It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dari semua critamu yg pernah ku baca, ini yg paling ku suka. Aku penggemar Dunia Fantasi & Dunia Khayalan.
Wah, pasti sesuatu hal yg paling menyenangkan jika aku salah satu dari mereka, yg akan mengalahkan KEJAHATAN ( mulai berkhayal ).
Cerita ini yg paling ku tunggu2.
Lanjuuut,,,,
@Adra_84 Nnt pasti ku mention. Thanks ya dah mau komen di sini jg. Smoga cerita ini gak mengecewakan. Jgn lupa komen terus. Oce my man. *eh
@arixanggara Slamat datang. Kyknya baru kali ini muncul di lapak aku. Dah msk dftar mention. Tunggu aja updatenya.
@pectoralismajor Pasti gara2 nama pelindung pelangi sesuai warna makanya bnyk yg bilang mirip power rangers. Yg lain kyknya gak mirip.
Oce @Sicnus nnt pasti ku mention. Selamat menunggu. Hehe
Huaaaaa... Ternyata @adzhar penggemar cerita fantasi. Pasti gak akan bingung dgn khayalan yg aneh2. Syukurlah kamu suka. Nnt kasi masukan ya... Supaya ceritanya lbh bgs lg.
*dudukmanis
Di usahakan. Tpi mnurut ku, apa yg kamu tulis itu Niel, sudah cukup bagus. Hampir tak ada ksalahan sdikitpun. Itu berdasarkan pengalaman ku baca ceritamu terdhulu.
@Abyan_AlAbqari @Adhikara_Aj @Adra_84 @adzhar @aglan @alfa_centaury @arixanggara @BinyoIgnatius @christianemo95 @danar23 @DItyadrew2 @DM_0607 @joenior68 @jokerz @kizuna89 @Klanting801 @mr_Kim @obay @pectoralismajor @pokemon @Sicnus @suck1d @The_angel_of_hell @ularuskasurius @yubdi @z0ll4_0ll4 @Zhar12 @zeamays
Holla. Met Idul Fitri 1434 H bagi yang muslim. Mohon maaf lahir n bathin. Ini update special di hari yang Fitrah. Met membaca... Jangan lupa komen! Para pecinta cerita fantasi wajib komen. Kalo nggak, aku pundung. Hehe
PELANGI IV
“Lu kenapa sih? Dari tadi mondar-mandir terus. Gua kemari bukan mau liat lu mondar-mandir kayak gitu.” Dika sudah bosan menunggu Agung yang tak kunjung menceritakan masalahnya. Mereka berdua sedang berada di kamar Agung. Dika duduk di pinggir ranjang sedangkan Agung mondar-mandir di dekat jendela.
“Gue bingung harus mulai dari mana.” Wajah Agung nampak kusut. Dia merasakan beban yang sangat berat.
“Makanya kalo ada masalah jangan dipendam sendiri. Udah dua hari gua liat muka lu jelek banget. Cepat cerita ato gua cipok lu sekarang!”
Sejak kemarin Agung selalu mengelak dan menjawab ‘tidak ada masalah’ jika teman-temannya bertanya. Dika tak bisa percaya begitu saja hingga akhirnya dia memaksa Agung untuk menceritakan masalahnya.
“Najis. Gak sudi gue dicipok bibir milik umum.”
“Halah. Paling juga lu ketagihan kalo udah gua cipok. Kalo dalam satu menit lu gak mulai cerita. Mmmm...” Dika menjilat bibir atasnya. Dia berdiri dan melangkah pelan mendekati Agung.
“Awas lo kalo berani macem-macem!” Agung mengepalkan tangannya. Namun Dika tak bergeming dan semakin mendekat. Agung merasa ngeri dengan sikap sahabatnya yang terkenal dengan kegilaannya.
“Oke. Gue cerita sekarang.” Agung mengangkat kedua tangannya. Dia gak rela ciuman pertamanya dicuri sahabatnya sendiri.
Dika tersenyum lebar. “Ayo mulai!”
“Gue bingung dengan sikap Andra akhir-akhir ini. Gue ngerasa perhatiannya sering berlebihan. Dia semakin terang-terangan nunjukin rasa gak sukanya ke lo ato siapa pun orang yang dekat gue. Kayaknya dia__.”
“Jealous.” Sahut Dika.
