BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

fiksi "salah"

edited January 2009 in BoyzLove
Aku, Ditya, di kelas termasuk salah satu murid yang masuk kategori pintar. nilai-nilaiku selalu bagus, semuanya kecuali olah raga. aku senang dengan kehidupanku yang asyik ini. kupikir, itu akan berlangsung sampai paling tidak aku lulus dari SMA. tetapi, ternyata aku salah. baru satu semester aku menjalani kehidupan yang nyaman, aku harus kehilangan semuanya itu. :(

karena, pagi ini, semua perubahan itu terjadi. murid baru yang masuk di kelasku, mulai merubah semua kenyamananku serta kehidupanku.

namanya Gusti, dia pindahan dari SMA dari sebuah daerah mana aku tidak paham (kayaknya tu daerah yang tidak tercantum di peta deh, pikirku). yang jelas, aku belum pernah mendengar nama daerah itu sebelumnya.

waktu Gusti memperkenalkan diri di depan kelas, dia kelihatan nyebelin banget. cengar-cengir terus.... dah gitu, gayanya norak abis deh.

"pasti dia dari sebuah daerah yang sangat jauh deh, dan dirumahnya nggak ada TV. makanya nggak tahu gaya." pikirku sambil tertawa dalam hati.

dari kesan pertama, aku sudah agak ilfell (ilang feeling) ma dia. tapi, setelah satu jam kemudian, ternyata aku salah. yang benar, aku bener-bener jadi ilfeel banget. sumpah deh....

aku dan Gusti berdiri di koridor depan kelas karena di hukum oleh Bu Tresna, guru sejarah sekaligus wali kelasku. masalahnya, selama beliau menjelaskan di depan kelas, Gusti selalu tanya terus ke aku. nah tahunya Bu Tresna, aku sedang ngobrol ma Gusti yang duduk di bangku di belakangku.

di koridor depan kelas.

"gila, sangar banget tu guru... makannya apa ya?" kata Gusti cekikikan. dia pikir, gurauannya tu lucu. "pasti makannya nggak sama deh kayak orang-orang yang lain. habisnya gitu banget sih.... ngeri!!!" tambahnya. kini Gusti benar-benar tertawa, walaupun suaranya tetap pelan.

melihat Gusti yang aneh itu, aku langsung berpikir "duh, ni orang nggak ngaca kali ya... diri sendirinya aja aneh, eh koq malah bilangin orang lain aneh." pikirku. "jangan-jangan, dia juga makan makanan yang bukan makanan manusia...." tambahku. hatiku jadi geli.

tapi, kegelian hatiku hanya sesaat, karena gusti malah membuatnya menjadi benci dan jengkel.

"o, ya, namamu Ditya, kan?" tanya Gusti dengan wajah yang dibuat biasa saja. aku diam. "berarti, kamu dipanggil Tya dong.... hahahahaha.... kayak nama cewek aja. ha.. ha.. ha.." ujarnya mengejek dengan tawa yang sudah tidak tertahan lagi.

pengen banget rasanya aku nonjok dia. dan....

"ehm...ehm...." suara Bu Tresna berdehem.

"mampus deh...." pikirku.

Bu Tresna berdiri di dekat pintu di belakangku. beliau melihatku dan juga Gusti dengan wajah yang pastinya seolah-olah siap untuk menerkam (kayak singa getoo).

"kalian, disuruh berdiri di koridor bukannya mencoba untuk menyesal atas kesalahan-kesalahan, ternyata malah asyik bercanda ya...." kata beliau dengan ketus.

Gusti kaget melihat Bu Tresna, dan aku benar-benar syok....

"bakalan bener-bener mampus deh aku...." pikirku dengan miris.

akhirnya, aku dan Gusti tidak lagi berdiri di koridor. melainkan ditengah lapangan sekolah.
selama beberapa saat, baik aku maupun Gusti, tak ada yang berbicara. Gusti hanya diam dengan wajah tertunduk.

"kayaknya nih orang dah mulai nyesel deh sudah macem-macem ma Bu Tresna." pikirku. aku merasa puas juga melihatnya. tapi, aku juga merasa jengkel karena harus ikut dijemur di tengah lapangan. untung belum terlalu siang, jadinya nggak terlalu panas.

akhirnya, aku berpikir bahwa inilah saatnya aku membalas semua sakit hatiku dengan mengejeknya.

"kok diem? nyesel ya udah macem-macem ma Bu Tresna...?" kataku. tentunya dengan senyum sinis di bibirku. "jauh-jauh dateng dari daerah yang nggak jelas dimana, eh.... ujung-ujungnya hanya dihukum.... hahahaha...." tambahku dengan tawa mengejek.

Gusti masih diam selama beberapa saat. tak ada satu katapun yang terucap darinya. kupikir, aku telah menang.

"maaf ya, lama baru jawab.... biasalah, loading dulu. hehehehe...." Gusti berkata dengan cengiran di bibirnya yang membuatku berpikir bahwa aku telah salah.

"aku diem itu karena aku barusan lagi menyimpulkan bahwa Bu Tresna itu, pasti makanan yang dimakannya pasti aneh dan bukan yang biasa dimakan manusia. bahkan kemungkinan yang tidak dimakan juga oleh alien.... itu yang aku simpulkan...." tambah Gusti dengan wajah yang dipaksa tampak serius.

aku seperti orang yang bener-bener bloon deh. bahkan lebih bloon dari orang yang paling bloon.
"hah...." gumamku. kaget mendengar kesimpulannya yang aneh banget.

"wkwkwkwkwk.... kamu lucu banget kayak gitu...." katanya mengejek sambil tertawa.

mendengar kata-katanya, serta melihat tawanya, tubuhku rasanya langsung membentuk suatu zat yang bernama AntiGusti. zat yang bisa menolak segala hal tentang Gusti.

Gusti masih tertawa. jujur, hatiku sakit banget. kupikir, aku bisa gila kalo aku terus meladeninya.

"makasih ya Tya, kamu udah mau temenin aku dihukum...." katanya setelah berhenti tertawa. "ternyata asyik juga dihukum kayak gini dan ditemenin ma cowok cakep kayak kamu.... seharian pun, aku pasti betah...." tambahnya.

dan aku, rasanya mau pingsan saja mendengar kata-kata terakhirnya. bukan karena tersanjung, tapi karena tersandung batu segede gajah.
"GUSTI, NYEBELIN......." teriakku dalam hati
«13

Comments

  • setelah capek berdiri ditengah lapangan, dijam istirahat, aku manfaatkan untuk duduk santai di kantin sekolah dan minum es teh kesukaanku.

    "perasaan aku tadi malem nggak ada mimpi yang aneh deh.... koq hari ini kayaknya aku sial banget sih.... apa ada hubungannya ya ma mimpiku tadi malem yang ketemu bekantan di kalimantan...." gumamku sambil mengaduk-aduk es teh.

