Sekolah Gay Terima Siswa
Friday, 27 June 2008
SURABAYA - SURYA-Tak hanya sekolah reguler yang membuka pendaftaran siswa baru (PSB). Sekolah Aktivis LGBTiQ, lembaga pendidikan untuk kaum gay, lesbian, dan waria, pada 2008 ini juga mulai menerima murid baru. Sekolah bagi kalangan lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer (LGBTiQ), ini di-launching di Surabaya Plaza Hotel, Rabu (25/6). Ini merupakan sekolah pertama di Indonesia.
Saat diluncurkan oleh penggagasnya, GAYa Nusantara, peminat sekolah ini membeludak. Menurut Dede Oetomo (penasihat GAYa Nusantara) sekolah khusus ini dibuka atas dorongan para aktivis gay, lesbian, dan waria, di seluruh tanah air.
Proses belajar-mengajar agak beda dengan yang biasa diterapkan di SMP atau SMA. Para siswa belajar dalam suasana santai. Mentornya dari kalangan akademisi dan aktivis lintas elemen. Jam belajar hanya seminggu dalam 1-2 bulan.
Pada edisi perdana, Sekolah Aktivis LGBTiQ hanya menerima 20 siswa. Biaya pendidikan gratis, karena sekolah ini disokong penuh oleh Humanistisch Instituut voor Ontwikkelingssamenwerking (Hivos), organisasi nonpemerintahan Belanda yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Seleksi akan dilakukan secara ketat. Para calon siswa wajib menulis esai tentang banyak hal, mulai dari pandangan mereka terhadap berbagai persoalan gay lesbian waria hingga tujuan mereka mengikuti pendidikan khusus ini.
“Kami susun kurikulum sendiri. Nanti, setelah ada penyempurnaan kurikulum, sekolah ini akan kami legalkan. Di mancanegara, sekolah-sekolah semacam ini sudah menjamur, terutama di Eropa dan Amerika,” sambung Dede.
Sekolah khusus gay lesbian waria ini tak perlu harus memiliki lembaga sendiri. “Ini kan termasuk pendidikan luar sekolah. Jadi, sekolahnya bisa dimana saja. Untuk sementara ini, kami akan menyewa ruangan di hotel,” ujar pengajar FISIP Unair.
Beberapa materi pelajaran yang diberikan misalnya terkait kepemimpinan, manajemen, hingga aspek kepribadian dan sosial. Menurut Dede, yang sering dikeluhkan selama ini adalah kesulitan berinteraksi dengan stake holder, kelompok agamis, masyarakat, dan media masa. “Kami bekali mereka dengan menghadirkan mentor para profesional di bidangnya,” jelas Dede.
Pujiati, aktivis kaum lesbian, mengatakan, sekolah ini sangat positif untuk mengembangkan potensi kaum gay lesbian dan waria. Ini agar mereka tak sekadar hadir di tengah masyarakat dan menjadi bahan perbincangan, melainkan memiliki pengetahuan 'lebih' dan kemampuan berorganisasi yang terarah.
Rencana membuka sekolah khusus ini sebenarnya sudah lama disuarakan. Tapi, karena faktor dana dan keterbukaan komunitas, sekolah baru bisa terwujud tahun ini.
Keberadaan kaum gay lesbian waria bukan fenomena baru. Komunitas ini menjamur di mana-mana dengan beragam usia, profesi, dan strata. Mereka bukan lagi kaum marjinal seperti yang ditudingkan golongan radikal agama. Mereka memberi warna tersendiri dalam kehidupan.
“Keterbukaan gay lesbian beberapa tahun silam mungkin tidak seperti sekarang. Mereka kini lebih berani tampil dengan segenap perjuangan. Masyarakat juga sudah mulai terbuka dan menerima kehadiran mereka,” lanjut Dede.
Meski demikian, tak mudah menemukan organisasi kaum ini di seluruh penjuru kota Indonesia. Alasannya, sebagian mereka belum memiliki sikap terbuka. Sejumlah tempat mangkal yang dijadikan trade mark nongkrong diinformasikan dari mulut ke mulut. Di Surabaya bisa dijumpai di beberapa pub macam Qemi setiap Kamis serta Home Ball setiap Minggu malam. ame
Didukung Wali Kota
Pengamat budaya Laurentius Dyson mengatakan fenomena gay lesbian waria merupakan bagian dari subkultur masyarakat.