Agung cukup terkejut karena yang dikatakan Dika sama persis dengan apa yang ingin dikatakannya.
“Akhirnya lu sadar juga.”
“Maksud lo?” Agung semakin bingung.
“Agung Agung. Lu lugu ato bego’ sih? Gua dah lama tau Andra suka sama lu. Sejak dulu dia gak pernah suka liat kedekatan kita. Dia anggap gua sebagai ancaman. Dia takut gua ngerebut lu dari dia.”
“Gue pikir dia cuma takut kehilangan temannya. Lo tau kan di komplek ini jarang ada anak yang seumuran kita. Cuma gue satu-satunya teman dia main.”
“Awalnya gua juga mikir kayak gitu. Sekitar dua tahun lalu gua baru sadar tatapannya ke elu beda. Bukan tatapan untuk seorang teman melainkan tatapan ke orang yang special. Gua juga sayang sama lu tapi tatapan gua gak seperti tatapan Andra. Tatapan kami beda. Gua anggap lu sahabat terbaik gua. Sedangkan dia...” Dika sengaja tak melanjutkan kata-katanya.
Agung menghela nafas. Dia menyesali mengapa baru menyadari perasaan Andra untuknya. Dia memang bodoh. Dika saja bisa mengetahui hal itu sejak lama.
“Jadi, apa yang mau lu lakuin? Apa lu masih belum menentukan jalan yang akan diambil? Maksud gua, masalah orientasi seksual. Mungkin elu mau nerima cinta Andra.”
Hingga saat ini Agung belum mau ambil pusing dengan urusan percintaan. Hal itu dipicu oleh ketertarikannya terhadap kaum adam yang jauh lebih besar dari pada ketertarikannya terhadap kaum hawa. Dia tak ingin mengambil jalan yang salah di usia mudanya. Lebih baik dia menunggu lebih lama.
Aneh, mungkin begitu lah Agung. Dia akan memutuskan akan menjalin asmara dengan pria atau wanita setelah ada yang berhasil mencuri hatinya atau setelah menyelesaikan pendidikan di SMA. Dia tak mau terburu-buru memutuskan hal sepenting itu. Dia berusaha menahan diri hingga saatnya tiba.
“Sekarang gue masih belum mau pacaran. Gue nunggu orang yang bisa buat dada gue berdebar. Gue yakin suatu hari nanti gue pasti merasakannya. Hubungan gue sama Andra gak mungkin lebih dari sahabat. Kalian berdua udah gue anggap saudara sendiri.”
“Gimana kalo Andra ngotot mau jadiin lu pacar?” Dika berandai-andai.
“Gue gak bisa dipaksa. Lagi pula sampe detik ini Andra belum ngungkapin perasaannya. Dia juga gak tau orientasi seksual gue yang sebenarnya. Kalo dia tau gue gay brarti lo tersangkanya.”
“Kok gua? Jangan asal jeplak!”
“Karna cuma lo yang tau ke-gay-an gue.”
“Mungkin Andra punya gaydar yang bagus jadi dia bisa nebak lu itu gay. Elu memang baru coming out ke gua tapi sampe sekarang lu belum pernah punya pacar. Bisa aja Andra curiga lu juga belok.”
Hati Agung membenarkan pernyataan Dika. Kini dirinya semakin gusar karena hal itu.
“Biarpun badan lu mulai berisi dan kulit semakin coklat, tetap aja lu keliatan imut. Kalo kita bukan sahabat sejak kecil, gua pasti jadiin lu pacar.” Dika menggerak-gerakkan alisnya.
“Idih. Amit-amit punya pacar sarap kayak lo.” Agung mencibir. “Dari pada lo lebih baik gue milih Andra.”
“Oh... Jadi lebih milih Andra dari pada gua. Andra pasti senang dengar berita ini.” Dika berbicara dengan tenang.
“Gue gak akan mau kenal lo lagi kalo sampe ngasi tau Andra tentang ke-gay-an gue.”
“Gak yakin gua. Emang lu bisa jauhin gua?” Dika meremehkan.
“Dika! Gue serius.” Agung kesal pada Dika yang terus-terusan bersikap santai. “Kalo lo berani lakuin itu, gue anggap gak pernah punya teman yang bernama Dika.”