    "eits.... jangan-jangan ada hubungannya antara Gusti ma tuh bekantan, atau malah, Gusti itu bekantan.... hahahahaha...." puas rasa hatiku menjelek-jelekkan Gusti.

    aku cengar-cengir sambil membayangkan Gusti, tapi dipikiranku, dia ku bikin semirip mungkin ma tuh bekantan.

    "hayo.... lagi mikirin apa?" kata Gusti sambil mengagetkan aku yang hampir tersedak minum es teh.

    "hah....????" aku melongo melihat Gusti yang duduk didepanku. "baru aja seneng sedikit jelek-jelekin dia, eh.... malah sekarang dah di depanku. wah, bisa jadi gila nih, bisa hilang kesenanganku...." pikirku dengan bete tentunya.

    tanpa perlu suatu kode tertentu, aku langsung saja berdiri dan pergi meninggalkan tempat dudukku yang nyaman. ku juga meninggalkan es teh kesayanganku yang baru aku minum setengah.

    kupikir, aku bisa sedikit tenang dengan meninggalkan Gusti di kantin, ternyata, aku salah, salah banget. Gusti mengikutiku dari belakang.

    "kamu ngapain sih ngikutin aku terus?" tanyaku pada Gusti setelah aku duduk di bangku di kelasku. Gusti tidak menjawab. "dan.... ngapain nih kamu bawa-bawa mie rebus ma es teh ke kelas.... nggak boleh tuh...." ujarku dengan nada yang sangat aneh tentunya karena sikapnya Gusti.

    "sebenarnya ya Tya...." Gusti menyerobot mie nya. "aku juga nggak mau bawa-bawa ini, tapi kan sayang kalo nggak dimakan...." ujarnya. dia melanjutkan menyeruput mie nya dengan lahapnya.

    "kan bisa dimakan di kantin...." kataku mencoba menjelaskan.

    "maunya sih iya, tapi kamunya sih nggak mau tungguin aku.... makanya aku bawa aja kesini...." ujar Gusti dengan kata-kata yang mengarah pada satu hal, yaitu, akulah yang membuatnya membawa mie dan es teh yang dimakannya.

    aku benar-benar sudah habis kata-kata untuk bicara dengan orang satu ini yang bernama Gusti. Eh, bukan ding, tepatnya bekantan. aku tersenyum membayangkan Gusti sebagai bekantan.

    "kamu kenapa?, kok ketawa-ketawa gitu?" ternyata, Gusti memperhatikan aku yang sedang tertawa karena memikirkan dia seperti bekantan. "kamu gila ya?" tanya Gusti. wajahnya melihatku dengan tampang yang kayaknya takut gitu.

    "hah????" pikirku syok. "bukannya kamu yang gila...." tambahku.

    beberapa saat setelah itu, aku tak mau bicara dengan Gusti. walaupun Gusti nyerocos ngalor-ngidul nggak jelas kemana, aku tetep aja cuek. ku anggap kata-katanya itu, masuk telinga kiri, keluar telinga kanan.

    waktu istirahat selesai, dan pelajaran selanjutnya adalah olah raga, pelajaran yang paling tidak aku sukai.

    karena tak banyak materi yang disampaikan pada hari ini, akhirnya pak Tejo memberikan pada murid-murid untuk bermain bebas apa saja. tapi, harus menggunakan seragam olah raga.

    semua murid turun kelapangan. semua memakai seragam olah raga, kecuali Gusti yang belum penya seragam. aku tidak ikut bermain dengan yang lain, karena aku paling tidak bisa dengan olah raga. apapun itu jenisnya.

    aku duduk di salah satu bangku di koridor, aku hanya menyaksikan murid-murid yang lain yang sedang asyik bermain sepak bola. tampak Gusti yang asyik bermain dengan murid-murid cowok yang lain, tapi dia masih pakai seragam sekolah. baru beberapa saat dia main, Pak Tejo memanggilnya.

    "syukurin loh.... dimarahin ma Pak Tejo...." ujarku sambil hatiku tertawa kecil. "marahin aja pak.... hukum aja lagi...." kataku pelan sambil melihat kearah Gusti yang menunduk di depan Pak Tejo.

    aku nggak tahu apa yang dikatakan oleh Pak Tejo ke Gusti, yang jelas, setelah mereka selesai, Gusti berjalan kearahku.

    "wah, jangan-jangan dia mau marah ma aku yang ketawain dia." pikirku. "tapi nggak mungkin lah, kan dia nggak denger...." tambahku menyakinkan diri.

    tapi, ternyata, aku salah. setelah dia didekatku, dia langsung menarik tanganku dan menyeretku ke dalam kelas. ternyata, dia mau pinjam seragam olah ragaku. pastinya, aku menolak dong dengan berjuta alasan.
    dan aku sangat menikmati hal itu, aku merasa puas melihat dia nggak bisa main bola.

    karena aku nggak mau dengan alasan-alasanku, akhirnya Gusti memaksaku. dengan tanpa disangka, dia menarik dan bermaksud melepas kaos yang masih aku pakai. dan pergulatan pun terjadi. berakhir dengan kekalahanku.

    setelah dia mendapatkan kaosku, dia langsung menggantikan baju seragamnya dengan kaosku. baju seragamnya diserahkan padaku.

    "nah, sekarang tuker dong celananya...." pinta Gusti. dia membuka celananya di depanku. "cepetan tuker...." paksanya. "keburu selesai lagi main bolanya.

    aku sih ogah kalo harus buka celana di depannya. pokoknya, aku nggak mau. tapi, akhirnya celana trainingku berpindah ke dia. setelah benar-benar dipaksa ma dia. bahkan sampai dia yang narik-narik celanaku.

    setelah Gusti oke dengan seragam olah raganya, dia langsung kabur ke lapangan. meninggalkan aku yang sendiri di kelas, terpuruk (halah, kayak apa aja.... hehehehehe).
  • huaaaaaaaa keren"
  • aku membuka mataku, ku rasakan nyeri di kepalaku. masih agak nyut-nyutan. kulihat sekelilingku, aku kenal tempat ini. ini kan ruang UKS. lalu, kulihat Gusti yang sedang duduk disebelahku. aku agak kaget melihatnya.

    aku hanya diam melihatnya. aku tak banyak ingat kejadian sebelum itu, yang aku ingat, aku terkena bola saat aku mendekati Gusti yang sedang bermain bola di lapangan dengan anak-anak yang lain. niatnya, aku mau marah-marah ma dia. eh, malah terbaring di ruang UKS.

