seperti idiot, aku selalu tersenyum ketika melihat isinya.
Dia jauh dari kata sempurna karena memang dia tidak pernah mengejarnya. Dia hidup hanya dengan apa yang dia dapat. Keluh dan sedih selalu dia hapus jika bertemu pribadi lain. Aku mungkin lancang karena mengamatinya terlalu dalam ketika dia bersamaku. Aku tidak menyesal melakukannya kerena ini yang membuatku jauh lebih tenang untuk mengenalnya sebagai sosok baru tanpa embel-embel bayaran.
Malam ini aku kembali melihatnya. Dia berdiri disana menunggu. Mudah baginya untuk mendapat orang yang dia sebut sebagai clients karena memang dia mudah untuk diterima. Dan sekarang dia sudah masuk kedalam sebuah mobil hitam yang menghampirinya. Jujur aku tidak suka pemandangan ini, tapi aku terlalu mendalami peranku sebagai pecundang untuk berani menghentikannya. Apa yang aku lakukan sekarang selalu bertolak belakang dengan apa yang otakku perintahkan.
Duduk dengan hembusan nafas pasrah yang sekarang aku lakukan. Tidak ada seorang pengecut yang bisa mendapatkan kebahagiaannya, itu kalimat yang tepat untukku.
Tok tok tok tok
Suara itu berhasil mengalihkan pikiran bodohku yang hanya bisa bermonolog.
Mataku nenatap matanya. Dia datang.
"Nice car," ucapnya setelah aku menurunkan kaca mobil. Aku memang sengaja mengganti mobil untuk melancarkan aksi pengecutku ini.
"Thanks,"
Terjadi moment diam cukup lama. Aku hanya melihatnya dan dia juga hanya melihatku.
"Come in,!" Akhirnya suaraku berhasil melakukan apa yang otakku perintahkan.
"But I need to co....."
"Just a second, please.?" Ucapku meminta. Ini aneh, karena aku jarang meminta.
"Oke," ucapnya setuju dan langsung menuju seat sebelah kemudi.
"What now?" Tanyanya setelah menutup pintu mobil. Aku tersenyum melihatnya, kukira dia masih terbawa oleh aturanku.
"I'm still like your smile," ucapnya membuat suasana kini menjadi lebih menenangkan.
"Thanks," ucapku tidak punya kata lain yang bisa kukeluarkan.
"Huuft, this's so awkward." Gumamnya.
"My name is Steve," ucapku tanpa pikir panjang. Kuulurkan tangan sebagai tanda perkenalan. Dia tersenyum, dan aku lega karena melakukan hal yang benar di awal.
"Keane, my name is Keane." Balasnya menyambut tanganku untuk berjabat.
@lulu_75
@melkikusuma1
@liezfujoshi
@kikyo
@hendra_bastian
@hajji_Muhiddin
@sogotariuz
@junaedhi
@abiyasha
@Rama212
@banaaaaanaaaa
@happyday