“Sadis amat sih.” Dika mendekat dengan sedikit manja. “Lu harus tenang. Jangan terlalu serius. Masalah lu sama Andra bukan masalah yang besar. Nyantai aja lah...” Dika merangkul pundak Agung.
“Gimana gue bisa tenang kalo sikap Andra kayak gitu terus.”
“Omongin baik-baik. Bilang lu gak suka sikapnya yang super lebay, buat lu risih. Tanyakan kenapa sikapnya kayak gitu. Belum tentu juga dia bilang ‘I love you’. Kalo dia sampe bilang cinta dan minta elu jadi pacarnya, tinggal bilang ‘aku gak bisa, aku bukan homo’. Gampang kan?”
“Kalo ngomong mah gampang.”
“Kalo bisa dibuat gampang, ngapain dibuat susah? Rileks bro, rileks...” Dika memegang dagu Agung.
“Aghhh! Brani lo pegang-pegang gue lagi, gue tonjok lo!” Agung berang.
“Uuu... Atut.” Dika menunjukkan ekspresi ketakutan. “Jangan marah dong. Jelek lu kalo manyun gitu.”
“Bodo.”
“Cuppp.” Dika mencium pipi Agung dan langsung ngacir keluar kamar.
“Dika!!!” Agung berteriak.
Suasana rumah Agung menjadi ramai karena kegaduhan mereka. Aksi kejar-kejaran yang sering mereka lakukan sudah dimaklumi oleh penghuni yang lain.
Mama Agung seperti biasa selalu meminta mereka menghentikan aksi kejar-kejaran yang terlalu kekanak-kanakan untuk anak SMA seperti mereka. Namun tetap saja Agung tak berhenti sebelum berhasil menyiksa Dika atau paling tidak karena kelelahan.
***
Andra mendapatkan firasat tak enak. Sedari tadi dia terus melajukan motornya di tengah keramaian lalu lintas. Dia bekeliling tanpa tujuan yang jelas.
“Teman-teman. Cepat datang! Saatnya beraksi.” Terdengar bisikan di telinganya.
Andra cepat-cepat mencari tempat yang aman untuk memarkirkan motornya. Tak lama dia berlari ke tempat yang gelap dan sepi. Andra meletakkan telapak tangan kiri di dada kanannya. “Permata merah bangkitkan pelindungmu.” Tubuh Andra berputar luar biasa cepat. Tubuhnya terangkat sekitar 30 cm dari tanah.
Dalam sekejap sosok Andra telah berubah. Rambutnya yang pendek secara ajaib menjadi panjang hingga menyentuh punggungnya. Sebagian besar berwarna hitam, hanya sebagian kecil rambutnya yang berwarna merah terletak di bagian depan.
Tubuhnya dibalut jubah panjang yang didominasi warna abu-abu. Jubahnya membentuk huruf V dari leher hingga ke dada, menunjukkan baju dalamnya yang berwarna merah. Nampak sabuk lebar di pinggang dengan bahan yang sama dengan jubahnya. Sedangkan di punggungnya yang bidang tersampir sebuah pedang.
Belahan di bagian bawah jubah menjuntai hingga semata kaki. Celana yang dikenakannya juga berwarna abu-abu, begitu pula dengan sepatu yang menyerupai boots.
Andra segera melompat tinggi. Berkelebat cepat di tengah kegelapan malam yang dihiasi lampu berwarna-warni.
“Kau harus menerima takdirmu.” Senyuman Astarte sangat menakutkan. Di depannya nampak wajah pucat seorang pemuda yang sudah mengeluarkan keringat dingin. Tubuh pemuda itu kaku. Dia tak lagi bisa menggerakkan anggota tubuhnya selain mata.
“Cermin Jiwa ambillah jiwanya.” Ucap Astarte sambil meletakkan cermin tepat di depan wajah pemuda itu.
“Perisai Hijau.” Cahaya hijau melesat cepat ke arah pemuda itu. Sekujur tubuhnya dikelilingi cahaya hijau yang melindunginya dari Cermin Jiwa.
Astarte tersontak kaget. Demikian pula dengan Astaroth yang sejak tadi hanya bersandar di sebuah pohon. “Sial. Siapa dia?” Wajah Astarte memerah karena amarahnya.
“Hentikan perbuatan kalian!” Bentak seorang pemuda dengan jubah yang sama persis dengan Andra. Yang membedakan hanya warna rambut di bagian depan dan baju di dalam jubahnya yang berwarna hijau. Tak ada pedang di punggung, namun terlihat cemeti yang ada di pinggangnya.