    "syukur deh kamu sudah sadar...." kata-kata Gusti menyadarkanku dari pikiranku yang sedang mengingat kejadian sebelumnya. tampak wajah Gusti yang khawatir. aku tak tahu kenapa.

    aku tak berkata apapun. Gusti melihatku dengan wajah yang sangat khawatir sekali. aku benar-benar merasa aneh dibuatnya. lalu, tanpa disangka, Gusti mengelap keringat di keningku dengan tangan kanannya.

    "mmm.... apaan sih?" gerutuku. masih sebel dengannya.

    "aku cuma mau ngelap keringatmu aja kok...." ujar Gusti tak menghiraukan tanganku yang menolak tangannya. "udah, kamu diem aja, jangan banyak bergerak.... kamu kan masih belum sembuh bener...." pintanya.
    "makanya, hati-hati kalo jalan...." kata Gusti menyalahkanku.

    "eh, pikir dong Gus.... gara-gara siapa juga aku jadi sampe kayak gini...." gerutuku jengkel.

    "pasti gara-gara si siapa tuh, yang nendang bola sembarangan.... awas ya nanti dia...." kata Gusti, ternyata dia salah kira. padahal, yang aku maksud bersalah adalah dirinya sendiri, Gusti.

    "eh, kamu jangan nyalahin orang lain dong...." pintaku nyolot.

    "ya memang dia kan yang sudah salah. gara-gara dia nendang bola nggak hati-hati, jadinya kena kamu deh...." kata Gusti masih menyalahkan orang lain.

    "ah, udah ah...." gumamku. tambah pusing kepalaku karenanya. "trus, ngapain kamu disini? bukannya belajar aja di kelas...." kataku, berharap dia segera pergi tinggalin aku sendiri. biar nggak gila.

    "nggak ah.... aku mau disini aja, aku mau temenin kamu sampai sembuh...." kata Gusti dengan wajah yang tampak sungguh-sungguh.

    "terserah lah, tapi jangan banyak omong ya...." pintaku. aku miringkan tubuhku membelakangi Gusti.

    beberapa saat kemudian, keadaan jadi sepi. kupikir Gusti sudah pergi meninggalkan aku. aku membalikkan badanku telentang. ternyata, Gusti masih disebelahku. duduk manis sambil melihatku. Gusti tersenyum melihatku. tentu saja, aku tetap berwajah masam padanya.

    "nih minum...." katanya sambil menyerahkan segelas air padaku. aku minum air itu.

    "mang, berapa lama aku pingsan?" tanyaku setelah selesai minum.

    "lumayan lama Tya.... hampir satu jam deh...." jawab Gusti. "dari tadi aku tungguin kamu disini. aku juga yang tadi membopong kamu kesini...." tambahnya. "aku sempet khawatir banget tadinya, karena kamu lama banget nggak sadar-sadar.... tapi sekarang aku seneng banget lihat kamu dah sadar...." Gusti mau mengelap keringat dikeningku, tapi aku menolaknya.

    "o ya? masa' sih ni orang baik ma aku?" tanyaku dalam hati. aku melihat kewajahnya yang tampak lebih sumringah dibanding tadi.

    "kamu harus cepet sehat ya...." ucap Gusti. "o ya, ntar pulangnya aku anterin ya...." katanya menawarkan jasa.

    "nggak usah Gus, aku bisa sendiri kok. lagian rumahku nggak terlalu jauh dari sini...." kataku menolak.

    "nggak apa-apa.... lagian kan kamu masih lemes gitu...." kata Gusti. "ya...." bujuknya. aku menggeleng.

    kami diam beberapa saat.

    "Gus, kamu bisa tinggalin aku bentar nggak, aku mau istirahat bentar...." pintaku.

    Gusti sepertinya ogah meninggalkan aku sendirian di ruang UKS. tapi setelah aku paksa-paksa, akhirnya dia meninggalkanku.

    "terima kasih ya Gus...." ucapku sesaat sebelum dia meninggalkan ruang UKS.
  • lanjuut! gw dah nyiapin popcorn neh, double act ii rasa double cheese! loh kok jd iklan? :D
  • hari ini, pagi hari kamis, aku bener-bener merasa jengkel sekali.... masih sepagi ini, aku sudah harus marah-marah....

    Ranti, teman sekelasku, bercerita padaku bahwa kemarin Gusti menghajar Sandy dengan alasan karena Sandy sudah bersalah kepadaku. karena Sandy yang tidak hati-hati main bola, akhirnya aku pingsan terkena bola yang ditendangnya. dan, Gusti dihukum harus merawatku di UKS sampai sembuh karena telah menonjok Sandy.

    "menyesal aku mengucapkan terima kasih padanya kemarin...." teriakku dalam hati. aku benar-benar geram sekali. "aku harus buat perhitungan deh sama Gusti...." gumamku.

    sebelum jam masuk sekolah dimulai, Sandy menghampiriku dan meminta maaf padaku. Sandy memaksaku dan aku harus memaafkannya, apapun alasannya, aku harus memaafkannya. dan aku memang memaafkannya, karena aku tahu bahwa kemarin itu dia tidak sengaja.

    Gusti masuk kekelas terlambat. dia selamat tidak dihukum, karena bukan Bu Tresna pada jam pelajaran pertama.

    "udah sehat, Tya..?" tanya Gusti setelah duduk di bangkunya. aku tak menjawab.

    ingin rasanya aku membuat perhitungan pada Gusti saat itu juga, tapi aku urungkan niatku, masih ada guru, pikirku.

    "ssttt... sssttttt..." Gusti memanggilku sambil menusuk-nusuk punggungku menggunakan jari telunjuknya. aku tak menggubrisnya. ku biarkan saja dia.

    waktu istirahat, sebenarnya aku ingin langsung marah pada Gusti, tapi belum sempat aku mengucap sepetah katapun, Gusti sudah kabur keluar entah kemana.

    "UUURRRRGGGGHHHHH...." gerutuku dalam hati.

    aku bermaksud kekamar mandi, mau membasuh muka, biar agak segerlah. sebelum aku masuk ke kamar mandi, dari luar aku mendengar suara orang yang nggak asing buatku. suara Gusti sedang menginterogasi seseorang yang juga aku kenal suaranya, Sandy.

    "beneran kan kamu sudah minta maaf ma Ditya...." kata Gusti dengan nada agak tinggi. Sandy gagap menjawabnya.

    "be, be, beneran kok.... aku... aku sudah minta maaf ma Ditya..." Kata Sandy yang terdengar ketakutan.

    "yakin....?" paksa Gusti.

    "iya.... tanya Ditya aja kalo nggak percaya...." ujar Sandy.