Dibukanya sekolah khusus ini menjadi pengukuhan sebuah eksistensi yang selama ini terkaburkan. Dulu, katanya, kaum gay lesbian dipandang sebagai perilaku menyimpang atau deviant behaviour.
“Perilaku menyimpang yang dilakukan secara berulang dan terus-menerus menjadikan masyarakat kian masa bodoh. Akhirnya, perilaku itu pun dianggap semakin biasa,” jelas dosen FISIP Unair ini.
Di negara yang menganut sistem otoriter, kaum subkultur ini tak bisa bertahan lama. “Pemimpin otoriter bisa langsung menghabisi mereka. Tapi, ini beda dengan di Indonesia. Di negara maju sekalipun kaum gay lesbian waria masih menjadi minoritas,” katanya.
Meskipun fakta itu ada dan mereka berjuang keras terhadap eksistensinya ,namun tetap saja dunia belum bisa mengakui secara umum. Mereka boleh saja mendirikan sekolah dimana saja, persoalannya tergantung pada pemerintah. Sejauh mana mereka menoleransi hal itu. “Tapi, kalau dari pandangan agama jelas hal itu tidak bisa dibenarkan,” lanjutnya.
Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya HM Alyas menambahkan, sekolah kaum 'marjinal' merupakan wadah positif untuk mengasah life skills kaumnya. “Apalagi, jika arahnya pada profesionalitas. Ini cukup bagus. Mereka bisa mengubah image 'penjaja seks' ke arah yang lebih baik,” ujar politisi Partai Golkar ini.
Namun, yang perlu diingat ketika sekolah itu berkembang menjadi bentuk komersial harus diperhatikan aspek legalitasnya. “Jika sekolah itu sifatnya pembekalan kompetensi, maka aspek legalnya harus ada,” katanya.
Dibukanya sekolah khusus kaum gay lesbian ini memungkinkan kaum 'marjinal' berkompetisi secara sehat dengan masyarakat pada umumnya.
“Tapi alangkah baiknya juga jika kaum gay lesbian tersebut tidak menciptakan sebuah kegiatan yang dibungkus orientasi seksual. Bukankah gay maupun lesbian tidak perlu menjustifikasi dirinya sendiri kan?” pungkasnya.
Sardjono Sigit, aktivis gay, berharap dibukanya pendidikan khusus kaum semacam ini mampu menjembatani persoalan internal mereka. “Kita berharap tak ada lagi diskriminasi dan kami bisa memperjuangkan hak-hak. Kami juga bisa tampil lebih percaya diri dan terbuka tanpa harus menyakiti orang-orang di sekeliling kita,” ujar pria rupawan ini.
Di sekolah LGBTiQ, kalangan gay dan waria lebih dominan dan lebih terbuka ketimbang lesbian. Hal ini seperti juga yang terjadi dalam masyarakat. Kaum lesbian lebih banyak menutup diri dan sangat berhati-hati ketimbang gay atau waria.
Wali Kota Surabaya Bambang DH menyambut baik upaya tersebut. “Saya belum melihat langsung adanya sekolah tersebut. Tapi, jika tujuannya positif dan bisa mengarahkan siswanya ke arah yang lebih baik, prinsipnya tidak masalah,” jawabnya. ame
Comments
Btw ini sekolahnya tingkat apa sih SMA, atau perguruan tinggi?, mnaksudnya sekolah itu sekolah reguler (sekolah beneran) apa lebih kayak tempat kursus?
Terus selain masalah yg berhubungan dg isu LGBT, apa ini sekolah yang ada pelajaran matematika, fisika, kimia, dll.
Terbuka untuk umum, atau khusus LGBT, btw apa sekolahnya untuk anak-anak, kalau ngelibatin anak di bawah umur apa gak riskan en ngundang protes? Thx.
ga percaya...
O_O
ga percaya....
O_O
emang ada orang tua yang mau masukin anaknya ke sekolah gay?
O_O
kaga diprotes sama FPI tuh...LOL
O_O
good luck deh...kalo emang ini real
kita liat aja kelanjutannya
kurikulumnya aja seputar gay and lesbian life , ada gaysex educationnya ... gimana cara menggaet straight , gimana persiapan sebelum gay couple wedding , gimana ngadepin ormas ormas sangar , salah satunya kalau dikejar ormas langsung bugil rame rame dan gantian kejar balik....
8) 8) 8)
Saya cuma berharap kepada Gaya Nusantara memilih peserta tanpa ada diskriminatif.