“Kau!” Astaroth nampak terkejut. Kemudian dia tertawa pelan. “Akhirnya Pelindung Pelangi berani muncul.” Katanya terkesan meremehkan. “Kami sudah lama ingin bermain denganmu, manis.”
“Tutup mulutmu!” Pelindung Hijau kesal. Wajah Toni yang biasanya nampak tampan dan sering tersenyum, kini nampak sangat serius. “Rasakan ini!” Pelindung Hijau alias Toni menarik cemetinya. “Cemeti Pelangi.” Dia mengarahkan cemeti itu kepada Astaroth. Muncul cahaya yang menyerupai pelangi dari cemeti itu.
“Bangsat.” Umpat Astaroth setelah menghindar. Namun sialnya, lengan kirinya tergores karena serangan Pelindung Hijau.
“Jangan meremehkannya.” Astarte telah berada di samping Astaroth. “Ayo kita serang.” Astarte pun memutar badannya lalu meluncurkan pisau-pisau hitam.
Pelindung Hijau berhasil menghalau pisau-pisau itu dengan cemetinya. Akan tetapi Astarte terus meluncurkan pisau-pisau itu berkali-kali. Pelindung Hijau terdesak karena di saat bersamaan Black Snake milik Astaroth juga menyerangnya.
Pisau hitam hampir saja melukai Pelindung Hijau namun tiba-tiba muncul pendar cahaya pelangi. Bukan hanya satu melainkan dua. Pelindung Merah muncul dengan pedangnya bersama dengan Pelindung Jingga yang melibaskan rantainya.
“Untung kalian cepat datang.” Pelindung Hijau merasa sedikit lega.
“Kami tidak mau ketinggalan pesta.” Jawab Donna sang Pelindung Jingga.
Astarte dan Astaroth sangat kesal. “Ayo serang lagi.” Ucap Astarte berapi-api. Dia segera meluncurkan pisau-pisaunya. Astaroth juga kembali menyerang Pelindung Pelangi dengan Black Snake miliknya.
“Pedang Pelangi.” Teriak Pelindung Merah sambil menebaskan pedangnya. Pelindung Hijau dan Jingga juga turut mempergunakan Cemeti dan Rantai milik mereka. Pertarungan sengit terjadi. Kilatan-kilatan terlihat di beberapa titik dalam waktu bersamaan. Gerakan mereka sangat cepat, sulit dilihat dengan mata manusia biasa.
Kali ini Astaroth dan Astarte lah yang terdesak. “Kita harus hati-hati.” Astaroth memberi komando pada Astarte.
“Maaf aku terlambat.” Pelindung Kuning menghampiri teman-temannya.
“No problem. Kami bisa mengatasi dua bajingan itu.” Pelindung Jingga bangga.
Keempat Pelindung Pelangi berdiri tegak menatap Astarte dan Astaroth yang sedang mengatur nafasnya. “Kalian tak akan pernah menguasai dunia.” Ucap Pelindung Merah. “Lebih baik kalian menyerah.”
“Menggelikan.” Astaroth tersenyum sinis. Dia memberi kode pada Astarte dan mendapat anggukkan. Mereka menyatukan tangan mereka hingga membentuk lingkaran. “Black Hole.”
Para Pelindung Pelangi agak terkejut. “Perisai Kuning.” Bella sang Pelindung Kuning lah yang paling waspada. Cahaya kuning meluncur ke depan mereka. Berusaha melindungi diri mereka dari tarikan dahsyat Black Hole.
Perisai milik Pelindung Kuning tak mampu menahan tarikan lubang hitam yang sangat kuat. Perisai itu segera menciut mendekati Black Hole, hampir tersedot ke dalamnya. Pelindung Kuning berusaha sekuat tenaga untuk menahan agr perisainya mampu bertahan.
Ketiga temannya tak tinggal diam dan segera meluncurkan perisai mereka. “Perisai Merah”. “Perisai Jingga.” Perisai Hijau.” Ucap mereka bersamaan.
Keempat perisai menyatu membentuk pelangi berwarna merah, jingga, kuning dan hijau. Kekuatannya mampu menahan tarikan Black Hole. Bahkan Keempat warna pelangi bergerak pelan ke arah Astarte dan Astaroth. Bukan karena tersedot melainkan menyelimuti lubang hitam itu.