    "ada apa ini?" tanyaku dalam hati.

    aku tak jadi membasuh mukaku, aku kembali kekelas. aku bener-bener merasa aneh dan jengkel dengan sikap Gusti. aku dikelas sampai jam istirahat usai.

    jam-jam berikutnya, aku benar-benar nggak menggubris semua hal yang dilakukan oleh Gusti. apa yang dikatakannya, bahkan apa yang dilakukannya, aku sudah tak perduli. yang aku pikirkan adalah, aku akan memaki-makinya sampai puas setelah jam sekolah hari ini usai.

    aku menahan Gusti yang hendak keluar kelas setelah bel tanda jam pulang berbunyi. aku menunggu beberapa saat sampai semua murid yang ada dikelas keluar semua.

    "ada apa Tya?" tanya Gusti. ada semburat heran diwajahnya.

    "maksudmu apa sih Gus?" aku balik tanya pada Gusti.

    "maksudnya apaan sih?, aku tanya aja belum dijawab, eh kamu malah tanya ma aku...." kata Gusti. bibirnya tersenyum kecil.

    -PLAK-

    aku menampar Gusti. amarahku sudah benar-benar meluap-luap. Gusti tampak kaget, dia memegang pipinya yang aku tampar. dia tak berkata apa-apa.

    "kamu tuh b**ngsek tahu nggak...." kataku membentaknya. "apa sih yang kamu pikirin, hah?" tanyaku sinis. Gusti masih saja diam. "aku sudah tahu semuanya Gus... dan jujur, aku bingung harus mengucapkan apa ke kamu...."

    Gusti masih diam. dia menatapku, tapi tak ada tanda-tanda diwajahnya kalau dia marah padaku.

    "mungkin, terima kasih adalah kata yang cocok dengan semua hal yang sudah kamu lakukan, atas prilakumu menonjok dan memaksa Sandy untuk minta maaf padaku.... makasih ya...." ucapku. "tapi jujur Gus, aku kecewa dengan semua sikapmu...." Ujarku.

    aku berbalik badan hendak meninggalkan Gusti. tapi, Gusti dengan tiba-tiba memelukku dari belakang. aku berontak menolak. tapi dekapannya, tak dapat aku lepaskan. setelah beberapa saat, akhirnya aku diam.

    "semua ini aku lakuin, karena aku sayang sama kamu Tya...." kata Gusti. masih memelukku.

    -DEG-

    entah apa yang aku pikirkan, yang jelas, aku menjadi semakin benci dengan Gusti. pastinya, kata-kata itu bisa membuat semua orang terlena. tapi, bagiku itu adalah kata-kata yang membuatku berpikir bahwa Gusti itu benar-benar gila. itu yang aku pikirkan, hingga beberapa saat, aku menjadi mengurungkan apa yang aku pikirkan. Gusti menitikkan air matanya, ku dengar suara pelan tangisnya. air matanya, membasahi pundak sebelah kananku.

    pikirku semakin kacau. ada apa dengan Gusti sebenarnya?

    dia melepaskan pelukannya dan berjalan keluar kelas meninggalkan aku sendiri. aku terpaku beberapa saat, hingga akhirnya aku juga meninggalkan ruang kelasku.
  • waaaaaaaaaaaah.............. seruuuuuuuu

    ><
  • beberapa hari selanjutnya, aku melihat banyak sekali perubahan pada Gusti. tapi, perubahan itu hanya terjadi terhadapku. selain aku, sikapnya masih sama saja.

    Gusti hanya sesekali saja melihat kearahku, itupun saat aku lengah ataupun saat sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Gusti tidak pernah sedikitpun punya keinginan untuk berbicara padaku. begitu pula dengan aku yang memang sudah mulai antipati padanya.

    aku merasa sedikit tenang dengan kehidupan yang seperti ini, kupikir aku akan mendapatkan kehidupanku yang indah seperti sebelum Gusti datang.
    walaupun kata-kata terakhirnya sempat mambuatku pusing, tapi akhirnya aku bisa sedikit melupakannya dan berpikir bahwa hal itu nggak penting.

    satu bulan kemudian, di rumahku.

    "Dit, ada tamu tuh...." kata Ibuku memanggil aku yang sedang belajar di kamar.

    "ya, bentar...." kataku.

    aku keluar kamar menuju ruang tamu. dan, kulihat Gusti sedang duduk di sofa. aku sempat kaget dan berpikir aneh. sebenarnya aku enggan untuk duduk bersamanya, tapi aku juga nggak enak kalau harus mengusirnya.

    "ada apa Gus?" tanyaku setelah duduk di sofa yang lain.

    "kok kamu tanya dengan wajah yang nggak welcome gitu sih....?" kata Gusti balik tanya. "kamu nggak suka ya, aku main kerumahmu....?" tanyanya lagi.

    "hhhmmmm.... perlu dijawab, ya?" ujarku dengan wajah bete.

    Gusti diam beberapa saat. dia hanya melihatku saja. dari dalam, ibuku berjalan melewati kami.

    "wah, tante hari ini cantik sekali...." ucap Gusti saat melihat ibuku yang hendak pergi keluar.

    "ah, kamu bisa aja...." ujar ibuku tersipu malu. "memang tante cantik, ya?" tanya ibuku agak genit.

    "nggak hanya cantik tante, tapi cantik banget...." puji Gusti. "beneran deh...." tambahnya. dan tentu saja, ibuku terlihat sangat tersanjung karenanya.

    "duh, makasih ya pujiannya.... kamu tuh memang baik banget ya, Ditya aja nggak pernah memuji tante seperti itu...." kata ibuku sambil melirik padaku. "Ditya tuh memang nggak peka banget...." tambahnya. aku merasa sangat asing banget.

    "masa' sih tante...." kata Gusti. "kamu harus sering memuji ibumu Dit.... kan ibumu memang cantik...." kata Gusti diarahkan padaku.

    "Dah dulu ya... tante mau keluar dulu, lagi ada perlu sama temen-temen tante...." kata ibuku sambil berjalan menuju keluar. sebelum dia keluar, ibuku sempet berkata "kamu temenin Ditya dulu ya, kasian dia dirumah sendiri...." katanya.

    "sip... tante." ujar gusti.

    setelah ibuku pergi, aku diam saja. bahkan aku tak menoleh sedikitpun kearah Gusti. Gusti juga diam. sampai beberapa saat, tak ada yang bicara. hingga hp Gusti berbunyi. dia bicara dengan bahasa dari asalnya, itu yang terpikir olehku saat mendengar dia bicara.

    "iye... bile nak ke Jogja?(iya... kapan mau ke jogja?)" kata Gusti kepada seseorang yang aku tidak tahu siapa.