Jangan terjebak dengan "lembaga saja".
Menurut saya banyak orang2 LGBTIQ yang punya potensi tetapi dia tidak bergabung dalam satu organisasi.
Disinilah perlunya sekolah itu menumbuhkan gairah LGBTIQ berorganisasi.
Dari pengalaman saya, saya dapat informasi soal seksualitas bukan dari LSM yang kerja untuk LGBTIQ tetapi dari teman - teman LSM perempuan. Dan saya pernah menjadi peserta pelatihan walau saya tidak punya lembaga. Tapi panitia tahu bahwa saya punya kemauan untuk melakukan sesuatu. Saya pikir itu yang lebih penting...
Karena dari pengalaman, banyak sekali staff LSM yang pelatihan sana, pelatihan sini. Mana asik bolak - balik keluar negeri..Tapi apa yang diberikan pada komunitas??
Sudah menjadi rahasia umum kok, yang sering ikut pelatihan ataupun apalah namanya tidak menjamin komitmen dia akan melakukan sesuatu.
Kalau saya tetap percaya pada nilai dari setiap individu, apakah dia bergabung atau tidak dalam lembaga itu hanya soal cara saja. Dan tidak terlalu prinsip.
Karena misalnya saya yakin sekali ada banyak individu LGBTIQ dari sabang sampai papua yang mau belajar. Cuma masalah seberapa serius kita mencari orang2 itu,
Karena saya pribadi sangat menyesalkan sekali, hanya karena dia tidak ada lembaga maka dia tidak layak untuk ikut daftar jadi peserta.
Saya pikir ini menjadi refleksi kita bersama sebagai pekerja untuk hak - hak LGBTIQ. Karena kita mesti tahu sekali bahwa teman - teman LGBTIQ belum familiar soal organisasi.
Mungkin itu saja masukan saya untuk kita semua, bukan cuma Gaya Nusantara tapi semua lembaga yang benar - benar mau kerja untuk isu LGBTIQ.
Tapi kalau masih saja para peserta adalah orang2 itu - itu saja , CAPEK DEH...............
Walau apa yang sudah dilakukan GN tetap ada manfaatnya...Tapi jadi tidak merata aksesnya...
Salam
Toyo
Ma'af ... kog gue jadi 'sinis' dengan proyek ini.
Jujur, apa yang udah dilakukan "GAYA NUSANTARA' buat para gay
di Surabaya (minimal) di Indonesia (maksimal)
Hanya bagi-bagi kondom?
Kalo mau bikin sekolah atau pendidikan ...
Nggak usahlah ada embel-embel SEKOLAH GAY ..
SEKOLAH HOMO SEKOLAH BANCI ...
Apa nggak malah bikin CITRA BURUK ?
Jadi inget, semalem,(27 Juni 2008) Rudi Mustafa, mantan pasangan gay
Dede Oetomo tampil di TV SBO dalam acara ...(lupa)
Topiknya tentang,"JADI KUCING alias GAY"
Waktu ditanya, kenapa anda bangga jadi gay?
Rudi menjawab,"Saya bangga jadi gay dan bersyukur menjadi gay.
Dengan jadi gay saya bisa threesome, nggak monoton, nggak ada
surat, nggak ada anak, bisa bervariasi ..."
EDAN!
Gue ggeleng-2 kepala ...
Inikah CITRA GAY yang ditanamkan ke masyarakat?
Citra gay yang nggak mau bertanggung jawab?
Bisa variasi, bisa 3some ... sungguh jawaban yang LOL banget
nurut gue.
Gue juga yakin, Rudi tuh orang berpendidikan ...
Tapi kenapa muncul jawaban seperti itu ... sambil ngondek lagi!
MaU adA sk0LAh gay...
MaU aDa pANti reHAbilitasi gaY...
SLama yG ngiKUtin tU suKA ReLA dan tdK m'bAWa ciTRa buRUK di masyaRAkaT tTG adanya Gay
kNP muSTi pada pR0TeS?
Tu kAN sk0lah fungSinyA buaT peNDidikaN jd seMEstinya meNJADikan gay2 yg sk0lah tU m0raLNya jd lebiH tmbH baik
MasaLAh FPI kan,mgKN aja mEREka dEM0 krN blm ada pajaK pENgamaNAN.. Hahahaha...
TrUS gaY yg bangga dgn diriNYa
biARin aja kNP bang? weKZ