“Sial.” Teriak Astarte. “Kita harus pergi.”
“Sekarang!” Astaroth berteriak. Mereka menggerakkan lingkaran tangan mereka ke belakang lalu ke depan. Gerakan mereka seperti mengayunkan bola sebelum melemparkannya. Black Hole langsung membentur Perisai Pelangi dan menimbulkan kilatan yang sangat indah.
Tiba-tiba tubuh Astarte dan Astaroth telah lenyap dari pandangan para Pelindung Pelangi.
“Pengecut.” Pelindung Hijau memegang cemeti dengan kedua tangannya.
“Pasti mereka takut.” Pelindung Kuning tersenyum lebar. Mereka pun sama-sama tersenyum.
“Mana mereka?” Pelindung Biru baru saja muncul. Di tangannya nampak gada yang besar. Sangat cocok dengan pemiliknya yang bertubuh besar.
“Telattt!” Teriak Pelindung Jingga dan Kuning bersamaan. Pelindung Biru nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya.
“Cepat pulihkan jiwanya.” Ucap Pelindung Merah.
“Kecil.” Pelindung Biru melompat dan langsung berada di samping pemuda yang telah pingsan. Dia menempelkan permata biru yang ada di cincinnya ke kening pemuda itu. Cahaya biru muncul di kening pemuda itu lalu menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Kamu harus menemaninya sampai dia sadar. Kalian setuju?” Pelindung Hijau meminta persetujuan Pelindung Merah, Jingga dan Kuning.
“Setuju.” Jawab Pelindung Jingga. Pelindung Merah dan Kuning hanya mengangguk. Sedangkan Pelindung biru nampak bête.
Dalam sekejap keempat Pelindung Pelangi telah melompat ke berbagai arah. Mereka meninggalkan Pelindung Biru yang telah kembali ke wujudnya semula yakni pemuda bertubuh besar yang bernama Jaka.
***
“Kurang ajar!” Astaroth menggebrak meja. “Kita harus membalas mereka.”
“Sudah saatnya kita menerima senjata baru dari Yang Mulia. Kita tak akan mampu melawan mereka jika kekuatan kita hanya seperti sekarang.” Sahut Astarte.
“Benar. Kita harus meminta senjata kita dulu.” Astaroth sangat bersemangat. “Dan satu hal lagi. Kita tidak boleh melawan mereka sekaligus. Kita harus berusaha membuat mereka terpisah. Dengan senjata baru, kita tetap tidak bisa mengalahkan mereka jika mereka bersatu.”
“Briliant. Kita pasti bisa mengalahkan. Hahaha...” Suara Astarte menggema dalam ruangan yang gelap itu.
***
Andra sudah berdiri cukup lama di dekat gerbang rumahnya. Matanya terus mencari-cari sosok Agung yang tak kunjung terlihat. Andra sudah tak mampu lagi menahan diri untuk menemui Agung. Tiga hari terakhir bagaikan mimpi buruk baginya.
Andra tersenyum tipis saat melihat Agung menuntun sepedanya. Andra ragu untuk menemui Agung. Dia takut jika Agung masih marah. Yang paling menakutkan adalah ancaman Agung yang akan memutuskan persahabatan mereka.
Agung memandang ke arah Andra. Mereka saling menatap hanya beberapa detik karena Andra gugup dan menundukkan wajahnya.
“Ndra.” Suara Agung cukup mengejutkan Andra.
Andra mengangkat kepalanya hingga kembali menatap Agung yang ternyata sudah mendekatinya. Senyuman terlihat di sudut bibir Andra. Dia merasa bahagia karena Agung masih mau menegurnya.
“Gung. Kamu... Kamu gak marah lagi?” Andra gugup. Jarak mereka kini hanya dua meter.
“Aku gak pernah marah. Aku cuma kesal.”
Ekspresi Agung sangat lucu di mata Andra. Senyuman Andra pun semakin lebar. “Bukankah marah dan kesal itu adik kakak ya?”
“Siapa bilang? Mereka cuma sahabatan.” Agung membalas senyum Andra. Agung sudah memutuskan untuk bersikap dewasa. Dia tak boleh menghancurkan persahabatannya dengan Andra. Apa pun yang akan terjadi nanti, Andra tetap sahabat baiknya.