    "benar... untok apelah saye nak buta'kan ibu.... dose lah (benar... untuk apa saya bohong ke ibu.... kan dosa).
    "iye.... kalo tak pecaya, sile lah ibu becakap ngan die, maok? (iya.... kalau nggak percaya, silahkan ibu bicara dengan dia, mau?).
    "ha... nti' yak ye langsong ketemu ngan orangnye... iye... daaa... (ha... nanti saja ya langsung ketemu dengan orangnya... iya... daaa...)."

    entah apa yang dikatakan oleh Gusti, aku tidak mau tahu, walaupun sebenarnya aku penasaran. tapi, ya sudahlah.

    setelah Gusti bicara lewat telepon, keadaan kembali sunyi.

    "kalo memang nggak ada yang mau diomongin... ya sudah...." kataku akhirnya dengan agak mengusir di setiap kata-katanya.

    "sebenarnya, aku datang kesini untuk meminta maaf ma kamu Tya...." ucap Gusti. aku masih tidak menoleh kearahnya.

    "minta maaf kenapa? mang salah kamu apa?" tanyaku ketus.

    "ya.... atas semua salahku yang kemaren-kemaren...." jawab Gusti. aku tersenyum sinis. "kamu mau maafin aku, kan?" pintanya dengan wajah memelas.

    aku diam beberapa saat. lumayan lama.

    "sorry ya Gus, aku lagi kerjain PR ku. aku tinggal ke kamar dulu, ya...." kataku. aku meninggalkan Gusti yang masih duduk. "o ya, ntar kalo kamu keluar, tolong pintunya ditutup lagi, ya...."

    aku sudah benar-benar males sama yang namanya Gusti. selain itu, zat AntiGusti ku sedang bekerja dengan sangat baik.

    aku dikamar, mencoba konsentrasi untuk mengerjakan semua tugas. tapi, pikiranku susah sekali untuk konsentrasi.

    "kenapa aku jadi teringat terus dengan kata-kata Gusti, ya...." gumamku. "kenapa aku jadi teringat kejadian waktu itu, waktu dia memelukku dan mengatakan kalau dia sayang ma aku...."

    aku menjadi agak pusing dengan pikiran seperti itu.

    sudah hampir 3 jam aku dikamar, kulihat jam kamarku menunjukkan jam 8 malam. aku keluar kamar hendak mengambil makanan. ruang tamu masih gelap, kunyalakan lampu, dan kulihat Gusti masih duduk di sofa. dia melihat kearahku. tak ada kata yang diucapkannya.

    aku berdiri terpaku, juga melihat kearahnya. aku benar-benar heran dan pusing dibuatnya.

    keadaan hening hingga hampir 15 menit.

    "kamu beneran nggak mau maafin aku, ya?" tanya Gusti. kulihat air mata mulai mengalir membasahi pipi-pipinya. aku terdiam. "kupikir, dengan aku datang kesini, kamu akan maafin aku...." gumamnya. aku masih diam.

    keadaan kembali hening hingga hampir 5 menit.

    "ya sudah lah, aku permisi dulu...." kata Gusti sambil beranjak berdiri. saat dia hampir sampai pintu, aku berkata...

    "beri aku alasan, kenapa aku harus maafin kamu?" pintaku.

    "apa dengan alasan itu, kamu akan mau maafin aku?" kata Gusti balas bertanya.

    "tergantung..." kataku.

    "mudah-mudahan alasanku ini, alasan yang pernah aku katakan beberapa hari yang lalu, bisa membuatmu mau maafin aku..." Gusti tidak langsung melanjutkan kata-katanya. dia menghirup nafas dalam-dalam.

    aku menunggu dengan rasa yang nggak jelas.

    "alasannya, karena aku sayang ma kamu...." kata Gusti akhirnya. aku diam. "apa itu bisa membuatmu memaafkanku?" tanyanya.

    "beri aku alasan lain...." pintaku.

    "nggak ada.... hanya itu alasanku...."ucap Gusti.

    "hati-hati dijalan...." kataku mengakhiri percakapanku dengan Gusti.

    Gusti pulang dengan wajah yang sedih. dan setelah itu, malamnya, aku termenung di kamar dengan wajah seperti orang yang bodoh. bingung dengan semua kenyataan yang ada.
  • uweeeee........

    cedihna... gusti yg cabar y :cry: :cry:
  • "Tya.... aku bener-bener mohon banget ma kamu.... ya...." kata Gusti sambil merengek-rengek seperti anak kecil.

    ini beberapa hari setelah malam itu. Gusti memintaku untuk datang kerumahnya. katanya, ada hal yang bener-bener penting.

    aku sebenarnya sangat tidak mau. tapi, aku akhirnya luluh juga dan mau dateng kerumahnya setelah tanpa aku duga, dia berlutut di depanku. walaupun hatiku masih penuh benci karena hal-hal yang sudah-sudah, tapi aku tak kuasa juga melihat dia sampai berlutut di depanku.

    setelah jam sekolah selesai, aku dan Gusti bersama-sama ke rumah Gusti. selama di perjalanan, pikiranku dipenuhi dengan pikiran-pikiran yang negatif. bahkan, sangat negatif. apa ya maunya Gusti sebenarnya, pikirku.

    aku tiba dirumahnya, rumah yang kata Gusti ditinggalinya sendiri. karena orang tuanya tinggal dikalimantan (akhirnya aku tahu juga asalnya, tapi aku masih belum tahu pasti nama daerahnya).

    saat aku dan Gusti hendak masuk, seorang ibu yang berusia 30an, menyambut kami. ternyata, beliau adalah ibunya Gusti yang baru datang dari kalimantan.

    "bu, ni orangnye, yang biase saye ceritekan tuh... (bu, ni orangnya, yang biasa aku ceritakan...)." kata Gusti ke ibunya.

    Ibu Gusti melihatku dengan wajah yang sepertinya merindukan seseorang. selain itu, terlihat keterkejutan diwajahnya. dan, beberapa saat kemudian, aku telah dalam pelukan beliau.

    "oh, jadi awak ke yang bername Ditya...." ucap ibu Gusti. aku diam karena tak tahu apa maksudnya.

    "oh, jadi kamu ya yang namanya Ditya..." kata Gusti memberitahuku.

    "iya, bu...." kataku.

    kurasakan semakin erat pelukan ibu Gusti. dan, aku mendengar suara tangis yang tertahan dari bibirnya. aku merasa sangat aneh dengan semua ini. dan aku, semakin tidak mengerti.

    Ibu Gusti melepaskan pelukannya. kulihat kedua bola matanya tampak merah karena tangis. air mata, membasahi pipi-pipinya.

    "ibu kenapa?" tanyaku yang sudah tak kuasa lagi menahan semua tanya dalam pikiran. tak ada jawaban, beliau hanya menggelengkan kepalanya pelan.

    aku hanya bisa terpaku, diam. begitu juga dengan ibunya Gusti. hanya Gusti saja yang sepertinya bisa menguasai keadaan.