“Oya? Aku baru tau. Ternyata mereka sahabatan.” Andra tak mampu merangkai kata-kata yang lebih indah.
“Ki_”
“Ka_” Ucap mereka bersamaan.
Mereka pun tertawa bersama. Namun Andra kembali merasa gugup. Sedangkan Agung berusaha setenang mungkin. “Ngomong duluan.” Agung mempersilahkan.
“Aku...” Andra masih saja gugup. “Kamu mau kan maafin aku?”
“Maaf untuk apa?”
“Karna ulahku tiga hari lalu.” Andra harap-harap cemas melirik Agung.
“Udah ku maafkan.”
“Serius?”
“Iya.” Jawab Agung tegas.
“Thanks ya... Kamu memang sahabat aku yang paling baik.” Tiba-tiba saja Andra merangkul pundak Agung.
Agung merasa risih dengan pelukan Andra. Tetapi dia tetap diam, tak tega untuk menolaknya.
“Kamu mau ngomong apa?” Andra tersenyum dan masih merangkul Agung.
“Nanti malam aku tunggu di taman. Ada yang mau aku omongin.”
“Ngomong sekarang aja.”
“Gak bisa. Sekarang harus ke sekolah.” Agung melepaskan diri dari rangkulan Andra. Dia segera menaiki sepedanya.
“Mau ngomong apaan sih?” Andra penasaran.
“Bye... Nanti aku hubungin.” Agung berlalu begitu saja. Dia mengayuh sepedanya dengan kencang.
“Tunggu...” Andra segera menghampiri motornya. Dia tidak mau kehilangan moment berjalan bersisian dengan pujaan hati walau hanya sampai di pintu masuk komplek.
Andra terus mengulum senyum sambil sesekali memperhatikan Agung. Dia tak mampu menyembunyikan rasa bahagia yang melanda jiwa dan raganya.
Agung semakin yakin bahwa Andra punya perasaan khusus untuknya. Dia tak ingin Andra terus mengharapkannya. Dia saat yang sama dia juga tak tega untuk menyakiti perasaan Andra.
***
Bersambung
Tokoh: Agung, Randy, Pangeran Pelangi, Pelangi Api, Seorang Kakek, Pendeta.
Pelindung Pelangi : Andra = Merah, Toni = Hijau (Cowok berkacamata), Jaka = Biru (Cowok bertubuh tinggi besar), Bella = Kuning, Donna = Jingga (Cewek tomboy)
Sahabat Agung yang lain : Dika, Julian, Galang dan Nadia.
Tokoh Antagonis : Dewi Kegelapan, Astarte dan Astaroth.
btw aq kira edisi Ramadhan agak panjang updatex,hehehe ngarep.com
ceritanya seru bro.
blh nanya gak @danielsastrawidjaya?
Susah gak membagi ide di 2 cerita yg lg km rilis skrg?
seru lah!!!
si Agung kyaknya suka juga tuh sma Andra cuma msih ragu ajja.
oke lanjut ya !!!
Kmbali ksh @danar23
Aku jg pengen yg panjang tp susah buat yg panjang. :P
Berhubung jenis ceritanya berbeda, aku gak terlalu kesulitan untuk mendalami karakternya. Walaupun sm2 ada drama percintaannya. Yg susah kl lg kurang mood. Beuhh... Seharian pun nyoba nulis tp hasilnya nihil.
@kizuna89 Td aku sempat ragu dgn adegan pertarungannya kurang ngena. Aku kan gak hoby berantem. hehe
Hmm... Agung suka Andra jg ya? Jawabannya _____ *sensor. haha
Seharusnya pertarungan itu dibikin sdkit agak lama Niel, biar seru dan lbih ada perlawanan.
Hehehe
Over all, bagus aku suka.
Masih penasaran sama si Randy, apakah dia salah satu pengikut Dewi Kegelapan. Ataw mungkin dia gay juga? Sayang di part ini dia gx hadir,,,
Masih berharap si agung punya kekuatan super juga
Lanjuuut
Trnyata ada jg yg pnasaran sm Randy. Nnt ya ada jwabannya. Randy spesial tuk kamu. hehe
@jokerz Kekuatan super Agung ya? Hmm... Kasi tau gak ya. Sini biar ku bisikin. *****