    "ayo masuk...." ajak Gusti sambil meraih tanganku. sekilas, kulihat bola matanya juga merah.

    selama sekian jam selanjutnya, aku, Gusti dan ibunya Gusti yang bernama Bu Lena, banyak berbicara dan bercerita tentang kalimantan dan masa kecilnya Gusti. tak ada sedikitpun membahas kenapa Bu Lena menangis.

    dari cerita-cerita Bu Lena, akhirnya aku tahu bahwa Gusti adalah anak tiri Bu Lena. dari beliau juga, aku jadi tahu tentang Gusti waktu kecil dulu.
    aku tersenyum saat mendengar cerita Bu Lena tentang masa kecil Gusti. aku tertawa sambil sesekali melirik kearahnya. wajah Gusti memerah karena malu. dan aku juga jadi tahu bahwa Bu Lena mempunyai seorang anak yang sudah meninggal. namanya Prasetya, yang juga merupakan adik tiri dari Gsuti. Dan Prasetya, memiliki wajah yang mirip denganku.

    dan aku percaya setelah aku melihat foto-foto yang diperlihatkannya padaku. melihatnya, aku menjadi ingin menangis, tapi aku tahan dengan sekuat tenaga. aku malu.

    setelah hari itu, antara aku dan Gusti, akhirnya bisa berteman dengan baik. dan dia memberitahuku alasannya kenapa dia mengatakan sayang padaku.

    "aku sayang kamu karena aku menganggapmu sebagai adikku. aku melihat kamu sebagai adikku. dan aku, aku tidak mau kehilangan lagi orang yang aku sayangi." ujar Gusti. "kamu bisa terima alasannya?" tanyanya.

    aku mengangguk. aku tak tahu kenapa, yang jelas, rasa benciku ke Gusti, seolah-olah lenyap begitu saja saat itu juga. Zat AntiGusti sudah tak ada lagi ditubuhku.
  • tamat kah??????

    ><
  • pikiranku kacau, pikiranku kalut. hatiku miris dan perih. air mata tak bisa lagi kutahan. aku hanya bisa menghujat dan menyalahkan diriku sendiri.

    "kenapa aku menjadi bodoh seperti ini...?" tanyaku dalam hati. malam ini dikamarku. "kenapa aku jadi seperti ini...." bisikku.

    "apa sih yang aku pikirkan, apa sih yang aku mau...." aku benar-benar risau.

    aku pejamkan mata, berharap bisa menghentikan air mata serta bayangan-bayangan kejadian yang baru saja aku alami. tapi, semakin aku pejamkan mata, semakin jelas pula aku melihat bayangan-bayangan itu.

    beberapa jam sebelumnya.

    aku dan Gusti jalan-jalan naik motor menghabiskan waktu sore hari di Jogja yang indah. setelah jam 6 sore, aku dan Gusti berhenti di sebuah warung makan yang terkenal dengan sambal bawangnya yang sangat pedas. selain itu, oseng-oseng merconnya pun terkenal sangat pedas.

    aku memesan ayam goreng dengan sambel bawang. dan Gusti memesan oseng-oseng mercon.

    sambil menunggu makanan dimasak, aku dan Gusti banyak sekali bercanda. pokoknya, asyik deh. dah gitu, lucu banget.

    Gusti menelpon seseorang. setelah beberapa saat, dia berkata padaku...

    "aku mau kenalin kamu sama seseorang...." kata Gusti.

    "siapa?" tanyaku. saat itu, tak ada sedikitpun prasangka didiriku hingga aku akhirnya menjadi seperti saat ini.

    "ada deh.... tunggu aja. ntar lagi dia juga dateng...." kata Gusti. bibirnya tersenyum manis sekali. tampak bahwa dia sangat bahagia.

    "oke deh...." kataku.

    makanan datang. aku dan Gusti langsung dengan lahapnya menyantap semuanya. pedasnya, minta ampun deh....

    saat kami sedang menikmati makanan, seorang gadis menghampiri kami.

    "hai sayang...." sapa gadis itu ke Gusti.

    Gusti menoleh kearah Gadis yang ternyata bernama Clara. aku tak tahu kenapa, saat aku melihat Clara mencium kedua pipi Gusti, saat itu pula, hatiku terasa sakit bukan main.

    "ini Ditya, ya...?" kata Clara sambil mengulurkan tangannya kepadaku.

    "iya...." kataku dengan suara tercekat.

    "ini pacarku.... namanya Clara" kata Gusti memperkenalkan Clara. dan hatiku, tambah terasa sangat sakit sekali. terasa tertusuk sembilu yang berkarat.

    aku nggak tahu kenapa dan karena apa, yang jelas, air mataku mengalir.

    "kamu, kenapa? kok nangis?" tanya Clara. aku gugup dan bingung mau menjawab apa.

    sepertinya, Gusti mengerti akan kegelisahanku.

    "pasti karena kepedesen tuh... lihat aja makan sambel bawangnya lahap banget...." kata Gusti. aku nggak tahu apa yang aku pikirkan. aku merasa nggak nyaman, tapi aku tidak tahu apa yang membuatku merasa seperti itu.

    dan kini, aku menangis dalam hati yang terasa sangat perih. dikamar ini, aku merasa kembali benci pada Gusti, karena ternyata dia menyayangiku hanya sebatas rasa sayang seorang kakak kepada adiknya.

    aku benci sekali dengan hal ini, aku benci.

    "Gusti, apa kamu nggak tahu, kalau sebenarnya aku juga sayang sama kamu.... aku sayang...." gumamku. air mata semakin menjadi-jadi.

    malamku mengapa tak indah sepeti bayanganku
    hatiku mengapa tak indah seperti bayangku

    tak tahukah aku mencintaimu
    tak tahukah aku menyayangimu
    bila rasa ini harus ku buang
    jawab mengapakah harus ku buang

    mengapa tak bisa ku tembus misteri hatimu
    dapatkah kutelusuri relung-relung hatimu

    hoooo... malam tolong aku
    jawablah tanyaku
    menguak misteri didalam hatimu
    kau buat diriku terbang dan terjatuh

    by astrid-mengapa
  • segini dulu ya... lanjutnya besok2 lagi coz dah malem n dah ngantuk juga.
    yang jelas, ceritanya masih ada beberapa bagian.
    jangan lupa masukannya biar aku bisa membuat yang jauh lebih menarik ya....
    thanks.
  • keyennn...... oh gusti ternyata hahhaha... :x
  • hari demi hari selanjutnya, ku jalani dengan rasa yang ku buat sesenang dan senyaman mungkin. walaupun terkadang aku merasa masih sakit di hati, tapi aku harus bisa tersenyum. karena aku tidak mau Gusti ikut merasakan rasa sakitku.

    ujian semester tinggal seminggu lagi, dan aku harus bisa konsentrasi belajar, biar aku bisa naik kelas dengan nilai yang bagus tentunya. ya mudah-mudahan menjadi peringkat pertama lagi seperti semester sebelumnya.

    tapi, ternyata sulit. aku susah sekali untuk konsentrasi dengan pikiran dan hati yang selalu teringat akan Gusti. sulit sekali. setiap aku mencoba menghapal ataupun memahami sesuatu tentang pelajaran, saat itu yang ada dipikiranku adalah Gusti.

    "ya ampun, ada apa ini...." pikirku yang sedang bingung.

    sumpah i love you, i need you, i miss you
    aku tak bisa musnahkan kamu dari otakku

    mataku sudah buta tak dapat melihat wajah yang rupawan lain
    selain wajahmu

    hatiku sudah mati tak dapat merasa kerinduan yang dalam
    selain rinduku padamu

    sumpah i love you, i need you, i miss you
    aku tak bisa musnahkan kamu dari otakku

    by. mahadewi-sumpah i love you


    dikelas, aku selalu berusaha sebiasa mungkin dengan Gusti. aku selalu berusaha tersenyum walaupun hatiku rasanya marah. tapi aku harus mengikhlaskannya, karena aku benar-benar sayang padanya.

    "Tya, kamu ajarin aku dong.... plis...." pinta Gusti setelah jam sekolah usai hari ini. dia memintaku untuk mengajarinya semua pelajaran, karena dia memang rada lemot soal pelajaran. kecuali olah raga tentunya.

    "waduh, kalo aku selalu dekat dengannya, berarti aku akan semakin merasakan sesak dong didada...." kataku dalam hati.

    "kok kamu diem aja sih... kamu nggak mau ya....?" tanya Gusti. tampak kecewa diwajahnya.

    "mmmm.... gimana ya... aku nggak biasa ngajarin orang, jadi...." aku bingung harus memberikan alasan apa ke Gusti. aku bingung dengan apa yang aku pikirkan apabila harus bersamanya terus.

    "plis dong Tya...." pinta Gusti. "barteran deh, ntar kamu ajarin aku semua pelajaran, nah aku ajarin kamu olah raga, gimana...." katanya memberi usul sambil membujukku. aku diam.

    "berarti iya...." kata Gusti menyimpulkan sendiri.

    "lho, kok kamu bilang gitu, kan aku belum bilang apa-apa...." kataku mengelak.

    "salah sendiri kamu diam.... kalo diam kan tandanya iya." kata Gusti sambil menarik tanganku mengajak pulang.

    dan, mulai sore ini, kegiatan belajar bersama atas alasan barter pun dimulai.

    jam 4 sore, aku dan Gusti belajar olah raga. aku dan dia keliling lapangan sekolah beberapa kali. pastinya, aku nggak kuat dengan ini, maklumlah, nggak pernah olah raga.

    "ya.... gitu aja dah ngos-ngosan...." kata Gusti sambil tersenyum mengejek.

    "capek tahu...." kataku jengkel.

    "ya ampun, baru 2 putaran dah capek, kan masih harus keliling 3 kali putaran lagi...." kata Gusti.

    Gusti melanjutkan larinya, dan aku duduk di pinggir lapangan kecapekan.

    selanjutnya, Gusti mengajarkanku cara menggiring bola, cara menendang dan sebagainya tentang sepak bola. lalu, diakhir pelatihan itu (ya ampun, istilahnya keren deh), Gusti memintaku untuk menendang bola sampai masuk kegawang yang dibuat dengan menggunakan sepatunya.

    dan, dari 5 kali kesempatan yang diberikan, akhirnya tak satupun yang masuk kegawang. nggak ada yang gol.... ya ampun, ternyata aku payah banget.
    Gusti tertawa sangat seneng banget melihat aku tak bisa melakukan tantangannya. bahkan dia sampai ngakak-ngakak.

    UUUURRRGGGHHHH, hatiku sebel banget.

    malamnya, di kamarku, aku akhirnya bisa membalas semua sakit hatiku karena tak bisa menyelesaikan tantangannya tadi. Gusti, tak bisa satupun mengerjakan tantanganku. yaitu mengerjakan soal-soal kimia. dan aku membalasnya dengan tertawa ngakak-ngakak. puas banget rasanya.

    "aduh.... kok kepalaku dipukul pake buku sih...." kata Gusti geram setelah aku memukul kepalanya pakai buku.

    "tu hukuman karena kamu nggak bisa ngerjain...." kataku. aku bener-bener puas banget.

    "loh, kan aku tadi nggak mukul kamu sekalipun kok.... curang tuh namanya..." protes Gusti. cemberut.

    "salah sendiri...." ujarku.

    sepertinya Gusti jadi jengkel padaku. buktinya, dia dengan geramnya menjitaki kepalaku. tentunya, aku nggak terima dong.... aku mencoba membalasnya. dan terjadilah pergulatan antara aku dan Gusti. berusaha untuk saling menjitak kepala. dan berakhir dengan kekalahanku.

    Gusti menginap dikamarku malam ini. hari sudah terlalu larut untuk dia pulang. just info aja, pelajaran kimianya berakhir dengan gagal, karena tak ada satupun yang dikerjakan, karena aku dan Gusti hanya bercanda terus.

    sebelum tidur, Gusti memelukku. tentunya aku menolak (secara fisik sih, sebenarnya, secara batin, aku mau banget), karena aku merasa agak risih.

    "kamu kenapa sih Tya, kok nggak mau di peluk sih?" tanya Gusti heran. aku nggak kalah heran dong.

    "harusnya aku yang tanya, ngapain kamu peluk-peluk aku... aneh, tahu nggak..." kataku. aku cemberut.

    "ih.... jangan gitu dong...." kata Gusti, tersenyum. "itu kebiasaanku dulu.... aku selalu memeluk adikku saat tidur. ya, setiap malam...." tambahnya menjelaskan.

    "tapi, aku kan bukan adikmu...." kataku.

    "ah.... terserah deh.... lagian aku sudah menganggapmu sebagai adikku kok..." kata Gusti menghiraukanku.

    tanpa menghiraukan semua usahaku untuk menolak usaha Gusti untuk memelukku, akhirnya aku kalah juga. Gusti memelukku. sampai dia tertidurpun, dia masih memelukku.

    mataku sulit terpejam, pikiranku kembali kacau, hatiku kembali miris...

    "kenapa kamu hanya menganggapku sebagai adik...." tanyaku dalam hati. air mataku mengalir mambasahi pipi-pipiku. untung saja, aku masih bisa menahan isak tangisku.
  • ujian semester yang berlangsung selama seminggu, akhirnya selesai juga. ternyata sulit juga ujian semester ini, apalagi dengan perasaanku yang lumayan kacau ini. tapi, aku akhirnya bisa menyelesaikannya, tentunya semaksimal yang aku bisa.

    dan ujian yang sangat aku sukai adalah ujian olah raga. ujian praktek yang sangat menbuatku senang sekali. padahal, aku tidak menyukai olah raga sebelumnya. aku merasa sangat senang dengan Gusti yang memberiku semangat. bahkan dia berteriak mengelu-elukan namaku. walaupun nggak enak di dengar, karena Gusti memanggilku Tya, tapi aku senang sekali.

    kupikir, kebahagiaanku akan berjalan lama, ternyata itu berakhir bersamaan dengan berakhirnya ujian semester. pasalnya, Gusti akan pulang ke kalimantan selama liburan semester.

    aku syok mengetahui hal itu. aku benar-benar jengkel dengan kenyataan yang akan terjadi.

    malam ini, aku uring-uringan sendiri dikamarku. aku marah-marah dalam hati menyalahkan Gusti. aku jengkel sekali.

    barusan dia menelponku, dia mengajakku untuk ikut ke bandara Adi Sucipto besok pagi jam 8. kontan saja aku menolaknya dengan alasan aku akan ada acara keluarga. bahkan aku menutup telepon sebelum sempat mendengar alasannya. kupikir, pasti dia mau pulang besok pagi.

    aku tak bisa tidur semalaman. pikiranku kembali kacau, hatiku gundah.... hingga pagi akhirnya menjelang, aku masih merasa bahwa Gusti itu sangat jahat padaku.

    "tapi, apa salahnya?" tanyaku pada diri sendiri. "kan dia memang tidak tahu kalo aku suka padanya, kan dia tidak tahu kalau aku sayang padanya, dan bahkan, dia tidak tahu kalau aku cinta padanya...." gumamku. "terus, siapa yang salah sebenarnya....?"

    pertanyaan itu selalu bergelayut dipikiranku. hingga akhirnya, entah karena apa, aku berpikir bahwa aku harus mengatakan perasaanku kepada Gusti, ya, dia harus tahu apa yang aku rasakan. harus.

    kulihat jam dikamarku, dan....

    "hah.... sudah jam 8 kurang 5 menit...." kataku syok.

    "kamu dimana Gus?" tanyaku ke Gusti lewat hp.

    "lagi di bandara. ada apa Tya?" kata Gusti balik tanya.

    "hah.... kamu tunggu dulu ya, aku akan segera kesana....." aku langsung menutup hp ku. aku segera mengambil dompet yang aku letakkan dalam lemari.

    tanpa pikir panjang, aku langsung keluar rumah, aku harus segera menemui Gusti. saking aku terburu-burunya aku malah melupakan hp ku. selama dalam taksi, aku merasa nggak nyaman, gelisah, pokoknya gimana lah.... malah kayak AADC deh, pikirku. ah, what ever lah....

    sampai perempatan dekat maguwo harjo, ternyata sedang ada kegiatan kampanye yang sedang berkeliling. dan tentunya, jalanan jadi macet total. aku syok, kulihat jam yang ada di taksi, sudah jam 8 lewat 5 menit.

    "duh, aku pasti telat deh...." pikirku. aku sudah panik banget. taksi yang aku tumpangi, lama nggak bergerak. akhirnya dengan pikiran yang nggak tahu gimana, akhirnya aku keluar dari taksi setelah aku membayar terlebih dahulu.

    aku berlari sepanjang jalan maguwo harjo menuju bandara. lumayan jauh sih, tapi aku berpikir harus segera sampai bandara. dari pada aku terus naik taksi, nggak bakalan sampai-sampai. dah gitu, tarifnya tetep jalan walau taksinya nggak bergerak. aku berlari secepat aku bisa, sempat terpikir olehku, kenapa aku melakukan ini semua?

    i just wanna say i love you 4X

    i just wanna say i love you 3X
    i love you 2X

    i just wanna say i love you 3X
    i love you....

    by potret-i just wanna say i love you


    aku sampai di bandara dengan nafas yang ngos-ngosan. aku bertanya kepada petugas yang ada di bandara.

    "pak, pesawat yang ke pontianak sudah berangkat pak?" tanyaku kepada seorang petugas.

    "sudah mas, 10 menit yang lalu...." kata petugas tersebut.

    HAH.... aku menggerutu dalam hati. ya ampun, aku telat. padahal aku sudah capek-capek begini. ya ampun.... aku sedih banget, hatiku miris banget. AAAARRRGGGGHHHHH..... teriakku dalam hati.

    "kamu kenapa ngos-ngosan gitu, Tya...?" tanya seseorang yang aku sudah kenal suaranya.

    aku menoleh ke asal suara tersebut. ternyata benar, itu adalah suara Gusti. aku diam nggak bisa ngomong. aku bingung harus ngomong apa.

    "kamu kenapa sih...?" tanya Gusti. "katanya kemarin, kamu nggak bisa ikut ke bandara hari ini karena ada acara keluarga...." katanya.

    "mana telpon dimatiin semaunya lagi. eh, dihubungi lagi nggak bisa." kata Gusti lagi.

    "kamu nggak jadi berangkat...?" tanyaku. masih dengan nafas yang ngos-ngosan serta wajah yang sudah merah kayak kepiting rebus.

    "berangkat?" kata Gusti balik tanya. "oh.... kamu kira aku ya yang mau pulang?" tebaknya. aku masih diam. "kamu salah Tya, yang berangkat itu, si Clara..... dia mau pulang kerumah eyangnya." kata Gusti menjelaskan. "kalau aku, pulangnya baru minggu depan. kan aku belum ambil raport...."

    entah kenapa, aku merasa ada sedikit rasa tenang di hatiku. tapi itu hanya sesaat. karena pertanyaan Gusti berikutnya, membuat aku menjadi marah lagi padanya.

    "o ya, kamu ngapain sampai ngos-ngosan gitu?" tanya Gusti, bibirnya tersenyum. "kenapa nggak bareng aja...." ujarnya.

    AAARRRRGGGGHHHH, teriakku dalam hati. dia nggak tahu apa, kenapa aku sampai melakukan ini semua itu karena siapa.... kataku dalam hati.

    "kok wajahmu kayak marah gitu, sih...." tanya Gusti sambil melihat wajahku yang pastinya sudah kelihatan marah.

    "Tya, kamu mau kemana...?" kata Gusti memanggilku.

    aku sudah tak peduli dengan Gusti. aku benar-benar jengkel. dan niatku untuk mengatakan perasaanku, telah aku pendam sedalam-dalamnya. hatiku terlanjur benci padanya.

    sebenarnya aku ini gimana sih? aku bingung dengan perasaanku sendiri.
Sign In or Register to comment.